Home / Romansa / Sebentuk Hati untuk Jingga / Chapter 5 - Campur Tangan Imel

Share

Chapter 5 - Campur Tangan Imel

Author: Dian Apriria
last update Last Updated: 2021-09-04 01:55:48

"Udah sampai mana, Ndy?" Jingga mengawasi sebentar pekerjaan Nindy di meja cek bahan di mana biasanya ia yang menempati. Nindy mendongak sebentar kemudian menjawab lancar sambil kembali fokus pada bahan sepatu yang tengah ia susun per seri. "Ini aku tinggal size 37 dan 36 aja, besok udah bisa selesai dan bantuin si Via ngerjain job barunya."

"Sip, kamu emang andalanku," ucap Jingga seraya mencubit lengan Nindy gemas. Nindy yang berbody chubby nan menggemaskan dengan kulit putih dan rambut ikal yang selalu dikuncir model cepol itu memonyongkan bibirnya lucu.

Jingga terkekeh sambil beranjak meninggalkan mejanya menuju ke meja Via di seberang. Si empunya sedang mengambil bahan ke departemen Cutting, sehingga Jingga hanya mengecek buku berisi tabel laporan size dan jumlah yang telah dicek dan yang telah disetorkan ke Line.

Dua hari ini Jingga tak pernah duduk di meja. Ia harus terus berkeliling untuk mengawasi kinerja tim yang mengerjakan job baru itu dengan seksama agar tidak sampai kecolongan dan ada kesalahan yang terlewat.

"Via udah dapat dua size besar. Bagus. Kayaknya bisa selesai tepat waktu, nih. Semoga aja." Jingga mengumamkan harap pelan, sekedar didengar oleh telinganya sendiri.

Diteruskannya memeriksa data input dan output bahan di buku Via, memeriksa apakah ada yang janggal. Ternyata kelihatannya sudah tercatat rapi semua. Syukurlah, Nindy memilih seseorang yang juga bisa diandalkan, pikirnya dalam diam.

Ia kemudian pergi ke Line dan melihat sebagian kecil tim yang khusus mengerjakan job barunya. Bahan dari persiapan bertumpuk tinggi belum terjamah. Duh, gawat kalau tidak ditambah personil, nih, pikirnya sedikit kalut. Kecemasan tidak dapat mencapai target waktu setor mulai membayanginya.

Dengan nekat, didekatinya Mbak Intan, mencoba bernegosiasi,

"Mbak, kayaknya aku butuh tambahan personil."

Sambil menunjuk ke meja paling belakang Line, Jingga melanjutkan,

"Tuh, bahan pada masih numpuk di belakang, gak bisa maju-maju. Paling nggak, butuh dua orang lagi untuk kejar setoran."

Mbak Intan yang sepertinya juga sedang tidak begitu bagus moodnya, tampak kurang menanggapi keluhan Jingga.

"Minta tambah ke Bu Tutik langsung, cari di Line lain. Kami sudah kewalahan juga, nih, gak boleh dikurangin lagi!" jawabnya terdengar ketus.

Mbak Intan memang moody orangnya. Kalau pas moodnya lagi bagus, dia akan sangat enak diajak ngapain aja, bahkan bercanda. Namun, saat sedang badmood, boro-boro bisa diajak bercanda, diajak ngomong serius aja jawabnya pake otot plus mata melotot. Duh, horor juga lah kadang-kadang orangnya.

Akhirnya Jingga pun mengalah, tak bisa ia minta bantuan ke Line lain karena gengsinya. Ia mencoba cara lain dengan ikut terjun membantu mengerjakan pekerjaan tim yang keteteran. Lumayan bisa mengejar ketertinggalan setoran, meskipun sedikit.

Bu Tutik yang memperhatikannya dari kejauhan dan sesekali datang mengawasi sampai di mana kerja Jingga tampak cukup puas. Terbukti tidak ada keluhannya yang terdengar ketika berkeliling Line. Biasanya, kalau ada yang tidak sesuai atau ada kesalahan pengerjaan, ia akan seketika itu juga mencak-mencak dan berteriak memarahi seluruh tim.

Saat jam istirahat makan siang tiba, Jingga terkejut melihat Imel sudah ada di meja cek bahan tempat biasanya Jingga berada. Imel adalah karyawan dari departemen cutting, beda ruangan dengan Jingga. Mereka lumayan akrab karena tugas Jingga semasa pegang bagian cek bahan adalah mencatat input dari cutting yang masuk ke persiapan Line.

"Eh, kamu, Mel. Tumben ke sini?" sapanya mencoba bersikap seperti biasa.

Yang disapa langsung balik menanyainya, "HP kamu mati dari semalem, ya? Aku hubungin gak aktif terus?"

Jingga langsung paham ke mana arah pembicaraannya. Ia memang sengaja mematikan ponsel sejak melihat nomor Miko terus-terusan memanggil kemarin sore.

Tak pelak lagi, Miko pasti telah mengadu kepada Imel sehingga gadis itu kini datang menemui Jingga.

"Oh, iya, lagi males angkat telfon seseorang." Jingga menjawab tegas, sebisa mungkin mengesampingkan kemarahannya pada Miko agar tak menjalar kepada Imel yang sama sekali tak ikut andil dengan masalahnya.

"Kalian bertengkar?" Imel mulai menginterogasi dan memasang wajah serius.

"Nggak, kami putus!" pungkas Jingga pendek tanpa basa-basi. Mengabaikan sedikit ngilu di hatinya saat mengucapkan kalimat itu.

Sejujurnya, ia ingin memaki-maki kesalahan Miko di hadapan Imel dan meminta pembenaran atas apa yang telah ia putuskan kemarin. Tapi gengsi dalam diri menahannya untuk tampak sebagai cewek menyedihkan yang sedang patah hati. Ia ingin menunjukkan sikap sebagai Jingga yang mandiri, kuat dan happy.

Imel tampak sedikit terbelalak. Sepertinya Miko belum menceritakan semuanya. Terbukti Imel ternyata masih mengubernya dengan pertanyaan-pertanyaan seputar apa sebenarnya yang terjadi, apa tidak bisa dibicarakan kembali dan lain-lain yang Jingga enggan mendengar atau pun menanggapi.

"Udah putus, ya putus aja, Mel. Masalahnya tanya tuh, sama tetangga kamu. Aku nggak minat ngomongin yang udah lewat."

Jingga mengabaikan berondongan pertanyaan Imel dan membungkuk di laci meja untuk meraih tas berisi bekal makan siangnya.

Karena Imel masih tak beranjak dari tempat duduk Jingga dan Jingga juga tak enak kalau meninggalkannya begitu saja, ia pun meraih kursi dari meja sebelah, duduk dan membuka kotak bekalnya yang telah ia jejerkan di meja bersebelahan dengan botol minum.

Di ruangan luas tempat kerjanya yang adalah area produksi gedung 3 P.T Pharin Shoes, hanya tampak beberapa karyawan saja yang makan di dalam. Ruangan berkapasitas sekitar seribu orang itu tampak sangat lengang ketika jam istirahat begini.

Mayoritas karyawan lebih memilih beristirahat di luar ruangan. Mereka banyak berkumpul di dekat Mushala, ada pula yang di dekat parkiran, dan ada yang sengaja keluar menggunakan motor entah untuk pulang ke rumah atau ke kosan, atau juga mencari makan di luar.

Aroma pedas gurih dari oseng udang kecap masakan ibunya menguar menggoda hidung Jingga yang memang perutnya tengah melilit perih minta diisi. Sarapannya di rumah tadi hanya masuk sedikit karena ia terburu-buru sekali ingin sampai lebih pagi.

“Makan, Mel?" ia berbasa-basi menawari sembari menyorongkan kotak makan tupperware berwarna oranye itu ke depan Imel.

