Selesai makan malam, Irfan menggulung lengan bajunya. "Biar aku yang cuci piring.""Nggak usah dicuci, rapikan saja dan taruh di mesin pencuci piring."Sayangnya gerakan Irfan terlalu cepat. Tanpa menunggu reaksi Alya, dia sudah membawa semua piring kotor.Melihat ini, Citra pun menggoda mereka."Ah, Alya. Kalau dia ingin melakukannya ya biarkan saja. Kalau kamu nggak membolehkannya, bagaimana dia bisa tampil baik di depanmu?""Benar." Irfan ikut menambahkan, "Aku juga harus menampilkan sisi baikku."Dengan percakapan ini, Alya tidak tahu harus berkata apa lagi. Akhirnya dia pun menyerahkan semua sisa tugasnya pada Irfan.Ketika sudah waktu tidur, meskipun Citra jelas memiliki kamar tamunya sendiri untuk dia tiduri, dia masih dengan keras kepala datang dan menyelipkan dirinya untuk tidur bersama Alya.Di luar jendela turun gerimis, sehingga suhu di dalam kamar pun sedikit dingin.Namun,bersama sahabatnya, suhu di dalam selimut pun menjadi lebih hangat."Aku ingat ketika kita masih seko
Mendengar ini, Alya pun mengerutkan keningnya tidak setuju."Tapi perasaan nggak tergantung pada hal-hal itu.""Kalau begitu tergantung apa? Katakan padaku, apa yang kamu cari?" Terpikirkan sesuatu, Citra berkata sambil tersenyum, "Kenapa kamu nggak langsung bilang saja padaku kalau ada seseorang yang kamu sukai selama 5 tahun ini? Pasti yang memiliki perasaan padamu bukan hanya Irfan.""Citra, aku sudah punya anak. Aku nggak mau memikirkan hal-hal ini," ucap Alya."Tapi orang-orang itu nggak peduli meskipun kamu punya anak. Bukankah Irfan memperlakukan Maya dan Satya seperti anaknya sendiri?""Hm, aku tahu. Aku banyak berutang padanya."Mungkin, seumur hidup pun Alya tidak akan bisa membalas budinya."Ah, kalau aku adalah Irfan dan mendengarmu berkata seperti itu, aku pasti akan patah hati." Citra merasa kasihan pada Irfan. "Menurutku, dia benar-benar baik. Dia tampan dan latar belakang keluarganya bagus. Lalu yang paling penting, dia nggak suka main-main. Di sampingnya nggak ada wani
Dengan pikiran tersebut, Rizki teringat dengan kejadian ketika dia menambahkan kontak wanita itu. Karena dia tidak membalas pesan itu lagi, akhirnya kontak dia dan wanita itu pun terputus.Wanita itu ingin mengembalikan uangnya, tetapi Rizki tidak mau. Mungkinkah wanita itu takut untuk melakukan siaran langsung lagi karena Rizki akan terus mengirimkan hadiah?Oleh karena itu, mereka pun memutuskan untuk tidak melakukan siaran langsung lagi?Namun, bagaimana jika ... Rizki mengirimkan nomor rekeningnya?Rizki memang menyukai kedua anak kecil itu. Meskipun mereka tidak sering melakukan siaran langsung, mereka selalu berhasil mengusir kegelapan di dalam kehidupannya.Kedua anak kecil itu sangat menggemaskan. Selama setahun ini, menonton mereka berdua telah menjadi semacam rutinitas untuk Rizki.Dia belum menemukan hal lain yang dapat menggantikan mereka dalam memperbaiki suasana hatinyaJika mereka benar-benar berhenti melakukan siaran langsung karena hal itu ....Dalam sekejap, pikiran R
Dengan adanya Sinta di belakangnya, apa lagi yang perlu Cahya takuti? Dengan kekuatan ini, bukankah dia harus cepat-cepat membuat atasannya ini minum obat?Bagian terbaiknya adalah, dia hanya perlu mengingatkan Rizki untuk minum obat dan dia akan menerima gaji dua kali lipat. Bukankah hal ini sangat bagus?"Pak Rizki, kalau kamu nggak minum obatnya, bagaimana aku bisa menjelaskannya saat ibumu menelepon nanti?"Begitu mengatakan hal tersebut, Cahya langsung merasakan sebuah tatapan dingin jatuh ke wajahnya.Seketika dia merasa bulu kuduknya berdiri.Saat itulah dia sadar, meskipun dia memiliki Sinta di belakangnya, bagaimanapun juga Rizki adalah anaknya Sinta. Jika dirinya terlalu arogan dan sombong, yang akan merugi nanti pasti adalah dirinya.Akan tetapi, apa yang dilakukan Rizki selanjutnya membuatnya terkejut.Rizki meminum obat tersebut di depannya, bahkan dia juga meminum segelas air hangat yang dituangkannya. Setelah itu, dia meletakkan gelas itu kembali ke atas meja dengan suar
Kemudian yang paling penting, dia merasa bahwa ayahnya sudah terlalu lama kesepian. Jarang ada orang yang menyukai ayahnya seperti ini. Jika ayahnya juga menyukai wanita itu, maka akan terlalu kejam bila Alya memaksa mereka untuk berpisah.Wanita itu juga sangat tahu diri.Setelah wanita itu mengetahui hubungan mereka berdua, dia secara pribadi menemuinya dan dengan hati-hati memberitahunya, "Nona Alya, aku sudah mendengar tentang situasi keluarga kalian dari ayahmu. Keluarga kalian itu spesial. Aku bisa bersumpah, aku nggak bersama ayahmu demi mendapatkan apa pun. Tapi kalau kamu masih nggak memercayaiku, aku bisa menandatangani perjanjian denganmu, untuk menjamin bahwa aku nggak akan mengambil apa pun dari Keluarga Kartika. Perjanjian ini hanya akan diketahui oleh kita berdua, orang lain nggak akan tahu.""Menandatangani perjanjian? Oke, ayo tanda tangani."Jadi, Alya pun meminta tim hukum dari perusahaan Irfan untuk membuatkannya perjanjian dan meminta wanita itu menandatanganinya.
