"Bu, itu sepertinya suami Ibu, deh, Pak Aksa. Iya, Bu, tidak salah lagi. Dia berjalan keluar, bersama seorang per ...."Saat aku sedang sibuk memilih barang belanjaan, tiba-tiba saja, Risa--asistenku, menepuk punggungku dengan rusuhnya, sambil mengucapkan kalimat yang sulit diterima logika.Mana mungkin, suamiku ada di sini. Mungkin Risa salah lihat. Atau mungkin Risa melihat orang yang mirip dengan suamiku. Sehingga asistenku mengira, bahwa dia adalah suamiku.Sejak dua hari yang lalu, Mas Aksa sedang dinas ke luar kota. Dan sore nanti, pekerjaannya baru selesai. Jadi baru nanti malam, dia akan sampai di rumah.Jadi jika Risa bilang, dia baru saja melihat suamiku, kupastikan, dia pasti salah lihat."Risa, Mas Aksa itu sedang dinas di luar kota. Sudah tiga hari ini. Nanti sore, pekerjaannya baru selesai. Nanti malam, baru sampai rumah," jawabku tanpa menoleh.Aku sedang sibuk mencocokkan catatan belanjaanku dengan tulisan-tulisan yang tertempel di produk-produk yang terpajang ini. Ja
Kutatap jarum jam yang tidak berhenti berputar. Hingga jarum pendek itu sudah menyentuh angka delapan, dengan jarum panjang yang tegak berdiri di angka dua belas.Detik demi detik pun terus berlalu, namun tak juga kudengar deru suara mobil suamiku.Kupadamkan lagi, lilin-lilin yang tadi telah terbakar. Kutinggalkan meja makan, menuju ke ruang tamu.Menyibak gorden jendela, berharap laki-laki yang kutunggu itu akan segera pulang. Namun nihil. Hanya terlihat bayangan kucing tetangga, yang lewat di depan rumah.Mungkin sebentar lagi, pikirku. Mungkin dia masih di jalan. Mungkin dia terjebak kemacetan.Ya Allah, selamatkanlah suamiku, di setiap perjalanannya. Aku tidak henti-hentinya, melantunkan doa, meski hanya di dalam hati saja.Kenapa tidak kutelpon saja? Ah, ternyata karena terlalu menunggu, membuat otakku tidak bisa berfikir jernih.Kembali lagi, aku naik ke kamarku. Kuambil benda pipih, yang biasa digunakan untuk bertukar kabar dengan suamiku itu. Siapa tahu, ternyata dia sudah me
"Mas, kok, kamu bau parfum perempuan?" tanyaku, heran."Ah, enggak, kok. Siapa bilang? Masak iya, bau parfum perempuan? Aku lelah, Sayang, tolong kamu jangan mengada-ada. Aku bahkan dari tadi pagi tidak sempat mandi, karena saking sibuknya."Suamiku menjawab tanpa sedikit pun terlihat keraguan. Bahkan, kedua matanya itu menatapku dengan penuh keyakinan."Aku mencintaimu. Tidak ada yang lebih berarti di dunia ini, selain kamu, Sayang," ucapnya, sambil mengusap pipiku."Aku rela bekerja keras untuk kamu. Untuk tabungan kita, jika nanti kita sudah punya buah cinta. Aku melakukan semuanya untuk masa depan keluarga kecil kita, nantinya. Kamu percaya kan, sama aku?" lanjutnya.Aku mengangguk. Apa pun yang dia katakan, aku percaya. Karena aku pun juga sangat mencintainya."Mas, aku rindu ...."Kutepikan rasa gengsiku. Kulupakan harga diriku. Kukalungkan kedua tanganku, di lehernya. Aku berharap dia akan membalasku, dan mengobati rasa rinduku.Mas Aksa terlihat menelan ludah. Dia seolah begit
Prang!!!Dengan rasa kesal, kubanting piring yang ada di tanganku. Masih kurang puas, lilin-lilin itu pun kuambil, dan kubanting ke lantai begitu saja.Kutinggalkan balkon, masuk ke kamarku. Dan ternyata, Mas Aksa sudah tertidur pulas di ranjang. Bahkan dengkurannya terdengar lebih keras dari biasanya. Dia tertidur, seolah tanpa beban.Kembali, aku menangis. Jika tadi adalah makanan buatanku yang diabaikan, kini justru rasa rinduku, yang tidak terbalaskan.Ada apa, dengan suamiku? Biasanya, begitu dia pulang dari luar kota, dia pasti tidak akan mengabaikan aku seperti ini. Tapi kali ini ....Akhirnya aku berfikir untuk memeriksa ponselnya. Siapa tahu, di situ aku bisa menemukan sesuatu.Kuambil ponsel yang tergeletak di atas meja itu. Kubuka, aplikasi hijau itu. Semua normal, semua sama. Tidak ada yang mencurigakan.Aku pun membuka aplikasi yang lainnya lagi. Namun lagi-lagi aku tidak menemukan sesuatu.Karena lelah dan mengantuk, akhirnya aku pun tertidur di sampingnya.Lagi-lagi, ak
Bekas bibir siapa, yang menempel di baju suamiku ini?Dengan dada yang bergemuruh hebat, kukembalikan lagi, baju-baju suamiku yang tadinya sudah kumasukkan ke plastik.Aku merasa jijik. Aku jijik dengan baju-baju itu. Dan tiba-tiba aku juga merasa jijik, mengingat peristiwa penyatuan kami yang tadi pagi.Dengan tangan gemetar, aku hanya memilih baju-bajuku saja, untuk kubawa ke laundry. Aku tidak sudi, membawa pakaian lelaki itu."Bu .... Bu Luna ...."Suara teriakan Risa, mengagetkan lamunanku.Lekas kuseka air mata yang ternyata sudah mengalir deras di pipiku. Jangan sampai, asisten pribadiku itu, melihat tangisanku.Aku pun gegas berlalu, keluar dari kamarku.Menuruni tangga dengan setengah berlari, sambil menaruh tas selempang di pundakku, dan membawa kantong plastik berisi pakaian kotor di tangan kananku."Kok, lama, Bu?" tanya Risa begitu mendapati aku keluar dari pintu."Maaf, tadi harus mengambil pakaian kotor, mau aku bawa ke tempat laundry sekalian," jawabku."Bu Luna, menan
"Mas, aku butuh penjelasan kamu. Kenapa kaos yang kamu pakai, ada noda lipstiknya?" ucapku sambil menahan sesak.Mas Aksa menampilkan ekspresi terkejut, mendengar kalimat yang kuucapkan. Tidak lama kemudian, mengambil kaos yang terpuruk di lantai itu, kemudian membolak-balik, memeriksanya.Dan saat matanya mendapati noda lipstik itu, dia seolah-seolah seperti sedang berfikir.Kemudian dia bergumam dengan lirih, namun telingaku masih bisa menangkap suara itu."Apa mungkin pas di lift itu, ya?" gumamnya."Maaf, Sayang, kemarin kan di lift itu, berdesakan, terus ada perempuan yang tubuhnya terdorong sampai wajahnya sempat menempel ke pundak aku," ucapnya."Aku berani sumpah. Aku nggak pernah macem-macem. Masak iya sih, aku mau menukar berlian yang ada di rumah, sama batu kerikil di jalanan. Aku nggak sebodoh itu, Sayang ...." ucap suamiku dengan begitu yakin.Bahkan dia berani menatap mataku. Tidak sedikit pun, terlihat menyimpan kebohongan."Sayang, aku punya kejutan buat kamu. Sebenta
POV. AksaSetelah menghabiskan waktu bersenang-senang bersama Bunga dan mengantarnya pulang, aku pun berniat hendak pulang ke rumahku.Kulajukan mobilku menuju rumah, dan mendapati istriku yang merajuk gara-gara mendapati noda lipstik di kaosku. Ya, itu adalah noda lipstiknya Bunga. Aku yakin, itu. Untunglah aku bisa berkilah, dan bisa meyakinkan Luna.Apalagi aku punya senjata ampuh pemberian Mama, yaitu voucher menginap di hotel bintang lima. Luna pun tampak berbinar bahagia, begitu menyaksikan pemandangan dari dalam hotel itu.Dan akhirnya, kuberikan lagi nafkah batin itu. apalagi Luna memang sangatlah cantik dan menggoda, tatkala memakai baju tidur yang kubawakan tadi.Namun ternyata dalam memberikan nafkah batin itu, aku justru melakukan kesalahan besar yang sama sekali tidak kusengaja.Aku justru teringat dengan tubuh Bunga yang sedang dilulur oleh pegawai salon itu. Hingga saat aku merasa melayang, aku justru menyebut nama Bunga.Mendengar ucapanku yang memang tidak semestinya,
"I love you, Bunga ...."Aku yang semula masih terpejam pun langsung membuka mataku karena terkejut. Spontan, kudorong tubuhnya dengan sekuat tenaga, hingga dia terjengkang.Hati istri mana yang tidak remuk, jika mendapati kenyataan seperti itu.Suami yang begitu kucinta sepanjang waktu, ternyata justru memanggil nama perempuan lain, saat memberikan nafkah batin.Aku kecewa, aku marah, aku sakit. Kini aku semakin yakin, bahwa suamiku memanglah telah berselingkuh. Aku terluka, mendapati kenyataan bahwa dia telah mendua.Aku menjadi teringat dengan beberapa kejanggalan yang telah terjadi terhadapnya. Dan sekarang aku sudah mengantongi sebuah nama, yaitu Bunga. Akan kucari perempuan itu. Akan kupastikan, dia akan menuai balas, atas ulahnya yang berani bermain api dengan suamiku itu.Saat ini bahkan aku gagal mengendalikan diriku sendiri. Kamar hotel yang sejatinya menjadi tempat kami untuk bersenang-senang dengan memadu cinta, mendadak menjadi tempat pertengkaran yang hebat. Bukan perten
POV. Aksa"Aku sudah tidak peduli. Kamu mau menikahi dia, kamu mau menceraikan dia. Bukan urusanku. Justru sekarang juga, aku yang akan meminta cerai. Ceraikan aku sekarang juga! Aku tidak mau lagi bersuamikan laki-laki yang kelakuannya bahkan melebihi kelakuan binatang!"Lagi-lagi, Luna berbicara dengan sangat lantang. Perempuan itu. Sudah kuperlakukan dengan baik, tetap saja bersikap angkuh. Lama-lama, aku pun kesal juga. Apalagi, semenjak dia mengetahui perselingkuhanku dengan Bunga, akhir-akhir ini, dia entah sudah berapa kali mengataiku sebagai binatang. Aku juga heran. Dia yang notebenya sebagai bisnis woman, sebagai seorang putri pejabat, namun mulutnya tidak bisa terkontrol. Tingkahnya juga cenderung arogan. "Luna! Kamu dengar tidak. Nyalakan airnya sekarang juga. Kamu jadi perempuan terlalu angkuh. Selalu ingin menjadi yang paling dominan, di setiap keadaan. Laki-laki mana pun, tidak akan tahan, hidup bersama dengan perempuan sepertimu. Kamu itu sudah berani kurang ajar.
POV. AksaBunga pun tampak berbinar. Kemudian dengan manjanya, dia meminta gendong. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Luna. Dengan senang hati, aku pun menggendongnya hingga ke kamar atas. Sayangnya, saat di kamar mandi, Bunga justru menggodaku. Hingga akhirnya, aku pun tidak kuasa untuk menolaknya. Dan terjadilah semuanya. Suara musik yang mengalun dengan merdu, membuat kami lupa. Saat aku bersama Bunga sedang sibuk memadu cinta, tiba-tiba aku dikejutkan dengan air shower yang tiba-tiba mati, tidak mengalir lagi. Dalam sekilat pandangan mata, aku melihat Luna sudah menggenggam sabun cair dalam botol. Di semprotkannya, sabun cair itu ke wajahku, hingga mengenai mataku. Aku pun tidak bisa melihat dengan jelas. Mataku terasa perih. Dan sepertinya, hal yang sama juga terjadi kepada Bunga.Kami yang memang sedang berbaring di lantai kamar mandi, dalam posisi yang tidak siap pun, kalah telak, dengan seorang yang diberikan oleh Luna. Luna juga menyemprotkan sabun cair itu ke
POV. Aksa"Aku nggak bisa tidur. Rasanya aku pingiiiinnn ... banget tidur di rumah kamu. Mungkinkah ini yang dinamakan ngidam?"Bunga berbicara lirih, sambil takut-takut. Kasihan sekali, dia. "Ini bukan keinginanku. Ini keinginan anak kamu. Dia pingin tidur di rumah papanya. Kalau aku sih, sudah terbiasa hidup miskin. Meskipun diajak tinggal dikolong jembatan, asal bersamamu, aku rela ...."Bunga mengusap-usap perutnya. "Kalau besok saja, bagaimana? Biar Luna, aku ungsikan dulu ke rumah orang tuaku,"Aku berusaha beralasan. Terus terang, aku merasa ragu, jika ingin membawa Bunga ke rumahku, sementara di situ ada Luna. Aku takut, Bunga yang sedang hamil, dijadikan bulan-bulanan oleh Luna. Jangan sampai, nanti calon bayiku yang menjadi korban. "Tapi anak kita maunya sekarang. Aku nggak bakalan bisa tidur, jika tidak diajak ke sana," rengek Bunga dengan sangat manja. Akhirnya, aku pun mengalah. Membawa Bunga ke rumahku. Untunglah, Luna sudah tidur. Aku bisa masuk ke dalam rumah denga
POV. AksaPagi ini juga, Luna langsung bilang kepada orang tuaku, bahwa dia ingin pulang saja ke rumahnya. Jika sudah Luna yang berbicara, maka Mama Papa pun akan menyetujuinya.Akhirnya, aku bisa juga lepas dari pengawasan Papa.Sepulang dari rumah orangtuaku, aku langsung menghampiri Bunga ke rumahnya."Aksa, muka kamu kenapa? Kok lebam?"Bunga menatap wajahku dengan tatapan heran."Dihajar Papa," jawabku. Bunga menatapku dengan tatapan kasihan. Kemudian dia masuk ke dalam. Tidak berselang lama, dia sudah keluar dengan mangok yang berisi air hangat, dan sapu tangan. Dikompresnya wajahku dengan air hangat itu. "Pasti istrimu mengadu yang tidak-tidak, kepada orang tuamu. Aku bahkan heran. Apa istimewanya Luna, hingga orangtuamu lebih membelanya, daripada terhadap anaknya sendiri."Bunga berbicara dengan nada yang nelangsa. "Luna sudah meminta cerai."Aku berbicara sambil menahan perih di wajahku."Bagus, dong. Ceraikan saja secepatnya! Toh kamu sudah punya aku. Punya calon anak jug
POV. Luna"Siapa juga, yang mau nyium handuk kamu? Aku juga ogah, yang ada ntar aku langsung pingsan. Keringat kamu, baunya nggak ketulungan. Udah gitu, kepedean, lagi."Aku berbicara sambil mencebikkan bibirku."Cewek memang paling pinter, kalau disuruh ngeles. Kirain kamu cuma pinter nangis doang. Ternyata pinter ngeles juga. Bilangnya pingsan, kalau nyium bau keringat aku. Padahal pas pinjem selimut punya aku aja, dicium-cium, dihirup-hirup sampai matanya merem-merem. Kamu pikir, aku tidak tahu? Aku bahkan melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Masih mau ngeles juga?"Aku malu, mendengar semua kalimat yang dia ucapkan. Benarkah dia melihatnya. "Tuh, kan, pipi kamu merona. Itu artinya, iya."Kenapa pagi ini, dia mendadak genit? Benar-benar, kepribadiannya memang sulit untuk ditebak. Kadang dia bersikap cuek, kadang bersikap serius, kadang malah genitnya nggak ketulungan, seperti pagi ini. "Gimana, boleh ya, aku ngelukis wajah kamu? Sebenarnya, bakat melukis itu, sudah ada sejak
POV. Luna"Maaf juga, jika kemarin-kemarin, aku sempat membuat status yang bukan-bukan. Tapi status yang kuunggah, sudah aku atur privasinya, sehingga tidak ada orang yang melihatnya. Maaf juga, jika beberapa hari yang lalu, aku sempat meludahimu."Sebisa mungkin, aku berbicara dengan sopan. Aku ingin, saat perceraian nanti, aku sudah meminta maaf kepadanya."Sudahlah, jangan ngomong hal-hal yang nggak penting. Aku ke sini cuma mau ngomong, kalau nasi gorengnya nggak jadi. Aku mau bubur ayam saja. Kamu tolong ke depan, cari bubur ayam. Cepetan, jangan pakai lama."Aku merasa kesal dengannya. Seenaknya saja, dia mengganti perintah, saat perintah yang pertama sudah hampir kuselesaikan. "Matanya jangan melotot seperti itu. Baru juga meminta maaf, sudah mau membuat dosa. Atau kamu mau? Nanti jika sudah jadi janda, aku informasikan kepada semua orang, jika kamu itu perempuan arogan yang sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga, dan bahkan pernah meludahiku? Biar kamu jadi janda seum
POV. LunaItu minuman siapa? Perasaan, aku tidak pernah meminum minuman seperti itu. Di kulkas memang menyimpannya, tapi lebih sering kugunakan untuk menjamu temannya Mas Aksa, jika ada yang datang ke sini. Suamiku pun, jarang sekali menyentuh minuman seperti itu. Apakah Mas Aksa, semalam sempat pulang? Tapi dia tidur di mana? Dari mana juga, dia bisa masuk? Apakah dia memiliki kunci cadangan?Aku memutar langkahku, menuju ke ruang tamu. Kusingkap dengan lebar, gorden jendela yang tadinya masih tertutup.Benar saja, aku melihat mobil suamiku. Tapi orangnya, ada di mana? Apakah tidur di mobil? Lantas botol minuman itu? Kulangkahkan kakiku, menuju kamar tamu. Kuputar kenop pintunya. Terkunci dari dalam. Itu artinya, memang suamiku pulang, dan memilih tidur terpisah dariku. Sudahlah, biar saja.Aku sedang mulai untuk tidak peduli dengan semua hal tentang dia. Aku akan fokus dengan kebahagiaanku. Semoga saja, Mama dan Papa bisa segera pulang. Dan semoga saja mereka tidak kaget, jika nan
Pov. LunaEntah benar, entah salah. Bahkan aku sudah tidak bisa membedakan lagi. Saat aku sedang merasa begitu rapuh, aku justru berbagi cerita dengan mantan kekasihku itu. Bahkan aku juga bercerita tentang rencana perceraianku. Mungkin memang aku salah. Aku keliru. Sebagai seorang istri yang baik, seharusnya jika sedang ada masalah, dia akan mengadu kepada Tuhannya. Dia akan lebih mendekatkan diri kepada agamanya. Bukan malah seperti aku. Berduaan di luar rumah malam-malam, membuka aib rumah tanggaku, berkeluh kesah kepada mantan pacarku. "Kamu yakin, akan bercerai?" tanya Bara."Aku tidak sanggup berbagi. Kemarin-kemarin, kukira aku akan kuat. Tapi baru beberapa hari menjalani, aku rasanya sudah mau gila. Aku lebih baik menjauhi mudharat, daripada mengejar manfaat. Aku tidak sanggup ...."Bara tercenung sejenak, mendengar kalimat yang kuucapkan. Entah apa yang dia pikirkan. Kadang laki-laki itu, memang terlihat misterius."Dik, masuklah ke rumahmu. Tubuhmu punya hak, untuk dijaga
POV. Bara[Samawa till jannah. Dekap eratlah yang ada di hadapanmu. Lupakan yang sudah meninggalkanmu.]Aku tahu. Aku paham, maksud dari komentar itu. Nadin ingin, agar Luna belajar mencintai Aksa yang telah menjadi suaminya, dan melupakan aku yang telah meninggalkannya.Nasehat itu tidak salah. Jika saat ini hatiku merasa tercubit, itu karena mungkin saja aku sedang sensitif. Komentar Nadin, hanya ditanggapi Luna dengan emotikon tersenyum.Kulihat unggahan-unggahannya dari yang paling atas. Semua hanya tentang butiknya. Tentang produk-produk yang dijualnya. Dia sama sekali tidak mengunggah masalahnya di dunia maya.Namun ada akunnya Nadin yang menandainya.[Keep strong. Wonder woman akan selalu kuat. Sobatku yang cantik dan baik.]Unggahan itu disertai dengan fotonya Nadin dan Luna, yang sepertinya sedang duduk di sudut kafe. Postingan itu baru saja diunggah beberapa jam yang lalu. Itu artinya, mereka masih berinteraksi hingga saat ini. Kulihat ada lingkaran kecil berwarna hijau m