Anjas urung memasuki kamarnya. Ia memilih untuk menajamkan telinganya.
Suara-suara ambigu itu kian terdengar jelas dan parahnya ia merasa familiar dengan suara-suara yang saling bersahutan itu."Udah ah, Mas ... Pegel tau!' Itu suara Paramita, Anjas tentu tak salah mengenali suara bundanya."Lima menit lagi, Mit ... yang tadi rasanya nyaman sekali, jangan salahkan kalo aku jadi ketagihan," tawar pria yang menjadi lawan bicara sang bunda. Suara pria itu pun sangat Anjas kenali. Siapa lagi kalau bukan Arya Bagaskara, paman angkatnya.Anjas merasa tak perlu menunda untuk menegur keduanya. Sudah bukan rahasia lagi kalau bundanya menjalin hubungan dengan sang kakak angkat.Seluruh penghuni rumah bahkan karyawan kantor sudah mengendus cukup lama meski tak ada yang berani angkat bicara.Tentu saja alasannya karena tak ingin punya masalah dengan sang CEO dan berpikir masih sangat sayang dengan mata pencaharian mereka.Sungguh mereka belum siap untuk didepak karena meributkan hubungan sang CEO dengan adik angkatnya tersebut."Om, Bunda ... sedang apa di sini?" tanya Anjas yang tiba-tiba muncul dari balik pilar balkon tempat keduanya dilanda kesibukan yang menimbulkan suara-suara berisik yang ambigu."Oh, Astaghfirullah Jas! Kamu ngagetin Bunda aja!" Mita menekan dadanya dengan satu telapak tangan, sementara telapak tangan satunya lagi meremas jemari sang kekasih.Wanita berkepala empat itu memandang nyalang ke arah putranya. Meski sebenarnya Anjas sendiri bukanlah putra kandungnya. Hanya segelintir orang yang tahu kalau Anjas sebenarnya adalah anak yang diadopsi Mita di hari yang sama ia gagal melahirkan putra kandungnya.Saat mengetahui bayi yang ia lahirkan dalam keadaan tak bernyawa, Mita mengalami depresi berat.Kala itu ia hanya didampingi oleh Rosana--ibu angkatnya.Kesedihan yang mendera Mita saat kehilangan putra kandungnya teramat dalam meski ia tak lagi mencintai lelaki yang pernah menjadi suami dan menyemai benih anak itu di dalam rahimnya kala mereka masih berada dalam ikatan pernikahan.Sejak perselingkuhan antara suami Mita dengan mantan kekasih pria itu terungkap di bulan keenam pernikahannya, Mita tak mau membuang waktu dan langsung mengajukan gugatan perceraian walau ia sadar sepenuhnya tengah berbadan dua.Mita hanya merasa tak ingin mempertahankan rumah tangga yang pada dasarnya dibangun berlandaskan keterpaksaan semata.Tak ada cinta.Hanya sebatas membalas budi karena telah diasuh dengan baik sejak lahir oleh kedua orang tua angkatnya.Di hari ia kehilangan bayi yang seharusnya lahir pagi itu, seorang wanita sebatang kara juga melahirkan di waktu dan di tempat yang sama dengannya.Wanita tanpa sanak saudara yang suaminya dikabarkan meninggal dunia sehari sebelum ia menghembuskan napas terakhirnya itu memohon kepada bidan di klinik bersalin untuk berkenan merawat bayinya.Wanita itu mengatakan kalau dirinya dan mendiang suaminya tak lagi memiliki siapa-siapa, keduanya berasal dari sebuah panti asuhan yang sama di pinggir kota.Arya yang saat itu baru saja tiba sempat mendengar kasak kusuk yang beredar di klinik bersalin. Ketika Rosana menyampaikan berita kehilangan yang menyebabkan Mita mengalami depresi, Arya seketika mendapat ide untuk menghadiahkan bayi yatim piatu yang lahir di momen yang sama dengan persalinan Mita tersebut agar dapat meredakan kesedihan wanita yang sejak lama ia cintai itu.Awalnya Rosana ragu dengan ide yang diutarakan oleh putranya. Namun