Orang yang didorong adalah Hana?Jika memang Alya yang mendorongnya, luka ini terlalu parah ....Semua orang memandang Alya dengan hati-hati. Alya berdiri di sana dengan raut wajah tak acuh, dia melihat Rizki yang mengangkat Hana dari lantai. Pria itu dengan dingin berkata, "Sekarang jangan pedulikan hal lain, kita pergi ke rumah sakit dulu untuk mengobati lukanya."Dia menggendong Hana dan berjalan melewati Alya.Semua teman Hana mengikutinya. Saat mereka melewati Alya, Astrid menatapnya dengan penuh kemenangan. "Sekarang kita lihat bagaimana kamu akan menjelaskannya."Setelah mengatai Alya, dia pun berjalan pergi dengan pincang.Orang-orang yang tadi berada di dalam ruangan, sekarang merasa canggung dan saling memandang.Lagi pula, hari ini adalah pesta penyambutan Irfan. Namun, siapa sangka pestanya jadi seperti ini. Semua orang hanya bisa meminta maaf pada Irfan.Akan tetapi, Irfan masih dengan lembut memberi tahu mereka dengan lantang bahwa dia tidak apa-apa. Kemudian, dia menyuru
Alya tidak menjawab.Mendengar sahabatnya hanya diam saja, Citra pun menghela napas."Aku tahu kamu nggak bisa menganggapnya seburuk itu. Dia pernah menolongmu, sehingga kamu terjebak di dalam rasa utang budimu. Tapi coba kamu pikirkan, dia bahkan berniat buruk padamu. Dia memang pernah membantumu, kita nggak akan melupakan itu dan akan membalas budinya bila ada kesempatan. Tapi jujur saja, hanya karena dia pernah membantumu dulu, bukan artinya dia nggak akan melukaimu sekarang.""Ya, aku mengerti." Alya mengangguk.Citra menyadari emosi temannya yang suram dan mengusulkan, "Bagaimana kalau malam ini kamu ke tempatku? Aku akan menemanimu mengobrol semalaman. Besok aku juga bisa ambil cuti.""Nggak usah."Alya menggelengkan kepalanya. "Nenek masih ada di rumah, aku nggak bisa nggak pulang."Apalagi, kejadian malam ini membuat pikiran Alya makin jelas. Tadinya setelah mendengar perkataan Andi, Alya masih memiliki sedikit fantasi. Sekarang, bahkan fantasi itu pun sudah dihancurkan.Salah
Jadi orang yang datang setelah itu, hanya dianggap teman oleh Alya."Kamu melamun apa?" Irfan mengajak Alya, "Ayo berdiri, kamu nggak kedinginan duduk di sini?"Alya pun tersadar dari lamunannya. Dia mengatupkan bibirnya, lalu berkata, "Lupakan saja camilannya, aku juga nggak lapar. Selain itu ....""Pesta penyambutanku jadi seperti ini, apa kamu nggak kasihan padaku? Anggap saja camilan ini sebagai ganti rugi untukku, oke?"Jika dikatakan seperti ini, Alya memang merasa agak bersalah.Malam ini seharusnya mereka menyambut kepulangan Irfan, tetapi karena masalah dia dan Hana, semua orang pun bubar dengan perasaan tidak enak.Meskipun bukan dia yang memulai masalah itu, dia tetap masih bertanggung jawab.Setelah memikirkannya baik-baik, Alya mengangguk."Oke."Irfan tersenyum. "Mau makan apa?"Dua puluh menit kemudian.Mereka berdua duduk di dalam sebuah restoran yang menyajikan bubur makanan laut.Saat ini tidak banyak orang yang makan camilan malam, sehingga restorannya pun kosong. Al
Memikirkan hal tersebut, Alya pun mengalihkan pandangannya, menghindari tatapan Irfan. Dia berkata, "Kamu berencana mengembangkan bisnismu di sini untuk jangka waktu panjang?""Ya, setengah bulan lagi mungkin sudah stabil."Saat ini Alya pun melanjutkan, "Kalau begitu, kuucapkan selamat lebih dulu atas berkembangnya bisnismu di sini. Tapi sepertinya nanti pekerjaanku akan sangat sibuk, aku mungkin nggak punya waktu untuk bermain."Mendengar ini, bagaimana mungkin Irfan tidak memahami penghindaran dan penolakan Alya yang tersirat?Akan tetapi, dia yang sekarang bukan lagi anak muda yang tidak sabaran. Sekarang dia adalah seorang pria dewasa, tentu saja dia tahu bahwa ada beberapa hal yang tidak bisa diburu-buru.Setelah bertahun-tahun, dia sudah lama bersiap untuk melakukan pendekatan yang lambat dan pertarungan yang lama ini. Tentu saja dia tidak akan terburu-buru, dia juga tidak akan mundur hanya karena penolakan tidak langsung Alya."Nggak masalah, kita bisa bertemu lagi saat kamu pu
Namun ketika dia mengetahui kebangkrutan Keluarga Kartika, Rizki sudah membereskan semuanya untuk Alya.Karena pada saat itu, adik perempuannya yang baik hati khawatir kejadian ini akan memengaruhi studinya. Jadi adiknya tidak mengizinkan sang informan untuk memberitahunya, lalu mati-matian menyembunyikan kejadian tersebut darinya.Ketika dia merasa ada yang tidak beres dan bertanya, barulah dia mengetahui betapa besarnya kejadian itu.Sejak dulu, gadis kecil ini selalu menyukai Rizki dan dia telah tertinggal satu langkah.Namun ternyata, dia juga masih tertinggal satu langkah untuk menolong Alya."Pokoknya mulai sekarang, langsung bilang saja kalau kamu butuh bantuan."Kali ini, dia tidak akan seperti dulu lagi. Dia juga tidak akan melepaskan Alya.Akhirnya, mobil itu pun tiba di gerbang rumah. Alya membuka sabuk pengamannya dan berkata, "Terima kasih sudah mengantarku. Aku duluan ya, kamu hati-hati di jalan."Irfan menatapnya dan mengangguk. "Ya, kamu cepatlah beristirahat."Kemudian
Perkataan Rizki seharusnya dilanjutkan dengan aku melihatmu pulang naik mobilnya Irfan.Namun begitu kalimat itu mencapai bibir, Rizki malah tidak mengucapkannya.Rizki berpikir, mungkin Alya sendiri yang akan menjelaskannya. Lagi pula orang itu sampai mengantar Alya ke pintu.Akan tetapi saat pertanyaan tersebut mencapai telinga Alya, dia mengira Rizki membicarakan luka Hana.Alya yakin dirinya tidak mendorong Hana, tetapi bila dia mengatakan seperti itu, akankah Rizki percaya?Pria itu mungkin hanya akan memercayai Hana, 'kan?Memikirkan hal tersebut, Alya bertanya kembali padanya, "Bagaimana dia mengatakannya padamu?""Apa?"Untuk sesaat Rizki tidak bereaksi, karena perhatiannya masih terfokus pada Alya yang diantar pulang oleh Irfan.Sesaat kemudian, dia pun menyadari hal apa yang ditanyakan Alya."Maksudmu Hana?"Hana, dia memanggilnya dengan begitu hangat.Alya tersenyum. "Ya, bukankah dia terluka? Akankah kamu percaya kalau aku bilang dia jatuh sendiri?"Setelah mengatakan itu,
"Aku tahu malam ini terasa nggak adil bagimu, tapi aku janji, pasti ....""Kamu mau keluar atau nggak?"Alya mengambil sebuah botol sabun dan melemparnya pada Rizki."Pergi!"Rizki yang tadinya ingin menjelaskan pun tercengang di tempat.Ini pertama kalinya Alya berbicara sekasar ini padanya.Rizki berdiri di tempat, menatap wanita di depannya dengan wajah pucat. Bibirnya dirapatkan hingga membentuk garis lurus, menunjukkan emosinya saat ini.Sementara itu, Alya berdiri di sana dengan tatapan dingin. Ekspresinya menunjukkan bahwa dia tidak ingin melihat Rizki lagi.Setelah terdiam beberapa saat, Rizki akhirnya berbalik dan pergi.Setelah pria itu pergi, bahu Alya seolah kehilangan tenaga. Dia hampir jatuh dan cepat-cepat memegang dinding. Kemudian dia perlahan bersandar pada dinding dan duduk, lalu memejamkan matanya.Barusan, perkataan Rizki mungkin telah memicu amarahnya meledak, sehingga sekarang dia merasa pusing dan mual.Mual?Seolah teringat sesuatu, Alya segera membuka matanya.
Makin dia memikirkan hal ini, kebencian di hati Hana pun menjadi makin kuat. Dia mengabaikan semua orang yang berusaha menghentikannya dan terus melampiaskan amarahnya.Jelas-jelas sekarang sudah di luar jam kerja, tetapi Lutfi yang dipanggil oleh Rizki melalui telepon, sekarang sedang berdiri di depan pintu. Dia diam-diam melihat orang di dalam marah-marah sambil membanting barang.Lutfi menyilangkan lengannya dan bersandar di dinding. Melihat pemandangan ini, dia hanya bisa menggelengkan kepalanya di dalam hati dengan tak berdaya.Tentu saja, penampilan lembut wanita itu hanya akting.Meskipun begitu, Lutfi masih merasa cukup kasihan pada Hana. Kening wanita itu terluka hingga seperti ini, apalagi Dokter bilang lukanya akan meninggalkan bekas.Lagi pula, luka yang merusak wajah seperti ini merupakan pukulan besar bagi seorang wanita.Namun begitu Lutfi teringat dengan Alya yang sudah hamil, dalam sekejap dia tidak lagi merasa kasihan pada Hana.Selain itu, teman-teman Hana selalu ber