Semalaman mata Anjas terjaga. Meski telah menegakkan sholat witir dilanjutkan melafazkan dzikir tetap saja berbagai kejadian sepanjang awal malam hingga adzan subuh berseliweran di kepalanya.
Tentang Anyelir yang dijodohkan Opa dengannya, namun ternyata telah dilamar oleh kekasihnya.Tentang Bundanya dan Om Arya yang ternyata telah menikah siri setahun yang lalu.'Terang saja semakin mesra kala bersama.'Dia butuh waktu dan ketenangan batin untuk mencerna semua itu.Anjas memilih untuk tidak langsung kembali ke kamarnya sepulang dari mengerjakan sholat subuh di masjid terdekat yang biasa ia tempuh dengan hanya berjalan kaki.Pemuda yang sudah cukup lama tak mengunjungi mansion Opanya itu kemudian menyambangi spot-spot favorit ketika dirinya masih tinggal di bangunan megah itu."Lha, Mas Anjas ada di sini tho! Lama gak ketemu manglingi banget!" seru Dito, salah satu pekerja yang awalnya ikut sang ayah bekerja di Mansion Lukman, kemudian lanjut bekerja menggantikan ayahnya yang pulang kampung setelah pensiun."Kenapa gak tinggal di sini lagi aja sih, Mas! Kan kuliahnya sudah rampung?" tanya Dito sembari menyapu dedaunan yang gugur dari pohon mangga harum manis dan jambu jamaica yang mulai berbunga dengan lebat."Lebih deket aja dari kantor, Dit! Oh ya, apa kamu pernah melihat Anyelir diantar jemput sama seseorang belakangan ini?" Anjas sebetulnya bisa saja mengecek CCTV, tapi dia memang sengaja ingin membangun komunikasi dengan Dito, dia sadar sudah cukup lama meninggalkan mansion hingga tak sedikit kejadian yang luput dari pantauannya."Maksud Mas Anjas kekasihnya Mbak Anyelir sering main ke sini apa nggak? Gitu kali ya? Kalo cuma antar jemput sih itu tugasnya Kang Dudung, Mas!" celetuk Dito."Ya, kurang lebih begitulah ... apa kekasihnya sering datang ke mari?" Anjas mengulangi pertanyaannya.Dito nyengir, " Mas Anjas cemburu ya ... jan khawatir, Mas! Mbak Anye itu temennya cewek semua kok yang diajakin ke rumah. Terus itu-itu aja lagi orangnya; Mbak Keisha, Mbak Indi sama Mbak Gita.Cuma denger-denger sejak Mas Anjas tinggal di asrama lanjut ke apartemen memang Mbak Anye jadi deket sama anaknya Pak Haris--asisten Tuan Arya.Saya juga tahunya dari Mbok Darsih yang sering nerima paket dari Mas Denis buat Mbak Anye, Kang Dudung yang bilang kalo Mas Denis ini anaknya Pak Haris.Saya juga belum pernah ketemu langsung sama orangnya, Kang Dudung bilang sih orangnya ngemong, sabar banget kayak bapaknya, jadi ya cocok aja gitu sama Mbak Anye yang agak manja," celoteh Dito seraya menyudahi acara menyapunya.Anjas bergeming.Seingatnya Denis memang sesabar itu. Teman sekolahnya dulu itu memang pribadi yang santun dan mengayomi. Justru dia yang lebih dikenal sebagai bad boy sebelum hijrah saat rutin ikut kajian di kampus tempatnya berkuliah."Mas, saya lanjut mau nyirem kembang-kembangnya Nyonya Rosana dulu ya," pamit Dito yang dibalas anggukan oleh Anjas, namun tak urung ia meminta pemuda itu untuk bertukar nomor kontak terlebih dahulu.Anjas tak ingin segera pulang ke apartemennya. Mumpung weekend, dia ingin lebih lama di mansion, sesuatu yang sebelumnya ia hindari mati-matian demi menjauhi sosok Anyelir yang begitu meresahkan batinnya.Panjang umur, sosok gadis yang baru saja dibicarakan muncul mengenakan dress rumahan selutut yang manis. Rambutnya dibiarkan tergerai dengan bando mungil bertahta di rambut hitam kecoklatannya yang bergelombang."Mas, pengen sarapan apa?" tanya sang gadis yang rupanya berniat menyiapkan sarapan untuk kakak sepupunya yang sudah lama tidak pulang."Apa aja, Nye ... Anyway, kamu gak ada acara sama Denis