Lukman Bagaskara tak dapat menutupi kekecewaannya saat Anyelir kekeuh mengatakan ia tak dapat memenuhi permintaan opanya karena gadis itu telah menerima lamaran kekasihnya.
"Memangnya siapa itu Denis Sukma, bisa-bisanya papimu merestui begitu saja lamaran konyol itu.Kamu itu salah satu ahli waris Lukman Bagaskara, bagaimana bisa dilamar dengan cara seenaknya seperti itu.Si Denis Denis itu bahkan tidak menemui Opa dulu untuk minta izin melamarmu.Tidak!Opa tidak akan memberi restu!" Lukman Bagaskara mengeraskan wajahnya.Ia tidak terima!"Dia putra Haris Sukma--asistenku, PaMereka sudah cukup lama menjalin hubungan, jadi wajar saja kalau pada akhirnya memutuskan untuk menikah.Denis lelaki yang baik, Anyelir pun sudah cukup umur untuk berumah tangga, apa alasanku menolaknya.Alih-alih ribut memaksa Anyelir mau menikah dengan Anjas, mengapa tidak aku saja yang Papa nikahkan dengan Mita--bundanya Anjas?Toh, kami saling mencintai dan sebelum aku khilaf melakukan sesuatu yang sangat ingin kulakukan padanya ." Arya Bagaskara angkat bicara.Awalnya pertemuan hanya dilakukan oleh Lukman dan kedua cucunya, namun kemudian Arya bergabung setelah tiba di mansion bersama Mita selepas menyelesaikan pekerjaan di kantor.Wajah Lukman Bagaskara merah padam.Sampai kapanpun tak akan ia biarkan kedua insan yang tengah di mabuk asmara itu menyatu dalam ikatan tali pernikahan."Kalian itu sudah dicatat dunia sebagai kakak beradik putra putri Lukman Bagaskara.Jangan membuat skandal dengan nekad menjalin hubungan meski Mita tidak terlahir dari rahim mamamu!" hardik Lukman."Apa karena ayahnya adalah Papa? Apa Mita anak Papa dengan wanita lain? Istri Siri Papa mungkin?" Arya menuding Lukman dengan menaik turunkan alisnya jenaka.Bukan rahasia seorang pria kaya punya istri siri dan anak di bawah tangan di mana-mana. Arya awalnya hanya bermaksud menggoda ayahnya, namun tak urung ia dibuat penasaran dan tertarik ingin menyelidikinya."Hati-hati kalau bicara! Jaga hati mamamu, Mita itu putri mendiang sahabatnya dulu di panti.Kami sangat menyayanginya.""Opa, Anye ngantuk! Silakan Opa, Papi dan Mas Anjas lanjutkan diskusinya.Anye ada janji VC sama Mas Den setengah jam lagi, Anye mau siap-siap dulu." pamit Anye."Awas kalau berani VCSan, Opa seret dia ke lapangan tembak! Bilang dia Opa belum memberi restu pada hubungan kalian!" Lukman sangat berang malam ini, tensi darahnya dipastikan naik dan ia butuh minum obat hipertensi sebelum berangkat tidur.Pada akhirnya pertemuan guna membicarakan perjodohan Anjas dan Anye ditangguhkan.Lukman memasuki kamar pribadinya dengan wajah gusar. Bukan saja cucunya yang bertingkah menolak perjodohan, putranya pun menambah pusing kepala dengan permintaan yang mustahil ia kabulkan.Rosana meletakkan buku yang tengah dibacanya. Wanita yang masih terjaga kecantikan luar dalamnya itu bergerak menyambut kedatangan suaminya."Mas sudah mau berganti pakaian tidur?"Lelaki berkepala tujuh itu mengangguk sembari mendekati istrinya.Rosana telah mengenakan gaun tidur berbahan satin halus favoritnya."Aku sikat gigi dulu!" Lukman beranjak menuju toilet setelah terlebih dahulu mengecup kening sang istri.Kini Lukman dan Rosana telah berada di