Anye menggigit bibirnya sembari membuang tatapan menyembunyikan matanya yang mulai berkaca-kaca. "Kita bukan mahrom, Sayang. Jangan kelamaan duduk di pangkuan Mas, khawatirnya dia bangun dan Mas harus mengambil waktu untuk menidurkan dia agar bisa konsentrasi menyelesaikan materi seminar besok." Kembali Anjas berbisik dan sukses memerahkan wajah tuan putri kesayangannya. "Mas, kamu ..." Anye merasa gemas sekali hingga reflek mencubit roti sobek Anjas yang ternyata begitu keras."Udah ah, aku mau lanjut masak dulu! Ba'da dzuhur kita makan siang di sini saja, Mas. Insyaa Allah semua sudah akan siap untuk kita berdua.Oh ya nanti aku numpang sholat di kamar kamu ya, Mas!" serunya sambil bergerak cepat melipir kembali ke pantry sebelum Anjas kembali mengeluarkan kata-kata yang membuatnya salah tingkah. Tepat saat Adzan berkumandang Anye selesai melakukan plating. Dia juga menyiapkan salad buah untuk cuci mulut dan cemilan nantinya."Mas aku numpang mandi di kamarmu ya, gerah banget soa
"Selesaikan makannya, habis itu istirahat dulu di kamar Mas. Sorenya nanti Mas antar pulang, " titah Anjas. Anye patuh dan langsung masuk kamar selepas menyelesaikan makan siangnya. Anjas sendiri memilih mencuci semua perabot dan alat makan kotor yang berada di sink cuci piring sebelum akhirnya menyerah dan ikut merebahkan dirinya di sofa ruang tengah.Pekerjaannya sudah hampir rampung sementara matanya sangat sulit diajak bekerja sama. Hampir terjaga semalaman membuat Anjas agak kesulitan berkonsentrasi berujung ngantuk yang tak tertahankan selepas menikmati makan siangnya. Anye hampir saja terlelap saat panggilan video dari sang oma mendistraksinya."Apa kamu masih bersama Masmu, Sayang?" tanya Rosana"Anye baru selesai makan siang sama Mas Anjas, Oma.Anye disuruh istirahat dulu siang ini di kamarnya Mas Anjas, orangnya sendiri mungkin masih lanjut menyelesaikan pekerjaannya atau bisa jadi juga sedang rehat di ruangan lain.Oma mau bicara sama Mas Anjas?" tanya Anye yang saat
"Papa tidak akan pernah merestui kalian menikah. Ada banyak wanita di muka bumi ini mengapa harus dengan adik angkatmu sendiri, Arya?" Lukman menatap tajam ke arah putra sematawayangnya."Karena aku mencintainya sejak lama, Pa," jawab Arya dengan tenang."Hah! Cinta monyet saja kau pelihara! Kau tahu aku sangat kecewa ketika rumah tanggamu dengan Marisa kandas di masa pernikahan yang baru seumur jagung. Sama kecewanya aku dengan kandasnya pernikahan Mita dan Henry. Hubungan baikku dengan Tuan Hardy, Ayah Marisa merenggang setelahnya. Aku juga kehilangan asisten sebaik Henry yang kini malah merapat ke grup Hardy.Kalian berdua menghancurkan grand desain masa depan yang kususun dengan susah payah hanya karena keegoisan kalian!" hardik Lukman yang sama sekali tak menggetarkan Arya yang duduk tenang di hadapannya. Arya meminta Mita untuk tidak ikut dengannya menemui sang papa. Pria itu tidak ingin melihat wanitanya bersedih menyaksikan perseteruan yang memang bagai bom waktu, cepat ata
