POV. LunaBeberapa langkah kemudian, aku menemukan pohon yang lumayan besar, yang bisa kujadikan untuk sandaran.Mereka tetap setia mengikutiku. Begitu mereka mendekat, aku segera memukulkan kruk ini ke arah wajah mereka bergantian.Mereka terlihat sangat marah. Aku memukul lagi dengan sekuat tenaga. Mereka yang sedang mabuk pun, tubuhnya oleng dan terjatuh.Aku segera mengambil kesempatan. Pergi dari tempat ini secepatnya. Namun saat aku beru saja mendapat beberapa langkah, dua orang itu sudah berhasil mencekal lenganku. Kanan dan kiri."Ternyata kamu galak juga, Nona ....Tapi justru itu yang membuat kita menjadi penasaran ... ha ... ha ... ha ...."Aku berusaha melepaskan diri. Namun sangat sulit. Cekalan mereka terlalu kuat.Aku berusaha berjalan sekuat tenaga, mendekati jalan raya. Semoga saja ada kendaraan yang lewat, yang bersedia memberiku pertolongan.Kini bahkan kerudungku sudah ditariknya.Aku menjerit sekencangnya. Menjerit berkali-kali. Hingga ada mobil yang tadinya suda
POV. Luna"Sudah, jangan ngeyel. Aku antar kamu pulang. Pakai mobil sendiri-sendiri," jawabnya.Inilah salah satu persamaan kami. Sama-sama keras kepala. Bara berbeda dengan Mas Aksa. Mas Aksa sering banyak mengalah, denganku. Dia lebih banyak menuruti kemauanku. Sedangkan Bara, jika dia sudah punya pendirian, maka akan sangat sulit untuk digoyahkan.Seperti ketika dia nekat menjadi TKI ke luar negeri. Seperti apa pun aku menangisinya, dia tetap saja pergi. Alasannya, karena dia ingin memantaskan diri, saat meminangku nanti. Dan ternyata, kami tidak berjodoh."Kenapa bengong? Nunggu ada orang jahat lagi? Maaf, kalau disuruh melawan penjahat lagi, saat ini kayaknya aku sudah nggak sanggup. Lengan kiriku nyeri, tubuhku juga sudah hampir nggak ada tenaganya," ucapnya."Baiklah, aku pulang sekarang," jawabku."Jangan lupa, kakinya yang terkilir, oleskan minyak pemberianku itu. Kalau sudah habis, minta saja sama Ibu," ucapnya.Dia pun segera masuk ke mobilnya.Aku pun masuk ke mobilku. Kam
POV. Bunga"Lihatlah, Mas, apa tidak kasihan melihat Ibunya Bunga yang terbaring tanpa sadar seperti ini. Beliau menginginkan, agar sebelum beliau meninggal, Bunga sudah ada yang menikahinya. Sudah ada yang menjaganya. Apalagi, sekarang Bunga juga sedang mengandung anakmu. Apa kamu tidak kasihan, jika nanti anakmu dibully oleh teman-temannya, dibilang anak haram? Kamu itu laki-laki. Anak orang kaya. Seharusnya kamu malu, jika sampai tidak bertanggung jawab atas apa yang sudah kamu lakukan. Malu!" ucap saudaraku.Mungkin karena Aksa hanya sendirian, sementara para karabatku ada lebih dari enam orang, laki-laki semua, akhirnya Aksa pun menyerah. Dia menganggukkan kepalanya. Dia setuju, ingin menikahiku malam ini juga."Untuk malam ini, nikah siri saja dulu. Yang penting, ibunya Bunga lega. Besok baru diurus ke KUA. Begitu ya, Mas?" bujuk kerabatku."Mohon maaf. Bagaimana, jika malam ini, menikah siri, terus melanjutkan ke KUA pelan-pelan saja. Biar aku pelan-pelan, memberitahu istriku y
POV. BungaAksa seperti kehilangan kendali. Para kerabatku saling beradu pandang, dengan tatapan bingung. Baru satu menit, dia mengucapkan ijab kabul, dia sudah hendak menceraikan aku. Di depan ibuku yang belum sadarkan diri.Aku langsung menangis. Menangis pilu, sambil mengusap-usap perutku. Hanya karena aku salah bicara, dia tega menghardikku sekasar itu."Aksa! Kamu tahu sopan santun, atau tidak?! Baru saja kamu menikahi Bunga, kamu sudah hendak menceraikannya. Kamu benar-benar menginjak-injak, harga diri kami. Jangan mentang-mentang kamu anak orang kaya, lantas mau seenaknya!" hardik kerabatku."Tapi aku tidak suka, Bunga menjelekkan Luna. Bagaimanapun juga, Luna sudah berkorban, merelakan aku, untuk menikahi Bunga. Luna itu terluka. Masih mau ditambah dijelek-jelekkan. Aku tidak terima! Bunga itu nantinya akan menjadi adik madunya Luna. Aku berharap, mereka bisa akur. Aku berharap, Bunga bisa tahu diri!"Kali ini Aksa benar-benar marah, hanya karena aku yang berucap salah. Mau ti
POV. Bunga"Nggak usah panggil sayang-sayang, lebay!"Lagi-lagi, dia berbicara dengan ketus. Tatapannya lurus ke depan. Tanpa sedikit pun, menoleh ke arahku."Kenapa tidak boleh memanggil Sayang? Kita kan sekarang suami istri? Kamu lupa?" ucapku."Panggilan Sayang, cuma buat aku sama Luna. Kamu jangan ikut-ikutan. Lagi pula, jangan sampai besok saat di kantor, kamu keceplosan memanggilku Sayang. Bisa geger nanti," ucapnya ketus.Aku merasa sangat sakit, mendengar semua ucapannya. Bagaimana mungkin, dia tega berbicara seperti itu. Dia bilang, panggilan Sayang hanya untuk dia dan Luna. Lantas aku ini, dianggap apa? Bukankah aku juga istrinya? Meskipun masih hanya sebatas istri siri?Entah sudah berapa kali, dia menyebut nama Luna di depanku. Dia sama sekali tidak pernah berfikir, bahwa ucapannya itu melukai hatiku."Sayang, aku tidak suka, kamu terus menerus menyebut nama istri tuamu, saat sedang bersamaku," ucapku, sedih."Apa, kamu bilang? Istri tua? Kamu jangan ngaco, deh. Kamu sama
pov. BungaKutumpahkan semua yang kurasakan. Aku merasa sangat sedih. Statusku sebagai istri, seolah tidak dianggapnya sama sekali."Ada buah cinta kita, di sini. Dia pasti sedih, jika mendengar mamanya dibentak-bentak seperti ini ...."Aku menangis tergugu. Kuelus-elus perutku, bersama dengan tangisanku. Pernikahan yang tidak membahagiakan."Maaf ...." ucap Aksa.Dia mengacak rambutnya. Dia mengusap wajahnya dengan kasar. Sepertinya dia sangat frustasi, dengan masalah yang sedang dia hadapi.Kulihat dari balik jendela. Ibu masih tertidur. Dalam hatiku, aku berniat ingin mengajak Aksa untuk pulang ke rumahku. Tidur di rumahku sebentar saja. Bagaimanapun juga, ini adalah malam pertama kami. Aku ingin melewati malam pertama kami, sebagai mana para pengantin yang lainnya.Meskipun luka di perutku sebenarnya juga masih basah, namun aku juga tidak dapat memungkiri, bahwa sebenarnya, sejak setelah aku menyerahkan diriku kepada Aksa waktu itu, aku menjadi ingin mengulang lagi kegiatan sepert
POV. Bunga"Kamu pura-pura, kan? Supaya aku urung pergi? Aku tahu, siasatmu. Kamu itu licik. Apa pun yang ingin kamu miliki, kamu berusaha mendapatkan, meskipun dengan cara haram. Seperti caramu untuk menjeratku. Kamu sengaja menawarkan dirimu, dan diam-diam kamu merekamnya. Sehingga karena rekaman itu, aku dan Luna menjadi tidak berdaya seperti ini. Kamu sudah merencanakan semuanya, untuk merusak rumah tanggaku. Kamu itu perempuan paling licik yang pernah kutemui.""Licik, kamu bilang? Bukankah kamu juga menikmatinya?"Aku menjawab perkataannya sambil menangis. Masih ku pegang dengan erat, lengan kanannya."Bukan licik bagaimana, namanya? Kamu punya rekamannya, itu artinya kamu sudah merencanakan semuanya. Dan tadi pagi, saat ponselku tertinggal di sampingmu pun, kamu langsung berfikir, untuk memanfaatkan. Kamu lancang mengunggah sebuah foto, kamu buat status, kamu bagikan ke seluruh kontakku, kamu buat, seolah-olah itu aku yang membuatnya. Kamu sadar tidak? Gara-gara ulah kamu, aku
POV. Bunga"Iya, Sayang, aku ngerti. Kamu sangat mencintai istrimu. Tapi kamu juga jangan lupa, bahwa mulai sekarang, aku adalah juga istrimu. Aku juga punya kewajiban yang sama, untuk melayanimu. Aku tidak akan pernah menghalangimu untuk mencari Luna. Tapi jika malam seperti ini, sepertinya sia-sia. Hanya akan membuang tenaga saja. Lebih baik kamu istirahat, untuk mengumpulkan tenaga untuk esok hari. Besok bangunlah pagi-pagi. Cari Luna di butiknya. Pasti dia ada di sana."Aku berbicara kepadanya, dengan sangat hati-hati. Seolah aku sedang berbicara terhadap anak kecil. Jangan sampai aku salah kata, dan dia akan tersinggung. Saat ini, aku harus merendah, yang serendah-rendahnya.Aksa duduk di dekatku. Bahkan kini tangan kirinya, sudah diletakkan di atas pundakku.Aku pun begitu. Kutaruh telapak tangan kananku, di atas pahanya."Sayang, bisa tidak, kamu antar aku pulang sebentar saja? Lukaku agak perih, aku butuh obat pereda nyeri, tapi obatku tertinggal di rumah," ucapku.Aksa diam,
POV. Aksa"Aku sudah tidak peduli. Kamu mau menikahi dia, kamu mau menceraikan dia. Bukan urusanku. Justru sekarang juga, aku yang akan meminta cerai. Ceraikan aku sekarang juga! Aku tidak mau lagi bersuamikan laki-laki yang kelakuannya bahkan melebihi kelakuan binatang!"Lagi-lagi, Luna berbicara dengan sangat lantang. Perempuan itu. Sudah kuperlakukan dengan baik, tetap saja bersikap angkuh. Lama-lama, aku pun kesal juga. Apalagi, semenjak dia mengetahui perselingkuhanku dengan Bunga, akhir-akhir ini, dia entah sudah berapa kali mengataiku sebagai binatang. Aku juga heran. Dia yang notebenya sebagai bisnis woman, sebagai seorang putri pejabat, namun mulutnya tidak bisa terkontrol. Tingkahnya juga cenderung arogan. "Luna! Kamu dengar tidak. Nyalakan airnya sekarang juga. Kamu jadi perempuan terlalu angkuh. Selalu ingin menjadi yang paling dominan, di setiap keadaan. Laki-laki mana pun, tidak akan tahan, hidup bersama dengan perempuan sepertimu. Kamu itu sudah berani kurang ajar.
POV. AksaBunga pun tampak berbinar. Kemudian dengan manjanya, dia meminta gendong. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Luna. Dengan senang hati, aku pun menggendongnya hingga ke kamar atas. Sayangnya, saat di kamar mandi, Bunga justru menggodaku. Hingga akhirnya, aku pun tidak kuasa untuk menolaknya. Dan terjadilah semuanya. Suara musik yang mengalun dengan merdu, membuat kami lupa. Saat aku bersama Bunga sedang sibuk memadu cinta, tiba-tiba aku dikejutkan dengan air shower yang tiba-tiba mati, tidak mengalir lagi. Dalam sekilat pandangan mata, aku melihat Luna sudah menggenggam sabun cair dalam botol. Di semprotkannya, sabun cair itu ke wajahku, hingga mengenai mataku. Aku pun tidak bisa melihat dengan jelas. Mataku terasa perih. Dan sepertinya, hal yang sama juga terjadi kepada Bunga.Kami yang memang sedang berbaring di lantai kamar mandi, dalam posisi yang tidak siap pun, kalah telak, dengan seorang yang diberikan oleh Luna. Luna juga menyemprotkan sabun cair itu ke
POV. Aksa"Aku nggak bisa tidur. Rasanya aku pingiiiinnn ... banget tidur di rumah kamu. Mungkinkah ini yang dinamakan ngidam?"Bunga berbicara lirih, sambil takut-takut. Kasihan sekali, dia. "Ini bukan keinginanku. Ini keinginan anak kamu. Dia pingin tidur di rumah papanya. Kalau aku sih, sudah terbiasa hidup miskin. Meskipun diajak tinggal dikolong jembatan, asal bersamamu, aku rela ...."Bunga mengusap-usap perutnya. "Kalau besok saja, bagaimana? Biar Luna, aku ungsikan dulu ke rumah orang tuaku,"Aku berusaha beralasan. Terus terang, aku merasa ragu, jika ingin membawa Bunga ke rumahku, sementara di situ ada Luna. Aku takut, Bunga yang sedang hamil, dijadikan bulan-bulanan oleh Luna. Jangan sampai, nanti calon bayiku yang menjadi korban. "Tapi anak kita maunya sekarang. Aku nggak bakalan bisa tidur, jika tidak diajak ke sana," rengek Bunga dengan sangat manja. Akhirnya, aku pun mengalah. Membawa Bunga ke rumahku. Untunglah, Luna sudah tidur. Aku bisa masuk ke dalam rumah denga
POV. AksaPagi ini juga, Luna langsung bilang kepada orang tuaku, bahwa dia ingin pulang saja ke rumahnya. Jika sudah Luna yang berbicara, maka Mama Papa pun akan menyetujuinya.Akhirnya, aku bisa juga lepas dari pengawasan Papa.Sepulang dari rumah orangtuaku, aku langsung menghampiri Bunga ke rumahnya."Aksa, muka kamu kenapa? Kok lebam?"Bunga menatap wajahku dengan tatapan heran."Dihajar Papa," jawabku. Bunga menatapku dengan tatapan kasihan. Kemudian dia masuk ke dalam. Tidak berselang lama, dia sudah keluar dengan mangok yang berisi air hangat, dan sapu tangan. Dikompresnya wajahku dengan air hangat itu. "Pasti istrimu mengadu yang tidak-tidak, kepada orang tuamu. Aku bahkan heran. Apa istimewanya Luna, hingga orangtuamu lebih membelanya, daripada terhadap anaknya sendiri."Bunga berbicara dengan nada yang nelangsa. "Luna sudah meminta cerai."Aku berbicara sambil menahan perih di wajahku."Bagus, dong. Ceraikan saja secepatnya! Toh kamu sudah punya aku. Punya calon anak jug
POV. Luna"Siapa juga, yang mau nyium handuk kamu? Aku juga ogah, yang ada ntar aku langsung pingsan. Keringat kamu, baunya nggak ketulungan. Udah gitu, kepedean, lagi."Aku berbicara sambil mencebikkan bibirku."Cewek memang paling pinter, kalau disuruh ngeles. Kirain kamu cuma pinter nangis doang. Ternyata pinter ngeles juga. Bilangnya pingsan, kalau nyium bau keringat aku. Padahal pas pinjem selimut punya aku aja, dicium-cium, dihirup-hirup sampai matanya merem-merem. Kamu pikir, aku tidak tahu? Aku bahkan melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Masih mau ngeles juga?"Aku malu, mendengar semua kalimat yang dia ucapkan. Benarkah dia melihatnya. "Tuh, kan, pipi kamu merona. Itu artinya, iya."Kenapa pagi ini, dia mendadak genit? Benar-benar, kepribadiannya memang sulit untuk ditebak. Kadang dia bersikap cuek, kadang bersikap serius, kadang malah genitnya nggak ketulungan, seperti pagi ini. "Gimana, boleh ya, aku ngelukis wajah kamu? Sebenarnya, bakat melukis itu, sudah ada sejak
POV. Luna"Maaf juga, jika kemarin-kemarin, aku sempat membuat status yang bukan-bukan. Tapi status yang kuunggah, sudah aku atur privasinya, sehingga tidak ada orang yang melihatnya. Maaf juga, jika beberapa hari yang lalu, aku sempat meludahimu."Sebisa mungkin, aku berbicara dengan sopan. Aku ingin, saat perceraian nanti, aku sudah meminta maaf kepadanya."Sudahlah, jangan ngomong hal-hal yang nggak penting. Aku ke sini cuma mau ngomong, kalau nasi gorengnya nggak jadi. Aku mau bubur ayam saja. Kamu tolong ke depan, cari bubur ayam. Cepetan, jangan pakai lama."Aku merasa kesal dengannya. Seenaknya saja, dia mengganti perintah, saat perintah yang pertama sudah hampir kuselesaikan. "Matanya jangan melotot seperti itu. Baru juga meminta maaf, sudah mau membuat dosa. Atau kamu mau? Nanti jika sudah jadi janda, aku informasikan kepada semua orang, jika kamu itu perempuan arogan yang sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga, dan bahkan pernah meludahiku? Biar kamu jadi janda seum
POV. LunaItu minuman siapa? Perasaan, aku tidak pernah meminum minuman seperti itu. Di kulkas memang menyimpannya, tapi lebih sering kugunakan untuk menjamu temannya Mas Aksa, jika ada yang datang ke sini. Suamiku pun, jarang sekali menyentuh minuman seperti itu. Apakah Mas Aksa, semalam sempat pulang? Tapi dia tidur di mana? Dari mana juga, dia bisa masuk? Apakah dia memiliki kunci cadangan?Aku memutar langkahku, menuju ke ruang tamu. Kusingkap dengan lebar, gorden jendela yang tadinya masih tertutup.Benar saja, aku melihat mobil suamiku. Tapi orangnya, ada di mana? Apakah tidur di mobil? Lantas botol minuman itu? Kulangkahkan kakiku, menuju kamar tamu. Kuputar kenop pintunya. Terkunci dari dalam. Itu artinya, memang suamiku pulang, dan memilih tidur terpisah dariku. Sudahlah, biar saja.Aku sedang mulai untuk tidak peduli dengan semua hal tentang dia. Aku akan fokus dengan kebahagiaanku. Semoga saja, Mama dan Papa bisa segera pulang. Dan semoga saja mereka tidak kaget, jika nan
Pov. LunaEntah benar, entah salah. Bahkan aku sudah tidak bisa membedakan lagi. Saat aku sedang merasa begitu rapuh, aku justru berbagi cerita dengan mantan kekasihku itu. Bahkan aku juga bercerita tentang rencana perceraianku. Mungkin memang aku salah. Aku keliru. Sebagai seorang istri yang baik, seharusnya jika sedang ada masalah, dia akan mengadu kepada Tuhannya. Dia akan lebih mendekatkan diri kepada agamanya. Bukan malah seperti aku. Berduaan di luar rumah malam-malam, membuka aib rumah tanggaku, berkeluh kesah kepada mantan pacarku. "Kamu yakin, akan bercerai?" tanya Bara."Aku tidak sanggup berbagi. Kemarin-kemarin, kukira aku akan kuat. Tapi baru beberapa hari menjalani, aku rasanya sudah mau gila. Aku lebih baik menjauhi mudharat, daripada mengejar manfaat. Aku tidak sanggup ...."Bara tercenung sejenak, mendengar kalimat yang kuucapkan. Entah apa yang dia pikirkan. Kadang laki-laki itu, memang terlihat misterius."Dik, masuklah ke rumahmu. Tubuhmu punya hak, untuk dijaga
POV. Bara[Samawa till jannah. Dekap eratlah yang ada di hadapanmu. Lupakan yang sudah meninggalkanmu.]Aku tahu. Aku paham, maksud dari komentar itu. Nadin ingin, agar Luna belajar mencintai Aksa yang telah menjadi suaminya, dan melupakan aku yang telah meninggalkannya.Nasehat itu tidak salah. Jika saat ini hatiku merasa tercubit, itu karena mungkin saja aku sedang sensitif. Komentar Nadin, hanya ditanggapi Luna dengan emotikon tersenyum.Kulihat unggahan-unggahannya dari yang paling atas. Semua hanya tentang butiknya. Tentang produk-produk yang dijualnya. Dia sama sekali tidak mengunggah masalahnya di dunia maya.Namun ada akunnya Nadin yang menandainya.[Keep strong. Wonder woman akan selalu kuat. Sobatku yang cantik dan baik.]Unggahan itu disertai dengan fotonya Nadin dan Luna, yang sepertinya sedang duduk di sudut kafe. Postingan itu baru saja diunggah beberapa jam yang lalu. Itu artinya, mereka masih berinteraksi hingga saat ini. Kulihat ada lingkaran kecil berwarna hijau m