Tekad Bram sudah bulat. Pria itu berniat menemui Jihan secara langsung. Tujuannya tak lain hanya untuk memastikan ayah dari bayi yang dikandung Jihan.Meskipun sang ibu sempat menahan kepergiannya, tapi Bram bersikeras untuk meninggalkan rumah saat itu juga."Ini sudah pukul 10 malam, tapi dia belum juga kembali." Yuda mondar-mandir di ruang tamu. "Jangan sampai perangai buruknya kambuh i lagi setelah setuju dengan pernikahan ini."Kekhawatiran jelas terlukis di wajah Yuda. Saat mengetahui keputusan sepihak dari Bram, dia masih ingin bicara banyak dengan sang anak terkait jadwal pernikahan yang tiba-tiba ditunda oleh putranya sendiri. Marisa juga merasa cemas. Tampak jika wanita itu tidak sanggup duduk berlama-lama. Sebelumnya, Bram sudah memberikan alasan yang tepat untuk Marisa. Maka dia pun menjelaskan hal yang sama pada suaminya. "Bram ingin ke kampung, katanya ada pekerjaan mendadak di sana, jika dibiarkan, usahanya itu akan berantakan dan sia-sia, itu sebabnya dia ngotot ber
Bab 13.Pada malam sebelumnya.Bram tiba di desa Siama pada dini hari. Begitu menginjakkan kaki di perkampungan tersebut, tiba-tiba dia merasa asing dengan tanah kelahiran ibunya itu.Mungkin karena penampilan Bram terlihat berbeda saat ini, membuat pria itu dipandang aneh saat akan memasuki area rumah kontrakan yang pernah dia tempati bersama Jihan."Maaf, tujuan bapak mau ke mana ya?" Seorang satpam yang biasa keliling desa menegur Bram. "Ini sudah lebih dari tengah malam, orang luar tidak boleh berkeliaran di sini!"Bram menatap rumah di depannya. Jaraknya hanya sekitar beberapa meter saja. Namun dia tersadar jika mereka mungkin tidak berhak atas rumah itu lagi . Rumah kontrakan itu sudah mereka tinggalkan, harusnya dia tidak kembali ke sana.Kepada Jihan, Bram mengenalkan diri sebagai orang biasa. Dia selalu mengatakan jika pekerjaan orang tuanya hanyalah pegawai biasa dan menjalankan bisnis seadanya."Maaf, sepertinya aku salah alamat."Karena Jihan masih dirawat di rumah sakit
Sementara itu, Jihan semakin bingung dengan pertanyaan Bram. Sakit hati terhadap pria itu saja belum menghilang, sekarang, tuduhan demi tuduhan bermuculan lagi. Hal itu membuat Jihan shock hingga kesulitan untuk berkata-kata.Bahkan keterkejutan itu melemahkan pikiran Jihan. Dia hanya sanggup bertanya dalam hati. Apanya yang puas?Alih-alih berpuas diri, Jihan justru sedang menderita lahir dan batin, semua orang menjauhinya. Bahkan orang-orang terdekatnya tidak menginginkannya lagi.Melihat diamnya Jihan, hati Bram semakin panas. Prasangka buruknya semakin menjadi. Bukannya merasa iba, dia malah menghina sesuka hati."Ternyata yang dikatakan Farouk benar adanya, kamu sangat egois, Jihan. Karena banyak yang mengakui kecantikanmu, kamu menjadi angkuh berbesar kepala. Selama ini kamu hanya memikirkan kepuasanmu saja!""Aku ... aku tidak mengerti ... Bram .... aku ...," meski terbata-bata, akhirnya suara Jihan keluar juga.Namun oleh Bram langsung dihentikan. "Cukup ... mulai sekarang l