weekend ini?" tanya Anjas berharap gadisnya akan menjawab 'TIDAK'."Seharusnya sih kita jogging di Centre Park, Mas. Tapi akunya kesiangan," jawab Anye."Kita dulu juga sering jogging bareng ya, Nye," celetuk Anjas yang ditanggapi Anye dengan anggukan pelan. Sementara di dalam hati gadis itu menyahut, 'Iya, Mas ... dan berakhir aku pulang dalam gendongan kamu karena mengeluh kelelahan'Keduanya kemudian berjalan masuk beriringan sembari lanjut bernostalgia."Kamu masih ingat sering aku gendong sepulang jogging?" tanya Anjas.Wajah Anye memerah."Gak usah dibahas juga kali, Mas," omelnya yang disambut Anjas dengan cengiran.'Mana mungkin aku lupa dengan perhatian dan kelembutan kamu sama aku, Mas' lirih hati Anyelir."Ah ya, apa kabar bunga camelia yang kita tanam dulu di balkon kamar kamu? Apa sudah berbunga?""Tentu, sekarang juga sedang berbunga kok, Mas. Nanti kita lihat sama-sama ya, siapa tahu Mas juga ingin menghadiahkannya pada Mbak Yasmin," cetus Anyelir yang menuai tatapan tajam sang kakak sepupu.Tangan Anjas menahan bahu sang gadis agar berhenti sesaat."Aku gak suka kamu sebut nama orang lain saat kita bersama, Nye! Aku gak ada niat sama sekali melakukan seperti apa yang baru kamu sebutkan.Ini sudah yang kesekian kalinya kamu sebut namanya saat kita bersama, padahal aku sudah pernah mengatakan kalau di antara dia dan aku tidak ada apa-apa.Ada apa sama kamu, Nye?" Kini kedua belah tangan Anjas telah bertengger di bahu Anye.Tubuh mungil Anye yang membeku perlahan tenggelam dalam dekapan hangat Anjas yang menenangkan."Mas gak tahu apa yang kamu dengar tentang Mas dan wanita lain di luar sana, Mas juga gak tahu siapa yang sudah mencekoki kamu dengan informasi yang membuat kamu selalu mengaitkan Mas dengan wanita lain di luar sana.Satu hal yang kamu harus tahu, Mas sangat menyayangimu, Mas sadari sejak lama kalau sayang itu bukan lagi layaknya seorang kakak pada adiknya semata, tapi lebih kepada seorang pria kepada wanita yang dicintainya." Anjas menghela napas, mengeratkan dekapan dan seolah enggan melepaskan meski sadar beberapa meter dari arah halaman depan berdiri seorang pemuda berpakaian olah raga yang tertegun menyaksikan gadisnya dalam pelukan seseorang.Anjas dengan tenang mengurai pelukannya sembari berbisik, "Kamu mengundang Denis ke sini?"Gadis itu tersadar seketika, matanya yang semula berkaca-kaca mengerjap menatap sosok pemuda yang berdiri kurang dari 50 meter saja dari posisinya saat ini."Mas Den!" Anye lalu berlari ke arah kekasihnya."Mas Den sudah lama tiba di sini?" Gadis itu kemudian meraih lengan kekasihnya dan jalan bergandengan menuju Anjas yang menahan gejolak di dadanya menyaksikan Anyelir bergelayut manja di lengan Denis."Hai Den, gue titip adik gue ya! Pada mau sarapan bareng kan ya? Well, aku duluan kalo gitu." Anjas berjalan dengan cepat mendahului Anye dan Denis yang masih berjalan bergandengan memasuki mansion."Apa hanya perasaanku kalau kehadiranku sepertinya telah mengganggu momen kebersamaan kamu dan Anjas tadi, Nye?" tanya Denis.Anye tidak langsung menjawab. Sejujurnya dia juga bingung harus menjawab apa dan masih shock dengan confession yang baru saja diutarakan oleh Masnya tadi."Mas Anjas lagi banyak masalah aja sih kayaknya.Sebagai adik yang baik aku hanya berusaha ada untuk dia," jawab Anye pada akhirnya dengan diplomatis."Oh ya, aku lupa tanya kamu tadi mau sarapan apa, gimana kalau kita siapin bersama?Dulu waktu Mas Anjas masih tinggal di sini, aku sering kolab bikin sarapan sama dia, seru deh! Mau ya masak bareng aku?" pinta Anyelir yang diiyakan dengan senang hati oleh sang kekasih.Selanjutnya dua sejoli itu tampak larut dalam keseruan meracik sarapan pagi untuk mereka berdua.Sementara di dalam kamarnya Anjas terlihat sedang khusyuk berbalas pesan demi mengalihkan perhatiannya dari rasa sesak mendapati kebersamaan gadisnya dengan kekasih gadis itu.Sebuah tawaran mengisi seminar di kampus Anye oleh salah seorang seniornya yang kini telah menjadi dosen di kampus itu menarik perhatian Anjas.'Why not? tawaran Bang Erland ini cukup menarik, setidaknya aku jadi punya alasan berkunjung ke kampusnya Anye' batin Anjas.Pemuda itu sadar dia sudah hampir saja kehilangan Anye jika saja Lukman tidak menolak mentah-mentah lamaran yang diajukan Denis sebelum ia sempat membuat pengakuan atas perasaannya pada gadis pujaannya itu.Meskipun saat ini masih begitu sulit bagi Anjas untuk dapat meraih Anye, namun ia akan lebih bersungguh-sungguh kali ini. Kesempatan sekecil apa pun untuk dapat mendekatkan dirinya dengan gadis itu sedapat mungkin akan ia jabani.Anye menyelinap masuk ke kamar Anjas setelah terlebih dahulu mengetuk pintu.Memang sudah kebiasaannya sejak dulu, akan langsung masuk setelah mengetuk pintu tanpa menunggu dipersilakan masuk terlebih dahulu oleh si pemilik kamar."Ups, maaf Mas!" Anye spontan menutup kedua matanya lalu memutar tubuh membelakangi. "Kebiasaan lama belum hilang juga rupanya," omel Anjas seraya menyambar bathrobenya.Pemuda itu tadi hanya mengenakan boxernya saja."Maaf, Mas ... aku tadinya mau mengajak Mas sarapan pagi bareng, tapi rupanya Mas Denis harus segera pulang setelah menerima telpon dari papanya.Mas belum sarapan kan?" "Aku tadi minta Dito membuatkan jus alpukat saja, mau nimbrung khawatir mengganggu kebersamaan kalian, jadinya ya ... ""Maafin aku ya, Mas. Beneran gak nyangka Mas Denis akan datang tadi setelah aku bilang gak bisa ikut jogging karena kesiangan bangun.""Its okay, jadi udah pada kelar sarapannya?" Anyelir menggelengkan kepalanya. "Aku gak selera makan nasi goreng seafoodny
Anye mengencangkan pelukannya seolah tak ingin berpisah lagi dengan sosok yang kini tengah membalas pelukannya. "Nye, sudah ... kita naik, Mas mau siap-siap pulang ke apartemen. ""Tapi nanti bakalan sering main ke sini lagi kan ya, Mas." Anye masih belum mau mengurai pelukannya. Ntah karena masih sangat rindu ataukah takut tenggelam. Allahua'lam."Mas gak janji, Nye ...Apalagi kalau kamu sudah resmi menerima lamaran Denis, haram bagi Mas menikung sesama saudara seiman. Mas tentunya akan semakin menjaga jarak dan menghormati keputusan kamu.Saran Mas, istikharahlah agar Allah menuntun kamu menentukan pilihan terbaik.""Iya, Mas.Oh ya, Mas ... Jadi aku boleh ikut kamu ke apartemen kan siang ini? Janji aku gak akan ganggu kamu menyiapkan bahan seminar, aku juga gak akan ngotot ngajak makan di warungnya Cak Somad, kita delivery order aja atau aku yang akan masak di sana biar Mas bisa fokus menyelesaikan pekerjaan.Boleh ya, Mas. Seharian ini aku akan jadi teman yang manis di apartem
Anye menggigit bibirnya sembari membuang tatapan menyembunyikan matanya yang mulai berkaca-kaca. "Kita bukan mahrom, Sayang. Jangan kelamaan duduk di pangkuan Mas, khawatirnya dia bangun dan Mas harus mengambil waktu untuk menidurkan dia agar bisa konsentrasi menyelesaikan materi seminar besok." Kembali Anjas berbisik dan sukses memerahkan wajah tuan putri kesayangannya. "Mas, kamu ..." Anye merasa gemas sekali hingga reflek mencubit roti sobek Anjas yang ternyata begitu keras."Udah ah, aku mau lanjut masak dulu! Ba'da dzuhur kita makan siang di sini saja, Mas. Insyaa Allah semua sudah akan siap untuk kita berdua.Oh ya nanti aku numpang sholat di kamar kamu ya, Mas!" serunya sambil bergerak cepat melipir kembali ke pantry sebelum Anjas kembali mengeluarkan kata-kata yang membuatnya salah tingkah. Tepat saat Adzan berkumandang Anye selesai melakukan plating. Dia juga menyiapkan salad buah untuk cuci mulut dan cemilan nantinya."Mas aku numpang mandi di kamarmu ya, gerah banget soa
"Selesaikan makannya, habis itu istirahat dulu di kamar Mas. Sorenya nanti Mas antar pulang, " titah Anjas. Anye patuh dan langsung masuk kamar selepas menyelesaikan makan siangnya. Anjas sendiri memilih mencuci semua perabot dan alat makan kotor yang berada di sink cuci piring sebelum akhirnya menyerah dan ikut merebahkan dirinya di sofa ruang tengah.Pekerjaannya sudah hampir rampung sementara matanya sangat sulit diajak bekerja sama. Hampir terjaga semalaman membuat Anjas agak kesulitan berkonsentrasi berujung ngantuk yang tak tertahankan selepas menikmati makan siangnya. Anye hampir saja terlelap saat panggilan video dari sang oma mendistraksinya."Apa kamu masih bersama Masmu, Sayang?" tanya Rosana"Anye baru selesai makan siang sama Mas Anjas, Oma.Anye disuruh istirahat dulu siang ini di kamarnya Mas Anjas, orangnya sendiri mungkin masih lanjut menyelesaikan pekerjaannya atau bisa jadi juga sedang rehat di ruangan lain.Oma mau bicara sama Mas Anjas?" tanya Anye yang saat
"Papa tidak akan pernah merestui kalian menikah. Ada banyak wanita di muka bumi ini mengapa harus dengan adik angkatmu sendiri, Arya?" Lukman menatap tajam ke arah putra sematawayangnya."Karena aku mencintainya sejak lama, Pa," jawab Arya dengan tenang."Hah! Cinta monyet saja kau pelihara! Kau tahu aku sangat kecewa ketika rumah tanggamu dengan Marisa kandas di masa pernikahan yang baru seumur jagung. Sama kecewanya aku dengan kandasnya pernikahan Mita dan Henry. Hubungan baikku dengan Tuan Hardy, Ayah Marisa merenggang setelahnya. Aku juga kehilangan asisten sebaik Henry yang kini malah merapat ke grup Hardy.Kalian berdua menghancurkan grand desain masa depan yang kususun dengan susah payah hanya karena keegoisan kalian!" hardik Lukman yang sama sekali tak menggetarkan Arya yang duduk tenang di hadapannya. Arya meminta Mita untuk tidak ikut dengannya menemui sang papa. Pria itu tidak ingin melihat wanitanya bersedih menyaksikan perseteruan yang memang bagai bom waktu, cepat ata
"Hm, jadi dia berencana akan menyelidiku?" Lukman bermonolog. Kembali ia memijat pelipisnya, kepalanya tiba-tiba terasa berat, dia sepertinya memang butuh istirahat."Agggghh!" Lukman mengepal jari jemarinya dengan kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Sementara di lorong yang menghubungkan ruang utama menuju ke kamar-kamar utama di lantai dua Arya tak kalah pusing didera rencana gila papanya yang kembali hendak menjodohkan Mita untuk memisahkan dirinya dan sang adik angkat. Sungguh Arya dibuat frustasi karenanya. Seperti di malam-malam sebelumnya setelah pria itu mengucapkan ijab kabul menghalalkan kekasihnya, Arya menyelinap masuk untuk menghangatkan ranjang istrinya. "Mas, kenapa wajahmu keruh begitu? Apa kamu sudah memberitahukan tentang status kita saat ini?""Justru mungkin tadi seharusnya kukatakan saja pada tua bangka itu agar dia berpikir ulang untuk menjodohkanmu dengan lelaki pilihannya."Mita membolakan matanya."What!?" pekiknya dengan suara tertahan."Papa akan men
Bab 14. Menemui Bunda SalmaRosana tak pernah lupa dari mana ia berasal. Ketika kakinya memasuki halaman dengan rumput hijau menghampar, belasan wajah-wajah manis nan lucu menghambur ke arahnya dan berebutan menciumi tangannya.Ia memang seterkenal itu di tempat ia mengawali kisah hidup hingga sepasang suami istri mengadopsinya.Sekurang-kurangnya sebulan sekali Rosana akan datang membawakan berbagai kebutuhan panti. Setiap kali ia menapakkan kaki di bangunan dua lantai yang dihuni tidak kurang dari tiga puluh anak perempuan dari yang masih berusia di bawah setahun hingga yang duduk di bangku kuliah, dirinya selalu disambut dengan hangat oleh semua penghuni rumah tersebut. "Selamat datang, Bunda .. waah, banyak sekali oleh-oleh yang Bunda bawakan, padahal baru saja pekan lalu Bunda membawakan kami banyak sekali cemilan dan baju-baju bagus berikut sepatu dan tas sekolah yang serba baru.Terima kasih, Bunda ... manisan buah keringnya enak sekali, buahnya juga dari jenis yang unik, kami
Anye telah siap lebih awal dari biasanya pagi ini. Gadis itu tak sabar ingin segera tiba di kampus dan mengambil tempat paling strategis agar dapat menyimak dan menyaksikan penampilan Anjas .Pemuda itu akan hadir menggantikan Prof. Hadinata yang berhalangan mengisi seminar di Dies Natalis hari ini di kampusnya.Segelas susu dan dua buah sandwich tandas sudah. Anye kini siap meluncur di antar Kang Dudung menuju TKP. "Buruan Kang, aku bawain sarapan untuk Mas Anjas soalnya ni!" seru sang putri juragan melecut Kang Sopir mengendarai mobil majikannya dengan kecepatan yang lebih dari biasanya meski masih dalam batas normal untuk perjalanan dalam kota."Wah bakal ketemuan sama Mas Anjas lagi ya, Non? Kang Dudung ikut senang mendengarnya. Soalnya sudah cukup lama Non Anye sama Mas Anjas seperti hidup di dalam dunia masing-masing.Beda dunia," ujar Kang Dudung sambil terkekeh."Bener Kang, akunya kelamaan sibuk main-main di dufan, dunia fantasi!" sahut Anye sambil ikut terkekeh.Setibanya
Rosana tak kuasa menahan luapan emosi yang telah ia tahan selama dua pekan terakhir ini. Mendapati kenyataan sang suami pernah menduakannya telah benar-benar menguji kewarasan wanita yang sebagian rambutnya telah memutih itu.Kenyataan yang membuatnya merasakan kesakitan yang teramat sangat tentu saja dikarenakan ia mengenal dengan sangat baik sosok wanita yang pernah menjadi orang ketiga di dalam rumah tangganya. Jangan dikira karena wanita itu telah tiada, lantas dapat dengan mudah menghapus segala rasa yang hadir pasca tersibaknya tabir kelam pers3l1ngkuh4n sang suami yang pernah teramat ia cintai. Tidak segampang itu dan Lukman Bagaskara menyadari pula hal tersebut. "Haruskah aku bersimpuh di kakimu, Rosana?" Lukman mengiba. Rosana membuang tatapannya ke luar jendela. Hatinya masih sangat panas, luka tak berdarah itu masih terasa begitu perih, Ia bahkan tak tahu lagi bagaimana cara meneduhkan luka bathin yang kerap kembali menganga setiap kali ia mengingat sosok Melati dan juga
Anjas tak menyangka akan menuai penolakan dari sang ayah mertua.Padahal sebelum memutuskan akan membawa Anye ikut tinggal bersamanya di rumah dinas petani, Anjas telah mempertimbangkan matang-matang segala sesuatunya dari segala sisi.Dari sisi keamanan dan kenyamanan jelas rumah dinasnya lebih unggul, karena selain berada di tengah hamparan kebun sayur yang indah, pengamanan jelas sangat diutamakan mengingat mereka berada di tengah-tengah komoditi utama yang tentu saja sangat ketat dilindungi oleh sistem yang dirancang sedemikian rupa oleh Anjas dibantu semua staff yang ada di instalasi perkebunan hidroponik miliknya. Jangan ragukan kenyamanan yang telah Anjas persiapkan. Meski terlihat sederhana dari luar, sesungguhnya Anjas telah meng-upgrade banyak hal di rumah dinasnya menyesuaikan dengan kebutuhan pemulihan Anye. Semua itu ia persiapkan selama Anye berada dalam keadaan koma selama empat belas hari terakhir. "Papi apa pernah berkunjung ke rumah dinasku yang berada di pinggir k