melihat Mita yang tampak sangat terpukul dengan kehilangan bayi yang ia kandung menggoyahkan pertahanan Rosana hingga akhirnya menyetujui adopsi yang hanya diketahui oleh mereka saja. Bahkan Lukman Bagaskara yang kala itu masih berada di luar negeri untuk perjalanan bisnis pun tak diberitahu tentang hal itu. Namun Arya merasa perlu untuk memberitahukan kepada Henry--mantan suami Mita kalau putranya telah tiada dan yang berada di dalam pelukan Mita adalah bukan darah daging lelaki yang memilih kembali menjalin hubungan dengan mantan terindahnya dulu.Didukung oleh pernyataan para saksi, Henry pun akhirnya menerima kenyataan bahwa putranya dan Mita telah tiada. Lelaki yang pada dasarnya juga hanya terpaksa menjalani pernikahan yang dirancang oleh atasannya itu sejatinya tak merasa kehilangan sama sekali, karena ia memang tak begitu mengharapkan anak buah pernikahannya dengan putri angkat Lukman Bagaskara, ia bahkan tak menyesal ketika kehilangan jabatannya sebagai salah satu asisten Lukman kala bercerai dengan wanita yang sebenarnya tidak ia benci namun juga tak dapat ia cintai sepenuhnya karena hati yang masih memilih sang mantan kekasih.Dalam hati berulang kali Henry mengatakan bagaimana ia bisa mencintai wanita yang ia pahami juga sebetulnya mencintai pria selain dirinya. Henry menyadari hati sang mantan istri telah tertaut ke kakak angkatnya sendiri dan hanya terpaksa menjalani pernikahan dengannya.Kembali ke balkon mansion Bagaskara yang kini dipenuhi ketegangan di antara Anjas dan pasangan kekasih yang ternyata memang sedang sibuk saat dipergoki."Bundamu bantu ngerokin punggung Om, Jas! Kamu lihat sendiri bekasnya, asli Om masuk angin berat.Kamu kan tahu gimana seringnya Om lembur hingga tengah malam belakangan ini.Syukurlah setelah dikerok rasanya jadi lebih mendingan. Pijatan Bundamu juga sangat nyaman, itu bukan rahasia lagi, kan?" Arya dan Mita kini duduk berdampingan di balkon mansion menatap sang pemuda yang juga menatap tajam ke arah keduanya."Om, Bunda ... maafkan Anjas.Anjas mengerti kalian saling menyayangi, berita burung tentang hubungan kalian telah merebak kemana-mana. Anjas sampai tak tahu harus menjawab apa ketika ditanya apa sebenarnya hubungan Om dan Bunda.Tapi sungguh Anjas berharap kalian segera menghalalkan hubungan jika memang Om benar-benar mencintai Bunda.Anjas sadar, Anjas juga hanya putra angkat Bunda, jadi tidak bisa memaksa Bunda keluar dari mansion dan tinggal bersama Anjas di luar sana, tapi Anjas mohon Om muliakan Bunda ... posisikan Bunda dengan semestinya. Sungguh Anjas sayang pada kalian berdua, sayang dengan keluarga penuh kasih yang telah membersamai Anjas selama ini. " Pemuda itu meneduhkan tatapannya pada Mita dan Arya yang juga balas menatap lembut ke arah anak muda yang mereka sayangi itu.Sesaat Arya dan Mita juga saling melemparkan tatapan. Mita mengangguk ke arah Arya yang dibalas anggukan oleh pria itu dan hanya mereka yang mengerti apa arti anggukan itu."Egh hm...," dehem Arya seraya memindahkan posisi lengan merengkuh tubuh wanita yang ia cintai."Sebelumnya Om minta maaf kepadamu karena baru akan mengatakannya saat ini.Anjasmara Prasetya, sesungguhnya Aku-- Arya Bagaskara telah menikahi Bundamu-- Mentari Paramita setahun yang lalu.Memang belum sah secara negara, karena masih ada sesuatu yang harus kami pastikan terlebih dahulu.Opa dan Omamu juga belum mengetahuinya.Om harap kamu berkenan merestui kami.Om berjanji