Tidak ada harapan lagi untuk hubungan mereka, Jihan berpikir demikian. "Aku menyerah," gumamnya pelan sambil menatap ibunya yang terbaring tak sadarkan diri.Sementara Velove yang berdiri tidak jauh dari Jihan sudah tidak sabar mendengar keputusan yang akan diambil oleh keponakan cantiknya itu. "Bagaimana ...?""Aku setuju." Jihan sudah memantapkan diri untuk melupakan Bram dan juga cinta pria itu. Suaminya itu tidak hanya mencampakkannya tapi juga tidak mengutuknya berulang kali.Sekarang, Sona juga masih butuh biaya banyak untuk pengobatannya, sedangkan Jihan sendiri tidak bisa melakukan pekerjaan apapun selama masa kehamilan."Serius ...?" Lonjakan kebahagiaan terlihat jelas di wajah Velove. Sudah berbulan-bulan lamanya menunggu, akhirnya Jihan menerima tawarannya juga. Jika dikalkulasikan, hutang keluarga Jihan yang tercatat sudah tidak terhitung jumlahnya. Velove pun menyiapkan banyak hal. "Tenang saja, selama kamu menuruti semua perintah dariku, hidup Sona dan bayi dalam kandu
"Semua aman, Bos." Setelah berhasil meyakinkan atasannya, Velove langsung menutup panggilan. Selang beberapa detik, wanita mata duitan itu sudah berada di ruangan Sona. "Sudah selesai?" Velove bertanya pada Jihan yang saat itu sedang mengemasi pakaian. "Ya," Jihan menjawab singkat. Hari itu juga, Jihan bersama ibunya akan terbang ke sebuah tempat yang ditentukan oleh Velove. Sang ibu yang masih belum sadarkan diri juga diikutsertakan, namun dengan pengawasan dari seorang perawat. Malam harinya. Begitu tiba di kota, Jihan langsung dibawa oleh bibinya untuk menemui sang bos. "Tolong jaga ibuku dengan baik, Kak Sari!" Jihan meminta pada perawat yang ditugaskan oleh Velove. Sari belum sempat menjawab ketika Velove sudah lebih dulu memotong. "Itu tergantung dari kepatuhanmu, Jihan. Jika kamu tidak sengaja menimbulkan masalah, maka ibumu akan selalu aman selama berada di sini," katanya dengan tegas. Selain tentang ibunya, Jihan juga masih penasaran tentang bayinya. Kepa
"Aku dengar kamu sudah pernah hamil tanpa seorang suami, itu artinya kamu adalah wanita yang termasuk liar," kata Alex dengan tatapan penuh hasrat.Di bawah tekanan dan tatapan tajam Alex, tubuh Jihan seketika bergetar. Dia kesulitan menelan salivanya sendiri hingga sulit untuk mengucapkan sesuatu. "Sekarang beritahu padaku, bagaimana cara kamu merayu seorang pria? Tunjukkan semua keahlianmu yang bisa memberikan untung sepanjang masa untukku!" Sebenarnya, Jihan bertekad untuk membela diri. Dia ingin membersihkan namanya yang dicap sebagai wanita murahan dan hamil di luar nikah.Akan tetapi, sebelum Jihan menjawab, Alex sudah lebih dulu menarik tubuhnya.Jihan tersentak dan jatuh di pangkuan Alex. Pria itu pun mulai menghidu tubuhnya. "Aroma tubuhmu terlalu lembut dan alami, aku tidak terlalu menyukainya," Alex mengejek sambil mengernyitkan dahinya. "Apa Velove tidak memberitahumu?" Berbeda dengan Bram, Alex lebih menyukai wanita dengan parfum mencolok. Semua wanita yang mendekatin
Giliran Jihan yang melihat Bram. Ketika Jihan keluar dari kamar, berjalan menuju ruangan yang lainnya, dia melihat sekilas wajah pria yang masih berstatus suaminya itu.Jihan mematung. "Bukankah itu Bram?" Dari balik lemari hias di depannya, Jihan mengamati gerakan kedua pria yang sedang berangkulan itu. Tampak keduanya berjalan menuju pintu utama."Jadi Bram berteman baik dengan tuan Alex?" Jihan sangat yakin karena kedua pria itu terlihat akrab.Di luar.Sebelum Bram meninggalkan apartment, terjadi obrolan singkat antara Bram dan Alex."Aku hanya ingin kamu memberi sedikit pelajaran pada Sam, dengan begitu dia bisa menjaga mulutnya!" Bram meminta pada Alex karena dia sendiri tidak ingin mengotori citranya yang selalu terlihat baik."Itu sangat mudah bagiku," Alex menyambut dengan santai. "Ngomong-ngomong wanita seperti apa yang kalian perebutkan itu?" Alex tampak penasaran. Dari cerita singkat yang baru didengarkan Alex, Bram dan Sam tengah bermasalah karena persoalan wanita. Ha