Yang ditawari hanya menggeleng, dan berkata ragu, "Sebenernya ... aku ke sini disuruh Miko ngajakin kamu makan siang di luar, sih. Udah ditunggu dia di depan."

Jingga pura-pura tidak mendengar dan dengan lahap mulai mengeksekusi bekalnya tanpa ampun. Saat perut keroncongan dan ada makanan kesukaan itu adalah perpaduan momen yang pas untuk berubah menjadi rakus.

Karena Jingga tak menyahut dan malah terus lahap memakan bekalnya yang memang tampak lezat, Imel pun pamit sambil melirik arlojinya,

" Udah mepet, nih, jam istirahatnya. Kutinggal keluar dulu, kalau gitu, ya, Ngga."

Jingga mendongak dan menjawab, "Oke, cepetan cari makan, keburu masuk!"

"Oh, ya, aktifin dong HPnya. Udah pada dewasa, selesein masalah tanpa harus menghindarinya, oke?!" Imel mengucapkan kalimat pamungkas yang lumayan menusuk terdengar di telinga Jingga.

Ketika Imel telah keluar ruangan, Jingga melampiaskan kekesalannya dengan membanting sendoknya ke meja. Hilang sudah selera makannya. Perutnya mendadak begah dan tak ada niat melanjutkan makan.

“Sialan, nggak dewasa karena menghindari masalah katanya?"

"Aku langsung menghadapi masalah dengan mutusin Miko kemarin."

“Dan aku matiin HP justru karena sudah dewasa dan memilih konsisten dengan keputusanku."

“Dasar, Miko songong! Dia pasti ngadunya aneh-aneh gak sesuai fakta, deh! Jadinya Imel malah kayak nyalahin aku."

Jingga mengomel seorang diri sambil menusuk-nusuk nasinya yang masih banyak di kotak makan.

"Gak bisa gini, nih! Imel harus tahu kalo tetangganya itu emang pantes buat diputusin!" Jingga segera mengambil HP dalam tas dan menekan tombol power untuk menghidupkannya.

* * *

Related chapters

  • Sebentuk Hati untuk Jingga   Chapter 6 - Tak Cukup Kata Maaf

    Rentetan notifikasi pesan dan daftar missed call segera saja memenuhi layar bagian atas HP Jingga sesaat setelah dinyalakan. Benar saja, kesemuanya dari Miko dan beberapa yang berlabel nama Imel. Ia sama sekali tak berniat membaca pesan-pesan dari Miko. Langsung saja yang ditujunya adalah chat dari Imel yang hanya berbunyi, [Tes] Ia mengetik pesan di kolom chat tersebut dengan panjang lebar menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Di paling bawah penjelasan, diakhirinya dengan kalimat tanya, [Nah, kalo kamu yang di posisiku, langsung mutusin dia apa nggak? Pasti iya juga, kan?] Tak lupa dibubuhkannya emot marah. Terkirim. Tanda centang hitam dua buah. "Huuuuft, leganya ...," desah Jingga sembari meletakkan HP di meja dan menyandarkan punggungnya yang terasa amat pegal di sandaran kursi kayu dengan busa empuk itu. Sungguh terlalu kalau sampai Imel masih membela Miko hanya karena alasan mereka bertetangga. Dia kan sesama wan

    Last Updated : 2021-09-12
  • Sebentuk Hati untuk Jingga   Chapter 7 - Luka Tak Berdarah

    "Nak,"Jingga berjengit terkejut mendengar suara lembut ibunya yang entah sejak kapan berada di situ. Di pojokan ruang tamu."I-Ibu ... bikin kaget aja, deh," ujar Jingga terbata, mengira-ngira apakah ibunya telah mencuri dengar pembicaraannya dengan Miko barusan atau tidak."Kamu nggak apa-apa, Nak?" si ibu yang biasanya cerewet itu menanyainya lembut, seakan tahu putrinya tengah sekuat tenaga menahan gejolak dalam hati.Jingga menghela napas lemah. Ibunya pasti telah mendengar ihwalnya dengan Miko barusan. Tak ada gunanya lagi menyangkal, begitu pikirnya.Tanpa kata, Jingga menubruk ibunya dan menangis tersedu-sedu di dalam pelukan hangat wanita separuh baya tersebut. Ditumpahkannya air mata yang semenjak melihat raut wajah cemas sang ibu tadi telah menggenangi pelupuknya.Bu Setyowati mengelus-elus punggung juga membelai-belai rambut hitam panjangnya, berusaha memberikan ketenangan. Dibiarkannya Jingga menangis puas-puas agar ia bisa lega

    Last Updated : 2021-09-12
  • Sebentuk Hati untuk Jingga   Chapter 8 - Perseteruan di Tempat Kerja

    Bu Setyowati yang duduk di sebelah Jingga segera menuangkan air putih dari teko ke dalam gelas dan mengulurkan kepadanya. Jingga pun langsung minum dengan sekali teguk."Duh, kekenyangan, nih. Jingga ke kamar dulu, ya," pamitnya, mencoba menghindar dari Nila yang mulai merecoki. Biarlah ibunya yang mungkin akan memberi penjelasan kepada Bapak dan Nila nanti, pikirnya. Dirinya sendiri sama sekali tak ingin mengungkit ataupun mendengar masalah itu lagi.Di kamar, ia melanjutkan aktivitas mengumpulkan barang dan foto kenangan bersama Miko. Tak lupa ia juga menghapus jejak digital dari HP maupun akun-akun sosmednya setelah memblokir nomor dan akun Miko.Sesegera mungkin ia harus move on. Hidup terus berjalan. Akan ditemukannya kebahagiaan-kebahagiaan lain di luar sana. Keluarga yang disayanginya, pekerjaan yang disukai, serta prestasi yang diperjuangkannya, itu semua layak mendapat perhatian lebih daripada sekedar mengingat masa lalu bersama mantan yan

    Last Updated : 2021-09-12
  • Sebentuk Hati untuk Jingga   Chapter 9 - Luka Masa Lalu

    Hari-hari kemudian dilalui Jingga hanya fokus kepada pekerjaan. Beberapa pandangan mencibir dan meremehkan yang diterimanya dari sesama karyawan yang tampaknya merasa iri atau tersaingi, dianggapnya justru sebagai penyemangat diri agar lebih meningkatkan prestasi lagi. Yang penting berikan yang terbaik, maka hasil yang terbaik pula yang akan mengikuti. Itu sudah hukum alam yang tak terbantahkan.Demi untuk melupakan rasa sakitnya akibat kehilangan cinta untuk kesekian kali dalam hidupnya, ia curahkan seluruh energi dan perhatiannya untuk bekerja. Nindy yang menyaksikan betapa keras usaha Jingga, terkadang menanyainya penasaran,"Tadi sarapan apa, sih? Manusia kok kayak nggak ada capeknya?"Jingga hanya tergelak mendengar seloroh temannya. Ia semakin dekat dengan Nindy semenjak mengerjakan job bersama. Tak disangkanya gadis gemoy itu ternyata cukup pengertian dan care. Seringkali ia memeriksa laci meja Jingga, hanya untuk mengecek apakah kotak bekal ada di situ a

    Last Updated : 2021-09-12
  • Sebentuk Hati untuk Jingga   Chapter 10 - Mencoba Bersahabat

