Perkataannya membuat sang suster merasa sangat iri pada Alya.Ternyata dia sudah bersikap sebaik ini pada seseorang yang masih belum menjadi pacarnya. Selain itu, dia sangat lembut. Ketika menjelaskan, suaranya terdengar sangat halus. Dia bahkan berterima kasih atas ucapan selamatnya.Bagaimana bisa ada orang selembut ini di dunia?Sang suster pun tenggelam dalam lamunannya dan tersadar kembali ketika seseorang membuka pintu kamar.Sosok Rizki yang tinggi dan ramping pun berjalan masuk. Tubuhnya masih membawa udara dingin dari luar. Wajah tampannya menampilkan ekspresi dingin yang hampir membeku.Begitu memasuki kamar, tatapannya segera jatuh pada wanita yang sedang terbaring di tempat tidur.Setelah melihat ke sekelilingnya, pandangannya pun mendarat pada IrfanTak lama kemudian, dia berkata dengan suara dingin, "Aku datang untuk membawanya pulang ke rumah."Rumah?Mendengar kata ini, sang suster diam-diam merasa terkejut.Orang itu sudah menggunakan kata "rumah". Mungkinkah kedua ora
Irfan tersenyum."Rizki, aku nggak bermaksud menyalahkanmu. Aku sangat paham kenapa kamu membela Hana. Lagi pula, perasaanmu kepadanya sama dengan perasaanku pada Alya. Wajar saja kalau kamu ingin membelanya."Rizki mengerutkan kening, bibirnya lurus dirapatkan.Rizki mengerti, hampir semua kalimat yang keluar dari mulut Irfan tidak bisa dipisahkan dari Hana. Irfan selalu mencoba untuk menghubungkan Rizki dengan Hana, sementara dia sendiri menghubungkan dirinya dengan Alya.Dia secara halus meniadakan Rizki dari Alya.Memikirkan hal tersebut, rasa dingin pun muncul di mata Rizki. Terdengar suara gertakan gigi dari mulutnya.Akan tetapi, saat ini, dia sama sekali tidak bisa membantahnya.Beberapa saat kemudian, Irfan seakan-akan teringat sesuatu dan berkata, "Maaf, apa barusan aku terlalu blak-blakan?"Rizki terdiam.Setelah bertahun-tahun berteman, untuk pertama kalinya Rizki merasa Irfan sangat menyebalkan, membuatnya menggertakkan gigi dengan penuh kebencian....Alya sedang bermimpi
Akan tetapi, Rizki pun segera memahami tujuan Irfan.Karena setelah dia membawakan barang-barang tersebut, Alya berterima kasih padanya dengan sangat apresiatif.Irfan tersenyum dengan penuh kasih sayang."Sama-sama. Setelah pulang nanti, istrirahatlah dengan baik.""Ya."Rizki melihat Irfan dengan ekspresi tak bisa berkata-kata. Kenapa sebelumnya dia tidak menyadari bahwa Irfan bisa melakukan hal seperti ini?Namun, Rizki tidak mau lagi berurusan dengannya. Dia pun menghampiri Alya sambil membawa jaket tersebut.Alya hendak mengambilnya untuk memakainya sendiri, tetapi Rizki menghindari tangannya.Alya pun bingung.Tanpa disangka, sesaat kemudian Rizki berkata, "Biar aku pakaikan."Alya terdiam.Dia baik-baik saja, kenapa Rizki mau memakaikannya?Apa dia tidak boleh memakainya sendiri?Namun, sebelum dia dapat bereaksi, Rizki sudah berkata dengan suara dingin, "Rentangkan tanganmu."Alya ingin menolaknya, lagi pula di dalam kamar ini juga ada Irfan. Selain itu, Irfan pun mengetahui ba
Alya kembali tersadar dan segera menggelengkan kepalanya.Lengannya masih melingkari leher Rizki. Ketika teringat, Alya pun hendak menarik tangannya kembali.Namun, begitu tangannya bergerak, Rizki berkata, "Jangan lepas."Alya terdiam.Sejujurnya, Alya tidak ingin menurut.Sepertinya Rizki menyadari niatnya. Jadi ketika Alya hendak melepaskannya, Rizki pun sengaja mengendurkan pegangannya pada tubuh Alya.Hampir secara refleks, Alya cepat-cepat melingkarkan lengannya kembali di leher Rizki.Pergelangan tangannya yang lembut dan kulitnya yang putih menciptakan kontras yang jelas di leher Rizki.Menyadari apa yang baru saja dirinya lakukan, raut wajah Alya pun berubah.Rizki tersenyum kecil ketika merasakan kelembutan kulit Alya."Pegang yang erat, jangan sampai jatuh."Kali ini Alya tidak melepaskan tangannya. Dia tenggelam dalam pikirannya sendiri dan sesekali melirik Rizki.Walaupun sambil menggendong Alya, Rizki dapat berjalan tanpa kesulitan. Napas dan langkahnya sangat stabil.Dar
