🌸🌸🌸“Jangan mimpi, Tan. Ayahku itu tidak pernah memberiku apa-apa. Harta yang diberi ayah padaku itu harta ibuku. Kasihan deh, Tante sudah jadi selingkuhan orang kere ditinggal untuk selamanya pula tanpa dibekali harta sepeser pun!” sahutku.“Bukan kamu yang menentukan Al, tapi pengadilan,” jawab Tante Anin pede sekali.“Jadi, Tante mau bawa masalah ini ke hukum?” tanyaku meyakinkan.“Iya, dong! Kenapa, kamu takut, ya?” sahutnya lagi.“Enggak. Sama sekali enggak takut. Silakan saja, tapi memangnya Tante punya duit untuk ngurus ini dan itunya. Ingat Tante Anin itu masih dalam pengawasan ketat polisi. Tante enggak lupa kan, kalau terlibat dalam pembakaran kamar tidur Aldi yang menewaskan Aldi?” kataku telak. Tante Anin kaget.“Tidak! Aku tidak bersalah! Aku tidak mau dipenjara aku tidak mau melahirkan di penjara!” Histeris Tante Anin memegangi kepalanya lalu terduduk di lantai seraya menangis meraung-raung.“Ada apa ini, kenapa tangis-tangisan sudah seperti ada kematian saja!” tegur
POV NINDIKurasakan tubuhku ada yang menindih dan mulutku dibekap tangan. Hembusan nafas memburu sangat terasa menerpa wajahku. Aku berontak sekuat tenaga, kugapai lampu tidur lalu kupukulkan ke kepalanya. Berhasil! Orang itu terjatuh lalu secepat kilat menyelinap ke luar kamar.Sudah pukul 03.13 WIB. Mungkinkah itu maling? Aku sangat ketakutan.Gegas kukunci kembali pintu kamar. Perasaanku tadi pintu sudah terkunci kenapa orang itu dengan mudah bisa masuk kamar yang kutempati.“Ada apa sih, Nin. Malam-malam begini teleponin Mamah? Tinggal ketuk pintu kamar, kok!” gerutu mamah saat menghampiriku.“Mah, tadi ada yang menyelinap masuk kamarku dan berusaha melecehkanku,” jawabku gemetar.“Ya ampun, Nindi! Kamu mimpi kali! Mana ada maling masuk rumah ini. Kamu kan, tahu sendiri rumah ini dipagar tinggi ada satpam juga.” Mamah tetap tidak percaya pada ceritaku.“Mah, aku enggak bohong ....”“Sudah kamu tidur lagi sana! Masih malam ini. Lagi pula kenapa kamu tidur sendiri ke mana Anin?” tan
Mengetahui aku sakit Tante Tari sangat cemas. Hingga akhirnya membawaku untuk tinggal bersama mereka.Baru saja beberapa hari merasakan jadi orang kaya Alya terus saja merajuk akhirnya om Hendra memutuskan untuk membawa aku dan ke dua orang tuaku ngontrak rumah. Mau tidak mau aku kembali menuruti. Setidaknya aku sekarang sekolah di tempat Alya.Hari-hari kujalani dengan bahagia. Om Hendra juga meminjami Papahku mobil aku sekarang setiap hari pulang pergi sekolah naik mobil.Aku berkawan dengan orang-orang yang mengasyikkan pergi ke tempat karaoke hampir tiap hari untuk bersenang-senang. Saat kelulusan SMP itulah aku kehilangan kegadisanku bersama pacarku. Aku melakukannya dengan sadar dan atas dasar suka sama suka. Kata mereka pacaran memang harus begitu. Itu gaya orang-orang keren. Aku nurut saja toh, aku pun menikmatinya.Berbeda dengan Alya, meski dia orang kaya hidupnya monoton begitu saja. Belajar dan belajar. Ditambah lagi Alya menutupi kecantikannya dengan memakai jilbab jika k
Assalamualaikum everyone 😍bantu follow akunku yaaa. Untuk yang sudah follow aku ucapkan banyak terima kasih 😘,🌸🌸🌸 NINDIAku terharu saat Alya memberiku uang 1 juta rupiah katanya untuk beli makanan jika aku lapar.Makanan rumah sakit memang tidak enak rasanya di lidahku yang terbiasa makan makanan orang kaya. Aku tidak berhenti merutuki diriku sendiri yang super ceroboh. Gara-gara kecerobohanku aib dan jati diriku jadi terungkap.Setelah lama termenung aku putuskan untuk memberi tahu Alya. Aku yakin Alya mau membantuku.Sejujurnya aku malu pada Alya. Rasanya seperti jatuh ke dalam jurang. Tapi, bagaimana lagi dia sudah terlanjur tahu.Aku pikir tadinya Alya akan memberi tahukan pada teman-teman yang lain dan aku sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku akan jadi korban bulian seisi sekolah. Bukan hanya sekolah saja, tapi seluruh jagat raya.Ternyata dugaanku salah. Alya tidak memberi tahu pada siapa pun dia benar-benar bungkam menutupi aibku.Kuberi Alya
“Sudah berobat Om, tinggal masa pemulihan aja,” jawabku jujur.“Oke, karena sebentar lagi Maghrib sepertinya kita harus bicara mengenai kontrak kerja kita berdua,” kata Om Darwin lagi lalu melirik pada Putri.“Yap, betul sekali. Kalau gitu aku permisi ya, Om, Nind.” Aku kaget kenapa Putri harus pergi lalu aku dengan siapa?“Tenang, Nind. Aku tunggu kamu di kamar sebelah. Papiku ada di sebelah baru datang,” ucap Putri seolah mengerti kegelisahanku. Aku mengangguk ragu.“See you ....” pamit Putri seraya mencium pipi kiriku.“Duduk sini ....” Om Darwin menepuk-nepuk kasur di sebelahnya. Meski, canggung aku tetap menurutinya.“Kamu enggak bawa salin? Kok, masih pakai baju sekolah?”“Ba—wa, Om. Ta—di, Putri mengajakku beli,” jawabku terbata. Entah kenapa aku tiba-tiba takut sekali.“Santai aja, Nind. Kamu baru pertama kali, ya?”“I—ya, Om,” jawabku jujur.“Oke, aku mengerti sekarang. Kamu tunggu sebentar sambil baca surat perjanjian kita. Aku sudah menuliskan semuanya dalam map ini. Aku ma
~k~u🌸🌸🌸“Al, apa sepupumu itu sudah taubat kok, sekarang mau jalan kaki pulang pergi sekolah?” tanya Angga.Kami memang sedang dalam perjalanan pulang sekolah.“Entah, deh! Kurasa karena gengnya tidak memberi tumpangan jadi terpaksa jalan kaki,” jawab Alya.“Yee ... aku bisa kali pesan taxi. Lagi pingin jalan kaki saja. Kenapa sih, kalian sewot gitu? Takut keganggu ya, acara pacarannya?” sindirku.“Apaan sih, Nind!” Enggak lah. Kami itu hanya heran saja makanya tanya,” sahut Angga seraya menoyor kepalaku.“Kirain ... tapi, kalau kalian pacaran cocok deh! Alya cantik, kamu juga ganteng Ngga. Kenapa kalian enggak jadian aja” ledekku lagi.“Ngomong lagi, kusumpel mulutmu pakai daun pisang di kebun sono!” bentak Alya.“Marah tandanya iya, loh, Al.” godaku lagi.Alya mengambil kerikil dan melemparkan padaku. Takut kena aku lari menghindar. Alya tidak mau kalah dia ikut lari mengejarku.“Stop, Al. Capek!” teriakku.Pluk!Kerikil lumayan besar berhasil mendarat di kepalaku.“Puas, Al!” be
Assalamualaikum everyone 😍 selamat pagi ....Yuk, bantu follow akunku bagiku yang sudah follow aku ucapkan banyak terima kasih ❤️Happy reading.🌸🌸🌸POV NINDI“Dasar bandot tua!” pekikku kesal sekali. Jika membunuh tidak ada hukumannya tentu saja sudah kulakukan.“Giman Dik, sudah enakkan?” tanya Alya pada gadis kecil itu. Ya Tuhan malang sekali nasibnya. Sudahlah miskin dilecehkan pula.“Sudah enakkan, Kak. Hanya saja perutku sakit. Sedari pagi aku belum makan,” jawabnya jujur.“Makan ini, Dik. Kakak tadi bawa bekal, dan tidak Kakak makan.” Alya memberikan kotak bekalnya.“Wah, enak sekali. Ini ayam goreng kayak yang di TV kan, Kak?” Alya hanya mengangguk seraya membelai rambut gadis malang itu.“Makan dan habiskan.”“Tapi, nanti Kakak makan apa kalau bekal Kakak aku habiskan?” Apa aku tidak salah dengar? Mulia sekali anak ini. Perutnya lapar masih memikirkan orang lain. Ada yang berdenyut di dalam dadaku.“Jangan khawatir, Kakak nanti akan makan di rumah.”Aku dan Alya menunggu
Tak lama taksi online datang. Kami gegas menuju tempat tujuan.“Jangan takut meski tadi dia ngomel-ngomel tapi, hatinya baik.” Hiburku. Anak ini mengangguk saja.Sopir taksi curi-curi pandang pada kami lewat kaca. Mungkin dia terpesona pada kecantikanku atau malah curiga kami mau menculik anak ini. Ck, dikasih aja aku ogah buat apa culik segala.“Nanti jalan masuknya jauh enggak? Becek enggak?” tanyaku padanya. Volume suaraku sengaja aku keraskan.“Enggak, Kak. Dekat kok, tapi becek.”“Ah, kalau gitu aku enggak mau ikut masuk ke rumah dia, Al. Kamu aja yang anterin. Aku tunggu di jalan saja.”“Ya, terserah kamu aja, Nind.”“Ingat ya, besok kalau mulung jangan jauh-jauh nanti ada orang jahat,” kataku lagi.“Besok Kakak yang datang ke rumah kamu, jadi kamu tunggu saja di rumah, ya?” ucap Alya.“Baik, Kak.”“Sepulang sekolah Kakak ke sana.”“Iya, Kak. Aku tunggu.”Perjalanan 15 menit kami sampai. Jujur aku baru pertama kali masuk ke dalam pasar ini. Sering lewat, tapi tidak pernah masuk
Sejujurnya aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak menerima Angga karena aku tidak ingin menyakiti hati Lusi. Ya, walaupun sekarang Lusi sudah bahagia bersama suami dan anak-anaknya, tapi aku yakin jika dia tahu aku menikah dengan Angga pasti di dalam dasar lubuk hatinya ada rasa kecewa padaku dan aku tidak mau itu terjadi. Aku tidak ingin menyakiti hati orang lain apalagi itu Lusi, sahabatku sendiri walaupun itu setitik nila.“Aku tahu Al, kalau kamu pun sebenarnya mencintai aku. Semua kutahu itu dari Lusi dan aku tahu kamu menolakku pasti karena Lusi. Al, Lusi, sudah bahagia dengan suaminya dan anak-anaknya bahkan Lusi merasa sangat bersalah karena telah menuliskan perasaannya di dalam buku diary-nya yang akhirnya kamu baca. Kalau kamu tidak percaya dengan apa yang aku ucapkan ini kamu bisa tanyakan sendiri pada Lusi. Tolong jangan tinggalkan aku lagi, Al. Aku sangat mencintaimu dari dulu hingga kini.”“Angga, tapi aku, aku ....”“Tidak perlu kamu jawab Alya karena aku ta
“Alya, tunggu! Kamu mau ke mana?” Angga menarik ujung jilbabku. Seketika aku menghentikan langkahku.“Kamu pikir aku mau ke mana Ngga? Pulanglah, ngapain aku di sini? Jagain Cafe kamu?” jawabku ketus.“Ya, kali aja mau juga kamu jagain cafeku. Jangan jagain kafekulah, jagain hatiku aja,” jawab Angga lagi. Dia ini benar-benar membuat aku salah tingkah.“Apaan, sih, Ngga ... sudahlah aku mau pulang. Lain kalu aku main ke sini lagi, oke ... aku ada banyak kerjaan yang harus aku selesaikan,” pamitku pada Angga. Sejujurnya aku sangat malu padanya karena bukan hanya sekali ini saja Angga memergokiku gagal bertemu dengan seseorang. Dulu bahkan saat pernikahanku gagal dan Anggalah yang tahu pertama kali setelah keluargaku.Kenapa harus dia aku kan, jadi malu seolah aku ini adalah gadis terkutuk yang tidak bisa mendapatkan jodoh. Apalagi umurku sekarang menjelang kepala tiga bulan depan. Kalau perempuan di luaran sana mungkin sudah punya anak dua ataupun tiga, sedangkan aku boro-boro punya