    Nila kesal sekali pada dirinya sendiri. Ia tadi sampai kelepasan bicara kalimat yang mungkin akan sangat menyakitkan bagi kakaknya. Apa daya, ia tersulut emosi karena sang kakak tak mau sedikit pun berbagi cerita kepadanya. Mereka kan kakak beradik yang sesama wanita, beda usia juga tak begitu jauh, seharusnya bisa saling curhat tanpa main rahasia segala, begitu isi pikirannya.Ia baru mendengar dari ibunya mengenai Jingga yang telah putus dengan sang kekasih. Si ibu juga tidak menceritakan alasan tepatnya, hanya berkata bahwa mereka belum jodoh saja. Jiwa kepo Nila tentu saja langsung meronta-ronta.Di samping itu, ia juga geram dengan kebiasaan sang kakak yang sering gonta ganti pacar. Ia tak tahu bahwa itu bukan keinginan Jingga. Kalau saja mereka bisa saling terbuka bercerita, Nila pasti akan sangat kasihan pada pengalaman-pengalaman buruk kakaknya dalam hal asmara.Sifat introvert Jingga terlalu dominan sehingga bahkan adiknya sendiri tak paham apa saja ihw

    Last Updated : 2021-09-12
  • Sebentuk Hati untuk Jingga   Chapter 11 - Bersahabat Dengan Nindy

    Tanpa merasa bersalah, Nindy berjalan terus ke belakang. Tak memedulikan temannya yang mengaduh-aduh kesakitan oleh tonjokan lengan gemolnya."Siapa suruh ngeledekin orang." ucapnya dengan nada ceria.Nindy senang sekali hari itu. Ia seperti mendapat kawan baru. Dulu ia menyangka Jingga ini cewek jutek dan sombong. Setelah hampir seminggu ini, ia baru sadar kalau Jingga ternyata teman yang asyik. Memang orang seharusnya tidak menilai kepribadian seseorang dari tampak luarnya saja. Don't judge a book by it's cover. Berkenalan lebih jauh, bergaul akrab dengannya, barulah bisa tahu baik atau buruk sifatnya.Jingga yang mengekor di belakangnya dibuat terpana oleh kebun belakang yang dimaksud Nindy. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling halaman. Berderet-deret tanaman hias dalam pot berjajar rapi tampak indah dan teratur. Pot-pot disusun berdasarkan ukurannya dari yang terkecil hingga yang terbesar.Jenis bunganya yan

    Last Updated : 2021-09-16
  • Sebentuk Hati untuk Jingga   Chapter 12 - Pacar Nila Datang

    Saat akhirnya Jingga pulang dari rumah Nindy, ia benar-benar mampir ke minimarket untuk membeli minuman jeruk kemasan seperti yang ia minum di sana tadi. Sesampai di rumah, ada sebuah motor asing yang terparkir di teras. Motor CBR berwarna biru metalic itu sedikit menutupi akses jalan masuk, sehingga Jingga terpaksa memarkir motornya di depan pagar. Kemudian seorang cowok dengan setelah casual, celana jeans biru dongker dan kaos berwarna biru tua tampak terburu-buru keluar dari ruang tamu dan menyapa Jingga, "Maaf, Mbak. Biar saya pinggirkan sebentar," ucap cowok itu sembari memajukan lalu mengarahkan lebih ke pinggir motor CBR tadi lebih ke pinggir taman, sedikit mepet dengan barisan pot bunga. "Silakan, Mbak." Ia mempersilakan Jingga untuk masuk. Jingga pun melempar senyum ramah kepada si cowok, sambil menggumamkan ucapan terima kasih. Rasa penasaran Jingga mengenai tamu cowok itu terjawab

    Last Updated : 2021-09-16
  • Sebentuk Hati untuk Jingga   Chapter 13 - Intrik di Tempat Kerja

    Malam itu Jingga tak dapat tidur dengan nyenyak. Beberapa kali ia bermimpi buruk dan menangis tersedu-sedu entah untuk alasan apa. Bayangan tentang mimpinya serasa kabur dan tak dapat ia ingat dengan jelas.Keesokan paginya ia bangun dengan kepala terasa berat. Kalau bukan karena ada tanggung jawab besar menanti di tempat kerjanya, ia sebenarnya ingin izin sakit saja. Sayangnya, job yang dipercayakan padanya sedang dikejar deadline.Saat sarapan di ruang makan, Jingga hanya meminum susu coklatnya bersama sepotong roti selai. Ibunya yang paling tidak suka ada anggota keluarga yang tidak sarapan, segera menegurnya,"Ayo, makan nasinya dulu, Ngga! Nggak boleh berangkat kalau nggak sarapan!""Duh, maaf, Bu. Sekali ini aja Jingga sarapan roti dan susu, ya. Harus sampai pagi-pagi, nih. Ada yang musti cepet-cepet diselesaikan," jawab Jingga sambil memasukkan kotak bekal makan siangnya yang memang selalu dip

