Rizki hanya terdiam dan menurunkan matanya sambil bersandar di sana. Setelah melewati rasa sakit barusan, dengan kepala terkulai di bawah cahaya yang redup ini, Rizki terlihat cukup menyedihkan.Alya tidak tahu kenapa dirinya bisa memiliki pikiran semacam ini.Namun, sejujurnya, penampilan Rizki barusan benar-benar membuatnya takut. Meskipun mereka sudah bertahun-tahun saling mengenal, ini adalah pertama kalinya Alya melihat Rizki kesakitan seperti ini.Memikirkan hal tersebut, Alya tiba-tiba menyipitkan matanya dan menatap Rizki."Sebenarnya kamu kenapa? Ini bukan semacam penyakit yang nggak bisa disembuhkan, 'kan?"Rizki yang tadinya menunduk pun segera mengangkat kepalanya dan terdiam menatap Alya."Penyakit yang nggak bisa disembuhkan?" Dia mendengus. "Apa? Kamu mau aku cepat mati?""Kalau begitu kenapa kamu nggak mau ke rumah sakit?"Jelas-jelas tadi dia terlihat sangat kesakitan, tetapi dia tidak mau ke rumah sakit. Tidakkah perilaku ini aneh baginya?Tanpa menunggu jawaban Rizki
Setelah mengatakan ini Rizki pun berjanji di dalam hatinya, dia tidak akan membiarkan siapa pun melukai Alya lagi.Tanpa disangka, Alya hanya tersenyum tipis setelah mendengar perkataannya."Nggak apa-apa, kamu juga sedang mencari seseorang. Kalau aku adalah kamu, aku juga akan melakukan hal yang sama. Semuanya nggak bisa dihindari."Rizki pun tersenyum getir mendengar perkataan Alya.Apa yang harus dia katakan?Istrinya sangat murah hati dan pengertian, bahkan sekarang pun masih berusaha mencarikannya alasan?Akan tetapi, ketenangan Alya secara tidak langsung menjelaskan hal lain ...."Oke, aku mau beristirahat. Kamu juga cepatlah istirahat."Alya takut percakapan mereka akan menjadi canggung bila mereka berlama-lama lagi, jadi dia langsung mengakhiri pembicaraan mereka.Mendengarnya ingin beristirahat, Rizki pun tidak berbicara lagi."Kamu istirahat saja dulu, aku akan pergi sebentar."Alya terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Oke, berhati-hatilah."Ketika dia meninggalkan rumah dan du
Selama kamu adalah penyelamatnya, dia nggak akan pernah memperlakukanmu dengan buruk?Ayahnya benar. Keluarga Saputra sangat menghargai hal ini. Jika tidak, Keluarga Adelia tidak akan melesat secepat ini dalam beberapa tahun.Namun, Hana memikirkan sebuah kemungkinan lain. Bagaimana jika suatu hari Rizki menemukan bahwa yang menyelamatkannya adalah Alya dan bukan dia?Mengingat kepribadian pria itu, Rizki mungkin akan membunuhnya!Memikirkan kemungkinan ini, punggung Hana pun berkeringat dingin.Untungnya waktu itu tidak ada saksi lain selain Alya dan dia. Jika ada orang ketiga yang mengetahui kejadian itu, maka dia akan tamat."Begini saja, serahkan urusan kedua orang itu pada Ayah. Kamu nggak usah khawatir, kamu hanya perlu merayu Rizki."Hana agak kesal ketika mendengar kata "merayu"."Ayah, apanya yang merayu? Hubunganku dan Rizki itu setara. Aku nggak seperti wanita-wanita yang merayu Rizki demi mendapatkan status yang lebih tinggi.""Ya, ya. Tentu saja Hana kita adalah yang terba
Setibanya di rumah sakit, Alya pun melihat Wulan yang sudah pulih dengan baik. Dilihat bagaimanapun, Alya sangat senang dan terus berada di samping sang nenek untuk menemani.Melihatnya yang seperti ini, Wulan merasa bahwa Alya seperti seorang gadis remaja lincah dan bersemangat. Suasana hati Wulan pun menjadi jauh lebih baik."Nenek, apa kamu haus? Apa lukanya sakit? Apa kamu lelah? Apa Nenek ingin makan sesuatu? Atau Nenek ingin tidur lagi? Atau kalau Nenek nggak bisa tidur, bagaimana kalau aku bercerita?"Mungkin karena terlalu bersemangat, Alya tidak menyadari berbagai kontradiksi yang ada pada perkataannya.Wulan tidak memberitahunya dan berkata, "Nenek nggak lelah. Karena Alya ingin bercerita padaku, Nenek akan mendengarkan ceritamu sebentar sebelum tidur lagi."Setelah itu, Alya pun mulai menceritakan berbagai kisah pada sang nenek.Wulan mendengarkannya dengan senang hati. Bibirnya terus menunjukkan senyum yang lembut.Sinta mendengarkan suara Alya yang lembut dari samping, dia