akan segera mengesahkan pernikahan ini secara negara, sampai dengan niat itu terlaksana, Om mohon kamu turut merahasiakannya," pinta Arya Bagaskara sembari mengecup kening Mita di hadapan putranya.Semalaman mata Anjas terjaga. Meski telah menegakkan sholat witir dilanjutkan melafazkan dzikir tetap saja berbagai kejadian sepanjang awal malam hingga adzan subuh berseliweran di kepalanya. Tentang Anyelir yang dijodohkan Opa dengannya, namun ternyata telah dilamar oleh kekasihnya. Tentang Bundanya dan Om Arya yang ternyata telah menikah siri setahun yang lalu.'Terang saja semakin mesra kala bersama.'Dia butuh waktu dan ketenangan batin untuk mencerna semua itu.Anjas memilih untuk tidak langsung kembali ke kamarnya sepulang dari mengerjakan sholat subuh di masjid terdekat yang biasa ia tempuh dengan hanya berjalan kaki.Pemuda yang sudah cukup lama tak mengunjungi mansion Opanya itu kemudian menyambangi spot-spot favorit ketika dirinya masih tinggal di bangunan megah itu."Lha, Mas Anjas ada di sini tho! Lama gak ketemu manglingi banget!" seru Dito, salah satu pekerja yang awalnya ikut sang ayah bekerja di Mansion Lukman, kemudian lanjut bekerja menggantikan ayahnya yang pulang
Anye menyelinap masuk ke kamar Anjas setelah terlebih dahulu mengetuk pintu.Memang sudah kebiasaannya sejak dulu, akan langsung masuk setelah mengetuk pintu tanpa menunggu dipersilakan masuk terlebih dahulu oleh si pemilik kamar."Ups, maaf Mas!" Anye spontan menutup kedua matanya lalu memutar tubuh membelakangi. "Kebiasaan lama belum hilang juga rupanya," omel Anjas seraya menyambar bathrobenya.Pemuda itu tadi hanya mengenakan boxernya saja."Maaf, Mas ... aku tadinya mau mengajak Mas sarapan pagi bareng, tapi rupanya Mas Denis harus segera pulang setelah menerima telpon dari papanya.Mas belum sarapan kan?" "Aku tadi minta Dito membuatkan jus alpukat saja, mau nimbrung khawatir mengganggu kebersamaan kalian, jadinya ya ... ""Maafin aku ya, Mas. Beneran gak nyangka Mas Denis akan datang tadi setelah aku bilang gak bisa ikut jogging karena kesiangan bangun.""Its okay, jadi udah pada kelar sarapannya?" Anyelir menggelengkan kepalanya. "Aku gak selera makan nasi goreng seafoodny
Anye mengencangkan pelukannya seolah tak ingin berpisah lagi dengan sosok yang kini tengah membalas pelukannya. "Nye, sudah ... kita naik, Mas mau siap-siap pulang ke apartemen. ""Tapi nanti bakalan sering main ke sini lagi kan ya, Mas." Anye masih belum mau mengurai pelukannya. Ntah karena masih sangat rindu ataukah takut tenggelam. Allahua'lam."Mas gak janji, Nye ...Apalagi kalau kamu sudah resmi menerima lamaran Denis, haram bagi Mas menikung sesama saudara seiman. Mas tentunya akan semakin menjaga jarak dan menghormati keputusan kamu.Saran Mas, istikharahlah agar Allah menuntun kamu menentukan pilihan terbaik.""Iya, Mas.Oh ya, Mas ... Jadi aku boleh ikut kamu ke apartemen kan siang ini? Janji aku gak akan ganggu kamu menyiapkan bahan seminar, aku juga gak akan ngotot ngajak makan di warungnya Cak Somad, kita delivery order aja atau aku yang akan masak di sana biar Mas bisa fokus menyelesaikan pekerjaan.Boleh ya, Mas. Seharian ini aku akan jadi teman yang manis di apartem
Anye menggigit bibirnya sembari membuang tatapan menyembunyikan matanya yang mulai berkaca-kaca. "Kita bukan mahrom, Sayang. Jangan kelamaan duduk di pangkuan Mas, khawatirnya dia bangun dan Mas harus mengambil waktu untuk menidurkan dia agar bisa konsentrasi menyelesaikan materi seminar besok." Kembali Anjas berbisik dan sukses memerahkan wajah tuan putri kesayangannya. "Mas, kamu ..." Anye merasa gemas sekali hingga reflek mencubit roti sobek Anjas yang ternyata begitu keras."Udah ah, aku mau lanjut masak dulu! Ba'da dzuhur kita makan siang di sini saja, Mas. Insyaa Allah semua sudah akan siap untuk kita berdua.Oh ya nanti aku numpang sholat di kamar kamu ya, Mas!" serunya sambil bergerak cepat melipir kembali ke pantry sebelum Anjas kembali mengeluarkan kata-kata yang membuatnya salah tingkah. Tepat saat Adzan berkumandang Anye selesai melakukan plating. Dia juga menyiapkan salad buah untuk cuci mulut dan cemilan nantinya."Mas aku numpang mandi di kamarmu ya, gerah banget soa
"Selesaikan makannya, habis itu istirahat dulu di kamar Mas. Sorenya nanti Mas antar pulang, " titah Anjas. Anye patuh dan langsung masuk kamar selepas menyelesaikan makan siangnya. Anjas sendiri memilih mencuci semua perabot dan alat makan kotor yang berada di sink cuci piring sebelum akhirnya menyerah dan ikut merebahkan dirinya di sofa ruang tengah.Pekerjaannya sudah hampir rampung sementara matanya sangat sulit diajak bekerja sama. Hampir terjaga semalaman membuat Anjas agak kesulitan berkonsentrasi berujung ngantuk yang tak tertahankan selepas menikmati makan siangnya. Anye hampir saja terlelap saat panggilan video dari sang oma mendistraksinya."Apa kamu masih bersama Masmu, Sayang?" tanya Rosana"Anye baru selesai makan siang sama Mas Anjas, Oma.Anye disuruh istirahat dulu siang ini di kamarnya Mas Anjas, orangnya sendiri mungkin masih lanjut menyelesaikan pekerjaannya atau bisa jadi juga sedang rehat di ruangan lain.Oma mau bicara sama Mas Anjas?" tanya Anye yang saat
"Papa tidak akan pernah merestui kalian menikah. Ada banyak wanita di muka bumi ini mengapa harus dengan adik angkatmu sendiri, Arya?" Lukman menatap tajam ke arah putra sematawayangnya."Karena aku mencintainya sejak lama, Pa," jawab Arya dengan tenang."Hah! Cinta monyet saja kau pelihara! Kau tahu aku sangat kecewa ketika rumah tanggamu dengan Marisa kandas di masa pernikahan yang baru seumur jagung. Sama kecewanya aku dengan kandasnya pernikahan Mita dan Henry. Hubungan baikku dengan Tuan Hardy, Ayah Marisa merenggang setelahnya. Aku juga kehilangan asisten sebaik Henry yang kini malah merapat ke grup Hardy.Kalian berdua menghancurkan grand desain masa depan yang kususun dengan susah payah hanya karena keegoisan kalian!" hardik Lukman yang sama sekali tak menggetarkan Arya yang duduk tenang di hadapannya. Arya meminta Mita untuk tidak ikut dengannya menemui sang papa. Pria itu tidak ingin melihat wanitanya bersedih menyaksikan perseteruan yang memang bagai bom waktu, cepat ata
"Hm, jadi dia berencana akan menyelidiku?" Lukman bermonolog. Kembali ia memijat pelipisnya, kepalanya tiba-tiba terasa berat, dia sepertinya memang butuh istirahat."Agggghh!" Lukman mengepal jari jemarinya dengan kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Sementara di lorong yang menghubungkan ruang utama menuju ke kamar-kamar utama di lantai dua Arya tak kalah pusing didera rencana gila papanya yang kembali hendak menjodohkan Mita untuk memisahkan dirinya dan sang adik angkat. Sungguh Arya dibuat frustasi karenanya. Seperti di malam-malam sebelumnya setelah pria itu mengucapkan ijab kabul menghalalkan kekasihnya, Arya menyelinap masuk untuk menghangatkan ranjang istrinya. "Mas, kenapa wajahmu keruh begitu? Apa kamu sudah memberitahukan tentang status kita saat ini?""Justru mungkin tadi seharusnya kukatakan saja pada tua bangka itu agar dia berpikir ulang untuk menjodohkanmu dengan lelaki pilihannya."Mita membolakan matanya."What!?" pekiknya dengan suara tertahan."Papa akan men