    Last Updated : 2021-09-17

Latest chapter

  • Sebentuk Hati untuk Jingga   Chpater 86 - Happy Family

    "Jangan lari-larian, Sayang. Nanti jatuh."Jingga berusaha mengejar Senja yang asyik berlarian di tengah halaman, meski sedikit kesulitan karena perutnya yang kini tengah membuncit, tetapi Jingga tetap berusaha mengejar sang Putri. Angkasa yang melihat hal tersebut dari dalam rumah segera berjalan dan menghampiri keduanya dengan tergesa."Sayang, jangan buat Mama repot, dong," kata Angkasa sambil menangkap dan menggendong Senja dalam pelukannya."Papa, kok yang lainnya belum datang, sih? Lama banget," ucap Senja dengan lucunya.Di umur yang baru menginjak lima tahun ini, Senja memang sudah sangat pandai. Sungguh baik Jingga ataupun Angkasa tak menyangka bahwa putri pertama mereka akan cerewet seperti sang Ibu, tetapi lumayan bijak seperti sang Ayah."Nanti, sebentar lagi pasti yang lainnya akan segera datang. Makanya Senja harus jadi anak baik, ya. Jangan nakal, dan jangan lari-lari, kasihan Mama," lanjut Angkasa sambil menunjuk ke arah Jingga.Jingga balas ter

  • Sebentuk Hati untuk Jingga   Chapter 85 - Kunjungan Nindy

    Jingga mulai merasa bosan hanya berdiam diri di rumah saja. Semua karena dia sedang berada dalam masa pemulihan pasca operasi. Sungguh meskipun Jingga bersyukur dia bisa melewati semua ini hingga dapat bertemu dengan bayi cantiknya ini. Namun, terkadang jika sedang sendiri, Jingga kembali merutuki nasibnya.Dia merasa sangat tidak berguna sebagai seorang wanita. Selama ini dia hanya bisa menyusahkan Angkasa saja. Sesekali Jingga terkenang akan masa lalunya. Bagaimana keegoisannya mengalahkan apa pun. Terutama jika sedang ada masalah bersama dengan Angkasa. Jingga tak pernah mau mendengar alasan apa pun. Dia merasa semua perbuatan yang dia lakukan adalah benar.Jingga juga teringat bagaimana dulu dia kabur ke Banyuwangi, ke rumah sang Nenek hanya untuk menghindari Angkasa. Namun, tak dinyana lelaki tersebut justru mengejar dan mencarinya sampai ke sana. Sesampainya di sana pun, Angkasa harus menerima kenyataan pahit. Jingga mengusirnya pulang, dengan kekecewaan yang

  • Sebentuk Hati untuk Jingga   Chapter 84 - Senja Nurinda

    Angkasa menggendong dan menciumi bayi perempuan yang cantik serta lucu itu. Setelah mengazaninya, dia kemudian menimang-niman buah cintanya bersama Jingga tersebut. Jingga yang masih belum sadar betul dari proses pembiusan, hanya bisa menggerakkan kepalanya dan tersenyum lega."Anak kita cantik, sama kaya ibunya," kata Angkasa sambil tersenyum hangat."Iya," jawab Jingga singkat."Kalau gitu, karena anaknya perempuan, kita sudah sepakat, kan, memberi nama siapa?" tanya Angkasa kemudian."Senja," sahut Jingga lirih."Ya, Senja, karena dia memang lahir di sore hari. Senja Nurinda, bagaimana, Sayang? Kamu setuju kalau namanya Senja Nurinda?" Angkasa bertanya lagi."Nama yang bagus, Sayang," jawab Jingga sambil berusaha tersenyum."Hey, kamu nggak apa-apa, kan, Sayang?" Angkasa bertanya dengan nada suara panik."Maaf, Pak, nggak apa-apa, ini adalah hal yang wajar terjadi pasca operasi sesar. Bapak tenang dulu, ya. Kami akan segera pindahkan Ibu dan a

