Daniel terhenyak. Camila merawatnya?
Selama ini, dia pikir Justin lah yang membopongnya ke kamar dan membuatkannya minuman anti pengar. Sebab, asisten pribadinya itu memang selalu melakukan hal yang sama apabila dirinya pulang dalam kondisi mabuk. Diam-diam Daniel menggeram dan tiba-tiba saja suatu ingatan muncul di kepalanya. Pagi itu, selain pengar, Daniel memang terbangun dengan tubuh yang terasa rileks karena aroma yang menempel di tubuhnya terasa sangat menenangkan. Namun, rasa perih yang di punggungnya membuat Daniel terpaksa bangun. Saat itu, Daniel pikir punggungnya membentur sesuatu dan terluka saat mabuk, sehingga ia tak mau memeriksanya lebih jauh. Namun, bagaimana kalau luka itu sebenarnya adalah cakaran dari Camila? Apalagi setelah memikirkan semua yang dikatakan oleh Justin tadi, kemungkinan Camila memang naik ke ranjangnya malam itu sangat besar. Meski begitu, Daniel menggeleng. “Tidak mungkin. Jangan mengada-ngada, Justin. Tidak terjadi apa pun antara aku dan wanita itu.” “Tapi, Tuan. Saya ingat kalau keesokan harinya cara berjalan Nyonya aneh dan dia terlihat kesakitan…” Daniel terpaksa mengorek ingatannya lagi. Hari itu, tingkah Camila memang dirasa cukup janggal. Gerak tubuhnya aneh, pandangan matanya tidak fokus, dan jalannya pelan disertai ringisan kecil. Namun, saat itu Daniel terlalu tidak peduli karena harus menemani Gracia dirumah sakit. Ia sama sekali tidak mau menanyakan ada apa. Fakta ini membuat Daniel tak lagi bisa mengelak. Terlebih, di sisi lain dia merasakan perasaan tak nyaman yang membuatnya terganggu. "Cepat cek CCTV dan lihat rekaman hari itu! Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi!!” "Baik, Tuan!" Justin buru-buru mengangguk dan melangkahkan kakinya menuju mobil untuk mengambil iPad yang tersambung dengan CCTV di rumah. Setelah memasukkan tanggal kejadian, pria itu membuka CCTV dan memperbesar rekaman yang area ingin dia lihat. Sedetik kemudian, mata pria itu membulat. “Tuan!!” Tingkah dan panggilan Justin yang tak biasa membuat Daniel buru-buru berdiri dan merebut iPad di tangan Justin. Hal yang pertama kali dia lihat adalah rekaman hitam-putih yang berlatar satu jam setelah Justin pulang: Camila terlihat kesusahan menutup pintu sambil membawa setumpuk sprei di tangannya. Setelahnya, wanita itu berjalan menjauh dari kamar Daniel dengan langkah kaki yang terseok-seok dan air mata yang mengucur deras. Ada sekali Camila berhenti untuk bersandar ke tembok sebelum kemudian berjongkok untuk menangis. Dari kamera pun baju tidur wanita itu telah terlihat dikancing asal-asalan dan rambutnya mengembang berantakan. Tanpa sadar, Daniel mengepalkan tangannya erat dan merasakan perasaan mencelos. ‘Jadi, wanita itu benar-benar..’ Tangan Daniel mengepal. Berdasarkan rekaman ini dan surat yang ia temukan, bukankah itu berarti Camila mengandung anaknya?! Tatapan Daniel semakin tajam dan genggamannya di iPad semakin kencang kala rekaman CCTV ia alihkan ke adegan beberapa jam sebelumnya. Melihat tindakan Camila sebelum wanita itu pergi dan kenyataan bahwa Gracia jatuh karena kelalaian wanita itu sendiri lagi-lagi membuat Daniel merasa nyeri. Kali ini lebih menyiksa. Daniel lantas bersiap untuk menelepon Camila, tapi saat dia membuka ponselnya, dia baru sadar kalau dia sama sekali tak punya nomor wanita itu. Dulu, Daniel pikir Camila akan segera pergi dari kehidupannya setelah persyaratan dari Ibunya tak bisa dituruti. Jadi, Daniel sama sekali tidak mau repot menyimpan nomornya. “Justin, lacak keberadaan Camila dan cegat dia di mana pun dia berada!!” Dia sama sekali tidak boleh kehilangan Camila dan anak mereka. Bagaimanapun, darah Wellington mengalir di dalamnya. Jadi, dia tak akan membiarkan Camila pergi begitu saja. Mendengar itu, Justin buru-buru pergi dan bergegas melangkahkan kakinya keluar untuk mencari Camila. Namun, belum lama setelah Justin pergi, Daniel telah kembali mendapat telepon dari pria itu. “Sudah menemukan Camila?!” Daniel dengan cepat mengangkat telepon. “Sudah, Tuan.. Tapi..” Sikap Justin yang aneh ini membuat Daniel mengerutkan kening dan membentak asistennya itu dalam sekali berkata. “Tapi apa?!” “Nyonya Camila berhasil kami temukan tak jauh dari mansion.” Perkataan itu membuat sedikit harapan muncul di hati Daniel, tak mengindahkan suara Justin yang terdengar aneh. Apalagi suara angin dan napas pria itu yang berat terdengar. Membuat firasatnya semakin tidak enak. Namun, firasat itu ditepis jauh-jauh. “Bagus!! Segera bawa dia kemari dan blokir semua akses keluar! Mengerti?!” “Tapi, Tuan.. Nyonya Camila dan taksi yang dinaikinya ditemukan di dalam jurang dengan kondisi habis terbakar.” Kali ini, Daniel benar-benar terdiam tanpa tahu harus berkata apa. Bahkan, panggilan Justin tak lagi diindahkannya.“Jadi, sejak awal mama sudah tahu kalau suami Kak Camila itu koma?” Suara adiknya, Sovia, membuat gerakan Camila yang hendak mendorong pintu terhenti. Senyum yang awalnya bahagia pun perlahan menghilang. “Iya, karena itu mama memilih untuk mengorbankan dia. Mana mungkin mama mengizinkan kamu untuk menikah dengan pria koma itu kan?” Kini suara ibunya yang terdengar. Perempuan bergaun pengantin itu, Camila, baru saja menyelesaikan rangkaian upacara pernikahan dan berniat untuk mengajak ibu serta adiknya berfoto bersama. Namun, belum sempat Camila mengutarakan keinginannya, percakapan itu malah membuatnya mendengar sesuatu yang berusaha mereka tutup-tutupi.“Mama jahat banget!” Suara Sovia kembali mengudara, tertawa geli. Membuat tangan Camila bergetar. “Katanya keadaan pria itu sangat parah kan? Jelek pula!” lanjut Sovia. “Terus, bisa-bisanya Kak Camila percaya saat mama bilang calon suaminya sedang kunjungan bisnis, makanya nggak bisa ikut prosesi pernikahan.”Rosa tertawa,
“Apa yang kamu lakukan di sini?!” Belum sempat Camila menjawab pertanyaan pertama, Daniel Wellington sudah lebih dulu melayangkan pertanyaan kedua dengan nada bicara yang sama.Tajam dan mengintimidasi.Kondisi itu membuat Camila tersadar dan buru-buru menekan tombol darurat sebelum berjalan mendekat ke arah pria itu.“Daniel, kamu sudah sadar? Sebaiknya kamu minum terlebih dulu karena suaramu serak dan perlu—”“Diam dan jawab!! Siapa kamu dan apa yang kamu lakukan di sini?!”Kali ini suara yang Daniel keluarkan begitu tinggi dan terkesan membentak sehingga membuat Camila terkejut. Namun, sekali lagi Camila berusaha mendekat untuk memberi pria itu minum. “Tenanglah, Daniel. Aku istrimu. Kita baru saja menikah tadi pagi.” “Tenang kamu bilang? Istri apa?!” tanya Daniel lagi. “Aku tidak punya istri! Jadi, segera enyah dari hadapanku!!” Bentakan Daniel kali ini sangat serius karena wajah pria itu yang sejak awal sudah pucat semakin tidak baik-baik saja. Apalagi Daniel membentak Camila
Penolakan kasar dari Daniel memang sempat membuat Camila down, tapi tidak membuat Camila menyerah untuk berusaha diterima.Karenanya, selama Daniel melakukan pemulihan di rumah sakit, Camila terus mencoba untuk mendekatkan diri dengan pria itu melalui tindakan-tindakan sederhana yang bisa ia lakukan.“Daniel, sudah waktunya untuk melakukan terapi.”Mendengar itu, Daniel mendengus dan menutup laptopnya dengan kasar sebelum kemudian bersiap untuk turun dari kasur.Setelah tangan dan kakinya dapat kembali digerakkan, Daniel memang telah kembali mengurusi urusan perusahaan dan mengambil alih tanggung jawabnya yang telah terbengkalai.Meski begitu, dokter masih menyarankan Daniel untuk menggunakan kursi roda sampai otot-ototnya benar-benar siap.“Berpeganglah pada pundakku.” Camila berkata sambil memeluk pinggang Daniel dengan satu tangan.Sementara tangan Daniel ia sampirkan pada pundaknya.Sejak Daniel bangun hingga saat ini, sudah menjadi tugasnya untuk membantu Daniel berpindah dari te
Setelah malam itu, dua bulan sudah Camila menjadi istri seorang Daniel Wellington.Sepanjang masa itu, Daniel tidak pernah mengingat apalagi meminta maaf atas apa yang telah terjadi. Sebab, setelah Daniel lagi-lagi melukai hatinya, wanita itu buru-buru membereskan kamar dan bertingkah seakan tak ada yang terjadi.Meski begitu, kenangan itu membekas seperti luka yang terus menggores setiap sudut ingatannya.Sikap Daniel malam itu membuat Camila trauma, sehingga ia tak lagi pernah merongrong Daniel dengan topik-topik pembicaraan seperti yang ia lakukan sebelumnya.Bahkan, wanita itu tak lagi berani memandang Daniel tepat di matanya dan memilih untuk berbicara dengan jarak minimal satu meter.Meski begitu, Camila tetap memilih menjadi istri yang baik dan menjalani hari-harinya tanpa keluhan.Setiap pagi, ia bangun lebih awal untuk memastikan Daniel tidak pernah melewatkan sarapan dan membuatkan beberapa menu sarapan yang ia bisa.Hari ini, dia turun ke dapur dan mulai memecahkan telur un
"Ya Tuhan. Aku harus apa?" Camila membalik badannya dan berlari pergi dengan air mata yang tertahan. Percakapan Daniel itu menghancurkannya. Gracia adalah nama wanita yang disebutkan oleh Daniel di malam penyatuan mereka, dan kini… wanita itu hamil. Camila menggigit bibirnya, mencoba meredam tangis. Di sana, ia jatuh terduduk di sisi tempat tidur dan memeluk tubuhnya sendiri sembari menahan rasa sakit yang kian menyiksa. Sedetik kemudian, tangis Camila akhirnya pecah dan setiap isakannya terdengar putus asa. Menyakitkan dan miris. Hatinya berperang antara keinginan untuk berteriak dan dorongan untuk bersembunyi dari semua ini. Bagaimana ia bisa mengungkapkan kehamilannya pada pria yang dengan tenang berjanji akan membesarkan anak dari wanita lain? Bagaimana ia bisa meminta Daniel untuk menerima anak-anaknya kalau hatinya pria itu sudah sepenuhnya diberikan kepada Gracia? Camila menangis hingga dadanya terasa sangat sesak. Namun, perlahan ia beranjak karena sebentar lagi aka
Sepeninggal Daniel, Camila yang masih berdiri di tangga perlahan merosot ke lantai. Kakinya bergetar dan napasnya tersengal. Beberapa kali Camila berusaha untuk menelepon Daniel, tapi sama sekali tak diangkat.Camila lantas memukul-mukul dadanya yang makin terasa sakit dan air matanya jatuh berguguran. Terhitung hari ini, sudah tiga bulan lamanya dia berjuang dan hasilnya masih nol besar. Ia memang berhasil hamil, tapi apa Daniel akan menerimanya?Dari perlakuan pria itu kepada Gracia, Camila sangat yakin kalau anak yang dikandung wanita itu adalah anak suaminya.Kalau sudah begitu, apa kehamilannya masih ada artinya? Apalagi anak-anak ini lahir dari wanita yang pria itu benci–dirinya.Memikirkan itu, Camila bertekad untuk tidak tinggal dirumah ini lagi. Ia akan pergi jauh membawa anak-anaknya. Ia sangat bersyukur karena tidak sempat memberitahukan kehamilannya kepada Daniel. Sebab, kenyataan pasti akan menempatkan anak-anaknya menjadi yang kedua di mata pria itu.Camila tidak mau
Daniel terhenyak. Camila merawatnya?Selama ini, dia pikir Justin lah yang membopongnya ke kamar dan membuatkannya minuman anti pengar. Sebab, asisten pribadinya itu memang selalu melakukan hal yang sama apabila dirinya pulang dalam kondisi mabuk.Diam-diam Daniel menggeram dan tiba-tiba saja suatu ingatan muncul di kepalanya.Pagi itu, selain pengar, Daniel memang terbangun dengan tubuh yang terasa rileks karena aroma yang menempel di tubuhnya terasa sangat menenangkan.Namun, rasa perih yang di punggungnya membuat Daniel terpaksa bangun. Saat itu, Daniel pikir punggungnya membentur sesuatu dan terluka saat mabuk, sehingga ia tak mau memeriksanya lebih jauh.Namun, bagaimana kalau luka itu sebenarnya adalah cakaran dari Camila?Apalagi setelah memikirkan semua yang dikatakan oleh Justin tadi, kemungkinan Camila memang naik ke ranjangnya malam itu sangat besar.Meski begitu, Daniel menggeleng. “Tidak mungkin. Jangan mengada-ngada, Justin. Tidak terjadi apa pun antara aku dan wanita i
Sepeninggal Daniel, Camila yang masih berdiri di tangga perlahan merosot ke lantai. Kakinya bergetar dan napasnya tersengal. Beberapa kali Camila berusaha untuk menelepon Daniel, tapi sama sekali tak diangkat.Camila lantas memukul-mukul dadanya yang makin terasa sakit dan air matanya jatuh berguguran. Terhitung hari ini, sudah tiga bulan lamanya dia berjuang dan hasilnya masih nol besar. Ia memang berhasil hamil, tapi apa Daniel akan menerimanya?Dari perlakuan pria itu kepada Gracia, Camila sangat yakin kalau anak yang dikandung wanita itu adalah anak suaminya.Kalau sudah begitu, apa kehamilannya masih ada artinya? Apalagi anak-anak ini lahir dari wanita yang pria itu benci–dirinya.Memikirkan itu, Camila bertekad untuk tidak tinggal dirumah ini lagi. Ia akan pergi jauh membawa anak-anaknya. Ia sangat bersyukur karena tidak sempat memberitahukan kehamilannya kepada Daniel. Sebab, kenyataan pasti akan menempatkan anak-anaknya menjadi yang kedua di mata pria itu.Camila tidak mau
"Ya Tuhan. Aku harus apa?" Camila membalik badannya dan berlari pergi dengan air mata yang tertahan. Percakapan Daniel itu menghancurkannya. Gracia adalah nama wanita yang disebutkan oleh Daniel di malam penyatuan mereka, dan kini… wanita itu hamil. Camila menggigit bibirnya, mencoba meredam tangis. Di sana, ia jatuh terduduk di sisi tempat tidur dan memeluk tubuhnya sendiri sembari menahan rasa sakit yang kian menyiksa. Sedetik kemudian, tangis Camila akhirnya pecah dan setiap isakannya terdengar putus asa. Menyakitkan dan miris. Hatinya berperang antara keinginan untuk berteriak dan dorongan untuk bersembunyi dari semua ini. Bagaimana ia bisa mengungkapkan kehamilannya pada pria yang dengan tenang berjanji akan membesarkan anak dari wanita lain? Bagaimana ia bisa meminta Daniel untuk menerima anak-anaknya kalau hatinya pria itu sudah sepenuhnya diberikan kepada Gracia? Camila menangis hingga dadanya terasa sangat sesak. Namun, perlahan ia beranjak karena sebentar lagi aka
Setelah malam itu, dua bulan sudah Camila menjadi istri seorang Daniel Wellington.Sepanjang masa itu, Daniel tidak pernah mengingat apalagi meminta maaf atas apa yang telah terjadi. Sebab, setelah Daniel lagi-lagi melukai hatinya, wanita itu buru-buru membereskan kamar dan bertingkah seakan tak ada yang terjadi.Meski begitu, kenangan itu membekas seperti luka yang terus menggores setiap sudut ingatannya.Sikap Daniel malam itu membuat Camila trauma, sehingga ia tak lagi pernah merongrong Daniel dengan topik-topik pembicaraan seperti yang ia lakukan sebelumnya.Bahkan, wanita itu tak lagi berani memandang Daniel tepat di matanya dan memilih untuk berbicara dengan jarak minimal satu meter.Meski begitu, Camila tetap memilih menjadi istri yang baik dan menjalani hari-harinya tanpa keluhan.Setiap pagi, ia bangun lebih awal untuk memastikan Daniel tidak pernah melewatkan sarapan dan membuatkan beberapa menu sarapan yang ia bisa.Hari ini, dia turun ke dapur dan mulai memecahkan telur un
Penolakan kasar dari Daniel memang sempat membuat Camila down, tapi tidak membuat Camila menyerah untuk berusaha diterima.Karenanya, selama Daniel melakukan pemulihan di rumah sakit, Camila terus mencoba untuk mendekatkan diri dengan pria itu melalui tindakan-tindakan sederhana yang bisa ia lakukan.“Daniel, sudah waktunya untuk melakukan terapi.”Mendengar itu, Daniel mendengus dan menutup laptopnya dengan kasar sebelum kemudian bersiap untuk turun dari kasur.Setelah tangan dan kakinya dapat kembali digerakkan, Daniel memang telah kembali mengurusi urusan perusahaan dan mengambil alih tanggung jawabnya yang telah terbengkalai.Meski begitu, dokter masih menyarankan Daniel untuk menggunakan kursi roda sampai otot-ototnya benar-benar siap.“Berpeganglah pada pundakku.” Camila berkata sambil memeluk pinggang Daniel dengan satu tangan.Sementara tangan Daniel ia sampirkan pada pundaknya.Sejak Daniel bangun hingga saat ini, sudah menjadi tugasnya untuk membantu Daniel berpindah dari te
“Apa yang kamu lakukan di sini?!” Belum sempat Camila menjawab pertanyaan pertama, Daniel Wellington sudah lebih dulu melayangkan pertanyaan kedua dengan nada bicara yang sama.Tajam dan mengintimidasi.Kondisi itu membuat Camila tersadar dan buru-buru menekan tombol darurat sebelum berjalan mendekat ke arah pria itu.“Daniel, kamu sudah sadar? Sebaiknya kamu minum terlebih dulu karena suaramu serak dan perlu—”“Diam dan jawab!! Siapa kamu dan apa yang kamu lakukan di sini?!”Kali ini suara yang Daniel keluarkan begitu tinggi dan terkesan membentak sehingga membuat Camila terkejut. Namun, sekali lagi Camila berusaha mendekat untuk memberi pria itu minum. “Tenanglah, Daniel. Aku istrimu. Kita baru saja menikah tadi pagi.” “Tenang kamu bilang? Istri apa?!” tanya Daniel lagi. “Aku tidak punya istri! Jadi, segera enyah dari hadapanku!!” Bentakan Daniel kali ini sangat serius karena wajah pria itu yang sejak awal sudah pucat semakin tidak baik-baik saja. Apalagi Daniel membentak Camila
“Jadi, sejak awal mama sudah tahu kalau suami Kak Camila itu koma?” Suara adiknya, Sovia, membuat gerakan Camila yang hendak mendorong pintu terhenti. Senyum yang awalnya bahagia pun perlahan menghilang. “Iya, karena itu mama memilih untuk mengorbankan dia. Mana mungkin mama mengizinkan kamu untuk menikah dengan pria koma itu kan?” Kini suara ibunya yang terdengar. Perempuan bergaun pengantin itu, Camila, baru saja menyelesaikan rangkaian upacara pernikahan dan berniat untuk mengajak ibu serta adiknya berfoto bersama. Namun, belum sempat Camila mengutarakan keinginannya, percakapan itu malah membuatnya mendengar sesuatu yang berusaha mereka tutup-tutupi.“Mama jahat banget!” Suara Sovia kembali mengudara, tertawa geli. Membuat tangan Camila bergetar. “Katanya keadaan pria itu sangat parah kan? Jelek pula!” lanjut Sovia. “Terus, bisa-bisanya Kak Camila percaya saat mama bilang calon suaminya sedang kunjungan bisnis, makanya nggak bisa ikut prosesi pernikahan.”Rosa tertawa,