peraduan. Tubuh mungil sang istri nyaman berlabuh dalam peluk hangat sang suami yang begitu dicintainya."Anyelir menolak perjodohan yang kuatur untuknya. Kekasihnya sudah lebih dulu melamar, katanya.Padahal kita semua saksi yang pastinya sepakat kalau Anjas adalah pria yang paling tepat untuk Anye, dengan demikian posisi kekeluargaan antara Mita dan keluarga kita juga semakin kuat dengan adanya ikatan pernikahan antara anaknya dan cucu kita.Aku lebih ridho melihat Arya dan Mita menjadi besan daripada harus menikahkan keduanya!" Lukman masih tampak berang.Rosana membelai wajah garang suaminya, wanita lemah gemulai itu menatap penuh kasih sayang pada lelaki yang dijodohkan dengannya empat puluh lima tahun lalu."Sudah Pap, jangan marah-marah melulu, nanti darah tingginya semakin menjadi-jadi," bujuk sang istri yang kedua tangannya telah melingkar di leher sang suami.Lukman menghela napasnya kasar, namun kemudian fokusnya berpindah pada tubuh Rosana yang telah menyatu dengan tubuhnya. Reflek ia benamkan wajahnya di area dada nan indah yang telah menjadi candunya selama pernikahan, meninggalkan tanda di sekitarnya dengan penuh gairah dan membiarkan endorphin diproduksi secara berlimpah merilekskan otak yang semula tegang memikirkan ulah putra dan cucunya.Cukup lama keduanya saling berlomba menuju puncak syurga dunia. Hingga sang wanita terlebih dahulu terkulai lemas mengakui ketangguhan sang suami yang sejatinya sudah tidak muda lagi secara usia.Sebetulnya ada sesuatu yang sejak lama ingin diutarakan oleh Rosana pada suaminya. Namun entah mengapa ia merasa takut jika apa yang seringkali dituduhkan oleh putranya pada suaminya benar adanya.Bagaimana jika benar suaminya adalah ayah biologis dari Mentari Paramita, putri angkat mereka.Flashback onEmpat puluh tahun lalu ..."Sayang, aku dapat telpon dari panti, Bu Salma bilang Melati mengalami kecelakaan dan kandungannya sedang dalam kondisi kritis.Semoga paramedis dapat menyelamatkan anak yang tengah ia kandung!Tapi sejak kapan memangnya Melati mengandung? Aku bahkan tidak tahu kalau dia telah menikah." Rosana menatap bingung ke arah suaminya yang tampak terkejut mendengar berita kecelakaan yang menimpa sahabat mereka."Ayo kita lihat keadaannya dulu, semoga keduanya dapat diselamatkan!" Lukman mengajak istrinya bergegas, bagaimana pun Melati adalah cinta pertamanya, gadis yang ia inginkan sebelum orangtuanya menjodohkannya dengan Rosana.Melati dan Rosana diasuh bersama di panti asuhan yang dikelola oleh seorang wanita bernama Bu Salma. Mertua Bu Salma adalah pendiri panti asuhan itu dan orang tua angkat Rosana berikut Lukman Bagaskara adalah donatur tetap di sana.Bu Salma sendiri memiliki seorang putra bernama Johan yang besar bersama Melati, Rosana dan Widuri--anak panti lainnya yang kemudian diadopsi oleh sepasang suami istri yang bermaksud menjadikannya sebagai 'anak pancingan'.Di kemudian hari, Johan yang sesungguhnya menaruh hati pada Rosana menikahi Widuri yang sejak lama telah jatuh hati pada anak sang ibu panti yang berwajah tampan itu.Yah, telah terjadi drama percintaan bersegi-segi di Panti Asuhan itu sejak berpuluh tahun lalu.Lukman yang mencintai Melati justru dijodohkan dengan Rosana, sementara Rosana sendiri dicintai oleh Johan yang dicintai secara ugal-ugalan oleh Widuri dan diam-diam dicintai pula oleh Melati tanpa sepengetahuan Lukman yang justru menyematkan predikat cinta pertama pada gadis panti berparas ayu yang sempat menghilang selama setahun sebelum berita kecelakaannya menggemparkan panti dan sekitarnya."Bagaimana keadaan Melati, Bu? Di mana sebenarnya Melati selama ini?Bagaimana bisa ia tengah hamil besar saat ini?Mengapa pernikahannya dirahasiakan, Bu?Apa selama ini ia ikut suaminya?Lantas, mana suaminya?Apa Ibu sudah menghubungi ayah dari bayi yang sedang dikandung Melati?" Rosana bertanya dengan frustasi, ia sangat marah karena tak tahu apa yang telah terjadi dengan sahabatnya selama ini.Bu Salma bergeming sembari menunduk. Sejujurnya ia bingung harus menjawab apa."Setahun yang lalu Melati pamit akan bekerja di kota lain, dia tak pernah mengatakan sedang dekat dengan pria mana pun.Ibu bahkan berencana menikahkannya dengan Johan.Toh kekasihnya telah menikah denganmu," jawab Bu Salma apa adanya."Kekasih Melati menikahiku?" Rosana melayangkan tatapannya pada sang suami."Kami sempat backstreet saat kita SMA dulu, Sayang.Hanya cinta monyet saja." Lukman berjuang menetralisir degup jantungnya, dia menyayangi istrinya, ibu dari putra sematawayangnya.Dia berjanji akan menjaga hati Rosana, karena meski masih menyimpan rasa cinta yang belum usai pada Melati, tetap Rosana adalah permaisuri di istananya dan bak sekuntum bunga yang kini telah mekar sempurna di sudut hatinya, keindahan tutur kata dan perilaku Rosana telah membuatnya jatuh hati pada pesona sang istri sah."Maksud Ibu, Ibu juga tidak mengetahui siapa lelaki yang telah menghamili Melati?" Kembali istri dari Lukman Bagaskara itu mendesak sang ibu panti mengatakan yang sebenarnya.Tak urung Bu Salma berjuang menutupi kegugupannya. Dia hanya bisa berbohong karena telah berjanji akan turut menutupi pernikahan sirri anak asuhnya yang diselenggarakan secara sederhana di kediamannya setahun lalu.Sepasang suami istri bergerak cepat mendekati ketiganya. Johan diikuti Widuri segera menghampiri menanyakan keadaan Melati yang selama ini mereka ketahui berada di luar negeri untuk bekerja.TBC"Keluarga pasien atas nama Melati Putriyanne!"Bu Salma diikuti Rosana, Widuri, Johan dan Lukman berderap menuju asal suara yang memanggil."Bagaimana dengan Melati dan anaknya, Bu Bidan?" Lukman to the point bertanya pada petugas yang memanggil mereka."Bayinya aman, namun Bu Melati masih dalam kondisi kritis saat ini, dia ingin bicara empat mata dengan yang bernama Rosana. Apa orangnya ada?"Wajah Lukman pias seketika, dia begitu takut akan terjadi hal - hal yang buruk pada Melati."Saya Rosana!""Segeralah masuk, BuAnda sudah ditunggu oleh Bu Melati." Petugas medis itu lanjut membawa Rosana menuju bed tempat Melati terbaring tak berdaya."Mel! Ya Tuhan! Sudah, jangan.bicara apa-apa lagi, istirahat saja dulu," titah Rosana kala melihat wajah pucat Melati pasca melahirkan.Melati hanya bisa menangis, tak sepatah kata pun yang sanggup ia ucapkan selain kata maaf yang dilafazkan terbata. Kondisinya terus menurun hingga kembali kehilangan kesadaran."Dia bicara apa?" tanya Lukman p
"Kamu sadar tidak sih, betapa menggodanya dirimu?"Anyelir tergugu, ia tidak bermaksud menggoda siapa-siapa.Bahkan kepada Denis pun awalnya ia hanya menawarkan pertemanan. Tak ada sedikit pun keinginan menarik perhatian pria itu untuk ia jadikan kekasih.Namun Denis memang sebaik itu. Pria itu paket komplit yang pesonanya sangat sulit dinafikan oleh para wanita termasuk dirinya yang nyata membutuhkan 'seseorang'."Aku gak pernah bermaksud menggoda siapa pun, MasKamu tahu sejak dulu beginilah aku. Aku bahkan nyaris gak pernah pake parfum dan lebih suka memakai minyak telon. Kalau soal pakaian ya memang dari dulu aku seperti ini terkecuali jika keluar, aku selalu berpakaian sopan kok meski belum berhijab seperti gadis yang selalu membersamai kamu itu.Aku memang suka tidur dengan gaun begini, aku mencontoh bunda Mita yang di mataku anggun mengenakan dress sehari-hari. Bunda Mita yang pertama kali menghadiahiku gaun tidur yang nyaman dikenakan ini, selanjutnya aku memang jadi ketagi
Anjas urung memasuki kamarnya. Ia memilih untuk menajamkan telinganya.Suara-suara ambigu itu kian terdengar jelas dan parahnya ia merasa familiar dengan suara-suara yang saling bersahutan itu."Udah ah, Mas ... Pegel tau!' Itu suara Paramita, Anjas tentu tak salah mengenali suara bundanya. "Lima menit lagi, Mit ... yang tadi rasanya nyaman sekali, jangan salahkan kalo aku jadi ketagihan," tawar pria yang menjadi lawan bicara sang bunda. Suara pria itu pun sangat Anjas kenali. Siapa lagi kalau bukan Arya Bagaskara, paman angkatnya.Anjas merasa tak perlu menunda untuk menegur keduanya. Sudah bukan rahasia lagi kalau bundanya menjalin hubungan dengan sang kakak angkat. Seluruh penghuni rumah bahkan karyawan kantor sudah mengendus cukup lama meski tak ada yang berani angkat bicara. Tentu saja alasannya karena tak ingin punya masalah dengan sang CEO dan berpikir masih sangat sayang dengan mata pencaharian mereka.Sungguh mereka belum siap untuk didepak karena meributkan hubungan sang
Semalaman mata Anjas terjaga. Meski telah menegakkan sholat witir dilanjutkan melafazkan dzikir tetap saja berbagai kejadian sepanjang awal malam hingga adzan subuh berseliweran di kepalanya. Tentang Anyelir yang dijodohkan Opa dengannya, namun ternyata telah dilamar oleh kekasihnya. Tentang Bundanya dan Om Arya yang ternyata telah menikah siri setahun yang lalu.'Terang saja semakin mesra kala bersama.'Dia butuh waktu dan ketenangan batin untuk mencerna semua itu.Anjas memilih untuk tidak langsung kembali ke kamarnya sepulang dari mengerjakan sholat subuh di masjid terdekat yang biasa ia tempuh dengan hanya berjalan kaki.Pemuda yang sudah cukup lama tak mengunjungi mansion Opanya itu kemudian menyambangi spot-spot favorit ketika dirinya masih tinggal di bangunan megah itu."Lha, Mas Anjas ada di sini tho! Lama gak ketemu manglingi banget!" seru Dito, salah satu pekerja yang awalnya ikut sang ayah bekerja di Mansion Lukman, kemudian lanjut bekerja menggantikan ayahnya yang pulang
Anye menyelinap masuk ke kamar Anjas setelah terlebih dahulu mengetuk pintu.Memang sudah kebiasaannya sejak dulu, akan langsung masuk setelah mengetuk pintu tanpa menunggu dipersilakan masuk terlebih dahulu oleh si pemilik kamar."Ups, maaf Mas!" Anye spontan menutup kedua matanya lalu memutar tubuh membelakangi. "Kebiasaan lama belum hilang juga rupanya," omel Anjas seraya menyambar bathrobenya.Pemuda itu tadi hanya mengenakan boxernya saja."Maaf, Mas ... aku tadinya mau mengajak Mas sarapan pagi bareng, tapi rupanya Mas Denis harus segera pulang setelah menerima telpon dari papanya.Mas belum sarapan kan?" "Aku tadi minta Dito membuatkan jus alpukat saja, mau nimbrung khawatir mengganggu kebersamaan kalian, jadinya ya ... ""Maafin aku ya, Mas. Beneran gak nyangka Mas Denis akan datang tadi setelah aku bilang gak bisa ikut jogging karena kesiangan bangun.""Its okay, jadi udah pada kelar sarapannya?" Anyelir menggelengkan kepalanya. "Aku gak selera makan nasi goreng seafoodny
Anye mengencangkan pelukannya seolah tak ingin berpisah lagi dengan sosok yang kini tengah membalas pelukannya. "Nye, sudah ... kita naik, Mas mau siap-siap pulang ke apartemen. ""Tapi nanti bakalan sering main ke sini lagi kan ya, Mas." Anye masih belum mau mengurai pelukannya. Ntah karena masih sangat rindu ataukah takut tenggelam. Allahua'lam."Mas gak janji, Nye ...Apalagi kalau kamu sudah resmi menerima lamaran Denis, haram bagi Mas menikung sesama saudara seiman. Mas tentunya akan semakin menjaga jarak dan menghormati keputusan kamu.Saran Mas, istikharahlah agar Allah menuntun kamu menentukan pilihan terbaik.""Iya, Mas.Oh ya, Mas ... Jadi aku boleh ikut kamu ke apartemen kan siang ini? Janji aku gak akan ganggu kamu menyiapkan bahan seminar, aku juga gak akan ngotot ngajak makan di warungnya Cak Somad, kita delivery order aja atau aku yang akan masak di sana biar Mas bisa fokus menyelesaikan pekerjaan.Boleh ya, Mas. Seharian ini aku akan jadi teman yang manis di apartem
Anye menggigit bibirnya sembari membuang tatapan menyembunyikan matanya yang mulai berkaca-kaca. "Kita bukan mahrom, Sayang. Jangan kelamaan duduk di pangkuan Mas, khawatirnya dia bangun dan Mas harus mengambil waktu untuk menidurkan dia agar bisa konsentrasi menyelesaikan materi seminar besok." Kembali Anjas berbisik dan sukses memerahkan wajah tuan putri kesayangannya. "Mas, kamu ..." Anye merasa gemas sekali hingga reflek mencubit roti sobek Anjas yang ternyata begitu keras."Udah ah, aku mau lanjut masak dulu! Ba'da dzuhur kita makan siang di sini saja, Mas. Insyaa Allah semua sudah akan siap untuk kita berdua.Oh ya nanti aku numpang sholat di kamar kamu ya, Mas!" serunya sambil bergerak cepat melipir kembali ke pantry sebelum Anjas kembali mengeluarkan kata-kata yang membuatnya salah tingkah. Tepat saat Adzan berkumandang Anye selesai melakukan plating. Dia juga menyiapkan salad buah untuk cuci mulut dan cemilan nantinya."Mas aku numpang mandi di kamarmu ya, gerah banget soa
"Selesaikan makannya, habis itu istirahat dulu di kamar Mas. Sorenya nanti Mas antar pulang, " titah Anjas. Anye patuh dan langsung masuk kamar selepas menyelesaikan makan siangnya. Anjas sendiri memilih mencuci semua perabot dan alat makan kotor yang berada di sink cuci piring sebelum akhirnya menyerah dan ikut merebahkan dirinya di sofa ruang tengah.Pekerjaannya sudah hampir rampung sementara matanya sangat sulit diajak bekerja sama. Hampir terjaga semalaman membuat Anjas agak kesulitan berkonsentrasi berujung ngantuk yang tak tertahankan selepas menikmati makan siangnya. Anye hampir saja terlelap saat panggilan video dari sang oma mendistraksinya."Apa kamu masih bersama Masmu, Sayang?" tanya Rosana"Anye baru selesai makan siang sama Mas Anjas, Oma.Anye disuruh istirahat dulu siang ini di kamarnya Mas Anjas, orangnya sendiri mungkin masih lanjut menyelesaikan pekerjaannya atau bisa jadi juga sedang rehat di ruangan lain.Oma mau bicara sama Mas Anjas?" tanya Anye yang saat
Rosana tak kuasa menahan luapan emosi yang telah ia tahan selama dua pekan terakhir ini. Mendapati kenyataan sang suami pernah menduakannya telah benar-benar menguji kewarasan wanita yang sebagian rambutnya telah memutih itu.Kenyataan yang membuatnya merasakan kesakitan yang teramat sangat tentu saja dikarenakan ia mengenal dengan sangat baik sosok wanita yang pernah menjadi orang ketiga di dalam rumah tangganya. Jangan dikira karena wanita itu telah tiada, lantas dapat dengan mudah menghapus segala rasa yang hadir pasca tersibaknya tabir kelam pers3l1ngkuh4n sang suami yang pernah teramat ia cintai. Tidak segampang itu dan Lukman Bagaskara menyadari pula hal tersebut. "Haruskah aku bersimpuh di kakimu, Rosana?" Lukman mengiba. Rosana membuang tatapannya ke luar jendela. Hatinya masih sangat panas, luka tak berdarah itu masih terasa begitu perih, Ia bahkan tak tahu lagi bagaimana cara meneduhkan luka bathin yang kerap kembali menganga setiap kali ia mengingat sosok Melati dan juga
Anjas tak menyangka akan menuai penolakan dari sang ayah mertua.Padahal sebelum memutuskan akan membawa Anye ikut tinggal bersamanya di rumah dinas petani, Anjas telah mempertimbangkan matang-matang segala sesuatunya dari segala sisi.Dari sisi keamanan dan kenyamanan jelas rumah dinasnya lebih unggul, karena selain berada di tengah hamparan kebun sayur yang indah, pengamanan jelas sangat diutamakan mengingat mereka berada di tengah-tengah komoditi utama yang tentu saja sangat ketat dilindungi oleh sistem yang dirancang sedemikian rupa oleh Anjas dibantu semua staff yang ada di instalasi perkebunan hidroponik miliknya. Jangan ragukan kenyamanan yang telah Anjas persiapkan. Meski terlihat sederhana dari luar, sesungguhnya Anjas telah meng-upgrade banyak hal di rumah dinasnya menyesuaikan dengan kebutuhan pemulihan Anye. Semua itu ia persiapkan selama Anye berada dalam keadaan koma selama empat belas hari terakhir. "Papi apa pernah berkunjung ke rumah dinasku yang berada di pinggir k
Mata yang tadinya berkaca-kaca kini telah basah oleh air mata yang menggenang berselimut haru."T t tapi ... a a aku ... k k ka ki a a a ku ... kaki aku ...." Anye menggelengkan kepalanya sembari sebelah tangan menyentuh permukaan bibir menahan isakan yang pecah diwarnai kekalutan dan rasa hancur."Its okay, its no a big deal ... di mataku kamu sempurna, Sayangku ... ada atau tidak adanya pergelangan kakimu tidak mengubah sedikitpun rasa yang aku miliki padamu, bahkan menambah rasa sayang dan kekagumanku padamu karena telah memberanikan diri mengambil langkah demi mewujudkan hubungan kita yang semestinya, walau berakhir begini ... aku mohon, bersabarlah. Semua insyaa Allah akan baik-baik saja ke depannya. Trust me, kita hadapi semua sama-sama ya, Sayang." Anjas meraih telapak tangan Anye, dan menciumnya dengan lembut penuh kasih."Aku tidak mau lama-lama berada di sini, Mas," rengek Anye. Anjas tersenyum lembut sembari kembali menciumi tangan Anye yang masih berada di dalam genggam
Anjas tak bosan-bosannya berada di dekat sang istri terkasih. Berdoa tanpa jeda mengharap sang kekasih membuka mata dan kembali seperti sedia kala. Meski kini pergelangan kaki sebelah kiri Anye telah diamputasi, Anjas tak pernah mempermasalahkan itu. Kaki artificial untuk Anye bahkan telah dipesan oleh Arya Bagaskara untuk sang putri sematawayang kesayangan. Anjas tak mempermasalahkan ketidakhadiran Lukman Bagaskara, yang penting saat ini Anye telah berhasil ia halalkan, dinikahi secara sah dengan menggenggam tangan ayah kandung sang kekasih kala ijab kabul dilafadzkan. Anjas begitu bersyukur kini telah menjadi sosok suami bagi wanita yang paling ia inginkan dalam hidupnya. Wanita yang ia jaga sejak terlahir ke dunia, dibersamai dengan penuh kasih sayang hingga putik cinta bermekaran di hati keduanya. Anjas rutin membacakan ayat-ayat suci Al Qur'an saat berada di sisi Anye. Sesekali ia akan membisikkan kata-kata cinta dan pengharapan ke telinga sang dayita. "Baby, buka matanya
Anjas dan Arya saling menatap sarat kepedihan."Apakah memang tidak dapat dipertahankan saja? Aku khawatir Anyelir shock saat ia siuman nanti." Arya mencoba untuk bernegosiasi."Terlalu beresiko, Pak. Kami hanya ingin mengusahakan yang terbaik untuk keselamatan putri anda." Seorang dokter mencoba memberikan penjelasan pada Arya terkait sebelah kaki Anye yang memang tak dapat diselamatkan. "Segera nikahkan kami, Om, agar aku dapat turut merawat Anyelir," pinta Anjas. "Bagaimana kalau bertunangan saja dulu, Jas?" tawar Arya. Cepat Anjas menggeleng dengan tegas."Sebagai tunangan Anye aku belum halal untuk menyentuhnya, sementara ia sedang sakit, ia pasti membutuhkanku sebagai kakinya, tangannya, matanya dan segala yang ada pada dirinya.Tolong, OmKumohon mengertilah, Anye akan lebih cepat pulih dibawah perawatanku. Aku akan selalu ada untuknya.Aku akan membawanya tinggal bersamaku. Siang malam akan kami lewati bersama, aku yakin ia akan lebih bahagia kala mendapatiku saat membuka
Anye segera dilarikan ke IGD rumah sakit terdekat. Anjas selalu setia mendampingi calon istrinya dan tak lupa menghubungi Arya untuk mengabarkan kondisi Anye. Arya tiba secepatnya ke tempat yang diberitahukan oleh Anjas. Kini keduanya sama-sama bergeming menanti kelanjutan kabar nasib orang yang mereka cintai."Pasien akan kita pindahkan ke ruang ICU, siapa di sini yang akan bertanggungjawab terkait administrasi dan lainnya?""Saya!""Saya!""Anye itu putri Om, Jas ... biar Om yang menanggung semua, lagi pula pengendara g1l4 yang melanggar putri Om sudah diringkus, Om tidak akan dengan mudah melepaskannya. Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Anye putri Om satu-satunya, jantung hati Om!" Arya menegaskan posisinya pada sang calon menantu. Anjas mengangguk patuh."Kau berhutang penjelasan pada Om, apa yang kalian lakukan di apartemen itu? Kenapa Anye bisa mengalami kecelakaan yang membuat dia tak sadarkan diri di ICU saat ini?"Anjas menjelaskan dengan detail awal mula ke
