Setelah memeluk Maya, Yuni pun mencubit pipi Satya. Setelah memastikan bahwa dia tidak mengabaikan anak laki-laki ini, Yuni berbalik dan berkata pada Alya, "Di luar anginnya sangat kencang, ayo masuklah dulu.""Baik."Alya mengikuti Yuni masuk ke dalam rumah.Sambil berjalan, Yuni berkata, "Ayahmu baru saja naik ke atas untuk mandi. Aku sudah sering memberitahunya untuk nggak langsung mandi setelah makan, tapi dia nggak pernah mendengarkan."Mendengar keluhannya yang biasa, bibir Alya pun tersenyum."Kamu pasti sangat bekerja keras untuk merawat ayahku, Bibi Yuni."Yuni segera mencari penjelasan untuk ayahnya Alya."Nggak sampai segitunya, banyak hal yang ayahmu lakukan sendiri. Sebenarnya, aku malah merasa kalau dia yang merawatku.""Saling membantu juga hal yang bagus."Yuni meliriknya kembali dan tersenyum dengan malu-malu. Kemudian, dia pun menurunkan Maya."Aku akan naik ke atas dan memberi tahu ayahmu untuk mandi lebih cepat.""Nggak usah, Bibi. Kami hari ini nggak buru-buru untu
Sebenarnya Alya tidak pernah berpikir untuk meminta ayahnya memberikan semua hal itu padanya.Namun, sekarang, ketika mendengar ayahnya mengatakan bahwa seluruh perusahaan tersebut akan menjadi miliknya di masa depan, hatinya masih merasa amat tersentuh."Jadi, kamu jangan kembali ke Negara Surya. Tetaplah di sini dan bantu Ayah mengurus perusahaan."Meskipun merasa amat tersentuh, Alya masih mengangkat alisnya dan berkata, "Maaf, tapi sepertinya aku nggak bisa."Mendengar jawabannya, Bayu pun kembali bingung."Kenapa nggak bisa? Aci, sekarang kamu punya dua anak. Kalau kamu ingin mendirikan perusahaan juga, kamu akan kecapekan.""Aku tahu aku akan capek, tapi di saat yang sama juga akan ada rasa sukses. Ayah, aku hanya ingin mendirikan perusahaan."Dia ingin mengandalkan dirinya sendiri untuk memberikan hidup yang lebih baik untuk kedua anaknya.Alya tidak tahu cara berpikir orang tua lainnya. Akan tetapi menurutnya, karena dia sendiri sudah menjadi orang tua dan memiliki kemampuan un
Citra tidak menggodanya lagi dan hanya berpelukan dengan sahabatnya. "Kalau kamu sudah sampai, telepon aku. Tunggu aku di sana.""Oke, kamu sudah mengatakannya puluhan ribu kali. Aku mengingatnya."Maya yang sedang digendong oleh Yuni tiba-tiba berkata, "Mama, Maya mau ke toilet.""Nenek akan membawamu ke sana.""Bibi, biar aku saja."Alya menitipkan kopernya pada Hasan, lalu mengambil putrinya dari gendongan Yuni.Kemudian dia melihat ke arah Satya. "Satya, apa kamu mau ke toilet juga?"Setelah berpikir sejenak, Satya mengangguk."Ayo, Mama akan membawa kalian ke toilet dulu."Citra segera berkata, "Oke, kalau begitu kami akan menjaga tempat kalian di antrean pemeriksaan keamanan di depan sana.""Oke."Bayu, bersama dengan Yuni dan Citra, kebetulan berjumlah tiga orang. Mereka pun langsung mengantre dan menjaga tempat tersebut untuk Alya dan anak-anaknya....Alya membawa kedua anaknya untuk mencari toilet bandara.Namun, karena jenis kelamin Satya berbeda, Alya tidak ikut masuk ke to
Setelah beberapa detik, Rizki pun menundukkan kepalanya.Akan tetapi, di mana anak kecil tadi? Setelah berterima kasih pada Rizki, anak itu sudah masuk ke toilet. Saat ini Rizki pun tidak tahu bilik mana yang dimasuki anak itu.Rizki mengatupkan bibirnya, berdiam di tempatnya sambil mengerutkan kening.Dia sudah tidak lagi mendengarkan apa yang diucapkan oleh orang di teleponnya.Apa tadi hanya perasaannya saja?Atau mungkin, karena kedua anak itu mengumumkan bahwa mereka tidak akan melakukan siaran langsung untuk sementara waktu, Rizki mulai merindukan mereka. Oleh karena itu, saat ini dia pun malah mendengar suara anak laki-laki bernama Satya dari siaran langsung itu."Pak Rizki, mengenai kerja sama kali ini, sebenarnya aku memiliki beberapa ide. Mungkin kita bisa mengatur waktu untuk ...."Sebelum orang itu dapat selesai berbicara, Rizki tiba-tiba menyelanya dengan suara dingin, "Apa barusan kamu mendengar suara?"Rekan kerja samanya yang tiba-tiba disela itu pun tercengang."Hah?"