Mata yang tadinya berkaca-kaca kini telah basah oleh air mata yang menggenang berselimut haru."T t tapi ... a a aku ... k k ka ki a a a ku ... kaki aku ...." Anye menggelengkan kepalanya sembari sebelah tangan menyentuh permukaan bibir menahan isakan yang pecah diwarnai kekalutan dan rasa hancur."Its okay, its no a big deal ... di mataku kamu sempurna, Sayangku ... ada atau tidak adanya pergelangan kakimu tidak mengubah sedikitpun rasa yang aku miliki padamu, bahkan menambah rasa sayang dan kekagumanku padamu karena telah memberanikan diri mengambil langkah demi mewujudkan hubungan kita yang semestinya, walau berakhir begini ... aku mohon, bersabarlah. Semua insyaa Allah akan baik-baik saja ke depannya. Trust me, kita hadapi semua sama-sama ya, Sayang." Anjas meraih telapak tangan Anye, dan menciumnya dengan lembut penuh kasih."Aku tidak mau lama-lama berada di sini, Mas," rengek Anye. Anjas tersenyum lembut sembari kembali menciumi tangan Anye yang masih berada di dalam genggam
Anjas tak bosan-bosannya berada di dekat sang istri terkasih. Berdoa tanpa jeda mengharap sang kekasih membuka mata dan kembali seperti sedia kala. Meski kini pergelangan kaki sebelah kiri Anye telah diamputasi, Anjas tak pernah mempermasalahkan itu. Kaki artificial untuk Anye bahkan telah dipesan oleh Arya Bagaskara untuk sang putri sematawayang kesayangan. Anjas tak mempermasalahkan ketidakhadiran Lukman Bagaskara, yang penting saat ini Anye telah berhasil ia halalkan, dinikahi secara sah dengan menggenggam tangan ayah kandung sang kekasih kala ijab kabul dilafadzkan. Anjas begitu bersyukur kini telah menjadi sosok suami bagi wanita yang paling ia inginkan dalam hidupnya. Wanita yang ia jaga sejak terlahir ke dunia, dibersamai dengan penuh kasih sayang hingga putik cinta bermekaran di hati keduanya. Anjas rutin membacakan ayat-ayat suci Al Qur'an saat berada di sisi Anye. Sesekali ia akan membisikkan kata-kata cinta dan pengharapan ke telinga sang dayita. "Baby, buka matanya
Anjas dan Arya saling menatap sarat kepedihan."Apakah memang tidak dapat dipertahankan saja? Aku khawatir Anyelir shock saat ia siuman nanti." Arya mencoba untuk bernegosiasi."Terlalu beresiko, Pak. Kami hanya ingin mengusahakan yang terbaik untuk keselamatan putri anda." Seorang dokter mencoba memberikan penjelasan pada Arya terkait sebelah kaki Anye yang memang tak dapat diselamatkan. "Segera nikahkan kami, Om, agar aku dapat turut merawat Anyelir," pinta Anjas. "Bagaimana kalau bertunangan saja dulu, Jas?" tawar Arya. Cepat Anjas menggeleng dengan tegas."Sebagai tunangan Anye aku belum halal untuk menyentuhnya, sementara ia sedang sakit, ia pasti membutuhkanku sebagai kakinya, tangannya, matanya dan segala yang ada pada dirinya.Tolong, OmKumohon mengertilah, Anye akan lebih cepat pulih dibawah perawatanku. Aku akan selalu ada untuknya.Aku akan membawanya tinggal bersamaku. Siang malam akan kami lewati bersama, aku yakin ia akan lebih bahagia kala mendapatiku saat membuka
Anye segera dilarikan ke IGD rumah sakit terdekat. Anjas selalu setia mendampingi calon istrinya dan tak lupa menghubungi Arya untuk mengabarkan kondisi Anye. Arya tiba secepatnya ke tempat yang diberitahukan oleh Anjas. Kini keduanya sama-sama bergeming menanti kelanjutan kabar nasib orang yang mereka cintai."Pasien akan kita pindahkan ke ruang ICU, siapa di sini yang akan bertanggungjawab terkait administrasi dan lainnya?""Saya!""Saya!""Anye itu putri Om, Jas ... biar Om yang menanggung semua, lagi pula pengendara g1l4 yang melanggar putri Om sudah diringkus, Om tidak akan dengan mudah melepaskannya. Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Anye putri Om satu-satunya, jantung hati Om!" Arya menegaskan posisinya pada sang calon menantu. Anjas mengangguk patuh."Kau berhutang penjelasan pada Om, apa yang kalian lakukan di apartemen itu? Kenapa Anye bisa mengalami kecelakaan yang membuat dia tak sadarkan diri di ICU saat ini?"Anjas menjelaskan dengan detail awal mula ke
Andre kesal bukan main mendengar pertanyaan asal bunyi dari mulut sohibnya mempertanyakan kenapa ia masih berada di kantor pada malam hari."Kamvreeddt, ini kan karena elu yang tetiba resign, jobdesc gue jadi di luar nurul begini, seabreg-abreg kek cucian kotor yang belom sempat gue antar ke laundry," omel Andre.Keduanya langsung cabut menuju apartemen Denis yang terletak tidak begitu jauh dari Bagaskara Group Building."Yakin masih hapal passcodenya, Nye?" tanya Anjas."Iya, Mas ... semoga belum diganti deh, kalau sudah berubah ya ntar Nye telpon minta bukain ajalah." Anye kembali melakukan touch up sebelum turun dari mobil. "Jangan terlalu cantik, Nye. Mas cemburu!" titah Anjas yang wajahnya sudah ditekuk tanda tak rela.Keduanya lalu memasuki lobi dan menuju lift.Anye menekan angka lima dan berdiri tegang di sisi Anjas yang menyadari betapa gugupnya sang calon istri."Doakan semuanya lancar ya, Mas ... jujur aku merasa agak kurang nyaman, tapi ya mau bagaimana lagi. Aku in
"Mas, bantu pilihin juga ya, ntar aku salah pilih, yang ada bukannya hijab syar'i malah semakin meluber-luber seksinya berkedok hijab syar'i." Anjas mengangguk mengiyakan, ia memang bertekad memberikan panduan dalam memilih fashion yang sesuai dengan ketentuan yang semestinya. "Mas, kalau yang ini gimana? Bahannya adem, potongannya juga longgar, aplikasi renda dan brokatnya aku suka, manis minimalis, hijabnya juga panjang menutupi bokong." Anye menunjukkan satu stel gamis set berwarna lilac yang anggun seharga du4 jut4 tu7uh r4tus r18u rup14h. Anjas mengangguk setuju. "Kalau ini suka nggak?" Anjas menunjuk gamis berwarna navy. Anya mengerjap senang karena gamis yang ditunjukkan Anjas senada dengan outfit yang dikenakan calon suaminya itu."Suka banget, Mas. Bahannya juga adem, aku langsung pake aja kali ya, boleh kan?" Anye berputar-putar sembari melekatkan set gamis navy seharga l1m4 jut4 rup14h itu ke tubuhnya. "Good idea, beli lagi Nye ... ambil lagi setidaknya tujuh stel, ja
Herman sangat takjub kala matanya memindai sosok Anjas yang berdiri tegak di sisi Anyelir."Dia begitu mirip Adinagara di masa mudanya dulu. Lihatlah foto-foto itu. Lihat foto Adinagara saat ia berusia dua puluh lima tahun." Anjas dan Anyelir tak kalah takjub kala melihat foto-foto Adinagara muda yang tertata rapi di antara foto keluarga.Amira yang ikut bergabung spontan melafadzkan tasbih dan menahan diri sekuat tenaga agar tidak menangis haru di depan dua anak muda yang sedang tekun memperhatikan foto yang terpajang satu demi satu."Anyelir, jadi ini kah anak muda bernama Anjas yang kamu ceritakan kepada Oma dan Opa?" Amira mengonfirmasi. Anye mengangguk mantap sembari membawa Anjas mendekati wanita tua yang masih terlihat cantik di usianya yang telah memasuki kepala enam."Oma, saya Anjasmara calon suaminya Anyelir. Kami kemari karena hendak berpamitan. Saya akan membawa Anye untuk mengurusi beberapa urusan. Insyaa Allah kami akan datang kembali untuk mengunjungi Ibu Marisa--mami