Bab 14. Menemui Bunda SalmaRosana tak pernah lupa dari mana ia berasal. Ketika kakinya memasuki halaman dengan rumput hijau menghampar, belasan wajah-wajah manis nan lucu menghambur ke arahnya dan berebutan menciumi tangannya.Ia memang seterkenal itu di tempat ia mengawali kisah hidup hingga sepasang suami istri mengadopsinya.Sekurang-kurangnya sebulan sekali Rosana akan datang membawakan berbagai kebutuhan panti. Setiap kali ia menapakkan kaki di bangunan dua lantai yang dihuni tidak kurang dari tiga puluh anak perempuan dari yang masih berusia di bawah setahun hingga yang duduk di bangku kuliah, dirinya selalu disambut dengan hangat oleh semua penghuni rumah tersebut. "Selamat datang, Bunda .. waah, banyak sekali oleh-oleh yang Bunda bawakan, padahal baru saja pekan lalu Bunda membawakan kami banyak sekali cemilan dan baju-baju bagus berikut sepatu dan tas sekolah yang serba baru.Terima kasih, Bunda ... manisan buah keringnya enak sekali, buahnya juga dari jenis yang unik, kami
Rosana tak kuasa menahan luapan emosi yang telah ia tahan selama dua pekan terakhir ini. Mendapati kenyataan sang suami pernah menduakannya telah benar-benar menguji kewarasan wanita yang sebagian rambutnya telah memutih itu.Kenyataan yang membuatnya merasakan kesakitan yang teramat sangat tentu saja dikarenakan ia mengenal dengan sangat baik sosok wanita yang pernah menjadi orang ketiga di dalam rumah tangganya. Jangan dikira karena wanita itu telah tiada, lantas dapat dengan mudah menghapus segala rasa yang hadir pasca tersibaknya tabir kelam pers3l1ngkuh4n sang suami yang pernah teramat ia cintai. Tidak segampang itu dan Lukman Bagaskara menyadari pula hal tersebut. "Haruskah aku bersimpuh di kakimu, Rosana?" Lukman mengiba. Rosana membuang tatapannya ke luar jendela. Hatinya masih sangat panas, luka tak berdarah itu masih terasa begitu perih, Ia bahkan tak tahu lagi bagaimana cara meneduhkan luka bathin yang kerap kembali menganga setiap kali ia mengingat sosok Melati dan juga
Anjas tak menyangka akan menuai penolakan dari sang ayah mertua.Padahal sebelum memutuskan akan membawa Anye ikut tinggal bersamanya di rumah dinas petani, Anjas telah mempertimbangkan matang-matang segala sesuatunya dari segala sisi.Dari sisi keamanan dan kenyamanan jelas rumah dinasnya lebih unggul, karena selain berada di tengah hamparan kebun sayur yang indah, pengamanan jelas sangat diutamakan mengingat mereka berada di tengah-tengah komoditi utama yang tentu saja sangat ketat dilindungi oleh sistem yang dirancang sedemikian rupa oleh Anjas dibantu semua staff yang ada di instalasi perkebunan hidroponik miliknya. Jangan ragukan kenyamanan yang telah Anjas persiapkan. Meski terlihat sederhana dari luar, sesungguhnya Anjas telah meng-upgrade banyak hal di rumah dinasnya menyesuaikan dengan kebutuhan pemulihan Anye. Semua itu ia persiapkan selama Anye berada dalam keadaan koma selama empat belas hari terakhir. "Papi apa pernah berkunjung ke rumah dinasku yang berada di pinggir k
Mata yang tadinya berkaca-kaca kini telah basah oleh air mata yang menggenang berselimut haru."T t tapi ... a a aku ... k k ka ki a a a ku ... kaki aku ...." Anye menggelengkan kepalanya sembari sebelah tangan menyentuh permukaan bibir menahan isakan yang pecah diwarnai kekalutan dan rasa hancur."Its okay, its no a big deal ... di mataku kamu sempurna, Sayangku ... ada atau tidak adanya pergelangan kakimu tidak mengubah sedikitpun rasa yang aku miliki padamu, bahkan menambah rasa sayang dan kekagumanku padamu karena telah memberanikan diri mengambil langkah demi mewujudkan hubungan kita yang semestinya, walau berakhir begini ... aku mohon, bersabarlah. Semua insyaa Allah akan baik-baik saja ke depannya. Trust me, kita hadapi semua sama-sama ya, Sayang." Anjas meraih telapak tangan Anye, dan menciumnya dengan lembut penuh kasih."Aku tidak mau lama-lama berada di sini, Mas," rengek Anye. Anjas tersenyum lembut sembari kembali menciumi tangan Anye yang masih berada di dalam genggam
Anjas tak bosan-bosannya berada di dekat sang istri terkasih. Berdoa tanpa jeda mengharap sang kekasih membuka mata dan kembali seperti sedia kala. Meski kini pergelangan kaki sebelah kiri Anye telah diamputasi, Anjas tak pernah mempermasalahkan itu. Kaki artificial untuk Anye bahkan telah dipesan oleh Arya Bagaskara untuk sang putri sematawayang kesayangan. Anjas tak mempermasalahkan ketidakhadiran Lukman Bagaskara, yang penting saat ini Anye telah berhasil ia halalkan, dinikahi secara sah dengan menggenggam tangan ayah kandung sang kekasih kala ijab kabul dilafadzkan. Anjas begitu bersyukur kini telah menjadi sosok suami bagi wanita yang paling ia inginkan dalam hidupnya. Wanita yang ia jaga sejak terlahir ke dunia, dibersamai dengan penuh kasih sayang hingga putik cinta bermekaran di hati keduanya. Anjas rutin membacakan ayat-ayat suci Al Qur'an saat berada di sisi Anye. Sesekali ia akan membisikkan kata-kata cinta dan pengharapan ke telinga sang dayita. "Baby, buka matanya
Anjas dan Arya saling menatap sarat kepedihan."Apakah memang tidak dapat dipertahankan saja? Aku khawatir Anyelir shock saat ia siuman nanti." Arya mencoba untuk bernegosiasi."Terlalu beresiko, Pak. Kami hanya ingin mengusahakan yang terbaik untuk keselamatan putri anda." Seorang dokter mencoba memberikan penjelasan pada Arya terkait sebelah kaki Anye yang memang tak dapat diselamatkan. "Segera nikahkan kami, Om, agar aku dapat turut merawat Anyelir," pinta Anjas. "Bagaimana kalau bertunangan saja dulu, Jas?" tawar Arya. Cepat Anjas menggeleng dengan tegas."Sebagai tunangan Anye aku belum halal untuk menyentuhnya, sementara ia sedang sakit, ia pasti membutuhkanku sebagai kakinya, tangannya, matanya dan segala yang ada pada dirinya.Tolong, OmKumohon mengertilah, Anye akan lebih cepat pulih dibawah perawatanku. Aku akan selalu ada untuknya.Aku akan membawanya tinggal bersamaku. Siang malam akan kami lewati bersama, aku yakin ia akan lebih bahagia kala mendapatiku saat membuka
Anye segera dilarikan ke IGD rumah sakit terdekat. Anjas selalu setia mendampingi calon istrinya dan tak lupa menghubungi Arya untuk mengabarkan kondisi Anye. Arya tiba secepatnya ke tempat yang diberitahukan oleh Anjas. Kini keduanya sama-sama bergeming menanti kelanjutan kabar nasib orang yang mereka cintai."Pasien akan kita pindahkan ke ruang ICU, siapa di sini yang akan bertanggungjawab terkait administrasi dan lainnya?""Saya!""Saya!""Anye itu putri Om, Jas ... biar Om yang menanggung semua, lagi pula pengendara g1l4 yang melanggar putri Om sudah diringkus, Om tidak akan dengan mudah melepaskannya. Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Anye putri Om satu-satunya, jantung hati Om!" Arya menegaskan posisinya pada sang calon menantu. Anjas mengangguk patuh."Kau berhutang penjelasan pada Om, apa yang kalian lakukan di apartemen itu? Kenapa Anye bisa mengalami kecelakaan yang membuat dia tak sadarkan diri di ICU saat ini?"Anjas menjelaskan dengan detail awal mula ke
Andre kesal bukan main mendengar pertanyaan asal bunyi dari mulut sohibnya mempertanyakan kenapa ia masih berada di kantor pada malam hari."Kamvreeddt, ini kan karena elu yang tetiba resign, jobdesc gue jadi di luar nurul begini, seabreg-abreg kek cucian kotor yang belom sempat gue antar ke laundry," omel Andre.Keduanya langsung cabut menuju apartemen Denis yang terletak tidak begitu jauh dari Bagaskara Group Building."Yakin masih hapal passcodenya, Nye?" tanya Anjas."Iya, Mas ... semoga belum diganti deh, kalau sudah berubah ya ntar Nye telpon minta bukain ajalah." Anye kembali melakukan touch up sebelum turun dari mobil. "Jangan terlalu cantik, Nye. Mas cemburu!" titah Anjas yang wajahnya sudah ditekuk tanda tak rela.Keduanya lalu memasuki lobi dan menuju lift.Anye menekan angka lima dan berdiri tegang di sisi Anjas yang menyadari betapa gugupnya sang calon istri."Doakan semuanya lancar ya, Mas ... jujur aku merasa agak kurang nyaman, tapi ya mau bagaimana lagi. Aku in
"Mas, bantu pilihin juga ya, ntar aku salah pilih, yang ada bukannya hijab syar'i malah semakin meluber-luber seksinya berkedok hijab syar'i." Anjas mengangguk mengiyakan, ia memang bertekad memberikan panduan dalam memilih fashion yang sesuai dengan ketentuan yang semestinya. "Mas, kalau yang ini gimana? Bahannya adem, potongannya juga longgar, aplikasi renda dan brokatnya aku suka, manis minimalis, hijabnya juga panjang menutupi bokong." Anye menunjukkan satu stel gamis set berwarna lilac yang anggun seharga du4 jut4 tu7uh r4tus r18u rup14h. Anjas mengangguk setuju. "Kalau ini suka nggak?" Anjas menunjuk gamis berwarna navy. Anya mengerjap senang karena gamis yang ditunjukkan Anjas senada dengan outfit yang dikenakan calon suaminya itu."Suka banget, Mas. Bahannya juga adem, aku langsung pake aja kali ya, boleh kan?" Anye berputar-putar sembari melekatkan set gamis navy seharga l1m4 jut4 rup14h itu ke tubuhnya. "Good idea, beli lagi Nye ... ambil lagi setidaknya tujuh stel, ja
Herman sangat takjub kala matanya memindai sosok Anjas yang berdiri tegak di sisi Anyelir."Dia begitu mirip Adinagara di masa mudanya dulu. Lihatlah foto-foto itu. Lihat foto Adinagara saat ia berusia dua puluh lima tahun." Anjas dan Anyelir tak kalah takjub kala melihat foto-foto Adinagara muda yang tertata rapi di antara foto keluarga.Amira yang ikut bergabung spontan melafadzkan tasbih dan menahan diri sekuat tenaga agar tidak menangis haru di depan dua anak muda yang sedang tekun memperhatikan foto yang terpajang satu demi satu."Anyelir, jadi ini kah anak muda bernama Anjas yang kamu ceritakan kepada Oma dan Opa?" Amira mengonfirmasi. Anye mengangguk mantap sembari membawa Anjas mendekati wanita tua yang masih terlihat cantik di usianya yang telah memasuki kepala enam."Oma, saya Anjasmara calon suaminya Anyelir. Kami kemari karena hendak berpamitan. Saya akan membawa Anye untuk mengurusi beberapa urusan. Insyaa Allah kami akan datang kembali untuk mengunjungi Ibu Marisa--mami