"Hm, jadi dia berencana akan menyelidiku?" Lukman bermonolog. Kembali ia memijat pelipisnya, kepalanya tiba-tiba terasa berat, dia sepertinya memang butuh istirahat."Agggghh!" Lukman mengepal jari jemarinya dengan kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Sementara di lorong yang menghubungkan ruang utama menuju ke kamar-kamar utama di lantai dua Arya tak kalah pusing didera rencana gila papanya yang kembali hendak menjodohkan Mita untuk memisahkan dirinya dan sang adik angkat. Sungguh Arya dibuat frustasi karenanya. Seperti di malam-malam sebelumnya setelah pria itu mengucapkan ijab kabul menghalalkan kekasihnya, Arya menyelinap masuk untuk menghangatkan ranjang istrinya. "Mas, kenapa wajahmu keruh begitu? Apa kamu sudah memberitahukan tentang status kita saat ini?""Justru mungkin tadi seharusnya kukatakan saja pada tua bangka itu agar dia berpikir ulang untuk menjodohkanmu dengan lelaki pilihannya."Mita membolakan matanya."What!?" pekiknya dengan suara tertahan."Papa akan men
Bab 14. Menemui Bunda SalmaRosana tak pernah lupa dari mana ia berasal. Ketika kakinya memasuki halaman dengan rumput hijau menghampar, belasan wajah-wajah manis nan lucu menghambur ke arahnya dan berebutan menciumi tangannya.Ia memang seterkenal itu di tempat ia mengawali kisah hidup hingga sepasang suami istri mengadopsinya.Sekurang-kurangnya sebulan sekali Rosana akan datang membawakan berbagai kebutuhan panti. Setiap kali ia menapakkan kaki di bangunan dua lantai yang dihuni tidak kurang dari tiga puluh anak perempuan dari yang masih berusia di bawah setahun hingga yang duduk di bangku kuliah, dirinya selalu disambut dengan hangat oleh semua penghuni rumah tersebut. "Selamat datang, Bunda .. waah, banyak sekali oleh-oleh yang Bunda bawakan, padahal baru saja pekan lalu Bunda membawakan kami banyak sekali cemilan dan baju-baju bagus berikut sepatu dan tas sekolah yang serba baru.Terima kasih, Bunda ... manisan buah keringnya enak sekali, buahnya juga dari jenis yang unik, kami
Anye telah siap lebih awal dari biasanya pagi ini. Gadis itu tak sabar ingin segera tiba di kampus dan mengambil tempat paling strategis agar dapat menyimak dan menyaksikan penampilan Anjas .Pemuda itu akan hadir menggantikan Prof. Hadinata yang berhalangan mengisi seminar di Dies Natalis hari ini di kampusnya.Segelas susu dan dua buah sandwich tandas sudah. Anye kini siap meluncur di antar Kang Dudung menuju TKP. "Buruan Kang, aku bawain sarapan untuk Mas Anjas soalnya ni!" seru sang putri juragan melecut Kang Sopir mengendarai mobil majikannya dengan kecepatan yang lebih dari biasanya meski masih dalam batas normal untuk perjalanan dalam kota."Wah bakal ketemuan sama Mas Anjas lagi ya, Non? Kang Dudung ikut senang mendengarnya. Soalnya sudah cukup lama Non Anye sama Mas Anjas seperti hidup di dalam dunia masing-masing.Beda dunia," ujar Kang Dudung sambil terkekeh."Bener Kang, akunya kelamaan sibuk main-main di dufan, dunia fantasi!" sahut Anye sambil ikut terkekeh.Setibanya
Anye terhenyak mendengar penuturan Anjas yang mengatakan ia telah memiliki rencana masa depan. Anye ingin bertanya, 'adakah dirinya di dalam rencana masa depan Anjas?' namun lidahnya kelu seketika. "Kita ke venue sekarang saja yuk, sepertinya sebentar lagi acara akan segera dimulai. Sekali lagi trims untuk sarapan paginya ya, Nye. Mas bahagia masih diizinkan menikmati menu istimewa buatanmu.Tak ada yang tahu kapan Nona Anyelir Parameswari Bagaskara akan menjelma menjadi Nyonya Anyelir Sukma, yekan? Apalagi sebentar lagi gelar sarjana akan segera kamu sandang. Selamat ya, Nye!Mas bahagia dan bangga untuk semua pencapaian kamu." Anye menulikan telinganya. Ia benci kalimat-kalimat yang terdengar sarkas menyerang sudut hatinya yang rapuh.Padahal sehari sebelumnya ntah berapa kali Anjas memintanya untuk mau menikah dengan pemuda itu, menjadi istri lelaki yang ntahlah ... Anye masih sangat bingung dengan hatinya."Banyak mahasiswi dan dosen muda yang cantik di sana. Nye yakin, Mas
"Hai, Jas! Congrats ya ... gue denger seminar lo keren abis, " ujar Denis menirukan apa yang diucapkan kekasihnya. "Thank's, " jawab Anjas yang semakin merapatkan posisinya pada sang adik. "Acaranya udah selesai, kan? Anye pulang bareng gue, sekali lagi selamat ya," ujar kekasih Anye itu sembari mengulurkan tangan ke arah Anjas. Dengan enggan Anjas menyambut uluran tangan Denis dan berpesan, "Gue titip Anye, Den," titahnya yang dibalas anggukan mantap pemuda yang telah berhasil memenangkan hati sang adik sepupu. Denis membukakan pintu di bagian kursi penumpang untuk Anye, menjaga kepalanya agar aman kala memasuki BMW pria tampan itu. Dia sendiri kemudian menyamankan dirinya di belakang kemudi sebelum akhirnya melambaikan tangannya ke arah Anjas yang tak mengalihkan pandangannya barang sedetik pun dari jelita yang hanya bisa menunduk menghindari tatapan teduh pria yang pernah bertahta di hatinya dan mungkin juga masih berada di sana meski telah ada nama lain yang turut berada pada
Rosana tak kuasa menahan luapan emosi yang telah ia tahan selama dua pekan terakhir ini. Mendapati kenyataan sang suami pernah menduakannya telah benar-benar menguji kewarasan wanita yang sebagian rambutnya telah memutih itu.Kenyataan yang membuatnya merasakan kesakitan yang teramat sangat tentu saja dikarenakan ia mengenal dengan sangat baik sosok wanita yang pernah menjadi orang ketiga di dalam rumah tangganya. Jangan dikira karena wanita itu telah tiada, lantas dapat dengan mudah menghapus segala rasa yang hadir pasca tersibaknya tabir kelam pers3l1ngkuh4n sang suami yang pernah teramat ia cintai. Tidak segampang itu dan Lukman Bagaskara menyadari pula hal tersebut. "Haruskah aku bersimpuh di kakimu, Rosana?" Lukman mengiba. Rosana membuang tatapannya ke luar jendela. Hatinya masih sangat panas, luka tak berdarah itu masih terasa begitu perih, Ia bahkan tak tahu lagi bagaimana cara meneduhkan luka bathin yang kerap kembali menganga setiap kali ia mengingat sosok Melati dan juga
Anjas tak menyangka akan menuai penolakan dari sang ayah mertua.Padahal sebelum memutuskan akan membawa Anye ikut tinggal bersamanya di rumah dinas petani, Anjas telah mempertimbangkan matang-matang segala sesuatunya dari segala sisi.Dari sisi keamanan dan kenyamanan jelas rumah dinasnya lebih unggul, karena selain berada di tengah hamparan kebun sayur yang indah, pengamanan jelas sangat diutamakan mengingat mereka berada di tengah-tengah komoditi utama yang tentu saja sangat ketat dilindungi oleh sistem yang dirancang sedemikian rupa oleh Anjas dibantu semua staff yang ada di instalasi perkebunan hidroponik miliknya. Jangan ragukan kenyamanan yang telah Anjas persiapkan. Meski terlihat sederhana dari luar, sesungguhnya Anjas telah meng-upgrade banyak hal di rumah dinasnya menyesuaikan dengan kebutuhan pemulihan Anye. Semua itu ia persiapkan selama Anye berada dalam keadaan koma selama empat belas hari terakhir. "Papi apa pernah berkunjung ke rumah dinasku yang berada di pinggir k
Mata yang tadinya berkaca-kaca kini telah basah oleh air mata yang menggenang berselimut haru."T t tapi ... a a aku ... k k ka ki a a a ku ... kaki aku ...." Anye menggelengkan kepalanya sembari sebelah tangan menyentuh permukaan bibir menahan isakan yang pecah diwarnai kekalutan dan rasa hancur."Its okay, its no a big deal ... di mataku kamu sempurna, Sayangku ... ada atau tidak adanya pergelangan kakimu tidak mengubah sedikitpun rasa yang aku miliki padamu, bahkan menambah rasa sayang dan kekagumanku padamu karena telah memberanikan diri mengambil langkah demi mewujudkan hubungan kita yang semestinya, walau berakhir begini ... aku mohon, bersabarlah. Semua insyaa Allah akan baik-baik saja ke depannya. Trust me, kita hadapi semua sama-sama ya, Sayang." Anjas meraih telapak tangan Anye, dan menciumnya dengan lembut penuh kasih."Aku tidak mau lama-lama berada di sini, Mas," rengek Anye. Anjas tersenyum lembut sembari kembali menciumi tangan Anye yang masih berada di dalam genggam
Anjas tak bosan-bosannya berada di dekat sang istri terkasih. Berdoa tanpa jeda mengharap sang kekasih membuka mata dan kembali seperti sedia kala. Meski kini pergelangan kaki sebelah kiri Anye telah diamputasi, Anjas tak pernah mempermasalahkan itu. Kaki artificial untuk Anye bahkan telah dipesan oleh Arya Bagaskara untuk sang putri sematawayang kesayangan. Anjas tak mempermasalahkan ketidakhadiran Lukman Bagaskara, yang penting saat ini Anye telah berhasil ia halalkan, dinikahi secara sah dengan menggenggam tangan ayah kandung sang kekasih kala ijab kabul dilafadzkan. Anjas begitu bersyukur kini telah menjadi sosok suami bagi wanita yang paling ia inginkan dalam hidupnya. Wanita yang ia jaga sejak terlahir ke dunia, dibersamai dengan penuh kasih sayang hingga putik cinta bermekaran di hati keduanya. Anjas rutin membacakan ayat-ayat suci Al Qur'an saat berada di sisi Anye. Sesekali ia akan membisikkan kata-kata cinta dan pengharapan ke telinga sang dayita. "Baby, buka matanya
Anjas dan Arya saling menatap sarat kepedihan."Apakah memang tidak dapat dipertahankan saja? Aku khawatir Anyelir shock saat ia siuman nanti." Arya mencoba untuk bernegosiasi."Terlalu beresiko, Pak. Kami hanya ingin mengusahakan yang terbaik untuk keselamatan putri anda." Seorang dokter mencoba memberikan penjelasan pada Arya terkait sebelah kaki Anye yang memang tak dapat diselamatkan. "Segera nikahkan kami, Om, agar aku dapat turut merawat Anyelir," pinta Anjas. "Bagaimana kalau bertunangan saja dulu, Jas?" tawar Arya. Cepat Anjas menggeleng dengan tegas."Sebagai tunangan Anye aku belum halal untuk menyentuhnya, sementara ia sedang sakit, ia pasti membutuhkanku sebagai kakinya, tangannya, matanya dan segala yang ada pada dirinya.Tolong, OmKumohon mengertilah, Anye akan lebih cepat pulih dibawah perawatanku. Aku akan selalu ada untuknya.Aku akan membawanya tinggal bersamaku. Siang malam akan kami lewati bersama, aku yakin ia akan lebih bahagia kala mendapatiku saat membuka
Anye segera dilarikan ke IGD rumah sakit terdekat. Anjas selalu setia mendampingi calon istrinya dan tak lupa menghubungi Arya untuk mengabarkan kondisi Anye. Arya tiba secepatnya ke tempat yang diberitahukan oleh Anjas. Kini keduanya sama-sama bergeming menanti kelanjutan kabar nasib orang yang mereka cintai."Pasien akan kita pindahkan ke ruang ICU, siapa di sini yang akan bertanggungjawab terkait administrasi dan lainnya?""Saya!""Saya!""Anye itu putri Om, Jas ... biar Om yang menanggung semua, lagi pula pengendara g1l4 yang melanggar putri Om sudah diringkus, Om tidak akan dengan mudah melepaskannya. Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Anye putri Om satu-satunya, jantung hati Om!" Arya menegaskan posisinya pada sang calon menantu. Anjas mengangguk patuh."Kau berhutang penjelasan pada Om, apa yang kalian lakukan di apartemen itu? Kenapa Anye bisa mengalami kecelakaan yang membuat dia tak sadarkan diri di ICU saat ini?"Anjas menjelaskan dengan detail awal mula ke