Sampai di sini, apa lagi yang tidak Alya mengerti?Pantas saja hari ini Rizki bertingkah dengan aneh di depan Irfan. Ternyata Rizki salah paham dan mengira dirinya menyukai Irfan?Ternyata begitu ....Alya kira Rizki sedang menggodanya, ternyata dia hanya terlalu banyak berkhayal.Memikirkan hal ini, Alya memejamkan matanya dan membalas dengan blak-blakan, "Dia memang sudah menyelamatkanku, tapi aku nggak memiliki perasaan lain terhadapnya selain rasa terima kasih. Kamu nggak usah mengkhawatirkan hal ini. Lagi pula, nggak banyak orang yang sepertimu."Setelah dia mengatakan itu, suasana di dalam mobil pun seketika menjadi sunyi.Alya seketika berpikir, apakah kata-katanya sudah kelewatan?Namun, setelah dipikir-pikir lagi, Rizki sudah seenaknya berspekulasi mengenai hubungannya dan Irfan. Jadi sepertinya tidak masalah bila dia mengatakan beberapa kata itu pada RIzki.Jika Rizki marah, ya biarkan saja.Lagi pula, sekarang operasi Wulan sudah selesai. Dia tidak perlu menahan dirinya lagi
Area di sekitar jantung hingga ujung jarinya pun menjadi mati rasa.Rizki tidak bisa menahannya, dia mengerang kesakitan dan meletakkan telapak tangannya di atas dada.Mendengar erangannya, Alya pun menoleh dan menemukan Rizki yang bersandar pada setir dengan ekspresi buruk.Mereka berdua sudah saling mengenal selama bertahun-tahun, Rizki selalu sangat sehat dan hampir tidak pernah sakit.Ini adalah pertama kalinya Alya melihat Rizki seburuk ini. Dia pun kaget dan segera mengulurkan tangannya untuk membantu Rizki."Kamu kenapa? Apa kamu sakit?"Rasa sakitnya tidak berkurang. Sebaliknya, rasa sakit tersebut makin parah ketika Alya menghampirinya. Kekosongan di dalam hatinya juga menjadi makin besar.Namun, begitu melihat kekhawatiran yang tulus di wajah Alya, kekosongan itu perlahan terisi dengan perasaan lain.Rizki tidak merespons dan terus berkeringat dingin di keningnya, pria ini terlihat sangat tidak nyaman. Alya pun panik dan refleks mencari ponselnya. "Aku akan memanggilkan ambul
Rizki hanya terdiam dan menurunkan matanya sambil bersandar di sana. Setelah melewati rasa sakit barusan, dengan kepala terkulai di bawah cahaya yang redup ini, Rizki terlihat cukup menyedihkan.Alya tidak tahu kenapa dirinya bisa memiliki pikiran semacam ini.Namun, sejujurnya, penampilan Rizki barusan benar-benar membuatnya takut. Meskipun mereka sudah bertahun-tahun saling mengenal, ini adalah pertama kalinya Alya melihat Rizki kesakitan seperti ini.Memikirkan hal tersebut, Alya tiba-tiba menyipitkan matanya dan menatap Rizki."Sebenarnya kamu kenapa? Ini bukan semacam penyakit yang nggak bisa disembuhkan, 'kan?"Rizki yang tadinya menunduk pun segera mengangkat kepalanya dan terdiam menatap Alya."Penyakit yang nggak bisa disembuhkan?" Dia mendengus. "Apa? Kamu mau aku cepat mati?""Kalau begitu kenapa kamu nggak mau ke rumah sakit?"Jelas-jelas tadi dia terlihat sangat kesakitan, tetapi dia tidak mau ke rumah sakit. Tidakkah perilaku ini aneh baginya?Tanpa menunggu jawaban Rizki
Setelah mengatakan ini Rizki pun berjanji di dalam hatinya, dia tidak akan membiarkan siapa pun melukai Alya lagi.Tanpa disangka, Alya hanya tersenyum tipis setelah mendengar perkataannya."Nggak apa-apa, kamu juga sedang mencari seseorang. Kalau aku adalah kamu, aku juga akan melakukan hal yang sama. Semuanya nggak bisa dihindari."Rizki pun tersenyum getir mendengar perkataan Alya.Apa yang harus dia katakan?Istrinya sangat murah hati dan pengertian, bahkan sekarang pun masih berusaha mencarikannya alasan?Akan tetapi, ketenangan Alya secara tidak langsung menjelaskan hal lain ...."Oke, aku mau beristirahat. Kamu juga cepatlah istirahat."Alya takut percakapan mereka akan menjadi canggung bila mereka berlama-lama lagi, jadi dia langsung mengakhiri pembicaraan mereka.Mendengarnya ingin beristirahat, Rizki pun tidak berbicara lagi."Kamu istirahat saja dulu, aku akan pergi sebentar."Alya terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Oke, berhati-hatilah."Ketika dia meninggalkan rumah dan du
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang