Anjas dan Arya saling menatap sarat kepedihan."Apakah memang tidak dapat dipertahankan saja? Aku khawatir Anyelir shock saat ia siuman nanti." Arya mencoba untuk bernegosiasi."Terlalu beresiko, Pak. Kami hanya ingin mengusahakan yang terbaik untuk keselamatan putri anda." Seorang dokter mencoba memberikan penjelasan pada Arya terkait sebelah kaki Anye yang memang tak dapat diselamatkan. "Segera nikahkan kami, Om, agar aku dapat turut merawat Anyelir," pinta Anjas. "Bagaimana kalau bertunangan saja dulu, Jas?" tawar Arya. Cepat Anjas menggeleng dengan tegas."Sebagai tunangan Anye aku belum halal untuk menyentuhnya, sementara ia sedang sakit, ia pasti membutuhkanku sebagai kakinya, tangannya, matanya dan segala yang ada pada dirinya.Tolong, OmKumohon mengertilah, Anye akan lebih cepat pulih dibawah perawatanku. Aku akan selalu ada untuknya.Aku akan membawanya tinggal bersamaku. Siang malam akan kami lewati bersama, aku yakin ia akan lebih bahagia kala mendapatiku saat membuka
Anjas tak bosan-bosannya berada di dekat sang istri terkasih. Berdoa tanpa jeda mengharap sang kekasih membuka mata dan kembali seperti sedia kala. Meski kini pergelangan kaki sebelah kiri Anye telah diamputasi, Anjas tak pernah mempermasalahkan itu. Kaki artificial untuk Anye bahkan telah dipesan oleh Arya Bagaskara untuk sang putri sematawayang kesayangan. Anjas tak mempermasalahkan ketidakhadiran Lukman Bagaskara, yang penting saat ini Anye telah berhasil ia halalkan, dinikahi secara sah dengan menggenggam tangan ayah kandung sang kekasih kala ijab kabul dilafadzkan. Anjas begitu bersyukur kini telah menjadi sosok suami bagi wanita yang paling ia inginkan dalam hidupnya. Wanita yang ia jaga sejak terlahir ke dunia, dibersamai dengan penuh kasih sayang hingga putik cinta bermekaran di hati keduanya. Anjas rutin membacakan ayat-ayat suci Al Qur'an saat berada di sisi Anye. Sesekali ia akan membisikkan kata-kata cinta dan pengharapan ke telinga sang dayita. "Baby, buka matanya
Mata yang tadinya berkaca-kaca kini telah basah oleh air mata yang menggenang berselimut haru."T t tapi ... a a aku ... k k ka ki a a a ku ... kaki aku ...." Anye menggelengkan kepalanya sembari sebelah tangan menyentuh permukaan bibir menahan isakan yang pecah diwarnai kekalutan dan rasa hancur."Its okay, its no a big deal ... di mataku kamu sempurna, Sayangku ... ada atau tidak adanya pergelangan kakimu tidak mengubah sedikitpun rasa yang aku miliki padamu, bahkan menambah rasa sayang dan kekagumanku padamu karena telah memberanikan diri mengambil langkah demi mewujudkan hubungan kita yang semestinya, walau berakhir begini ... aku mohon, bersabarlah. Semua insyaa Allah akan baik-baik saja ke depannya. Trust me, kita hadapi semua sama-sama ya, Sayang." Anjas meraih telapak tangan Anye, dan menciumnya dengan lembut penuh kasih."Aku tidak mau lama-lama berada di sini, Mas," rengek Anye. Anjas tersenyum lembut sembari kembali menciumi tangan Anye yang masih berada di dalam genggam
Anjas tak menyangka akan menuai penolakan dari sang ayah mertua.Padahal sebelum memutuskan akan membawa Anye ikut tinggal bersamanya di rumah dinas petani, Anjas telah mempertimbangkan matang-matang segala sesuatunya dari segala sisi.Dari sisi keamanan dan kenyamanan jelas rumah dinasnya lebih unggul, karena selain berada di tengah hamparan kebun sayur yang indah, pengamanan jelas sangat diutamakan mengingat mereka berada di tengah-tengah komoditi utama yang tentu saja sangat ketat dilindungi oleh sistem yang dirancang sedemikian rupa oleh Anjas dibantu semua staff yang ada di instalasi perkebunan hidroponik miliknya. Jangan ragukan kenyamanan yang telah Anjas persiapkan. Meski terlihat sederhana dari luar, sesungguhnya Anjas telah meng-upgrade banyak hal di rumah dinasnya menyesuaikan dengan kebutuhan pemulihan Anye. Semua itu ia persiapkan selama Anye berada dalam keadaan koma selama empat belas hari terakhir. "Papi apa pernah berkunjung ke rumah dinasku yang berada di pinggir k