Andre kesal bukan main mendengar pertanyaan asal bunyi dari mulut sohibnya mempertanyakan kenapa ia masih berada di kantor pada malam hari."Kamvreeddt, ini kan karena elu yang tetiba resign, jobdesc gue jadi di luar nurul begini, seabreg-abreg kek cucian kotor yang belom sempat gue antar ke laundry," omel Andre.Keduanya langsung cabut menuju apartemen Denis yang terletak tidak begitu jauh dari Bagaskara Group Building."Yakin masih hapal passcodenya, Nye?" tanya Anjas."Iya, Mas ... semoga belum diganti deh, kalau sudah berubah ya ntar Nye telpon minta bukain ajalah." Anye kembali melakukan touch up sebelum turun dari mobil. "Jangan terlalu cantik, Nye. Mas cemburu!" titah Anjas yang wajahnya sudah ditekuk tanda tak rela.Keduanya lalu memasuki lobi dan menuju lift.Anye menekan angka lima dan berdiri tegang di sisi Anjas yang menyadari betapa gugupnya sang calon istri."Doakan semuanya lancar ya, Mas ... jujur aku merasa agak kurang nyaman, tapi ya mau bagaimana lagi. Aku in
"Mas, bantu pilihin juga ya, ntar aku salah pilih, yang ada bukannya hijab syar'i malah semakin meluber-luber seksinya berkedok hijab syar'i." Anjas mengangguk mengiyakan, ia memang bertekad memberikan panduan dalam memilih fashion yang sesuai dengan ketentuan yang semestinya. "Mas, kalau yang ini gimana? Bahannya adem, potongannya juga longgar, aplikasi renda dan brokatnya aku suka, manis minimalis, hijabnya juga panjang menutupi bokong." Anye menunjukkan satu stel gamis set berwarna lilac yang anggun seharga du4 jut4 tu7uh r4tus r18u rup14h. Anjas mengangguk setuju. "Kalau ini suka nggak?" Anjas menunjuk gamis berwarna navy. Anya mengerjap senang karena gamis yang ditunjukkan Anjas senada dengan outfit yang dikenakan calon suaminya itu."Suka banget, Mas. Bahannya juga adem, aku langsung pake aja kali ya, boleh kan?" Anye berputar-putar sembari melekatkan set gamis navy seharga l1m4 jut4 rup14h itu ke tubuhnya. "Good idea, beli lagi Nye ... ambil lagi setidaknya tujuh stel, ja
Herman sangat takjub kala matanya memindai sosok Anjas yang berdiri tegak di sisi Anyelir."Dia begitu mirip Adinagara di masa mudanya dulu. Lihatlah foto-foto itu. Lihat foto Adinagara saat ia berusia dua puluh lima tahun." Anjas dan Anyelir tak kalah takjub kala melihat foto-foto Adinagara muda yang tertata rapi di antara foto keluarga.Amira yang ikut bergabung spontan melafadzkan tasbih dan menahan diri sekuat tenaga agar tidak menangis haru di depan dua anak muda yang sedang tekun memperhatikan foto yang terpajang satu demi satu."Anyelir, jadi ini kah anak muda bernama Anjas yang kamu ceritakan kepada Oma dan Opa?" Amira mengonfirmasi. Anye mengangguk mantap sembari membawa Anjas mendekati wanita tua yang masih terlihat cantik di usianya yang telah memasuki kepala enam."Oma, saya Anjasmara calon suaminya Anyelir. Kami kemari karena hendak berpamitan. Saya akan membawa Anye untuk mengurusi beberapa urusan. Insyaa Allah kami akan datang kembali untuk mengunjungi Ibu Marisa--mami