“Hilda!” Suara bariton seseorang memanggil perempuan di depanku.Ternyata perempuan di depanku ini namanya Hilda. Lantas dia tahu namaku dari mana?“Oh, jadi ini, Put, yang kamu lakukan di belakangku? Diam-diam kamu cari perempuan lain untuk jadi pendamping hidupmu, lalu aku ini kamu anggap apa, Put! 8 tahun aku nemenin kamu dari nol, giliran kamu sudah sukses kamu cari perempuan lain yang kata kamu lebih soliha dan lebih cantik dari aku! Picik kamu, Put! Dan kamu Alya, asal kamu tahu bahwa 2 hari ini yang menghubungimu bukan Putra, tapi aku. Hilda Widyani, calon istri Putra yang entah kenapa laki-laki brengsek itu tergoda oleh kamu. Aku yakin kamu tidak menggoda Putra, tapi aku minta sama kamu sebagai sesama perempuan jauhi dia kalau tidak aku akan hancurkan nama baikmu,” ucap perempuan itu berapi-api.“Hilda, kamu ngomong apa, sih! kita sudah putus dan kita sudah sepakat untuk mengakhiri hubungan kita. Lalu kenapa sekarang kamu mau merusak hubunganku dengan perempuan lain? Ingat ya
Ekstra part.“Hai! Ngalamun aja serius banget kayaknya. Lagi mikirin aku, ya?” Aku dikagetkan dengan kedatangan Angga yang tiba-tiba saja sudah duduk di sampingku.Aku merasa entah kenapa dunia ini begitu sempit. Aku melalang buana ke mana pun pasti ujung-ujungnya bertemu dengan Angga. Padahal jujur bertahun-tahun aku berusaha untuk melupakan dia.“Enggak .... kok, kamu bisa di sini, ngikutin aku, ya?” tebakku asal. Habisnya aku bingung mau bilang apa.“Ye, ge-er banget, deh! Ngapain juga ngikutin kamu enggak penting kayaknya. Eh, tapi sepertinya waktu dan keadaanlah yang mempertemukan kita. mungkin kita berjodoh,” jawab Angga. Senyum khasnya membuatku ingat tentang masa lalu.“Angga, ihh, ngaco, deh! Ngomong-ngomong apa kabar? Terus kamu di sini ada kegiatan apa?” tanyaku. Sebenarnya aku sedikit salah tingkah, tapi ya, Angga tidak boleh tahu. Kalau sampai dia tahu yang ada nanti aku akan dibully dia habis-habisan.Sejujurnya aku sangat bahagia bertemu dengan Angga karena selama 2 t
POV Alya. “Otewe mulu, kapan dong, sampainya?”“Nanti, Ngga ... jika Allah sudah berkehendak.” Angga hanya mengangguk saja.Entah kenapa kami merasa canggung sebenarnya ingin bersikap seperti biasanya saja, tapi tidak bisa. Seperti ada jarak yang memisahkan antara kami berdua.Angga memang terlihat semakin berwibawa mungkin itu yang membuatku merasa canggung dan juga dia suami orang maka dari itu aku harus jaga image jangan sampai nantinya ada kesalahpahaman di antara kami.“Non, ada Mas Akmal di luar.” Mbok memberi tahuku.“Em, kalau begitu aku permisi ya, Al. Takut ganggu. Kalau ada waktu main ke rumah ya, Gulsen pasti senang sepertinya memang dia sudah menyukaimu buktinya tadi langsung akrab,” pamit Angga. Aku mengiyakan.“Gulsen, pulang, yuk! Sudah siang nanti Kakek nyariin kita, loh,” ajak Angga. Gulsen menggeleng lucu sekali.“Gulseeenn ....” Lagi-lagi anak itu hanya menggeleng.“Biar nanti aku yang mengantar Gulsen,” sahutku.“Beneran?”“Iya, Ngga ... bolehkan?”“Oke, boleh-bo
POV ALYA.Hati yang bimbang.“Tante boleh minta tolong ambilkan bola itu. Bolanya kotor aku jijik mau ambilnya,” pinta anak kecil di depanku seraya menarik-narik ujung jilbabku. Aku yang sedang fokus menatap layar HP terpaksa memandangnya. Ekspresinya menggemaskan sekali.“Please ....” pintanya lagi. Senyumnya menampilkan deretan gigi kecil-kecil yang rapi.“Boleh, tunggu sebentar.”Aku mengambil bola yang tercebur pada kubangan lumpur bekas hujan semalam.“Tante cuci dulu ya, di kran sebelah situ. Kamu bisa menunggu Tante di sini?” Anak kecil itu mengangguk.Oke, fine Alya. Ini sungguh menggelikan karena untuk pertama kalinya aku dipanggil tante oleh orang lain. Anak kecil pula. Biasanya mereka akan memanggilku kakak dan yang memanggilku tante hanya Alika anak tante Eni dan adik-adiknya saja. Ke mana orang tua anak itu kenapa dibiarkan main sendirian di taman. Meski taman kompleks perumahan tetap saja bahaya.Akan tetapi lucu juga anak kecil itu. Keberaniannya membuatku berhasil meni