  • Sebentuk Hati untuk Jingga   Chapter 83 - Opsi Kelahiran

    Akhirnya setelah melalui beberapa kali diskusi, bukan hanya antara Jingga dan juga Angkasa. Sepasang suami istri tersebut akhirnya memutuskan untuk mengikuti saran dari dokter kandungan yang selama ini memeriksa kandungan Jingga. Opsi operasi dipilih demi kebaikan sang ibu dan juga bayinya.Sebelum hari dan tanggal operasi ditentukan, sang dokter juga berbicara beberapa hal pribadi khususnya kepada Angkasa. Bu Dokter itu menjelaskan banyak hal kepada suami Jingga tersebut. Hal yang paling penting ketika seorang istri menjalani operasi sesar adalah dukungan dari orang-orang terdekatnya, terutama dari suami."Melahirkan secara sesar jangan dikira mudah, Pak. Akan ada begitu banyak tekanan dan juga perawatan pasca operasi, hal tersebut yang harus Bapak Angkasa perhatikan," ucap Bu Dokter sambil menatap Angkasa lekat."Maksudnya bagaimana, Bu? Bukankah jika melahirkan secara operasi, banyak yang bilang akan lebih mudah karena tidak memerlukan banyak tenag

  • Sebentuk Hati untuk Jingga   Chapter 82 - Pra Persalinan

    Menatap Jingga yang sedang tertidur dengan pulasnya, membuat hati Angkasa terenyuh. Bagaimana tidak? Kali ini penyesalan datang kepada Angkasa berkali-kali lipat dari sebelumnya. Dia merasa apa yang terjadi kepada sang istri sekarang karena larangannya terhadap Jingga untuk keluar rumah dan membantu persiapan acara pernikahan Nindy dan juga Nila.Jingga kemungkinan merasa stress dan tertekan karena tidak bisa membantu melakukan apa pun bagi kedua orang tercinta dan terdekatnya tersebut. Jika saja waktu bisa diputar kembali, Angkasa pasti tidak akan membiarkan sang istri sampai mengalami hal buruk seperti ini.Angkasa benar-benar menyesal, dia sungguh tak menyangka kekerasan hati dan keegoisannya kepada Jingga justru berakhir menyedihkan. Untunglah keselamatan sang istri masih dalam perlindungan Tuhan, sehingga baik Jingga maupun calon bayi yang ada dalam kandungannya masih bisa bertahan sampai kini.Saat sedang merenung, Angkasa tiba-tiba mendengar sedikit

  • Sebentuk Hati untuk Jingga   Chapter 81 - Bumil Memburuk

    Beberapa hari ini Angkasa terlihat sangat lelah. Dia memang menggantikan sang istri untuk mondar mandir ke acara persiapan pernikahan Nindy dan Nila. Angkasa menggantikan posisi sang istri untuk membantu persiapan acara akad di rumah sang mertua. Setelahnya dia berpindah tempat menuju rumah sang sepupu, Nindy, untuk membantunya menyiapkan segala urusan katering dan lain-lain.Bukan tanpa alasan Angkasa berbuat seperti itu. Dia tentu saja tidak ingin membuat Jingga khawatir karena tidak bisa membantu persiapan kedua orang terdekatnya itu. Angkasa bukan juga tidak tahu bagaimana perasaan Jingga. Namun, semua harus tegas dia lakukan demi menjaga kondisi kehamilan istrinya tersebut. Angkasa tentu tidak mau kejadian buruk yang hampir merenggut nyawa sang istri dan bayinya terulang kembali. Akan tetapi, hasilnya tubuh Angkasa terasa sangat lelah. Tak dimungkiri oleh Angkasa jika dia memang terlalu menguras tenaganya selama beberapa hari ini. Namun, dia tak ingin membuat

