Akhirnya seseorang di dalam ruangan pun bertanya, "Apakah Rizki akan datang ke pesta penyambutan Irfan?""Pasti akan datang, waktu itu mereka adalah teman baik.""Kenapa sampai sekarang sosoknya belum terlihat?"Benar, kenapa sampai sekarang sosoknya belum terlihat?Hana refleks melirik ponselnya. Sebelum dia berangkat tadi, dia mengirim sebuah pesan pada Rizki, bertanya pria itu sudah sampai di mana. Namun, siapa sangka hingga sekarang Rizki belum membalasnya. Jadi, Hana hanya menebak, mungkin sekarang Rizki sedang menyetir dan tidak bisa membalas pesannya.Akan tetapi, waktu sudah cukup lama berlalu sejak dia tiba di sini. Rizki belum datang, pesannya juga belum dibalas.Hana pun merasa agak gelisah.Melihatnya memegang ponsel, temannya pun seperti sedang memperhitungkan sesuatu. Kemudian, di depan semua orang, temannya berkata, "Hana, bagaimana kalau kamu telepon dan tanya saja Rizki? Dia pasti akan mengangkat teleponmu."Mendengar ini, Hana refleks menatap temannya yang berbicara i
Jika benar-benar ada perasaan di antara mereka, seharusnya mereka sudah lama berpacaran.Jadi, saat melihat mereka muncul bersama dan berpakaian seperti ini, semua orang menghela napas dan mengalihkan pandangan mereka pada Hana.Saat ini Hana merasa tidak nyaman.Karena mereka berdua yang berpakaian seperti ini terasa seperti tamparan di wajahnya.Kegelisahannya bertambah besar, situasi pun menjadi makin di luar kendalinya. Namun, apa yang bisa dia lakukan? Dengan begitu banyaknya orang di sini, dia tidak bisa mempermalukan dirinya, 'kan?Memikirkan hal ini, Hana berdiri dan berjalan ke samping Alya, lalu dengan akrab dia pun mengaitkan lengan dengannya."Nggak apa-apa, datang terlambat itu bukan masalah besar. Asalkan kamu sampai dengan selamat maka semua baik-baik saja. Ayo, kamu duduk bersamaku ya."Setelah melihat sifat asli Hana, Alya tahu bahwa wanita ini suka berakting di depan semua orang. Jadi, saat Hana menariknya, Alya mengontrol ekspresinya dan tidak menolak. Kemudian, dia
Sebenarnya Hana mengucapkan kalimat itu untuk bertaruh.Tingkah laku Rizki akhir-akhir ini terlalu aneh. Jika dia tidak menggunakan utang budi Alya untuk mengendalikannya, dia mungkin sudah curiga bahwa Alya telah memberitahukan kehamilannya pada Rizki.Lucunya meskipun Alya adalah saingan cintanya, dalam hal memegang janji, Hana masih memercayai Alya.Jika tidak ... dia tidak akan susah-susah membuat Alya berutang budi padanya!Tentu saja setelah dia mengucapkan pernyataan itu, emosi semua orang jadi makin tinggi."Status apa?"Semua orang menyeringai. "Hana, kamu nggak mengatakan kalau Rizki sekarang adalah pria beristri, 'kan?""Astaga, pernikahan mereka itu palsu. Siapa yang nggak tahu kalau hanya ada kamu di hati Rizki.""Benar, Rizki dan Alya adalah teman sejak kecil. Dari kecil hingga sekarang mereka adalah teman baik, mana ada cinta di antara mereka?"Semua orang berbicara. Rizki yang mendengar ini pun mengerutkan kening dan tanpa sadar menatap ke arah Alya.Alya meminum jusnya
"Astrid ...." Hana menarik teman di sampingnya, raut wajahnya terlihat buruk. "Berhenti berbicara.""Hana, kenapa kamu menarikku? Aku hanya sedang beramah-tamah dengannya. Aku rasa pikiran Alya nggak sesempit itu, 'kan?"Saat dia sedang berbicara, Alya sudah mengambil segelas anggur merah yang berada tidak jauh darinya.Alya memegang gelas tersebut dan menggoyangkannya dengan lembut, cairan merah itu berkilau memesona di bawah cahaya lampu.Tindakannya ini membuat raut wajah Astrid sedikit berubah. "Mau apa kamu?"Mendengar ini, Alya terdiam sejenak. Kemudian, dia menoleh dan menatap wanita itu dengan ekspresi terkejut.Sesaat kemudian, Alya tertawa seakan-akan dia telah menyadari sesuatu. "Kenapa? Kamu kira aku akan menyirammu? Tenang, pikiranku nggak sempit. Aku nggak akan membiarkan anggur merah ini beramah-tamah dengan wajahmu."Meskipun Alya tidak melakukan apa pun, terdapat sarkasme dalam perkataannya. Hal ini membuat raut wajah Astrid memburuk.Dia ingin meledak, tetapi dia dita