Mendengar ucapan Alex, tubuh Jihan seketika menegang. Dia terdiam kaku di hadapan pria itu. Menggantikan posisi Monika? Bukankah wanita itu adalah rekan Alex yang baru saja tewas karena serangan musuh? Kenapa aku yang harus menggantikannya? Apa aku terlihat sekuat itu? Jika Monika tewas terbakar, bisa saja Jihan lebih parah nantinya. Jihan menelan ludah dengan pahit sekaligus merinding membayangkan nasib selanjutnya. Menggantikan posisi Monika tentu sama saja menyerahkan hidupnya secara gratis. Tapi apa bedanya bertahan di kota ini jika kenyataannya dia hanya akan dijadikan sebagai wanita penghibur para lelaki mesum. Toh, hidup Jihan saat ini sudah menjadi milik Alex. Mereka bahkan memiliki perjanjian yang sudah disepakati secara sadar. Jika boleh menolak, Jihan masih ingin melakukan negosiasi. Namun sebelum dia mengeluarkan suara, Alex sudah menambahkan lagi. "Dulu Monika juga sama seperti kamu, lemah dan penakut, tapi lama kelamaan dia menjadi wanita yang tangguh. Di
Jihan tidak berharap masa seperti ini terulang lagi. Kembali duduk berduaan bersama Sam, itu adalah sebuah malapetaka bagi Jihan."Ayo minum tehnya!" sambil mengangkat gelas minumannya, Sam berkata pada Jihan. "Teh di sini sangat enak, sayang jika kamu lewatkan," lanjutnya dengan polos. Seperti tidak mengenal lelah, Sam masih saja bersikap sama pada Jihan. Penuh ambisi untuk mendapatkan perhatian wanita itu.Sudah tentu Jihan mengabaikan ucapan Sam. Alih-alih minum bersama, dia langsung bertanya pada intinya. "Malam itu, bukankah kamu yang mengantarkan aku ke rumah sakit?" tanya Jihan dengan penuh selidik. Jihan ingat bagaimana perjuangan Sam yang masih datang membujuknya meski kondisinya dalam keadaan hamil. Dalam kondisi kurang fit juga Jihan terpaksa dilarikan ke rumah sakit hingga harus melahirkan secara prematur.Seperti biasa, Sam selalu terlihat tenang. Tidak ada perasaan bersalah dalam dirinya. Setelah meletakkan gelas di atas meja, dia berkata pelan, "Ya, aku lah yang memb
Jihan sontak menghentikan langkahnya. Suara pria di depan sana terdengar familiar baginya. Dan sejujurnya, dia sudah tidak ingin bertatap muka lagi dengan pria yang sangat dibencinya itu. Akan tetapi, ketika ingatan Jihan tertuju pada anaknya, sesuatu yang mengganjal dalam dirinya kembali berkecamuk. Ada satu hal yang membuat Jihan harus bertemu kembali dengan pria itu. "Ada apa, Jihan?" bibi Mary menegur saat melihat Jihan mematung. "Bagaimana kalau aku tunggu di luar saja, Bibi?" Jihan beralasan, lalu berpura-pura sibuk memandangi ponselnya. "Kenapa?" Tidak ingin membuat kegaduhan di depan bibi Mary, Jihan kembali membuat alasan yang baru. "Aku lupa, ternyata ada banyak pesan yang harus segera aku balas. Biarlah bibi sendiri yang masuk ke dalam, aku akan menunggumu di luar." "Kamu tidak bohong kan?" bibi Mary mulai terlihat curiga dengan gelagat Jihan. "Kamu tidak sedang menghindar dari tamu itu?" "Tentu saja tidak, Bibi." Jihan melebarkan senyumnya yang lembut, lalu