Andre kesal bukan main mendengar pertanyaan asal bunyi dari mulut sohibnya mempertanyakan kenapa ia masih berada di kantor pada malam hari."Kamvreeddt, ini kan karena elu yang tetiba resign, jobdesc gue jadi di luar nurul begini, seabreg-abreg kek cucian kotor yang belom sempat gue antar ke laundry," omel Andre.Keduanya langsung cabut menuju apartemen Denis yang terletak tidak begitu jauh dari Bagaskara Group Building."Yakin masih hapal passcodenya, Nye?" tanya Anjas."Iya, Mas ... semoga belum diganti deh, kalau sudah berubah ya ntar Nye telpon minta bukain ajalah." Anye kembali melakukan touch up sebelum turun dari mobil. "Jangan terlalu cantik, Nye. Mas cemburu!" titah Anjas yang wajahnya sudah ditekuk tanda tak rela.Keduanya lalu memasuki lobi dan menuju lift.Anye menekan angka lima dan berdiri tegang di sisi Anjas yang menyadari betapa gugupnya sang calon istri."Doakan semuanya lancar ya, Mas ... jujur aku merasa agak kurang nyaman, tapi ya mau bagaimana lagi. Aku in
"Mas, bantu pilihin juga ya, ntar aku salah pilih, yang ada bukannya hijab syar'i malah semakin meluber-luber seksinya berkedok hijab syar'i." Anjas mengangguk mengiyakan, ia memang bertekad memberikan panduan dalam memilih fashion yang sesuai dengan ketentuan yang semestinya. "Mas, kalau yang ini gimana? Bahannya adem, potongannya juga longgar, aplikasi renda dan brokatnya aku suka, manis minimalis, hijabnya juga panjang menutupi bokong." Anye menunjukkan satu stel gamis set berwarna lilac yang anggun seharga du4 jut4 tu7uh r4tus r18u rup14h. Anjas mengangguk setuju. "Kalau ini suka nggak?" Anjas menunjuk gamis berwarna navy. Anya mengerjap senang karena gamis yang ditunjukkan Anjas senada dengan outfit yang dikenakan calon suaminya itu."Suka banget, Mas. Bahannya juga adem, aku langsung pake aja kali ya, boleh kan?" Anye berputar-putar sembari melekatkan set gamis navy seharga l1m4 jut4 rup14h itu ke tubuhnya. "Good idea, beli lagi Nye ... ambil lagi setidaknya tujuh stel, ja
Herman sangat takjub kala matanya memindai sosok Anjas yang berdiri tegak di sisi Anyelir."Dia begitu mirip Adinagara di masa mudanya dulu. Lihatlah foto-foto itu. Lihat foto Adinagara saat ia berusia dua puluh lima tahun." Anjas dan Anyelir tak kalah takjub kala melihat foto-foto Adinagara muda yang tertata rapi di antara foto keluarga.Amira yang ikut bergabung spontan melafadzkan tasbih dan menahan diri sekuat tenaga agar tidak menangis haru di depan dua anak muda yang sedang tekun memperhatikan foto yang terpajang satu demi satu."Anyelir, jadi ini kah anak muda bernama Anjas yang kamu ceritakan kepada Oma dan Opa?" Amira mengonfirmasi. Anye mengangguk mantap sembari membawa Anjas mendekati wanita tua yang masih terlihat cantik di usianya yang telah memasuki kepala enam."Oma, saya Anjasmara calon suaminya Anyelir. Kami kemari karena hendak berpamitan. Saya akan membawa Anye untuk mengurusi beberapa urusan. Insyaa Allah kami akan datang kembali untuk mengunjungi Ibu Marisa--mami