Jika dia tidak salah lihat, orang itu baru saja keluar dari toilet, 'kan?Jadi ....Oh tidak!"Alya!"Citra buru-buru berlari ke arah toilet. Ketika dia sedang mengantre tadi, dia baru menyadari satu masalah. Satya adalah anak laki-laki, sehingga Satya tidak bisa dibawa masuk ke toilet wanita. Namun, di saat yang sama, Alya juga tidak bisa mengikuti Satya ke dalam toilet pria. Masalah ini bisa jadi sangat merepotkan.Oleh karena itu, Citra pun buru-buru berlari ke sini. Dia berniat untuk menunggu di luar, melihat apakah ada sesuatu yang bisa dia bantu.Dia tidak menyangka akan bertemu dengan Rizki.Dia sudah sangat lama tidak melihat pria itu.Lima tahun telah berlalu, Rizki yang sekarang memiliki perawakan serta penampilan seorang pria matang. Dia terlihat lebih mapan, tetapi auranya juga lebih dingin dan kuat.Dari jauh saja, Citra dapat merasakan aura dingin yang dipancarkan Rizki.Fitur wajah pria itu juga lebih tajam dan tampan dibandingkan dulu.Karena itulah Citra dapat langsung
Karena Alya tidak tahu, Citra pun tidak perlu membicarakannya.Pokoknya, hubungan bernasib buruk itu sudah berakhir.Selain itu, Alya pantas mendapatkan pria yang lebih baik.Dengan pemikiran tersebut, hati Citra pun menjadi jauh lebih tenang. Dia tersenyum dan bercanda, "Hm, misalnya kamu melihat seseorang membawa jalan anjing atau melihat pengemis."".... Apa kamu baik-baik saja? Anjing nggak diperbolehkan di bandara, pengemis juga nggak boleh masuk," ujar Alya."Yah, mungkin karena kalian akan pergi, aku sangat patah hati sampai-sampai aku jadi gila. Bagaimana kalau sebaiknya kamu tinggal saja?"Ck, Alya terlalu malas untuk berurusan dengan rajukannya.Alya menunduk untuk merapikan baju anak-anaknya. Tepat pada saat ini, dia mendengar Satya berkata, "Mama, aku bertemu paman yang sangat tampan di toilet. Dia yang membukakan pintu untukku."Alya tidak tahu siapa yang telah anaknya temui, jadi dia hanya membalas, "Begitukah? Apa Satya sudah mengucapkan terima kasih pada paman itu?""Su
Mulai sekarang, sebaiknya dia lebih bersikap tenang dalam menghadapi masalah."Citra, ada apa?"Bayu dan Yuni yang sudah berjalan cukup jauh menoleh ke belakang dan menemukan bahwa Citra masih berdiri diam di tempat. Kedua orang tua itu pun menghentikan langkah mereka dan menatap wanita tersebut.Mendengar suara mereka, Citra tersadar kembali dan hanya tersenyum."Apa kamu nggak mau berpisah dengan Alya? Aduh, sekarang kalian anak muda bisa tinggal naik pesawat saja kalau ingin bertemu. Jangan bersedih."Yuni menghampiri untuk menghiburnya."Aku tahu, Bibi. Jangan khawatir. Kalau aku merindukannya, aku akan pergi menemuinya.""Ayo kita pergi."Sebelum pergi, Citra tidak bisa menahan dirinya dan menoleh lagi untuk melihat tempat pemeriksaan.Dia harus memastikan bahwa Alya tidak bertemu dengan Rizki.Biarkanlah takdir buruk ini berlalu seperti di toilet tadi....Setelah melewati pemeriksaan, Alya membawa kedua anaknya berjalan ke depan. Dia sama sekali tidak perlu membawa koper dan bar
Maya menjilat bibirnya, dia merasa sangat lapar.Namun, karena mamanya bilang dia tidak boleh makan, dia hanya bisa memikirkan minuman di pesawat nanti.Dia mengedipkan matanya, menatap gambar-gambar minuman dingin yang digantung di pintu toko.Hasan yang melihat dari samping merasa bahwa Maya sangat menggemaskan. Hanya melihatnya saja, Hasan ingin memberinya makan.Oleh karena itu dia pun berkata, "Bu Alya, terkadang anak-anak menyukai hal semacam ini. Bagaimana kalau aku membelikan kedua anak ini segelas saja?"Alya tersenyum tipis."Pak Hasan, bukankah kamu pelayan kami? Bagaimana kalau kami yang membelikanmu segelas minuman? Lagi pula, kamu sudah bekerja keras membantu kami."Hasan menjawab, ".... Kalau begitu sebaiknya lupakan saja, aku nggak perlu.""Oh ya, Pak Hasan. Mulai sekarang kamu nggak usah memanggilku Bu Alya lagi. Sekarang aku sudah bukan manajer perusahaannya Irfan."Hasan berpikir sejenak, lalu mengangguk."Baik, Nona Alya."Semua orang pun melanjutkan perjalanan mere
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang