Tamat sudah, apa kelihatan sekali?Tahu begitu dia harusnya lebih tenang. Namun, begitu dia mengetahui kehamilan Alya dan hubungan tidak jelas Rizki dengan wanita lain, Tiara merasa sangat sedih. Dia hanya ingin membantu Alya, sama sekali tidak ada niat lainnya."Hm?"Melihat asistennya menghindari kontak mata, Alya menjadi panik. Mungkinkah Tiara benar-benar mendengarnya?Meskipun biasanya Tiara sangat pemalu, pikirannya cukup cepat tangkap.Merasa ada sesuatu yang tak beres, Tiara akhirnya merespons, "Sebenarnya, ini karena kejadian kemarin malam." Tiara dengan canggung menyentuh bagian belakang kepalanya. "Kalau bukan karena aku, Kak Alya nggak akan mendengar Pak Candra mengatakan hal-hal itu. Aku hanya ingin menebus kesalahanku."Dengan berkata seperti ini, Alya seharusnya tidak akan mencurigainya lagi, 'kan?Tentu saja setelah mendengar penjelasan tersebut, raut wajah Alya akhirnya sedikit membaik.Ternyata karena kejadian kemarin malam. Kalau seperti ini, dia bisa mengerti.Memik
Dibandingkan dengan aura anak mudanya 5 tahun lalu, Irfan yang sekarang telah tumbuh menjadi pria dewasa yang bermartabat, membuat semua orang hampir tidak dapat memalingkan mata mereka."Irfan."Semua orang berdiri untuk menyapanya.Irfan mengangguk sambil tersenyum pada semua orang. Matanya memindai ruangan, tetapi dia tidak menemukan orang yang dia cari. Dia pun termenung sejenak.Gadis kecil itu, malam ini dia tidak mungkin tidak datang, 'kan?Tidak, Rizki masih belum muncul. Mengingat situasi Alya sekarang, seharusnya Alya datang bersama Rizki.Saat dia sedang bertanya-tanya, sebuah suara lembut terdengar dari belakangnya."Permisi ....""Hana!"Sebelum wanita itu menyelesaikan kalimatnya, seseorang memanggil nama Hana. Hana pun tahu bahwa ruang pribadi ini adalah tempat yang dicarinya.Irfan berbalik dan melirik Hana yang berpakaian seksi. Dia pun mengangguk padanya.Rasa kagum melintas di mata Hana.Penampilan tak asing pria di depannya membuat Hana langsung mengenal siapa orang
Akhirnya seseorang di dalam ruangan pun bertanya, "Apakah Rizki akan datang ke pesta penyambutan Irfan?""Pasti akan datang, waktu itu mereka adalah teman baik.""Kenapa sampai sekarang sosoknya belum terlihat?"Benar, kenapa sampai sekarang sosoknya belum terlihat?Hana refleks melirik ponselnya. Sebelum dia berangkat tadi, dia mengirim sebuah pesan pada Rizki, bertanya pria itu sudah sampai di mana. Namun, siapa sangka hingga sekarang Rizki belum membalasnya. Jadi, Hana hanya menebak, mungkin sekarang Rizki sedang menyetir dan tidak bisa membalas pesannya.Akan tetapi, waktu sudah cukup lama berlalu sejak dia tiba di sini. Rizki belum datang, pesannya juga belum dibalas.Hana pun merasa agak gelisah.Melihatnya memegang ponsel, temannya pun seperti sedang memperhitungkan sesuatu. Kemudian, di depan semua orang, temannya berkata, "Hana, bagaimana kalau kamu telepon dan tanya saja Rizki? Dia pasti akan mengangkat teleponmu."Mendengar ini, Hana refleks menatap temannya yang berbicara i
Jika benar-benar ada perasaan di antara mereka, seharusnya mereka sudah lama berpacaran.Jadi, saat melihat mereka muncul bersama dan berpakaian seperti ini, semua orang menghela napas dan mengalihkan pandangan mereka pada Hana.Saat ini Hana merasa tidak nyaman.Karena mereka berdua yang berpakaian seperti ini terasa seperti tamparan di wajahnya.Kegelisahannya bertambah besar, situasi pun menjadi makin di luar kendalinya. Namun, apa yang bisa dia lakukan? Dengan begitu banyaknya orang di sini, dia tidak bisa mempermalukan dirinya, 'kan?Memikirkan hal ini, Hana berdiri dan berjalan ke samping Alya, lalu dengan akrab dia pun mengaitkan lengan dengannya."Nggak apa-apa, datang terlambat itu bukan masalah besar. Asalkan kamu sampai dengan selamat maka semua baik-baik saja. Ayo, kamu duduk bersamaku ya."Setelah melihat sifat asli Hana, Alya tahu bahwa wanita ini suka berakting di depan semua orang. Jadi, saat Hana menariknya, Alya mengontrol ekspresinya dan tidak menolak. Kemudian, dia
Sebenarnya Hana mengucapkan kalimat itu untuk bertaruh.Tingkah laku Rizki akhir-akhir ini terlalu aneh. Jika dia tidak menggunakan utang budi Alya untuk mengendalikannya, dia mungkin sudah curiga bahwa Alya telah memberitahukan kehamilannya pada Rizki.Lucunya meskipun Alya adalah saingan cintanya, dalam hal memegang janji, Hana masih memercayai Alya.Jika tidak ... dia tidak akan susah-susah membuat Alya berutang budi padanya!Tentu saja setelah dia mengucapkan pernyataan itu, emosi semua orang jadi makin tinggi."Status apa?"Semua orang menyeringai. "Hana, kamu nggak mengatakan kalau Rizki sekarang adalah pria beristri, 'kan?""Astaga, pernikahan mereka itu palsu. Siapa yang nggak tahu kalau hanya ada kamu di hati Rizki.""Benar, Rizki dan Alya adalah teman sejak kecil. Dari kecil hingga sekarang mereka adalah teman baik, mana ada cinta di antara mereka?"Semua orang berbicara. Rizki yang mendengar ini pun mengerutkan kening dan tanpa sadar menatap ke arah Alya.Alya meminum jusnya
"Astrid ...." Hana menarik teman di sampingnya, raut wajahnya terlihat buruk. "Berhenti berbicara.""Hana, kenapa kamu menarikku? Aku hanya sedang beramah-tamah dengannya. Aku rasa pikiran Alya nggak sesempit itu, 'kan?"Saat dia sedang berbicara, Alya sudah mengambil segelas anggur merah yang berada tidak jauh darinya.Alya memegang gelas tersebut dan menggoyangkannya dengan lembut, cairan merah itu berkilau memesona di bawah cahaya lampu.Tindakannya ini membuat raut wajah Astrid sedikit berubah. "Mau apa kamu?"Mendengar ini, Alya terdiam sejenak. Kemudian, dia menoleh dan menatap wanita itu dengan ekspresi terkejut.Sesaat kemudian, Alya tertawa seakan-akan dia telah menyadari sesuatu. "Kenapa? Kamu kira aku akan menyirammu? Tenang, pikiranku nggak sempit. Aku nggak akan membiarkan anggur merah ini beramah-tamah dengan wajahmu."Meskipun Alya tidak melakukan apa pun, terdapat sarkasme dalam perkataannya. Hal ini membuat raut wajah Astrid memburuk.Dia ingin meledak, tetapi dia dita
Seisi ruangan itu seketika menjadi sunyi.Mereka yang tadinya membuat keributan dan menonton pertunjukan tersebut, saat ini terdiam dan menciut ketakutan.Udara di dalam ruangan tersebut seakan dipenuhi dengan aura yang sedingin es.Rizki duduk di sana dan memandang wanita berambut pirang itu dengan dingin. Tatapannya tajam dan galak, bagaikan pisau yang menusuk.Sikap arogan wanita itu dalam sekejap surut. Dia menunduk dan tidak berani untuk mengangkat kepalanya.Karena barusan, saat dia tidak sengaja melirik Rizki, tatapan pria itu seolah-olah ingin membunuhnya.Dia pun menciut di belakang Hana.Saat ini, Hana jelas-jelas kesulitan mempertahankan senyum di wajahnya. Melirik Astrid yang bersembunyi di belakangnya, Hana terpaksa memohon pada Rizki, "Rizki, tolong jangan marah. Astrid memang blak-blakan, tapi dia nggak bermaksud buruk. Astrid, cepat minta maaf pada Alya."Astrid tampak enggan, dia lebih baik dibunuh daripada meminta maaf Alya. Namun, memikirkan tatapan Rizki yang menaku
Astrid memegang ujung baju Hana erat-erat, matanya melebar tak percaya. "Hana ...."Sebenarnya, dia berani bertindak searogan ini karena Hana menempati posisi yang tak tersentuh di hati Rizki. Selama Hana memohon untuknya, Rizki tidak akan ribut.Namun, siapa sangka, hari ini tidak berjalan sesuai dugaannya."Hana, bantu aku," bisik Astrid. Dia menarik ujung baju Hana sambil memohon.Situasi ini merupakan dilema bagi Hana. Dia ingin membantu Astrid, karena di depan semua orang dia juga ingin menegaskan posisinya di hati Rizki. Namun, saat ini Rizki sangat keras kepala. Pria itu bahkan tidak membuat kontak mata dengannya.Andi yang sejak tadi duduk diam, akhirnya tidak tahan dan berkata, "Hana, jangan bujuk dia lagi. Sekarang suasana hatinya sedang buruk, nggak ada gunanya."Mendengar ini, Hana tiba-tiba tersadar dan melirik Rizki.Rizki menurunkan kelopak matanya, bulu matanya yang panjang dan hitam menyembunyikan emosi di matanya. Akan tetapi, dia tidak bisa menyembunyikan keagresifan