POV Nindi. Ternyata omongannya hanya bualan semata untuk memperdayaku. Pernikahan yang baru seumur jagung menjadi taruhannya.Kurasakan pergerakan dipan. Mas Aris memelukku dalam tidurnya setelah menciumku berkali-kali.Aku biarkan saja dia menciumku mungkin ini untuk yang terakhir kalinya. Barang kali esok aku sudah pergi dari sini dan kembali ke rumahku seorang diri. Jujur aku tidak siap dimadu. Aku tidak siap berbagi suami. Tidak! Aku tidak siap.Membayangkannya saja hatiku begitu ngilu dan sakit apa lagi menjalaninya. Pastilah aku kurus kering karena setiap hari makan hati. Perempuan itu salah satu anak dari guru ngajinya Mas Aris. Aku pun mengenalnya. Usianya 5 tahun lebih muda dariku. Namanya Yesi, meski tidak secantik dan semenarik diriku, tapi dia perempuan subur yang siap melahirkan banyak anak demi baktinya pada seorang suami. Itu yang dia katakan padaku juga pada Mas Aris.Aku akui keberanian dan juga misi hidupnya patut diacungi jempol, tapi kenapa harus rumah tanggaku y
POV Nindi.POV Nindi.“Apa tidak ada cara lain, Mas? Apa kamu setega itu padaku?” tanyaku pada Mas Aris, suamiku.Lelaki yang terkenal bijak dan baik hati itu perlahan membelai rambutku.“Maafkan aku, Dik. Aku tak kuasa menolak permintaan Ibu,” jawab Mas Aris.“Kamu benar, Mas, mungkin ini jalan yang terbaik untuk rumah tangga kita. Aku bisa apa? Rahimku bermasalah dan kita tidak bisa punya keturunan, tapi please lepaskan aku dulu sebelum kamu menikahi perempuan pilihan ibumu,” tegasku.Mata Mas Aris berkaca-kaca. Manik hitam itu dalam hitungan detik dipenuhi air mata. Lalu lolos. Kembali aku direngkuh dalam pelukannya.“Tidak, Dik. Aku tidak mau berpisah denganmu. Aku tidak sanggup. Aku sudah berjanji pada mamahmu untuk menjagamu seumur hidupku. Aku mencintaimu Dik, ada atau tidaknya anak bagiku hanya pelengkap saja. Cintaku padamu tulus, Dik. Tolong jangan pernah katakan perkataan yang sangat aku benci. Aku tidak bisa hidup tanpamu, Dik,” ucap Mas Aris seraya mempererat pelukannya.
POV Angga.Alyaku, aku tahu dia masih sendiri di usianya yang ke 29 tahun. Aku tahu semuanya dari Lusi dan juga Nindi.Entah seberapa berat hidup yang dijalaninya, tapi Alya masih tetap seperti dulu. Ayu dan masih muda. Mungkin karena dia tidak pernah menyikapi permasalahan dengan berlebihan. Dia tetap bersikap manis pada siapa pun meski aku tahu luka di hatinya sangatlah dalam.Alya, tetap baik pada bundaku, adikku, dan orang-orang di sekelilingnya termasuk pada keluarga mantan calon suaminya. Aku salut padanya. Aku tahu semua itu tentu saja dari cerita orang-orang terdekatku.Hari ini pertama kali aku menginjakkan kakiku ke lapak pecel buk Siti sejak 4 tahun yang lalu pergi ke Kalimantan. Pecel legendaris kenanganku bersama Alya. Ya, aku kembali pulang untuk tujuan hidup agar lebih baik lagi.Sedang Dita tetap di Kalimantan mengembangkan bisnis orang tuanya. Tak ada drama tangis perpisahan antara Gulsen dan ibunya. Biasa saja seperti hari-hari biasa. Gulsen pun tidak pernah menanyak