Astrid memegang ujung baju Hana erat-erat, matanya melebar tak percaya. "Hana ...."Sebenarnya, dia berani bertindak searogan ini karena Hana menempati posisi yang tak tersentuh di hati Rizki. Selama Hana memohon untuknya, Rizki tidak akan ribut.Namun, siapa sangka, hari ini tidak berjalan sesuai dugaannya."Hana, bantu aku," bisik Astrid. Dia menarik ujung baju Hana sambil memohon.Situasi ini merupakan dilema bagi Hana. Dia ingin membantu Astrid, karena di depan semua orang dia juga ingin menegaskan posisinya di hati Rizki. Namun, saat ini Rizki sangat keras kepala. Pria itu bahkan tidak membuat kontak mata dengannya.Andi yang sejak tadi duduk diam, akhirnya tidak tahan dan berkata, "Hana, jangan bujuk dia lagi. Sekarang suasana hatinya sedang buruk, nggak ada gunanya."Mendengar ini, Hana tiba-tiba tersadar dan melirik Rizki.Rizki menurunkan kelopak matanya, bulu matanya yang panjang dan hitam menyembunyikan emosi di matanya. Akan tetapi, dia tidak bisa menyembunyikan keagresifan
Sudah sangat jelas dari siapa tatapan ini berasal.Namun, Alya tak peduli. Dia mengambil jus tersebut, menunduk, lalu meminumnya.Rasanya sama dengan jus yang diminumnya tadi.Setelah berjarak cukup dekat, Irfan dapat melihat bibir Alya yang semerah ceri sedang menyeruput jus dari tepi gelas. Warna bibir Alya yang berbeda dengan tepi gelas tersebut membuat mulut dan tenggorokan Irfan agak kering.Irfan menaikkan kacamatanya, lalu memaksa dirinya untuk melihat ke arah lain dan bertanya dengan lembut, "Kamu nggak peduli?"Mendengar ini, Alya terdiam sejenak.Irfan tersenyum dan merendahkan suaranya."Maksudku, kamu nggak peduli mereka semua berkata seperti itu?"Sebenarnya, tidak ada perbedaan di antara kedua pertanyaan ini. Dengan tidak peduli, barulah dia dapat mengabaikan perkataan orang-orang itu. Bukankah begitu?Memikirkan hal ini, Alya tersenyum. "Sejak awal itu memang kenyataannya."Sejak awal pernikahan mereka memang palsu, jadi apa yang tidak bisa dikatakan? Apa ada gunanya bil
Andi mengangkat gelas anggurnya. Sambil tersenyum, dia menghampiri Alya dan mendentingkan gelasnya dengan milik Alya."Aku nggak tahu siapa yang menyebarkan rumor itu, tapi setelah kembali Rizki pasti akan menyelidikinya."Maksud dari perkataannya adalah, untuk memberi tahu Alya bahwa masalah ini tidak datang dari pihak Rizki.Alya bersulang dengannya, lalu mengangguk dengan sopan."Terima kasih sudah membantuku."Andi tersenyum. "Buat apa berterima kasih? Aku dan Rizki berteman baik dan kamu adalah istrinya, sudah sewajarnya aku begini."Alya mengalihkan pandangannya. Mungkin Andi bukan membelanya, melainkan hanya tidak tahu bahwa pernikahannya dengan Rizki palsu.Namun, pada saat ini, Andi menambahkan, "Mungkin sebaiknya kamu memberinya sedikit waktu lagi."Alya tertegun memandang Andi.Andi sengaja merendahkan suaranya. "Saat perasaannya belum tumbuh, Hana sudah menyelamatkannya. Jadi, dia mudah bingung dengan beberapa perasaannya sendiri."Mendengar hal ini, Alya akhirnya mengerti
Alya menggunakan setangkup air dingin untuk mencuci mukanya, dia pun menjadi jauh lebih tenang.Dia memegang wastafel dan melihat dirinya di cermin. Pikirannya masih memikirkan apa yang dikatakan Andi padanya barusan.Menggunakan hatinya untuk merasakan dengan tenang dan sungguh-sungguh?Merasakan apa?Alya tidak begitu mengerti, tetapi perkataan Andi hanya sampai di situ saja. Ditambah dengan banyaknya orang yang melihat di dalam ruangan tersebut, dia pun tidak bertanya lebih banyak lagi.Dia hanya merasa bahwa hal ini absurd, karena pikiran Andi berbeda dengan Rizki. Jika Alya tidak salah mengerti, tampaknya Andi ingin menjodohkan Rizki dengannya?Kenapa? Meskipun dia ingin menjodohkan Rizki dengan seseorang, seharusnya dia menjodohkannya dengan Hana, 'kan?Sudahlah, tidak penting untuk dipikirkan.Alya mengambil tisu untuk mengeringkan tangannya, lalu pergi keluar."Hana, jangan sedih lagi. Situasi hari ini jadi begini karena salahku. Seandainya bukan karena omonganku yang sembarang
Teman-teman Hana, termasuk Hana sendiri, semuanya tercengang. Mungkin mereka tidak menyangka bahwa saat semua orang sedang berbicara, Astrid tiba-tiba akan menggunakan kekerasan.Mereka yang bisa membangun hubungan dengan Hana, sebenarnya berasal dari keluarga yang cukup kaya. Meskipun perusahaan keluarga mereka tidak bisa dibandingkan dengan milik Keluarga Adelia, keluarga mereka masih merupakan keluarga yang terhormat. Sebagai putri dari keluarga tersebut, bagaimana mungkin mereka berani mempermalukan keluarga mereka?Jadi, pada dasarnya mereka tak akan memaki dan melakukan kekerasan seperti ini.Akan tetapi, mereka tidak menduga Astrid akan seimpulsif ini.Bahkan Hana juga terkejut melihat pemandangan ini. Dia memang ingin memberi Alya sebuah pelajaran, dia juga sangat membenci Alya.Namun ... melakukan kekerasan seperti ini mungkin akan membuat hubungannya dengan Rizki menjadi buruk. Metode ini tidak pernah ada dalam rencananya.Oleh karena itu saat dia melihat pemandangan ini, dia
Ketika keningnya hampir mengenai tangga, Hana sadar bahwa situasinya telah berada di luar kendali.Dia hanya berencana untuk jatuh saja, bukan membuat cacat wajahnya.Hana refleks menutupi wajahnya dengan tangan, tetapi dia masih jatuh dengan cukup keras.Dengan suara gedebuk, semua orang yang berada di sana pun mendengarnya."Hana!"Teman-temannya bereaksi dan satu per satu menghampiri.Kebetulan, orang-orang dari dalam ruang pribadi sekarang juga telah datang menghampiri.Alya berdiri di tempat, tangannya masih di posisi yang sama dengan tadi. Dia melihat telapak tangannya sendiri, perlahan matanya pun menyipit.Jelas-jelas dia belum menyentuh Hana, jadi kenapa Hana jatuh? Apa wanita itu keseleo?Tiba-tiba, pada saat itu terdengar suara yang dingin."Ada apa?"Alya akhirnya menemukan sedikit petunjuk.Rizki dan Irfan datang menghampiri. Ketika melihat rambut Alya yang sudah berantakan, ekspresi Rizki seketika berubah. Dia segera memegang bahu Alya dan memutar-mutar tubuh wanita itu.
Orang yang didorong adalah Hana?Jika memang Alya yang mendorongnya, luka ini terlalu parah ....Semua orang memandang Alya dengan hati-hati. Alya berdiri di sana dengan raut wajah tak acuh, dia melihat Rizki yang mengangkat Hana dari lantai. Pria itu dengan dingin berkata, "Sekarang jangan pedulikan hal lain, kita pergi ke rumah sakit dulu untuk mengobati lukanya."Dia menggendong Hana dan berjalan melewati Alya.Semua teman Hana mengikutinya. Saat mereka melewati Alya, Astrid menatapnya dengan penuh kemenangan. "Sekarang kita lihat bagaimana kamu akan menjelaskannya."Setelah mengatai Alya, dia pun berjalan pergi dengan pincang.Orang-orang yang tadi berada di dalam ruangan, sekarang merasa canggung dan saling memandang.Lagi pula, hari ini adalah pesta penyambutan Irfan. Namun, siapa sangka pestanya jadi seperti ini. Semua orang hanya bisa meminta maaf pada Irfan.Akan tetapi, Irfan masih dengan lembut memberi tahu mereka dengan lantang bahwa dia tidak apa-apa. Kemudian, dia menyuru
Alya tidak menjawab.Mendengar sahabatnya hanya diam saja, Citra pun menghela napas."Aku tahu kamu nggak bisa menganggapnya seburuk itu. Dia pernah menolongmu, sehingga kamu terjebak di dalam rasa utang budimu. Tapi coba kamu pikirkan, dia bahkan berniat buruk padamu. Dia memang pernah membantumu, kita nggak akan melupakan itu dan akan membalas budinya bila ada kesempatan. Tapi jujur saja, hanya karena dia pernah membantumu dulu, bukan artinya dia nggak akan melukaimu sekarang.""Ya, aku mengerti." Alya mengangguk.Citra menyadari emosi temannya yang suram dan mengusulkan, "Bagaimana kalau malam ini kamu ke tempatku? Aku akan menemanimu mengobrol semalaman. Besok aku juga bisa ambil cuti.""Nggak usah."Alya menggelengkan kepalanya. "Nenek masih ada di rumah, aku nggak bisa nggak pulang."Apalagi, kejadian malam ini membuat pikiran Alya makin jelas. Tadinya setelah mendengar perkataan Andi, Alya masih memiliki sedikit fantasi. Sekarang, bahkan fantasi itu pun sudah dihancurkan.Salah
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang