Share

Bab 5 - Enggan Bertemu Alfi

Author: Rahmani Rima
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Sudah dari sore Rania diam di kamar Satria. Ia enggan menunggu kepulangan Alfi di kamarnya.

Ada perasaan jijik saat ia menatap ranjang yang biasanya ia gunakan dengan panas saat bergumul dengan suaminya itu.

Seharusnya ia tahu dari awal kalau Alfi suaminya adalah seorang yang punya kelainan seksual.

“Jujuju... keretanya lewat ke Bandung. Uwong-uwong... jujujuju.” Satria melajukan kereta mainanannya diatas relnya, “Mama awas, keretanya mau lewat.”

Rania terpaksa menggeser agar tubuh Satria bisa terus bergerak mengikuti kemana kereta berjalan. Ia tersenyum getir menatap anaknya bisa tumbuh sebaik ini. Air matanya turun tanpa komando membuatnya mau tak mau terus menghapusnya diam-diam.

Satria yang kelelahan duduk bersila menatap sekeliling kamarnya yang penuh dengan mainan. Matanya yang bulat lalu tidak sengaja menatap Rania yang menunduk menghapus air matanya, "Mama?”

“Iya, sayang?” Rania mendongak, “Kenapa?”

Satria menghampiri Rania dan duduk dihadapannya, “Mama kenapa nangis?”

“Enggak, mama gak nangis.”

“Ituuu air matanya turun.” Satria menunjuk kedua mata Rania yang kembali menangis karena benteng pertahanannya sudah hancur.

Rania memeluk Satria erat, “Maafin mama ya, sayang.”

Satria mengelus punggung Rania, “Kenapa mama minta maaf?”

“Maaf karena mama... mama gak bisa nepatin janji mama kita liburan di Puncak empat hari. Maafin mama ya.”

Satria melepas pelukannya, “Gak papa kok, Satria gak marah. Mama jangan nangis lagi ya,” katanya sambil menghapus air mata mamanya dengan sapu tangan yang sedari tadi dipegang Rania.

Rania mengangguk. Ia menatap inci demi inci wajah Satria yang sembilan puluh lima persen begitu mirip Alfi. Matanya, alisnya, hidungnya, juga bibirnya semua mirip sang suami. Sedangkan ia lebih banyak mewariskan kecerdasan, kebiasaan dan hobi pada sang anak.

“Satria, maafin papa ya.”

Satria mengernyit, “Kenapa aku harus maafin papa? Emang papa salah apa?”

“Papa...” Rania membuang mukanya.

“Karena papa kerja?”

Rania tersenyum mengangguk, “Harusnya papa ‘kan nemenin Satria main selama libur Tahun baru ini.”

Satria menggeleng, “Gak papa kok, aku gak marah. Om Arbi bilang papa kerja itu buat aku dan mama. Papa pasti pingin kasih yang terbaik buat kita, jadinya papa kerja terus.”

Rania mengangguk, “Iya, om Arbi bener.”

“Aku ‘kan bisa ketemu papa setiap hari. Meskipun papa sering pergi dan nginep di rumah temennya, aku gak marah. Aku punya waktu lebih banyak dari temen-temen papa.”

Rania merasakan dadanya bagai di tikam tombak kala mendengar penuturan polos Satria. Ia memang memiliki waktu yang lebih banyak dari teman-teman Alfi, tapi satu temannya memiliki separuh tubuh dan jiwanya tanpa diketahui siapapun.

Roland memberikan bukti pembayaran hotel menggunakan kartu debit Alfi. Di sana tertera tanggal dan di mana mereka menginap. Tertera dari tanggalnya, mereka biasa menginap selama dua minggu sekali selama dua hari satu malam untuk menikmati waktu kebersamaan mereka menjadi sepasang kekasih.

“...mau yang banyak ya, ma?”

“Hm? Apanya yang mau banyak, sayang?” kesadaran Rania baru kembali.

Satria tersenyum menatapnya sambil mengelus baby bumpnya yang lucu, “Aku mau adik yang banyaaaak banget. Mama sama papa mau ‘kan bikinin adik yang banyak buat aku?”

Rania hanya tersenyum. Ia tak berani menjawab tanya Satria. Bayi dalam perutnya mungkin bisa jadi anak Alfi yang terakhir akan dikandungnya. Ia tidak sudi disentuh apalagi harus mengandung anaknya lagi.

“Papa pulang. Sayang? Satria? Sini, papa bawa oleh-oleh nih.”

“Horeeee papa pulang!” pekik Satria kegirangan. Ia bangkit dari duduk silanya dan berlari menuruni anak tangga untuk menghampiri sang papa.

Rania enggan menyusul. Ia malah kembali menangis dan memegangi kepalanya yang pusing karena terlalu banyak menangis hari ini. Kalau bisa ia juga enggan melihat wajah suaminya malam ini.

“Sayang? Ke sini dong, aku ada hadiah loh buat kamu,” teriak Alfi dari bawah.

Rania dengan ogah-ogahan berdiri. Ia menggigit jarinya karena harus menemukan ide super cepat agar tidak perlu bertemu suaminya.

“Sayang?” suara Alfi terdengar mendekat.

Karena tidak punya tempat persembunyian lain, Rania berjalan cepat memasuki kamar mandi di kamar Satria. Ia menguncinya dari dalam dan mengucurkan kran westafel.

“Sayang?” Alfi melongokkan kepalanya ke dalam kamar Satria, “Kamu....”

“Huwekkk....” Rania berakting sedang muntah.

Alfi memasuki kamar Satria dan mengetuk pintu kamar mandi, “Sayang, mual banget ya? Kamu tadi gak makan yang mengandung banyak minyak ‘kan waktu lunch sama temen kamu?”

Rania menjawab sambil menghadap pintu, “Enggak kok, mas.”

“Ya udah cepet keluar, aku pijitin sini.”

“Gak usah, mas, kamu istirahat aja. Aku gak sempet masak, kamu angetin makanan yang aku take away aja dari kafe. Kamu suapin Satria juga ya, dia belum makan.”

“Satria lagi makan Burger yang aku bawa. Kamu mau Burger?”

“Enggak, kamu makan aja.”

Alfi menekan handel pintu. Ia mengernyit, kenapa sampai dikunci segala?

“Mas, kamu pergi aja. Mualnya agak parah nih.”

“Oke, aku tunggu di ruang makan ya.”

“Iya.”

Setelah tak mendengar suara Alfi lagi, Rania menutup kran dan duduk di atas kloset. Ia menunduk menatap perutnya yang sudah mulai terlihat.

“Sayang, kamu di sana baik-baik aja ‘kan? Maaf ya mama sedih terus. Mama berusaha untuk...” Rania menggeleng, “Sampe kapan pun, mama gak akan pernah terima kondisi Papa kamu. Itu salah, sayang. Tapi kehadiran kamu bukanlah kesalahan.”

Rania kembali menitikan air matanya. Fakta yang ia terima tadi siang terlalu sulit untuk diterima. Tapi ia berjanji akan mengurangi tangisannya karena tidak mau membuat janinnya ikut merasakan kesedihan itu. Ia akan berusaha bersikap biasa pada Alfi meski terpaksa. Bagaimana pun ia membutuhkan suara Alfi untuk menyapa anak kedua mereka.

Pintu kamar mandi Satria ia buka. Mendengar suara tawa Satria yang beradu dengan suara tawa Alfi membuat hatinya bingung. Ia tentu senang Satria bisa memiliki ayah yang seru dan keren versinya, tapi ia dengan nasib tragisnya harus memiliki suami yang berbeda dari suami lainnya.

Begitu keluar dari kamar Satria, Rania bertemu dengan Arbi yang mengangkut koper dari kamar tamu, “Kak, mau pulang sekarang?”

“Eh, Ran. Iya nih. Agil tadi... gak sengaja mecahin vas bunga di ruang tamu waktu kamu pergi. Kakak sama mbak Sani jadi gak enak. Selama kita tinggal di sini Agil udah ngerusak banyak barang.”

“Oh itu, gak papa kok, kak.” Rania maklum dengan kondisi Agil yang menghidap ADHD.

“Nggak bisa diwajarin gitu aja. Nanti kakak ganti semua barangnya. Mbak Sani lagi cari yang mirip di e-commerce. Kalo begitu kakak pulang ya, Ran. Makasih udah dibolehkan menginap di sini.”

“Aku yang terima kasih, kak. Waktu kita ke Puncak, kakak sama mbak Sani udah bersedia jaga rumah ini.”

“Gak masalah. Oyah, tadi kamu abis ketemu siapa, Ran? Alfi sampe uring-uringan karena gak kenal sama temen kamu.”

Rania diam. Ia tidak tahu perlu mengatakan ini atau tidak pada Arbi.

“Dia mungkin takut kamu... selingkuh. Soalnya Alfi bilang beberapa temen kuliahnya ada yang mau cerai karena istrinya selingkuh.”

Rania tersenyum, “Aku gak selingkuh, kak. Mas Alfi yang selingkuh dari aku.”

Air muka Arbi berubah kaget. Ia sampai menurunkan koper yang semula diangkatnya. Ia menatap Rania intens, “Alfi selingkuh sama siapa, Ran?”

“Kakak tahu kok siapa orangnya. Aku justru gak tahu, apa kak Arbi tahu kalau mas Alfi.... berbeda?”

Related chapters

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 6 - Mencecar Alfi

    “Kakak tahu kok siapa orangnya. Aku justru gak tahu, apa kak Arbi tahu kalau mas Alfi.... berbeda?”Arbi tak menjawab. Ia malah menatap Rania datar.Rania tertawa, “Enggak, aku bercanda. Aku ke kamar dulu ya, kak. Soal barang-barang yang dipecahin Agil, gak papa, gak perlu diganti. Permisi, kak.”Arbi membuang nafasnya pelan setelah Rania pergi. Ia kembali mengambil kopernya dan turun ke lantai satu untuk berpamitan pada Alfi dan Satria.“Fi, kakak pulang dulu ya. Makasih udah izinin mbak Sani sama Agil liburan disini.”“Santai, kak. Merekanya mana? Kok gak disuruh masuk?”“Biasa lah, Agil langsung keliling komplek waktu keluar dari mobil. Mbak Sani lagi kejar.”Alfi manggut-manggut, “Satria salim dulu sama, om.”Satria yang sedang makan sosis panggang berdiri dari kursi makan dan mengulurkan tangannya, “Selamat jalan, om. Hati-hati di jalan ya.”Arbi tersenyum dan mengacak-acak rambutnya, “Makasih, ya. Oyah, mobil-mobilan yang dirusakin sama kak Agil, nanti om ganti.”Satria mengangg

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 7 - Perhatian Kecil Arbi

    “Jawab!” teriak Alfi kencang. Rania menutup matanya takut. “Jawab, Ran!” Rania terperanjata kaget. Ia bangun dari ranjang menghindari amarah Alfi yang baru ia lihat selama enam tahun pernikahannya, “Mas,” Alfi mundur. Ia baru menyadari suaranya begitu kencang. “Mamaaaa.” Satria masuk ke dalam kamar menggenggam Burger yang masih tersisa. Ia mendekap mamanya ketakutan. “Sayang, maaf.” Alfi memandang istrinya merasa bersalah. Rania tak menjawab, ia memeluk tubuh mungil Satria erat dan membawanya keluar kamar. Setelah berhasil keluar dari kamar utama, Rania membawa Burger digenggaman tangan Satria, “Sayang, makannya udah ya. Kamu gosok gigi, dan mama siapin buku bacaan kita malam ini.” Satria mengangguk, “Iya, ma.” Anak sulungnya itu berjalan memasuki kamar mandi. Terdengar suara kucuran air di westafel yang membuat Rania sedikit tenang karena Satria tidak menanyakan kenapa papanya bisa marah. Kini ia terduduk di tepian ranjang Satria menutup wajahnya. “Besok aku ha

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 8 - Sulit untuk Jujur

    Rania menarik tangannya dari genggaman Arbi, “Mas? Kenapa? Ada yang ketinggalan ya?” ia menghampiri Alfi yang enggan masuk ke dalam dapur. “Dompet aku.” air muka Alfi menahan marah. Rania mengedarkan matanya ke sekeliling, “Ah, ini dia.” Ia membawa dompet itu dan memberikannya pada Alfi, “Ini, mas. Ada yang ketinggalan lagi gak?” Alfi menggeleng. “Fi, kakak kesini bawa ganti vas bunga dan mainan Satria yang dirusakkin Agil. Belum semua sih.” “Aku berangkat, sayang.” Alfi mencium kening dan pipi Rania tanpa menoleh pada Arbi. Seperginya Alfi, keadaan sedikit menjadi canggung. Rania bisa paham kenapa Alfi bisa marah pada kakaknya. Mungkin ia pun akan begitu jika Sani melakukan itu pada suaminya. Untungnya Satria turun tangga. Ia menggendong tas ransel yang berisi baju ganti dan mainan kesayangannya, “Om Arbi?” “Hai, jagoan kecil om.” Satria salim lalu memeluk tubuh Arbi, “Om mau nginep

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 9 - Tak Mengerti

    Ketika Rania baru membuka pintu utama, sebuah mobil berhenti didepan pagar. “Ma, itu siapa?” tanya Satria. “Kayaknya tante Sani sama Agil.” Benar saja, saat pintu mobil terbuka, Agil yang dua tahun lebih tua dari Satria langsung berlari mengelilingi komplek. “Agil! Jangan jauh-jauh larinya! Hey, denger ibu gak?” Sani berusaha mengejar tapi kakinya pegal setelah seharian berdiri. Di bank tempatnya bekerja kebetulan sedang ada event awal tahun. “Mbak?” “Ran, kamu baru pulang?” “Iya. Itu Agil...” “Udah biarin aja. Mbak capek banget ngejarnya.” “Pasti aman, mbak. Di depan ada satpam yang jaga. Masuk, mbak.” Rania dan Sani duduk, sementara Satria berlari menuju kamar mandi karena sudah kebelet pipis sejak di taksi setelah pulang dari Day Care. “Gimana hasil pemeriksaannya?” “Baik, mbak.” “Syukur lah. Oh iya ini mbak bawain Green Tea cake kesukaa

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 10 - Mencomblangkan Roland

    Rania dan Alfi belum bicara lagi setelah pertanyaan tadi sore diberikan. Rania tentu tak menjawab apapun, ia hanya kebingungan karena ditanya seperti itu. Kini, saat Satria sudah tidur, ia hanya duduk diranjang dengan pikiran yang penuh. Apalagi yang harus ia lakukan untuk mencari bukti tentang penyimpangan suaminya? Kalau foto bisa di edit, berarti bukti penginapan itu juga? Tapi ucapan Alfi saat mengangkat telpon dari Roland tidak bisa dibantah. Suaminya itu ketakutan dan mengatakan jangan sampai ia tahu? “Sayang.” Alfi mendekati ranjang. Sikap Alfi tak berubah seolah tidak ada pertengkaran diantara mereka. Memang tidak ada, tapi ia tahu suaminya marah pada kakaknya karena dirinya. “Aku mau,” Alfi menatap genit, “Tadi kata dokter kita boleh, ‘kan?” Rania menarik nafas sebelum harus pura-pura tersenyum, “Dokter bilang adek bayinya gak boleh kena guncangan.” Alfi menatap kecewa, “Padahal aku pengen banget.”

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 11 - Keputusan Sulit

    Setelah mengantarkan Satria sekolah, Rania memiliki waktu untuk kembali bertemu Fira. Sahabatnya itu ada praktik siang di rumah sakit, sehingga mereka bisa bertemu dan ia bisa menjemputnya ke TK tempat Satria belajar. Mobil Fira baru masuk pelataran gedung. “Masuk, Ran.” Rania segera memasuki mobil. Ia tidak mengatakan akan pergi keluar pada Alfi, karena suaminya itu pasti curiga. Suaminya tahu bahwa ia hanyalah ibu rumah tangga yang jarang keluar rumah kecuali untuk urusan belanja dan Satria. Tapi setelah pulang dari Villa, ia berubah jadi sering keluar. “Kenapa lagi? Pagi-pagi kok udah cemberut?” Rania menoleh, “Fir, laki-laki Homoseksual bisa kembali normal ‘kan?” “Bisa, tapi susah. Dia harus punya tekad yang kuat, Ran.” “Ada yang mempengaruhi gak cepat atau lambatnya proses penyembuhannya?” Fira hanya menatap sahabatnya itu sebelum mobilnya belok menuju sebuah kafetaria yang akan mereka tuju, “Ran, lo

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 12 - Jujur pada Fira

    “...Jadi apa yang terjadi?” “Mas Alfi... tetangga yang aku ceritain itu gak ada, Fir. Itu sebenernya...” Rania mendongak menatap Fira yang berdiri disamping kursi. Bicaranya terbata karena sebetulnya ia tidak siap memberi tahu siapapun mengenai kondisi suaminya. Fira duduk dengan mata yang terus terpaku pada Rania, “Jangan bilang Alfi... Homoseksual?” Rania tak berani menatap mata Fira lagi. Ia mengangguk lalu menunduk melanjutkan tangisnya. Fira tetap menatap sahabatnya yang hidupnya sudah pasti bukan hanya hancur, tapi juga lebur. Ia tak pernah menyangka akan mendapatkan kabar ini justru disaat ia mengatakan bahwa pernikahan mereka adalah panutan baginya. Tak ada yang bisa Fira katakan lagi. Terlalu banyak pertanyaan yang harus ia ketahui jawabannya, tapi ia yakin Rania pun tidak tahu semua jawaban itu. “Aku... hidup aku... rasanya berhenti waktu tahu semuanya.” isak tangis Rania membuat hati Fira juga nyeri, “Fir,

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 13 - Bagai Kapal Pecah

    Rania tak pernah merasakan hidupnya sehancur ini sebelumnya, meski masalah banyak datang di fase kehidupan sebelumnya. Masalahnya selalu bisa diselesaikan setelah ia menangis. Tak seperti sekarang, ia sudah menangis beberapa hari ini tapi tak kunjung mendapatkan solusi harus bagaimana menghadapi semuanya. Setelah bertemu Fira, ia menjemput Satria dari TK dan langsung pulang. Rania tak memiliki hasrat untuk pergi belanja meski kulkasnya sudah tak menyimpan bahan makanan. “...mama gak denger aku ya?” suara cempreng Satria baru terdengar. “Kenapa, sayang? Kamu ngomong apa?” Rania menoleh pada Satria yang sedang memangku robot Transformer kesayangannya. “Aku laper, ma!” Rania melirik jam dinding bergambar Robot di dinding. Sudah jam delapan malam, “Ya ampun, maafin mama ya, sayang. Mama pesenin makan malam di aplikasi aja ya.” “Aku mau Ayam Goreng Tepung.” “Iya, sayang. Mama pesen sekarang ya.” Rania mengambil

Latest chapter

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 89 - Kehidupan Impian

    “Kamu kuat gak jalannya? Mau aku pinjemin kursi roda aja?” Rania menggeleng, “Aku kuat ko, mas. Aku ‘kan kuat kayak Satria.” Arbi tertawa, “Satria paling kuat sedunia, disusul kamu, disusul sama calon adik Satria.” Ia mengelus perut yang sudah mulai membesar itu. Rania tersenyum, “Satria mana ya, mas? Kok lama banget.” “Aku susul deh, kamu duduk dulu.” “Ya udah, aku tunggu disini.” Sesaat sebelum Arbi membantu Rania duduk dikursi tunggu lobi rumah sakit, sepasang kaki yang berhenti didepan mereka. Rania dan Arbi sontak mendongak menatap siapa pemilik sepatu yang mereka kenal baik. Senyuman itu tidak berubah. Rania melihatnya senang. Kedua matanya mendadak panas, “Mas Alfi?” “Rania, apa kabar?” Bukan jawaban yang Rania berikan, tapi sebuah tangisan yang sudah lama ia pendam. Seluruh hatinya dipenuhi rindu untuk kekasih lamanya yang baru terlihat lagi. Arbi menelisik wajah istrinya. Ia takut sekali hatinya kembali memihak Alfi seperti dulu. “Mama, papa, maaf ya ak

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 88 - Kembali Kehilangan

    Enam bulan kemudian... PRANG! “Rania?” Fira yang baru sampai dan berniat akan mengantarkan Rania ke kampus karena ia juga ada urusan disana, menutup pintu mobil dengan kencang dan berlari menerobos rumah yang pintunya tertutup rapat. Ia berlari mencari sumber suara dimana mungkin Rania sedang membutuhkan bantuannya, “Ran? Ran, lo dimana?” “Fir, tolong.” Fira mendengar suara itu dibelakang rumah. Ia menemukan setumpuk piring pecah dan aliran darah dari bagian bawah sahabatnya, “Ran?” “Fir, aku—aku gak kuat. Ini sakit banget.” “Ya ampun, Ran, sini kita ke mobil pelan-pelan ya.” Di depan ruang Ponek, nafas Fira naik turun menunggu hasil pemeriksaan dokter. Wajahnya pucat, tubuhnya bergetar. Ia mengingat dengan jelas rumah sangat berantakkan tadi. Barang berterbangan, dan ada noda merah dibeberapa bagian sofa. Rania juga hanya sendiri di rumah. Seharusnya ada Arbi disana. Kemana ya dia? Satria jelas sedang sekolah. Tunggu, apakah Satria baik-baik saja? “Dengan wa

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 87 - Menikah

    Rania dan Arbi berkeliling mendatangi tamu. Acara akad dan resepsi berjalan lancar tanpa kendala. Acara yang disiapkan Fira begitu sempurna. Ia berharap sahabatnya itu akan segera menyusul menikah. Rania tak menemukan orang yang sedari tadi dicarinya. Dari pihak keluarga suaminya, ia tidak melihat Alfi. “Sayang, kamu capek ya?” “Hm?” “Kamu agak pucet. Kamu gak enak badan ya?” “Enggak kok, mas.” “Kamu duduk aja, nanti aku nyusul.” “Gak papa, mas.” Arbi mencolek hidung Rania, “Nanti malem kamu harus bugar loh. Jadi sekarang jangan terlalu capek. Gih, duduk dulu. Aku keliling sebentar. Ada beberapa temen yang baru dateng.” Rania mengangguk, “Aku duduk ya, mas.” Rania berjalan dengan langkah pelan menuju pelaminan. Ia berharap Alfi datang agar bisa melihat kondisi terbarunya. Ia ingin tahu apakah mantan suaminya itu sehat. Fira yang sedang berbincang dengan teman-teman kuliah melihat Rania duduk lemas. Ia menghampirinya, “Ran, lo haus? Gue ambilin minum ya?” Ra

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 86 - Menerima Cinta Arbi

    Papa dan mama sedang bicara santai di ayunan belakang rumah. Rania yang haus tengah malam, tidak sengaja diam lebih lama mendengar obrolan mereka di dapur. “Tabungan papa semakin tipis, ma. Kita harus bayar kuliah profesi Rian. Kita juga harus bayar uang pangkal SD nya Satria.” “Mama bisa kok jual semua perhiasan mama, pa.” “Jangan, ma. Kehidupan kita masih panjang.” “Ya terus papa mau apa? Papa gak mungkin kerja lagi.” “Kita jual aja mobil pertama kita.” “Papa yakin? Papa sayang banget loh sama mobil itu.” “Demi Satria. Mana Rania juga mau kuliah profesi. Kemarin biayanya lumayan ‘kan pas disebutin? Kasian kalau dia harus mengubur mimpinya lagi.” Mama membuang nafas pelan, “Andai aja Rania mau terima Arbi langsung, dia pasti bahagia. Arbi bilang dia bersedia menanggung semua biaya kuliah Rania, bayar uang pangkal SD Satria juga. Sayang, Rania masih mikirin si Alfi.” “Ma, kasih aja Rania waktu.” “Mama cuma takut dia gak mau nikah lagi, pa. Apalagi dia gak mencintai

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 85 - Kehidupan Setelah Bercerai

    Empat bulan kemudian... Rania menyirami bunga di halaman rumah mama. Ia tertawa melihat Satria bermain lempar bola dengan Agil. Sudah empat bulan ia dan Satria tinggal disini. Kehidupannya setelah bercerai terjadi baik dan lancar. Mama memintanya bergabung mengikuti organisasi pemberdayaan perempuan yang baru bercerai. Disana terdapat banyak kegiatan sehingga hal tersebut cocok sekali untuknya. “Mama, aku capek.” “Aku juga capek, tante.” “Ya udah kita istirahat dulu ya. Kalian tunggu aja di teras, mama bawain dulu minuman seger buat kalian.” “Yeee!” Satria dan Agil berteriak kegirangan. Rania menaruh poci siram dipinggir dan berjalan menaiki tangga. “Mau kemana? Minumannya udah mbak bikinin.” “Makasih ya, mbak.” “Iya. Minuman dataaaang.” Satria dan Agil berlari untuk mengambil jus tomat itu. “Abisin jusnya, biar mainnya makin semangat.” “Makasih ya, tante.” “Sama-sama, Satria.” Mereka duduk bersama di teras rumah mama yang asri. Mama dan papa ikut keluar

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 84 - Kehadiran Roland di Persidangan

    Rania melirik ke belakang untuk melihat ekspresi semua keluarganya. Mama dan Fira mengangguk untuk ia mengatakan ada alasan selain KDRT itu sehingga ia menggugat cerai suaminya. “Saya ulangi, di berkas perkara gugatan saudari pada suami adalah karena adanya hal lain. Kami ingin mendengar langsung apa yang terjadi selain KDRT itu? Silakan.” Rania menutup matanya. Ia memegangi mikrofon dengan tangan bergetar. Di belakang, mama dan Fira saling berpegangan tangan, berharap Rania tak bodoh seperti biasanya demi menjaga harkat dan martabat calon mantan suaminya. “Alasan saya meminta cerai dari suami saya selain KDRT itu, karena rahasia suami saya yang terbongkar, yang mulia.” “Rahasia apa itu?” “Suami saya—” Roland yang sedari pagi sibuk mengelilingi semua tempat untuk menemukan Alfi, akhirnya menemukan tempat ini setelah berpikir keras buah dari informasi singkat dari petugas resepsionis rumah sakit. Kini ia berdiri sejajar dengan tempat duduk mama dan yang lain, “Mohon izin

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 83 - Pembelaan Rania dan Alfi

    Jam sepuluh pagi sidang digelar. Rania dan Alfi duduk di kursi depan yang menghadap langsung dengan ketiga hakim yang akan memutuskan, apakah gugatan akan dikabulkan atau tidak. Sejauh ini semua berjalan lancar. Mereka bisa kooperatif menyampaikan apa yang terjadi sesuai perkataan saksi. “Untuk saudari Rania, apakah anda memberikan kesempatan untuk suami anda, saudara Alfi agar kalian bisa rujuk?” “Tidak, yang mulia.” “Kenapa anda memasukkan gugatan ini?” “Seperti yang sudah dikatakan oleh para saksi, para ahli forensik, dokter jiwa dan kandungan, saya mendapatkan penyiksaan verbal dan non verbal selama beberapa bulan terakhir ini.” “Apa saja yang saudari dapatkan dalam penyiksaan tersebut?” “Untuk verbal ada cacian, untuk non verbal, pelaku menampar, memukul, menjambak rambut saya, hingga menendang perut saya sampai bayi saya meninggal dalam kandungan, yang mulia.” Mama dan Fira menangis mendengar semua perkataan Rania di depan. Mereka sangat dekat dengan Rania tapi t

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 82 - Sidang Pertama

    Alfi berhasil kabur dari apartemen. Ia pulang ke rumah berharap Rania dan Satria ada disana. Ternyata rumahnya kosong. Bahkan semua barang pribadi mereka sudah tidak ada. Yang ada hanya tetangganya meliriknya sinis. Mereke berbisik-bisik tak menyangka, orang sebaik Alfi bisa menjadi pelaku KDRT. Padahal ia dikenal sebagai suami yang baik dan lemah lembut. “Apa aku harus ke rumah mama? Mungkin Rania sama Satria pindah ke sana.” Alfi langsung tancap gas ke Tangerang. Begitu sampai pagar, ia melihat asisten rumah tangga paruh waktu yang bekerja di rumah mertuanya kaget melihat dirinya. “Mas Alfi ada barang yang ketinggalan?” “Mbok, mama ada di dalem ‘kan?” “Loh. Ibu ‘kan sudah berapa hari ini nginep di Jakarta. Katanya ada urusan. Mbok pikir ibu nginep di rumah mas.” “Mama gak pulang-pulang?” “Cuma bapak yang pulang bawa baju kemarin. Ibu tuh sebenernya ada urusan apa, mas? Ada acara keluarga ya di Jakarta?” “Eum—” “Tumben ibu gak kasih tahu saya.” “Ya udah mbok ka

  • KUMINTA CERAI KETIKA RAHASIA SUAMIKU TERBONGKAR    Bab 81 - Kabur dari Roland

    Alfi tertawa, “Bertahan sama kamu?” “Aku akan kasih semuaaa yang kamu mau. Setelah kalian bercerai, rumah itu biar aja jadi milik Rania. Aku akan ganti dengan rumah yang lebih besar. Kamu setuju?” Alfi tertawa miring, “Rumah yang lebih besar?” “Iya. Kita juga bisa pergi ke luar negeri buat rayain semuanya.” “Jangan harap itu akan terjadi.” Alfi mencekik Roland sekencangnya berharap ia mati seketika. “Uhuk, Alfi!” “Mati lo bajingan!” Roland berusaha melepaskan lengan Alfi dilehernya. “Gue terpaksa melayani lo karena uang. Gue hanya mencintai Rania. Gue hanya memanfaatkan lo selama ini.” Tubuh tinggi Roland yang melebihi Alfi akhirnya menjadi penolongnya dari cekikkan Alfi. Roland balas mencekik Alfi. “Aku gak akan sampe bunuh kamu. Aku seneng kejar Tikus kehausan kayak kamu.” “Lepas!” “Mau lepas?” Roland melepaskan kedua tangannya, tapi satu layangan tinju diberikan di sisi wajah Alfi, “Mampus lo! Lo pikir gampang kabur dari gue atau bunuh gue?!” Alfi memegang

DMCA.com Protection Status