Share

Jebakan

Karena tidak ada balasan apapun dari Bram, Jihan memutuskan untuk menghubungi Farouk. Pria itu pun memberikan alamat baru yang ditempati Bram dan belum diketahui Jihan sebelumnya.

"Aku ingin bertemu dengan Bram, apa kamu belum memberitahukannya tentang kedatanganku ini?" ucap Jihan saat bertatap muka dengan Farouk.

"Ada perlu apa?" balas Farouk dengan sinis.

"Tentu saja ada hal penting yang ingin aku bicarakan dengannya."

"Sayangnya Bram sudah tidak ingin bertemu denganmu," balasan Farouk semakin menyakitkan. "Jihan, aku sarankan kamu segera meminta cerai pada Bram, itu lebih baik daripada Bram yang menceraikan kamu!"

"Apa maksudmu mengatakan itu?" Tidak ada kata menyerah untuk Jihan. "Kami masih suami istri, tolong jangan halangi aku untuk bertemu dengan suamiku sendiri!"

"Jika kamu mau, aku bisa membantumu untuk mendapatkan uang dari Bram, hitung-hitung sebagai biaya kompensasi selama kamu menjadi istrinya." Farouk berkata demikian karena sulit baginya untuk mempengaruhi Bram. Sahabatnya itu akan selalu menghindar setiap diajak bicara tentang perceraian. Maka dari itu, dia pun memutuskan untuk mendesak Jihan untuk segera berpisah.

"Aku tidak butuh uang atau apapun yang kamu tawarkan itu. Aku hanya ingin bicara dengan suamiku," tukas Jihan.

Farouk mendesis. "Aishh ... dasar tidak tahu malu!" Dengan pongahnya, dia pun menunjukkan sebuah video dari dalam ponselnya. "Coba lihat sendiri ini, apa kamu masih menganggap dirimu sebagai seorang istri setelah melakukan hal memalukan ini?"

Terdorong oleh rasa penasaran, Jihan pun melihat isi dalam rekaman itu. Di dalam video tersebut, terlihat jika Jihan dan Sam tengah berada di sebuah kamar dalam posisi intim.

Cara dan hasil pengambilan video tampak seperti nyata, seakan video itu dibuat dengan sengaja. Siapapun yang melihatnya akan langsung percaya jika Jihan dan Sam memiliki hubungan dekat. Bahkan Jihan juga berpikir jika kejadian itu benar-benar terjadi dan dilakukan secara sadar.

'Pantas saja Bram berubah menjadi sangat membenciku,' pikir Jihan.

Namun, detik berikutnya, Jihan langsung sadar jika dia dijebak oleh Sam. "Aku akan jelaskan pada Bram, jadi tolong biarkan aku bertemu dengannya!" Jihan memohon lagi.

"Bram tidak ada di sini, silakan angkat kaki dari rumah ini!" Farouk menjawab dengan enteng.

Jihan menjadi kesal. "Tapi tadi kamu sendiri yang mengatakan jika Bram ada di sini."

"Aku hanya ingin mengujimu, sekarang silakan pergi dari sini sebelum aku menyuruh satpam untuk menyeretmu!" Setelah mengatakan itu, Farouk melangkah berbalik dan mengabaikan Jihan begitu saja.

"Ini hanya salah paham, aku tidak seperti yang kalian pikirkan," teriak Jihan sambil memegang perutnya yang masih rata.

"Terserah apa yang ingin kamu katakan, aku yakin Bram dan aku akan berpikiran sama tentang keburukan yang kamu sembunyikan selama ini!" balas Farouk tanpa menoleh pada Jihan.

Jihan tidak mudah mengalah. Setelah mengetahui penyebab kebencian Bram, dia langsung bergerak untuk menemui Sam.

Keesokan harinya.

Sesuai dengan yang sudah dijanjikan, Jihan tiba di sebuah lokasi yang lumayan berkelas. Dia tahu Sam sering berada di sana untuk menghabiskan waktu senggang.

"Jihan, kamu datang ke sini?" Sam berbasa-basi. Raut wajahnya begitu ceria meski Jihan sendiri menampilkan aura kebencian. "Dari mana kamu tahu tempat ini?"

"Itu tidak penting," Jihan menjawab sembari menunjukkan wajah tak bersahabat. "Sekarang aku datang untuk menanyakan sesuatu."

"Apa itu?" Mereka masih berdiri di depan pintu, jadi Sam menawarkan untuk masuk. "Ayo kita bicara di dalam!"

