Tidak tahu malu! Tidak punya iman. Otak mesum! Bisa-bisanya Vidio begitu dikirimkan pada cucunya sendiri tepat saat cucunya sedang sekolah.Awas kamu opa! Habis kuhajar burungmu sampai loyo bila perlu kubasmi pakai jurus tendangan mautku.Drrrrttttt!Lagi pesan dari Nindi.Pesan diteruskan.[Bagaimana, Sayangnya Opa? Kamu pasti menikmatinya juga ‘kan. Opa rindu padamu.]Brengs*k! Benar-benar aki-aki luknut! Pantas saja kelakuan ayah bejat ternyata menurun dari opa.Astaghfirullah jadi ngomongin ayah yang sudah meninggal gara-gara opa.[Blokir aja, Nind! Jangan kamu balas.] Kukirim balasan pada Nindi. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadi Nindi. Pasti dia pun sekarang syok. Mana dia baru sembuh sakit.[Berkali-kali aku blokir nomornya, tapi dia selalu kirim pakai nomor baru.][Matikan ponselmu, setelah ini kita ke kantor polisi!]Tak kudapati lagi balasan dari Nindi. Semoga saja ponselnya langsung dinonaktifkan.Pesan-pesan dari Nindi barusan langsung aku kirim ke nomor Om Ardi. C
🌸🌸🌸“Jangan mimpi, Tan. Ayahku itu tidak pernah memberiku apa-apa. Harta yang diberi ayah padaku itu harta ibuku. Kasihan deh, Tante sudah jadi selingkuhan orang kere ditinggal untuk selamanya pula tanpa dibekali harta sepeser pun!” sahutku.“Bukan kamu yang menentukan Al, tapi pengadilan,” jawab Tante Anin pede sekali.“Jadi, Tante mau bawa masalah ini ke hukum?” tanyaku meyakinkan.“Iya, dong! Kenapa, kamu takut, ya?” sahutnya lagi.“Enggak. Sama sekali enggak takut. Silakan saja, tapi memangnya Tante punya duit untuk ngurus ini dan itunya. Ingat Tante Anin itu masih dalam pengawasan ketat polisi. Tante enggak lupa kan, kalau terlibat dalam pembakaran kamar tidur Aldi yang menewaskan Aldi?” kataku telak. Tante Anin kaget.“Tidak! Aku tidak bersalah! Aku tidak mau dipenjara aku tidak mau melahirkan di penjara!” Histeris Tante Anin memegangi kepalanya lalu terduduk di lantai seraya menangis meraung-raung.“Ada apa ini, kenapa tangis-tangisan sudah seperti ada kematian saja!” tegur
POV NINDIKurasakan tubuhku ada yang menindih dan mulutku dibekap tangan. Hembusan nafas memburu sangat terasa menerpa wajahku. Aku berontak sekuat tenaga, kugapai lampu tidur lalu kupukulkan ke kepalanya. Berhasil! Orang itu terjatuh lalu secepat kilat menyelinap ke luar kamar.Sudah pukul 03.13 WIB. Mungkinkah itu maling? Aku sangat ketakutan.Gegas kukunci kembali pintu kamar. Perasaanku tadi pintu sudah terkunci kenapa orang itu dengan mudah bisa masuk kamar yang kutempati.“Ada apa sih, Nin. Malam-malam begini teleponin Mamah? Tinggal ketuk pintu kamar, kok!” gerutu mamah saat menghampiriku.“Mah, tadi ada yang menyelinap masuk kamarku dan berusaha melecehkanku,” jawabku gemetar.“Ya ampun, Nindi! Kamu mimpi kali! Mana ada maling masuk rumah ini. Kamu kan, tahu sendiri rumah ini dipagar tinggi ada satpam juga.” Mamah tetap tidak percaya pada ceritaku.“Mah, aku enggak bohong ....”“Sudah kamu tidur lagi sana! Masih malam ini. Lagi pula kenapa kamu tidur sendiri ke mana Anin?” tan
Mengetahui aku sakit Tante Tari sangat cemas. Hingga akhirnya membawaku untuk tinggal bersama mereka.Baru saja beberapa hari merasakan jadi orang kaya Alya terus saja merajuk akhirnya om Hendra memutuskan untuk membawa aku dan ke dua orang tuaku ngontrak rumah. Mau tidak mau aku kembali menuruti. Setidaknya aku sekarang sekolah di tempat Alya.Hari-hari kujalani dengan bahagia. Om Hendra juga meminjami Papahku mobil aku sekarang setiap hari pulang pergi sekolah naik mobil.Aku berkawan dengan orang-orang yang mengasyikkan pergi ke tempat karaoke hampir tiap hari untuk bersenang-senang. Saat kelulusan SMP itulah aku kehilangan kegadisanku bersama pacarku. Aku melakukannya dengan sadar dan atas dasar suka sama suka. Kata mereka pacaran memang harus begitu. Itu gaya orang-orang keren. Aku nurut saja toh, aku pun menikmatinya.Berbeda dengan Alya, meski dia orang kaya hidupnya monoton begitu saja. Belajar dan belajar. Ditambah lagi Alya menutupi kecantikannya dengan memakai jilbab jika k
Assalamualaikum everyone 😍bantu follow akunku yaaa. Untuk yang sudah follow aku ucapkan banyak terima kasih 😘,🌸🌸🌸 NINDIAku terharu saat Alya memberiku uang 1 juta rupiah katanya untuk beli makanan jika aku lapar.Makanan rumah sakit memang tidak enak rasanya di lidahku yang terbiasa makan makanan orang kaya. Aku tidak berhenti merutuki diriku sendiri yang super ceroboh. Gara-gara kecerobohanku aib dan jati diriku jadi terungkap.Setelah lama termenung aku putuskan untuk memberi tahu Alya. Aku yakin Alya mau membantuku.Sejujurnya aku malu pada Alya. Rasanya seperti jatuh ke dalam jurang. Tapi, bagaimana lagi dia sudah terlanjur tahu.Aku pikir tadinya Alya akan memberi tahukan pada teman-teman yang lain dan aku sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku akan jadi korban bulian seisi sekolah. Bukan hanya sekolah saja, tapi seluruh jagat raya.Ternyata dugaanku salah. Alya tidak memberi tahu pada siapa pun dia benar-benar bungkam menutupi aibku.Kuberi Alya
“Sudah berobat Om, tinggal masa pemulihan aja,” jawabku jujur.“Oke, karena sebentar lagi Maghrib sepertinya kita harus bicara mengenai kontrak kerja kita berdua,” kata Om Darwin lagi lalu melirik pada Putri.“Yap, betul sekali. Kalau gitu aku permisi ya, Om, Nind.” Aku kaget kenapa Putri harus pergi lalu aku dengan siapa?“Tenang, Nind. Aku tunggu kamu di kamar sebelah. Papiku ada di sebelah baru datang,” ucap Putri seolah mengerti kegelisahanku. Aku mengangguk ragu.“See you ....” pamit Putri seraya mencium pipi kiriku.“Duduk sini ....” Om Darwin menepuk-nepuk kasur di sebelahnya. Meski, canggung aku tetap menurutinya.“Kamu enggak bawa salin? Kok, masih pakai baju sekolah?”“Ba—wa, Om. Ta—di, Putri mengajakku beli,” jawabku terbata. Entah kenapa aku tiba-tiba takut sekali.“Santai aja, Nind. Kamu baru pertama kali, ya?”“I—ya, Om,” jawabku jujur.“Oke, aku mengerti sekarang. Kamu tunggu sebentar sambil baca surat perjanjian kita. Aku sudah menuliskan semuanya dalam map ini. Aku ma
~k~u🌸🌸🌸“Al, apa sepupumu itu sudah taubat kok, sekarang mau jalan kaki pulang pergi sekolah?” tanya Angga.Kami memang sedang dalam perjalanan pulang sekolah.“Entah, deh! Kurasa karena gengnya tidak memberi tumpangan jadi terpaksa jalan kaki,” jawab Alya.“Yee ... aku bisa kali pesan taxi. Lagi pingin jalan kaki saja. Kenapa sih, kalian sewot gitu? Takut keganggu ya, acara pacarannya?” sindirku.“Apaan sih, Nind!” Enggak lah. Kami itu hanya heran saja makanya tanya,” sahut Angga seraya menoyor kepalaku.“Kirain ... tapi, kalau kalian pacaran cocok deh! Alya cantik, kamu juga ganteng Ngga. Kenapa kalian enggak jadian aja” ledekku lagi.“Ngomong lagi, kusumpel mulutmu pakai daun pisang di kebun sono!” bentak Alya.“Marah tandanya iya, loh, Al.” godaku lagi.Alya mengambil kerikil dan melemparkan padaku. Takut kena aku lari menghindar. Alya tidak mau kalah dia ikut lari mengejarku.“Stop, Al. Capek!” teriakku.Pluk!Kerikil lumayan besar berhasil mendarat di kepalaku.“Puas, Al!” be
Assalamualaikum everyone 😍 selamat pagi ....Yuk, bantu follow akunku bagiku yang sudah follow aku ucapkan banyak terima kasih ❤️Happy reading.🌸🌸🌸POV NINDI“Dasar bandot tua!” pekikku kesal sekali. Jika membunuh tidak ada hukumannya tentu saja sudah kulakukan.“Giman Dik, sudah enakkan?” tanya Alya pada gadis kecil itu. Ya Tuhan malang sekali nasibnya. Sudahlah miskin dilecehkan pula.“Sudah enakkan, Kak. Hanya saja perutku sakit. Sedari pagi aku belum makan,” jawabnya jujur.“Makan ini, Dik. Kakak tadi bawa bekal, dan tidak Kakak makan.” Alya memberikan kotak bekalnya.“Wah, enak sekali. Ini ayam goreng kayak yang di TV kan, Kak?” Alya hanya mengangguk seraya membelai rambut gadis malang itu.“Makan dan habiskan.”“Tapi, nanti Kakak makan apa kalau bekal Kakak aku habiskan?” Apa aku tidak salah dengar? Mulia sekali anak ini. Perutnya lapar masih memikirkan orang lain. Ada yang berdenyut di dalam dadaku.“Jangan khawatir, Kakak nanti akan makan di rumah.”Aku dan Alya menunggu