"Aku salut melihat kesetiaanmu, begitu banyak datang tawaran padamu, tapi kamu masih saja bertahan dengan Alex," kata Ariel yang sudah berulang kali mempengaruhi Jihan. "Aku tidak tertarik," hanya itu yang diucapkan Jihan. Dia berjalan cepat menuju mobil. "What ...?" Ariel tercengang dengan pengakuan singkat itu. "Dihadiahkan pulau dan uang ratusan milyar masih tidak membuatmu tertarik." Karena Jihan telah meninggalkannya, Ariel pun mengejar. Baik Jihan dan Ariel sama-sama duduk di bangku penumpang. Seorang sopir mengemudikan mobil setelah Ariel memberi perintah. Jihan dengan pikirannya sendiri membuang muka ke samping. Dia terlalu bosan untuk membicarakan masalah kesetiaan mereka pada Alex. Jika bukan karena ibunya berada di tangan Velove yang merupakan anak buah Alex, mana mungkin Jihan bertahan dan mengabdikan hidupnya untuk seorang kriminal seperti Alex. Masih penasaran, Ariel menggoda lagi. "Mengingat bisnis Alex yang tidak seluruhnya bergerak secara legal, apa kamu
"Segera bawa Jihan keluar dari negara itu!" Melalui panggilan telepon, Alex memberi perintah pada Simon."Kenapa begitu, Lex?" Simon protes. Masih ada tugas yang harus mereka kerjakan dan sebagai salah satu pelatih Jihan, dia rasa wanita itu adalah orang yang pantas untuk menjalankan misi berikutnya."Turuti saja perintah dariku, tidak usah banyak tanya!" Setelah mengatakan itu, Alex memutuskan panggilan secara sepihak. Dia sangat mengenal perangai Bram yang dulu. Pria itu sangat berambisi untuk mendapatkan wanita yang diinginkannya. Karena sejak awal hubungan mereka terjalin dengan baik, Alex pun tidak ingin bermasalah dengan temannya itu.Pada sore hari, Bram dan Mikha tiba di kota Bangaria. Keduanya disambut oleh anggota keluarga dengan sukacita."Akhirnya kamu pulang juga." Freya memeluk putri bungsunya itu. "Mama sangat mengkhawatirkanmu selama setahun ini, kamu bahkan melarang kami untuk mengunjungimu, entah apa maksudmu melakukan hal bodoh itu," lanjutnya dengan sedikit kesal
"Untuk apa kamu melihatnya?" Jihan menegur dengan kesal. "Apa kamu tidak pernah melihat orang yang berciuman?" "Aku hanya memastikan saja." Ariel tersenyum hambar melihat ekspresi Jihan."Memastikan apa maksudmu?" Jihan semakin geram dengan sikap rekannya itu."Aku kira pria itu sungguh-sungguh menyukaimu tadi, tapi ternyata perasaannya sangat cepat berubah." Ariel menghidupkan mesin mobil dan bersiap meluncur.Sedangkan Jihan bersandar santai sambil melipat kedua tangan di dada. "Kurang kerjaan saja." Seperti apapun perasaan Jihan saat ini, dia berusaha menekan emosinya di hadapan Ariel.Ketika hendak mendaratkan sebuah ciuman, tiba-tiba bayangan Jihan muncul dalam pikiran Bram. Segera dia menarik dirinya untuk menjauh."Maaf ...!" ucap Bram dengan suara yang lirih."Kenapa ...?" Mikha merasa kecewa.Lagi-lagi Bram merasa sangat buruk. Berkali-kali sudah dia ingin melakukan hal yang sama, tapi selalu saja gagal. Sebuah peringatan akan selalu muncul bahwa dia tidak boleh melakukan
"Bukankah itu Jihan?" Mikha begitu yakin. Sebelum Bram menjawab pertanyaannya, dia sudah lebih dulu mengambil keputusan. "Tolong ambil obatku, aku mau ketemu Jihan dulu.""Ah ... baiklah." Bram tampak pasrah walau sebenarnya ingin melarang pertemuan di antara kedua wanita itu.Mikha segera berjalan mendekati Jihan. Antusias gadis itu begitu tinggi. Sebelum meninggalkan negara itu, dia ingin bertukar telepon dan juga meminta alamat Jihan di tanah air. Dengan begitu, mereka masih bisa menjalin pertemanan di lain waktu.Akan tetapi, angan itu seketika buyar tatkala Mikha melihat jaket yang dikenakan oleh Jihan. Itu sama persis dengan milik Bram saat mereka memasuki rumah sakit tersebut."Kenapa Jihan memakai jaket Kak Bram? Bukannya tadi Kak Bram bilang sedang dilaundry?" Sembari berpikir, langkah Mikha terhenti sesaat. Dia ingat Bram menggunakan jaket, sedangkan Jihan hanya menggunakan kemeja berwarna abu-abu. Dia juga ingat Bram menghilangkan diri tepat ketika mereka akan memasuki ru
Bram terhenyak mendengar tuduhan Jihan. Tubuhnya membeku, namun otaknya masih berputar.Meninggalkan Jihan karena salah paham? Bram tidak merasa melakukan itu.Sudah jelas Jihan yang berkhianat, kenapa masih berpikir seolah-olah menjadi korban dalam hubungan mereka. Bahkan dalam benak seorang Bram, Jihan adalah wanita yang kejam, di mana wanita itu tega mengugurkan anak dalam kandungannya sendiri. Terlepas dari siapapun ayahnya, tidak sepantasnya Jihan membunuh darah dagingnya sendiri.Tentang Mikha, itu adalah urusan pribadi Bram. Dia tidak ingin membahasnya di depan Jihan. Namun yang membuat penasaran adalah wanita-wanita yang pernah bercinta dengan Bram di waktu sebelumnya."Apa maksud kamu mengatakan wanita-wanita sebelumnya?" Sepengetahuan Bram, dia belum pernah bercerita tentang masa lalunya pada Jihan. "Siapa yang memberitahumu?" sentak Bram tidak terima. "Apa ini alasanmu berselingkuh dariku?" tuduhnya kemudian.Dengan semua itu, Bram justru berspekulasi bahwa Jihan sengaja m
Sesampainya di rumah sakit, Bram buru-buru membukakan pintu untuk Mikha. Tak lupa, dia menyerahkan sebuah kartu pada gadis itu."Pergilah duluan, aku sudah mendaftarkanmu," kata Bram dengan buru-buru."Kamu mau ke mana?""Aku mau ke toilet sebentar, nanti aku akan datang menyusulmu."Dengan alasan itu, Mikha menurut saja. Dia berjalan menuju ruangan praktek dokter jantung yang biasa menangani kesehatannya. Selama menyusuri koridor rumah sakit, matanya tak berhenti melirik ke sana ke mari, berharap bertemu dengan Jihan di tempat tersebut.Sedang Bram langsung berlari mencari keberadaan Jihan. Dia masih ingat ke mana arah wanita itu melangkah.Tak lama setelah Jihan memasuki rumah sakit, Bram juga melihat kemunculan Ariel. Pria itu datang seorang diri. Wajahnya terlihat santai, namun cara berjalannya tampak buru-buru.Apa yang dilakukan Jihan selama ini?Apa yang disembunyikan Jihan? Bram semakin penasaran.Sementara itu, Jihan dibawa seorang pria menuju ruangan yang terbengkalai. Di s
Bab 23.Tangan Ariel rasanya sudah gatal untuk menghajar seseorang. Dengan tubuhnya yang tinggi besar, dia sudah terbiasa dengan pertarungan.Sejak bertemu di dalam pesawat, Ariel sudah ingin memberi pelajaran pada Bram yang telah berani mengganggu Jihan. Biar bagaimanapun, urusan wanita itu menjadi tanggung jawabnya. Tanpa meminta izin pada Alex, Ariel bisa saja membuat perhitungan pada Bram.Jihan gelisah memikirkannya. Dia pun berkata dengan jujur. "Lupakan tentang pria tadi, ini semua hanya kesalahpahaman, dan apa yang kamu lihat tadi, semua adalah salahku. Aku yang mendatangi kekasihnya, mungkin saja dia merasa terganggu dengan kemunculanku yang tiba-tiba, jadi niat pria itu hanya untuk melindungi wanitanya," ungkap Jihan."Kamu yakin?" Ariel tidak dapat melihat hubungan kekasih antara Bram dan Mikha. "Mereka sepasang kekasih?""Itu yang dikatakan wanitanya."Di lain tempat.Bram juga sedang menginterogasi Mikha. Segala pertanyaan yang diajukannya berkaitan dengan Jihan. "Jihan