"Tidak perlu." Jihan melotot tajam. "Aku hanya ingin tahu kenapa kamu sampai hati menjebak aku? Kenapa kamu melakukan perbuatan ini padaku?"

"Apa maksudmu tentang kejadian kemarin?" Sam tidak ingin berpura-pura. "Itu hanya kebetulan saja, tidak perlu diperpanjang, toh perangai Bram lebih parah daripada kamu, aku hanya membantumu sedikit saja agar si playboy itu tidak meremehkanmu, kamu juga bisa mendapatkan pria yang lebih baik!" dia sengaja berterus terang.

Jihan tidak habis pikir dengan jawaban yang diberikan Sam. Pria di depannya terlihat santai, terlalu percaya diri, seperti tidak ada penyesalan sedikit pun.

"Kamu sengaja melakukan itu?" Jihan berani menuduh karena Sam sudah lama menyukainya.

"Aku sudah bilang hanya kebetulan saja dan sebenarnya tidak terjadi apapun di antara kita," Sam menjawab dengan jujur jika dia kehilangan hasratnya ketika mengetahui Jihan tengah mengandung anak Bram. "Apa Bram membenci kita karena hal sepele ini, padahal dia sendiri lebih parah bersama wanita lain?" tanyanya lagi.

"Apa menurutmu hanya Bram yang membencimu?" Jihan benar-benar kecewa dengan Sam. Dia ingin marah tapi mengingat kondisinya yang tengah hamil muda, dia pun menahan diri.

"Jadi kamu juga ikut membenciku?" tukas Sam tidak terima. "Ingat, Jihan, aku sudah sering membantumu, aku selalu memperlakukanmu dengan baik, aku juga melakukan ini untuk menyadarkanmu dari jeratan si playboy itu, aku berniat baik padamu, bagaimana bisa kamu ikut-ikutan membenciku?"

"Beri penjelasan pada Bram, dengan begitu aku bisa memaafkanmu!" kata Jihan dengan tegas.

Saat Sam masih akan membela diri, seorang wanita cantik muncul dari belakang tubuhnya.

"Siapa yang datang, Sam?" tanya wanita bernama Nafa.

Baik Sam dan Jihan sama-sama menoleh ke dalam rumah.

"Kamu ...!" Jihan terkejut, kenapa dua orang yang sedang mempengaruhinya untuk meninggalkan Bram berada pada tempat yang sama.

Jihan baru mengenal Nafa karena wanita itu pernah mendatanginya dan menjelaskan tentang masa lalu Bram.

"Jihan ...." Berbeda dari Jihan, Nafa tampak ramah dan santai. "Kenapa hanya bicara di luar, ayo masuk!" ajaknya seakan mereka sudah lama saling mengenal.

"Apa kalian sengaja melakukan ini?" Jihan langsung menarik kesimpulan. "Kalian yang merekayasa semua ini agar aku dan Bram saling membenci?"

Saat ini, Jihan lebih fokus pada masalahnya dengan Bram yang melibatkan Sam dan sengaja menunda pembahasannya tentang Bram bersama wanita-wanitanya yang lain. Itu karena Jihan ingin masalahnya selesai satu persatu. Dia rela menahan sakit hatinya terhadap perilaku Bram, asalkan suaminya itu tidak mencurigainya memiliki hubungan intim bersama dengan Sam.

"Jangan berprasangka buruk dulu!" Dalam segi apapun, Nafa lebih berpengalaman, jadi dia berpura-pura bersikap lembut saat bicara. "Lebih baik masuk dulu dan kita bicarakan semuanya di dalam rumah!"

"Tidak akan pernah," tolak Jihan mentah-mentah. "Aku tidak mau terpengaruh lagi dengan ucapan kalian berdua."

Melihat obrolan kedua wanita di depannya, Sam tersenyum penuh arti. Dia membiarkan Jihan dan Nafa saling bicara. Tanpa ikut campur, Sam pun tidak sengaja melirik ke arah gerbang di mana dia menemukan mobil Bram baru saja terparkir di sana.

"Aku harus berbuat sesuatu," pikir Sam dengan licik.

Tepat ketika Bram keluar dari mobil dan menoleh pada mereka, Sam langsung meraup wajah Jihan. Tanpa sepengetahuan Jihan dan dengan gerakan yang sangat cepat, Sam juga menjatuhkan ciuman di kening, lalu bibir wanita itu. Seterusnya, Sam memeluk tubuh Jihan dengan erat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status