Rosana tak kuasa menahan luapan emosi yang telah ia tahan selama dua pekan terakhir ini. Mendapati kenyataan sang suami pernah menduakannya telah benar-benar menguji kewarasan wanita yang sebagian rambutnya telah memutih itu.Kenyataan yang membuatnya merasakan kesakitan yang teramat sangat tentu saja dikarenakan ia mengenal dengan sangat baik sosok wanita yang pernah menjadi orang ketiga di dalam rumah tangganya. Jangan dikira karena wanita itu telah tiada, lantas dapat dengan mudah menghapus segala rasa yang hadir pasca tersibaknya tabir kelam pers3l1ngkuh4n sang suami yang pernah teramat ia cintai. Tidak segampang itu dan Lukman Bagaskara menyadari pula hal tersebut. "Haruskah aku bersimpuh di kakimu, Rosana?" Lukman mengiba. Rosana membuang tatapannya ke luar jendela. Hatinya masih sangat panas, luka tak berdarah itu masih terasa begitu perih, Ia bahkan tak tahu lagi bagaimana cara meneduhkan luka bathin yang kerap kembali menganga setiap kali ia mengingat sosok Melati dan juga
"Maaf! Anye gak mau dijodohin sama Mas Anjas, Anye sudah punya kekasih yang lebih sayang sama Anye daripada Mas Anjas!" '... yang belakangan super sibuk dan lebih cinta pekerjaan daripada sesama manusia,' lanjut Anyelir dalam hati.Wajah Anjas memerah, dia sadar baru saja ditolak mentah-mentah oleh adik sepupu sematawayangnya dengan alasan yang tak ia sangka-sangka.'Anye punya kekasih? Bagaimana aku bisa sampai kecolongan lagi?' rutuknya dalam hati.Anye memang banyak yang naksir. Cewek cantik, royal dan ramah itu memang selalu populer di mana pun ia berada.Tidak seperti cewek tajir yang umumnya songong, Anye justru berkepribadian hangat dan disukai oleh siapa saja yang mengenali sosoknya yang periang dan penyayang."Gak ada laki-laki yang lebih Opa percayai selain Masmu, Nye! Anjas itu selalu ada untuk kamu sejak kalian masih kecil. Semua yang ada di mansion ini menjadi saksi betapa sayangnya dia sama kamu dan Opa yakin demikian pula sebaliknya ... benar begitu 'kan, Nye?" tembak
"... Mas selalu ingin menyentuhmu." "Mas ...?" Anye, speechless. "Ehm eghm ...!" Lukman Bagaskara berdeham, menyadari dirinya bagai nyamuk di antara kedua cucu kesayangannya. "Mungkin sebaiknya kalian bicara dari hati ke hati dulu berdua saja ....""No Opa!" Anjas mencegah kakeknya pergi. "Anjas gak mau berduaan saja sama Anye! Iman ini sangatlah tipis, itu juga alasan kenapa aku memilih untuk tinggal di luar mansion, aku sadar betul dengan kelemahanku ini." Anjas menatap Anye yang tampak salah tingkah. Begitu juga dengan dirinya sendiri."Opa akan tetap memberi ruang pada kalian untuk bicara berdua, pintu itu akan Opa biarkan terbuka. Masa iya kamu berani macem-macemin Anye dalam keadaan pintu terbuka begitu?" Lelaki tua itu memamerkan smirk-nya sembari meninggalkan perpustakaan yang ia jadikan ruang pertemuan dengan kedua cucunya itu.Sepeninggal Lukman, Anjas memfokuskan perhatian pada entitas yang selama ini telah berkali-kali memenangkan hatinya."Nye, beneran kamu sekarang sud
Lukman Bagaskara tak dapat menutupi kekecewaannya saat Anyelir kekeuh mengatakan ia tak dapat memenuhi permintaan opanya karena gadis itu telah menerima lamaran kekasihnya. "Memangnya siapa itu Denis Sukma, bisa-bisanya papimu merestui begitu saja lamaran konyol itu.Kamu itu salah satu ahli waris Lukman Bagaskara, bagaimana bisa dilamar dengan cara seenaknya seperti itu.Si Denis Denis itu bahkan tidak menemui Opa dulu untuk minta izin melamarmu. Tidak!Opa tidak akan memberi restu!" Lukman Bagaskara mengeraskan wajahnya.Ia tidak terima!"Dia putra Haris Sukma--asistenku, PaMereka sudah cukup lama menjalin hubungan, jadi wajar saja kalau pada akhirnya memutuskan untuk menikah.Denis lelaki yang baik, Anyelir pun sudah cukup umur untuk berumah tangga, apa alasanku menolaknya.Alih-alih ribut memaksa Anyelir mau menikah dengan Anjas, mengapa tidak aku saja yang Papa nikahkan dengan Mita--bundanya Anjas?Toh, kami saling mencintai dan sebelum aku khilaf melakukan sesuatu yang sangat