  • Sebentuk Hati untuk Jingga   Chapter 80 - Keinginan Bumil Aneh

    Hanya setetes air mata yang terjatuh dari sudut mata Jingga, tetapi dapat meluluh lantakkan semua perasaan yang ada pada diri Angkasa. Sebabnya tentu saja, dia tak sanggup jika melihat Jingga menangis. Angkasa kemudian segera menghampiri Jingga, mengusap air mata yang menetes di pipinya, kemudian mengecup kening sang istri mesra."Kita berangkat sekarang," kata Angkasa tanpa pikir panjang.Biarlah dia yang mengalah lagi demi kebahagiaan sang istri. Memeriksa keadaan mobil, bisa sambil berjalan nanti. Untuk urusan kedai dan izin kepada keluarga, bukankah bisa didapat dalam perjalanan dan diurus melalui sambungan telepon?Angkasa lagi-lagi harus kuat, tabah, dan juga mengalah. Dia tak mampu jika melihat air mata Jingga menetes karena dirinya. Dalam hal yang terjadi barusan, Angkasa mengira dialah yang telah membuat Jingga menangis. Padahal yang sesungguhnya, Jingga menangis karena pemikirannya sendiri. Namun, Jingga juga tak menolak ajakan suaminya. Wanita y

  • Sebentuk Hati untuk Jingga   Chapter 79 - Ngidam Ajaib

    Setelah sampai di rumah, Jingga langsung disuruh beristirahat oleh suaminya. Jingga tentu saja tidak bisa menolak. Terlebih Angkasa juga selalu mengingatkan akan kejadian yang barusan dia alami. Dan Jingga tidak mau hal tersebut sampai terulang kembali. Jingga sedang berusaha memejamkan mata ketika Angkasa berpamitan dengannya. Suaminya tersebut akan segera mencarikan ayam bakar madu yang Jingga inginkan. Jingga merasa sangat beruntung, ternyata dalam diamnya Angkasa, dia terus saja memperhatikan kondisi dan kemauan Jingga."Hati-hati, ya, Sayang. Aku juga pesan teh hangatnya dari sana, ya. Kalau bisa jangan terlalu manis tehnya," kata Jingga sambil tersenyum."Beres, Sayang. Aku pergi sekarang. Kamu jangan terlalu banyak bergerak, ya. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu lagi," sahut Angkasa.Jingga hanya mengangguk tanda dia sudah memahami apa yang disampaikan oleh suaminya. Angkasa segera mengecup kening Jingga dan beranjak pergi.

  • Sebentuk Hati untuk Jingga   Chapter 78 - Bed Rest

    "Kita pulang sekarang, ya, Sayang," bujuk Angkasa ketika melihat Jingga yang kelelahan.Wajah Jingga terlihat pucat pasi, dan keringat dingin juga mengalir di pelipisnya. Angkasa begitu mengkhawatirkan keadaan sang istri. Maklum saja, dokter sudah memperingatkan kepada Jingga agar tidak terlalu lelah dalam usia kandungannya sekarang. Namun, apa boleh buat, Jingga memang keras kepala.Saat dia mendengar tentang rencana pertunangan sang Adik, dia bersikeras ingin membantu Nila untuk mempersiapkan semuanya. Meskipun baik Nila maupun keluarganya yang lain telah memberikan peringatan kepada Jingga, tetapi bukan Jingga namanya jika tidak keras kepala."Nanti dulu, Sayang. Masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan," tolak Jingga lembut."Sayang, kondisi kamu tidak memungkinkan. Coba lihat wajahmu sudah pucat bagaikan mayat," balas Angkasa sedikit kesal.Terkadang Angkasa benar-benar merasa Jingga terlalu keras kepala. Dia bahkan mengingat m

DMCA.com Protection Status