Seisi ruangan itu seketika menjadi sunyi.Mereka yang tadinya membuat keributan dan menonton pertunjukan tersebut, saat ini terdiam dan menciut ketakutan.Udara di dalam ruangan tersebut seakan dipenuhi dengan aura yang sedingin es.Rizki duduk di sana dan memandang wanita berambut pirang itu dengan dingin. Tatapannya tajam dan galak, bagaikan pisau yang menusuk.Sikap arogan wanita itu dalam sekejap surut. Dia menunduk dan tidak berani untuk mengangkat kepalanya.Karena barusan, saat dia tidak sengaja melirik Rizki, tatapan pria itu seolah-olah ingin membunuhnya.Dia pun menciut di belakang Hana.Saat ini, Hana jelas-jelas kesulitan mempertahankan senyum di wajahnya. Melirik Astrid yang bersembunyi di belakangnya, Hana terpaksa memohon pada Rizki, "Rizki, tolong jangan marah. Astrid memang blak-blakan, tapi dia nggak bermaksud buruk. Astrid, cepat minta maaf pada Alya."Astrid tampak enggan, dia lebih baik dibunuh daripada meminta maaf Alya. Namun, memikirkan tatapan Rizki yang menaku
Astrid memegang ujung baju Hana erat-erat, matanya melebar tak percaya. "Hana ...."Sebenarnya, dia berani bertindak searogan ini karena Hana menempati posisi yang tak tersentuh di hati Rizki. Selama Hana memohon untuknya, Rizki tidak akan ribut.Namun, siapa sangka, hari ini tidak berjalan sesuai dugaannya."Hana, bantu aku," bisik Astrid. Dia menarik ujung baju Hana sambil memohon.Situasi ini merupakan dilema bagi Hana. Dia ingin membantu Astrid, karena di depan semua orang dia juga ingin menegaskan posisinya di hati Rizki. Namun, saat ini Rizki sangat keras kepala. Pria itu bahkan tidak membuat kontak mata dengannya.Andi yang sejak tadi duduk diam, akhirnya tidak tahan dan berkata, "Hana, jangan bujuk dia lagi. Sekarang suasana hatinya sedang buruk, nggak ada gunanya."Mendengar ini, Hana tiba-tiba tersadar dan melirik Rizki.Rizki menurunkan kelopak matanya, bulu matanya yang panjang dan hitam menyembunyikan emosi di matanya. Akan tetapi, dia tidak bisa menyembunyikan keagresifan
Sudah sangat jelas dari siapa tatapan ini berasal.Namun, Alya tak peduli. Dia mengambil jus tersebut, menunduk, lalu meminumnya.Rasanya sama dengan jus yang diminumnya tadi.Setelah berjarak cukup dekat, Irfan dapat melihat bibir Alya yang semerah ceri sedang menyeruput jus dari tepi gelas. Warna bibir Alya yang berbeda dengan tepi gelas tersebut membuat mulut dan tenggorokan Irfan agak kering.Irfan menaikkan kacamatanya, lalu memaksa dirinya untuk melihat ke arah lain dan bertanya dengan lembut, "Kamu nggak peduli?"Mendengar ini, Alya terdiam sejenak.Irfan tersenyum dan merendahkan suaranya."Maksudku, kamu nggak peduli mereka semua berkata seperti itu?"Sebenarnya, tidak ada perbedaan di antara kedua pertanyaan ini. Dengan tidak peduli, barulah dia dapat mengabaikan perkataan orang-orang itu. Bukankah begitu?Memikirkan hal ini, Alya tersenyum. "Sejak awal itu memang kenyataannya."Sejak awal pernikahan mereka memang palsu, jadi apa yang tidak bisa dikatakan? Apa ada gunanya bil
Andi mengangkat gelas anggurnya. Sambil tersenyum, dia menghampiri Alya dan mendentingkan gelasnya dengan milik Alya."Aku nggak tahu siapa yang menyebarkan rumor itu, tapi setelah kembali Rizki pasti akan menyelidikinya."Maksud dari perkataannya adalah, untuk memberi tahu Alya bahwa masalah ini tidak datang dari pihak Rizki.Alya bersulang dengannya, lalu mengangguk dengan sopan."Terima kasih sudah membantuku."Andi tersenyum. "Buat apa berterima kasih? Aku dan Rizki berteman baik dan kamu adalah istrinya, sudah sewajarnya aku begini."Alya mengalihkan pandangannya. Mungkin Andi bukan membelanya, melainkan hanya tidak tahu bahwa pernikahannya dengan Rizki palsu.Namun, pada saat ini, Andi menambahkan, "Mungkin sebaiknya kamu memberinya sedikit waktu lagi."Alya tertegun memandang Andi.Andi sengaja merendahkan suaranya. "Saat perasaannya belum tumbuh, Hana sudah menyelamatkannya. Jadi, dia mudah bingung dengan beberapa perasaannya sendiri."Mendengar hal ini, Alya akhirnya mengerti
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang