Papa menggeleng, “Insting. Waktu mama bilang kamu mau kesini papa seneng. Papa kira kamu dateng sama Alfi karena dia cuti. Ternyata cuma berdua sama Satria. Ran, papa tahu baik kamu seperti apa. Kamu tidak pernah seperti ini sebelumnya. Sikap kamu yang dingin sama suami kamu juga bikin papa merasa... ada sesuatu diantara kalian.”
“Pa, ada orang ketiga dipernikahan kami. Itu yang bikin aku begini.” “Arbi orang ketiganya?” “Menurut papa?” Papa tersenyum lalu menggeleng, “Papa gak melihat kamu tertarik sama Arbi. Papa cuma liat kakak suami kamu yang justru tertarik sama kamu.” Rania mengernyit, “Papa... tahu dari mana?” “Tahu dari sikap dan tatapan Arbi ke kamu. Semuanya beda, bahkan sejak sebelum kamu dan Alfi menikah. Papa pikir, setelah kalian menikah akan berbeda. Ternyata sama aja. Bedanya Arbi bermain lebih cantik dan rapi. Tapi kamu tenang aja, dari sifatnya, papa yakin Arbi bukan laki-laki nakal. Dia udah punya kRania mendorong pintu pagar rumahnya begitu turun dari taksi. Pak supir membantunya menurunkan koper. Satria yang enggan pulang, dipaksanya untuk kesini demi melancarkan niatnya mengumpulkan uang sebelum perceraian tiba. “Ma, mobil papa ada disini. Berarti papa ada di dalem?” “Mungkin. Coba Satria panggil.” Satria memencet kode smart door locknya lalu berlari ke dalam rumah, “Papa!” “Sayang?” Alfi melongokkan kepalanya dibalik tembok dapur, “Kamu udah pulang?” Rania tahu Alfi akan ada dirumah. Ia pasti memilih bermain aman karena tidak mau mendapat serangan darinya lagi. “Sayang?” Alfi menghampiri Rania dan mencium keningnya, “Kamu capek ya? Aku udah masak, kita makan sama-sama ya?” “Aku mau istirahat aja, mas. Kamu makan aja sama Satria.” Alfi mengangguk, “Kopernya nanti biar aku yang bawa ke atas.” Rania berjalan melewati suaminya lalu berhenti. Di liriknya Alfi yang terlihat takut
Rania sibuk memotong Wortel dan Buncis. Hari minggunya hanya dihabiskan di rumah saja seperti hari-hari biasanya. Beberapa kali dalam satu bulan biasanya Alfi akan membawanya ke Car Free Day, pulangnya lanjut belanja bulanan. Tapi minggu ini ia memilih diam dirumah sendiri, membiarkan Alfi hanya pergi berdua dengan Satria. Rania menaruh pisau, “Mas Alfi marah gak ya soal kemarin? Tapi dia bersikap biasa sih dari bangun tidur. Dia bakal beliin kalung itu gak ya?” Karena pegal, Rania memilih menghentikan kegiatannya. Ia duduk di meja makan memainkan ponselnya. Ia membuka story aplikasi chat teman kontaknya. “Enak banget orang-orang bisa pergi keluar di akhir pekan.” Rania menggeleng, “Mas Alfi tadi ngajak. Aku nya yang gak mau.” “Apa ya yang dia pikirin tiap aku nolak di ajak begitu? Apa dia bener-bener yakin kalo aku... beneran jatuh cinta sama kak Arbi?” Rania tersenyum miring, “Bahkan buat ngomong kayak gitu aja aku takut. Mana mungkin
Rania menyimpan ponsel setelah membaca pesan Alfi yang mengatakan di Car Free Day mereka bertemu Rian, adik Rania. Satria di ajak ke Time Zone, dan kemungkinan mereka akan pulang sore.“Bagus lah, aku juga rasanya butuh menenangkan diri. Aku gak siap berantem sama mas Alfi soal Agil ada disini.”Karena lelah berdiri seharian di dapur, Rania memilih duduk santai di sofa ruang tamu agar lebih mudah memantau Agil. Ia juga sudah meminta bantuan satpam komplek untuk mengawasi Agil. Ia meraih paha dan betisnya kesusahan ketika tangannya akan memijat.“Kalo Agil tiap hari dititip disini aku bisa cepet ngumpulin uang. Satria juga harus libur beli mainan dulu. Buku ceritanya juga. Aku unduh pdf terus print sendiri aja kayaknya biar lebih menekan biaya. Jadwal makan diluar juga harus dikurangin, dengan gitu pasti tabungannya cepet kumpul.”Rania menutup mata sambil merabahkan punggungnya ke belakang sofa sambil merasakan pergerakan janinnya diperut.
“...kak Arbi bisa bantu?” Belum sempat Arbi menjawab, Agil berlari menghampirinya, “Papaaaa. Pa, aku laper.” Rania baru ingat ini jam makan siang Agil, “Agil, tante udah bikinin makanan favoritnya Agil. Kita makan yuk, kak, yuk, kita makan bareng.” “Iya, Ran.” Mereka makan siang bertiga. Arbi terus-terusan melirik Rania yang terus menawari sayur pada Agil. Rania tahu Agil tidak suka sayur sama sekali. “Ayo coba aja dulu, nanti kalo gak suka ya udah gak papa, gak usah di makan.” “Gak mau, gak enak.” “Agil tahu gak enak dari mana?” Agil tak menjawab. Ia malah berdiri sambil memakan perkedel Kentang. “Agil makannya sambil duduk ya,” Rania membantu Agil duduk di kursi, “Ini Wortelnya coba sedikit ya? Dikit aja. Mau gak?” “Ya udah.” Rania menyiukkan satu potong Wortel dalam Capcay, “Nah, cobain.” Agil mengambilnya dengan tangan telanjang. Ia mengunyahnya pe
1 Pesan baru masukFrom Roland: Maaf kamu harus baca ini di pagi tahun baru, tapi aku dan Alfi sebenarnya adalah sepasang kekasih.Bagai diserang petir di siang bolong, Rania yang tengah berulang tahun hari itu justru mendapatkan hadiah tak terduga. Ia menutup mulutnya karena kehabisan kata. Air mata kemudian turun tanpa komando.Tidak ingin dilihat sedang menangis oleh suami dan anaknya, Rania pun memutuskan untuk lari ke kamar mandi dan menyalakan keran.Hancur sudah pertahanannya. Tubuhnya terduduk di lantai kamar mandi dengan luka hati menganga. Rania, wanita yang kini tengah hamil besar itu kini menepuk-nepuk dadanya yang sesak. Liburan yang dirancang suaminya dengan mengajak Rania ke Villa, kini berubah jadi liburan penuh air mata.Tok-Tok-Tok“Mama? Mama lagi ngapain di dalem?” suara kecil Satria membuat Rania menahan suara isak tangisnya.“Sssst, sayang, ‘kan papa udah bilang, mama mungkin lagi muntah karena adek bayi bete di dalem perut.” Alfi sudah pasti merayu dan berusaha
“Kenapa buru-buru, sayang? Aku ngajuin cuti empat hari biar kita bisa lama-lama di sini.” Alfi menatap Rania yang sibuk memasukkan baju-baju mereka ke dalam koper.Siapa yang akan meneruskan liburan, ketika mendapati pesan yang begitu menjijikkan. Rania jadi ingin cepat-cepat membuktikannya sendiri.“Aku lupa ada janji sama mbak Sani buat bikin kue bareng,” kilahnya.“Bikin kue ‘kan bisa kapan aja, sayang.”Rania menatap Alfi yang tengah duduk santai di atas kasur tanpa menghentikan aktivitasnya melipat baju, “Kamu lupa mbak Sani itu kerja? Waktu dia gak bebas, mas. Gak kayak aku cuma ibu rumah tangga.”Alfi bangun dari posisinya dan menghampiri Rania. Ia mencium pucuk rambutnya yang hitam mengkilap, “Ibu rumah tangga bukan hanya cuma. Itu dedikasi yang tinggi.”Rania membuang nafasnya. Ya jelas dedikasi, sebab karena Alfi menikahinya buru-buru, ia jadi gagal melanjutkan pendidikan profesi psikologinya.“Kamu tolong bujuk Satria ya. Dia pasti gak mau pulang dari sini.”Alfi menganggu
“Aku lagi gak pengen, mas. Perutku sedikit kenceng.”tentu saja, permintaan Alfi Rania tolak mentah-mentah. Melihat wajah suaminya saja sudah membuat pikirannya tertekan, apalagi jika ia harus melayani Alfi berhubungan badan?Bisa-bisa, pikirannya akan terus membayangi kala Alfi dan Roland bermesraan.Meski terlihat kecewa karena permintaannya ditolak Rania, Alfi tak lagi memaksa, “Hmmm gitu ya. Ya udah gak papa, aku gak mungkin membahayakan adek Satria apalagi ganggu kamu yang lagi kurang nyaman.”“Makasih ya, mas, kamu udah ngerti. Aku mandi dulu.”“Oke, sayang.”Setelahnya, mereka kompak pulang menuju Jakarta, usai Satria berhasil dibujuk.Begitu mobil sampai depan rumah yang pagarnya sudah terbuka. Kebetulan, ada kakak lelaki Alfi dan keluarganya yang sengaja menginap di sini untuk menjaga rumah mereka.Alfi langsung membuka pintu belakang mobil dan menggendong Satria yang sudah tidur sejak dari Villa. Ia menepuk lengan lelaki yang tubuhnya lebih kekar darinya, “Makasih ya, kak.
Raut wajah Arbi langsung berubah serius. Lelaki itu bahkan terlihat menahan napas, membuat Rania penasaran.Sayang, belum sempat pertanyaan Rania diijawab oleh Arbi, Satria dengan ekspresi kesalnya muncul menghampiri. Bocah itu memaksa mamanya untuk menemaninya tidur.Pagi harinya, Rania bersikap seperti biasa. Ia membuat sarapan ala kadarnya untuk sang suami yang tidak terbiasa makan berat.“Nanti aku pulang agak terlambat, sayang. Soalnya ada acara farewel party. Ada beberapa koki yang di rotasi ke hotel di Bali sama Surabaya.”“Iya, mas.”Alfi menghampiri Satria yang tengah menahan kantuk di kursi makan, “Anak papa kok masih ngantuk aja sih? Perasaan semalem tidurnya lebih awal dari biasanya deh.”Rania tersenyum sambil menuangkan teh hangat ke dalam cangkir. Karena liburan di villa terpotong, juga janji Alfi yang akan mengajaknya jalan-jalan batal karena urusan pekerjaan, Satria jadi menangis terus semalam. Anaknya itu terus-terusan mengigau sepanjang malam. Alfi terkekeh salah t