Setelah memeluk Maya, Yuni pun mencubit pipi Satya. Setelah memastikan bahwa dia tidak mengabaikan anak laki-laki ini, Yuni berbalik dan berkata pada Alya, "Di luar anginnya sangat kencang, ayo masuklah dulu.""Baik."Alya mengikuti Yuni masuk ke dalam rumah.Sambil berjalan, Yuni berkata, "Ayahmu baru saja naik ke atas untuk mandi. Aku sudah sering memberitahunya untuk nggak langsung mandi setelah makan, tapi dia nggak pernah mendengarkan."Mendengar keluhannya yang biasa, bibir Alya pun tersenyum."Kamu pasti sangat bekerja keras untuk merawat ayahku, Bibi Yuni."Yuni segera mencari penjelasan untuk ayahnya Alya."Nggak sampai segitunya, banyak hal yang ayahmu lakukan sendiri. Sebenarnya, aku malah merasa kalau dia yang merawatku.""Saling membantu juga hal yang bagus."Yuni meliriknya kembali dan tersenyum dengan malu-malu. Kemudian, dia pun menurunkan Maya."Aku akan naik ke atas dan memberi tahu ayahmu untuk mandi lebih cepat.""Nggak usah, Bibi. Kami hari ini nggak buru-buru untu
Sebenarnya Alya tidak pernah berpikir untuk meminta ayahnya memberikan semua hal itu padanya.Namun, sekarang, ketika mendengar ayahnya mengatakan bahwa seluruh perusahaan tersebut akan menjadi miliknya di masa depan, hatinya masih merasa amat tersentuh."Jadi, kamu jangan kembali ke Negara Surya. Tetaplah di sini dan bantu Ayah mengurus perusahaan."Meskipun merasa amat tersentuh, Alya masih mengangkat alisnya dan berkata, "Maaf, tapi sepertinya aku nggak bisa."Mendengar jawabannya, Bayu pun kembali bingung."Kenapa nggak bisa? Aci, sekarang kamu punya dua anak. Kalau kamu ingin mendirikan perusahaan juga, kamu akan kecapekan.""Aku tahu aku akan capek, tapi di saat yang sama juga akan ada rasa sukses. Ayah, aku hanya ingin mendirikan perusahaan."Dia ingin mengandalkan dirinya sendiri untuk memberikan hidup yang lebih baik untuk kedua anaknya.Alya tidak tahu cara berpikir orang tua lainnya. Akan tetapi menurutnya, karena dia sendiri sudah menjadi orang tua dan memiliki kemampuan un
Citra tidak menggodanya lagi dan hanya berpelukan dengan sahabatnya. "Kalau kamu sudah sampai, telepon aku. Tunggu aku di sana.""Oke, kamu sudah mengatakannya puluhan ribu kali. Aku mengingatnya."Maya yang sedang digendong oleh Yuni tiba-tiba berkata, "Mama, Maya mau ke toilet.""Nenek akan membawamu ke sana.""Bibi, biar aku saja."Alya menitipkan kopernya pada Hasan, lalu mengambil putrinya dari gendongan Yuni.Kemudian dia melihat ke arah Satya. "Satya, apa kamu mau ke toilet juga?"Setelah berpikir sejenak, Satya mengangguk."Ayo, Mama akan membawa kalian ke toilet dulu."Citra segera berkata, "Oke, kalau begitu kami akan menjaga tempat kalian di antrean pemeriksaan keamanan di depan sana.""Oke."Bayu, bersama dengan Yuni dan Citra, kebetulan berjumlah tiga orang. Mereka pun langsung mengantre dan menjaga tempat tersebut untuk Alya dan anak-anaknya....Alya membawa kedua anaknya untuk mencari toilet bandara.Namun, karena jenis kelamin Satya berbeda, Alya tidak ikut masuk ke to