Pokoknya, sepertinya banyak pria yang akan menyukai dan merasa kasihan dengan penampilan macam itu.Melihat Alya yang berada di depannya, Sinta menghela napas di dalam hati.Bukannya Alya tidak bagus, hanya saja Alya terlalu kuat. Gadis ini seringkali menyelesaikan masalah seorang diri.Sementara Hana ....Sebagai seorang wanita, bagaimana mungkin Sinta tidak menyadari kasih sayang Hana terhadap anaknya?Namun Hana, adalah penyelamat bagi keluarga mereka. Dari luar, Sinta harus bersikap sopan padanya.Akan tetapi, kesopanan itu hanyalah untuk tamu.Jika Hana ingin mengambil tempat Alya dan menggantikannya, Sinta akan menjadi orang pertama yang tidak setuju.Berpakaian terlalu sederhana?Sebenarnya sebelum Sinta kembali dari luar negeri, pakaian Alya tidaklah sederhana.Alya selalu menyukai kecantikan. Sebelum Keluarga Kartika bangkrut, pakaian, perhiasan, serta tasnya semua adalah model terbaru. Dia juga seorang pelanggan VIP dari berbagai merek. Tiap tahun dia akan menerima hadiah ter
Hanya saja, Alya tidak menyangka bahwa beberapa hari yang dikatakan Sinta akan memukulnya kembali.Karena setelah 2 hari, Sinta tiba-tiba menariknya dan dengan bersemangat berkata, "Alya, ayo lakukan pemeriksaan menyeluruhnya besok."Mendengar berita yang mendadak ini, Alya pun tercengang."Ibu, kenapa tiba-tiba jadi besok? Bukankah Ibu bilang kita tunggu dulu sampai Nenek pulih beberapa hari lagi?"Sinta tersenyum dan menjawab, "Karena akhir-akhir ini nenekmu pulih dengan sangat baik. Dokter bilang kondisinya sangat bagus. Selain itu, aku dengar selama 2 hari ini seorang dokter yang sangat ahli telah datang, sepertinya dia akan tinggal untuk beberapa hari. Kamu harus diperiksa dalam beberapa hari ini, supaya nanti kita bisa beri hasilnya pada dokter itu untuk dilihat."Alya akhirnya mengerti kenapa Sinta memintanya untuk diperiksa lebih awal.Dengan canggung, dia hanya bisa memikirkan cara untuk menolaknya. "Sebenarnya kita hanya melakukan pemeriksaan saja. Biasanya mesin yang akan me
Setelah menghentikan mobilnya, Rizki mencengkeram setir dan memandang Alya dengan suram."Jadi kamu sudah memikirkan semuanya untukku, haruskan aku berterima kasih padamu? Aci!"Rizki meneriakkan nama Alya dengan menggertakkan giginya.Alya tadinya tidak ingin mengatakan apa pun, tetapi begitu kata-katanya mencapai bibir, dia pun membalas, "Nggak perlu berterima kasih. Kalau bisa, bagaimana kalau besok kita ke kantor catatan sipil?"Kali ini, lagi-lagi giliran Rizki untuk terdiam. Sejak tadi dia terus memandang Alya, tatapannya begitu intens dan tidak pernah meninggalkan wanita itu.Meskipun dia dengan jelas mendengar apa yang dikatakan Alya, dia tetap tidak menjawab.Melihat ekspresinya, Alya pun merasa tak berdaya. Dia tidak dapat mengerti apa yang Rizki pikirkan. Sebelumnya karena masalah kesehatan Wulan, dia tidak punya pilihan lain.Namun, dalam 2 hari ini, sang nenek sudah pulih dengan baik. Entah apakah ini hanya perasaan Alya saja atau tidak, dia merasa bahwa Rizki sepertinya e
Keesokan harinya.Saat Alya terbangun dari tidurnya, dia menemukan bahwa sekarang sudah pukul 8 pagi.Melihat langit-langit berwarna putih dan pemandangan familier di sekitarnya, Alya pun merasakan tempat tidur yang lembut di bawahnya.Akhirnya dia pun yakin bahwa dia berada di tempat tidur rumah.Setelah merasa bingung untuk beberapa saat, Alya memegang kepalanya dan duduk.Dia tidak menyangka dirinya akan tertidur sampai sekarang. Kemarin malam, dia jelas tertidur di dalam mobil. Dapat dikatakan, pada akhirnya Rizki membawa dia pulang ke rumah.Dia duduk sebentar sebelum mengambil ponselnya untuk mengecek pesan masuk.Rizki tidak meninggalkan pesan apa pun, riwayat obrolan mereka juga kosong.Setelah berpikir sejenak, Alya menekan nomor telepon Rizki sambil pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Nada sambung telepon itu berbunyi untuk beberapa saat sebelum akhirnya diangkat.Suara Rizki dingin dan serak. "Ada apa?"Alya sudah memencet odol ke sikat giginya dan hendak memasukka
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang