Kayla sudah sampai di rumah. Usai sepenuhnya sadar, wanita itu langsung pergi tanpa banyak berpikir panjang, meninggalkan teman kakaknya yang masih tertidur dengan sangat pulas.
“Bagaimana ini? Bagaimana ini? Bagaimana ini!?” Tidak henti-hentinya Kayla mengulangi kalimat itu seperti merapal mantra sambil menutup wajahnya dengan frustasi. Seumur hidupnya, tidak pernah Kayla membayangkan bahwa dirinya akan tertimpa masalah sebesar dan segila ini! Beruntung, saat ini orang tua Kayla sedang pergi bersama dengan kakak laki-lakinya untuk mengurus bisnis keluarga mereka di luar kota. Demikian, selain para pelayan—yang tentunya tidak akan berani bertanya—tidak ada yang benar-benar tahu alasan dirinya tidak pulang tadi malam! Sejauh yang Kayla ingat, di malam lalu dirinya kalah berkali-kali dalam permainan dengan teman-temannya dan berakhir mabuk. Kemudian, di saat yang bersamaan, teman-teman Kayla ini menantangnya untuk memilih pria tertampan di bar untuk dicium, ya dicium! Kayla yang dalam kendali alkohol ini tentu tidak ingat siapapun lagi. Kalau saja dia masih menyisakan kesadaran sedikit saja, sudah barang tentu dia pasti bisa mengenali William dan kalau dia tahu itu adalah William, hal ini tidak akan berujung pada tidur bersama dengan pria itu! Entah kenapa kepingan yang dia ingat hanya tentang rasa ciuman yang panas dan juga reaksi tubuhnya yang berlebihan karena sentuhan itu, mereka melakukannya dengan intens dan … pria itu membawanya ke kamar hotel. “Ahhh!” Kayla menutup wajahnya menggunakan dua tangan dengan frustasi. Bagaimana bisa dia menghabiskan malam dengan teman kakaknya sendiri? Seakan tidak cukup buruk, kenapa pria yang tidur dengannya adalah William? Cinta pertama yang menolaknya dengan keji di masa lalu!? “Aku tidak tertarik dengan anak SD.” Teringat kembali akan balasan William setelah Kayla mengungkapkan perasaan tulusnya di masa itu, gadis tersebut menjadi semakin sakit hati dan marah. Pria yang dahulu menolaknya itu … malah menjadi pria yang merenggut kesuciannya? Kesialan macam apa ini?! Pada akhirnya, Kayla pun memeluk lutut dan membenamkan wajahnya di sana. “Mimpi buruk … ya, aku hanya akan menganggapnya mimpi buruk dan melupakan semuanya …” ucap Kayla berulang kali layaknya sebuah mantra doa yang bisa segera terkabul. Namun, satu minggu kemudian, saat kedua orang tua dan kakak laki-lakinya kembali, Kayla malah dikejutkan dengan satu kabar. “Kakak mau ngadain pesta ulang tahun dengan mengundang teman-teman SMA Kakak?!” Teriakan Kayla membuat Ghafa Adrian Malik, kakak laki-laki tertua Kayla, menatap sang adik dengan aneh. “Kenapa? Ada masalah?” tanya pria bertubuh kekar dengan mata cokelatnya yang tajam itu. “Apa kakak gak malu sama umur?!” “Apa hubungannya merayakan ulang tahun dengan rasa malu?” balas Ghafa santai. “Lagian, Kakak sudah bilang sama kamu dari bulan lalu, ‘kan? Bahkan sebelum kamu balik ke sini.” Kayla memainkan jarinya. Jujur, Kayla telah melupakan semua yang telah sang kakak katakan mengenai pesta ulang tahun itu. Dia tidak terlalu peduli sebelumnya, tapi sekarang …. Kejadian antara dirinya dengan William membuatnya berpikir dua kali! “Apa … apa Kakak mengundang Kak William juga?” tanya Kayla gelisah. Mendengar pertanyaan adiknya, Ghafa yang sedang sibuk mendengarkan berita pagi hari itu langsung membeku. Dia mengalihkan pandangan dari layar televisi dan menatap adik kecilnya itu dengan curiga. “Kenapa menanyakan soal William?” Perlahan, senyuman terhibur terlukis di bibir kakak laki-laki tertua Kayla itu. “Kamu … masih suka padanya?” Godaan Ghafa membuat Kayla cepat-cepat mengelak. “Tidak! Aku hanya bertanya!” Tersenyum penuh arti melihat reaksi adiknya, Ghafa pun menjawab, “Sayangnya, tidak ada William. Dia sibuk bekerja di luar negeri.” Mendengar jawaban Ghafa, Kayla bingung. Apa mungkin kakaknya ini tidak tahu kalau temannya tersebut sudah kembali ke dalam negeri? Bagaimana mungkin? Bukankah mereka sahabat dekat?! Namun, rentetan pertanyaan itu segera Kayla tepis dengan gelengan kecil. Semua itu sama sekali bukan urusannya, terutama bagian apakah Ghafa tahu tentang keberadaan William di sini. Bisa bahaya kalau sampai Ghafa tahu kalau William ada di sini, kemungkinan dirinya akan bertemu dengan William bisa lebih besar dan dia tidak mau hal itu terjadi! Kayla memilih diam, apa yang terjadi antara dirinya dan teman kakaknya itu biar untuk menjadi rahasia selamanya! Dia yakin sepertinya pria itu juga tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan malam itu. Atau paling tidak, itulah harapan Kayla saat ini …. ** Malam harinya, kediaman keluarga Kayla yang biasanya tenang terlihat sangat ramai. Dengan panggung berisi band profesional di taman belakang, MC yang menghibur, dan juga hidangan yang beragam, pesta ulang tahun Ghafa dirayakan secara meriah. “Kayla! Lama tidak bertemu! Kamu semakin cantik saja!” “Astaga, aku merasa semakin tua melihatnya sudah sebesar ini!” Sapaan dan kalimat candaan ramah dari kerabat lama Ghafa yang menghadiri pesta malam itu membuat Kayla tersenyum manis. Sesuai perjanjian dengan sang kakak, Kayla bertugas membantu pria itu menjamu tamu, terutama teman-teman SMA-nya. Demikian, itulah yang sekarang Kayla lakukan. “Bagaimana pengalamanmu kuliah di luar negeri, Kay? Apa kamu sudah dapat pacar?” Pertanyaan tersebut tak elak membuat Kayla menghela napas dalam hati. Dia sudah tahu kalau teman-teman sang kakak pasti akan menanyakan hal ini kepadanya di pesta, jadi dia sudah mempersiapkan sebuah jawaban. “Sayangnya belum ada, Kak. Masih proses seleksi.” Kayla tersenyum manis dengan sedikit menggoda. “Tapi kalau ada yang mau dikenalkan, boleh sekali!” usulnya setengah bercanda, tahu tidak akan dianggap serius. Tak disangka, balasan itu malah membuat teman-teman perempuan Ghafa tertawa canggung. “Kalau mengenalkan, kami tidak berani, Kay,” ucap mereka membuat Kayla menautkan alis. “Nanti William marah!” Sontak, Kayla terkejut. Kenapa harus bawa-bawa William? Apa urusannya Kayla mendapatkan kekasih dengan pria menyebalkan itu? Teman Ghafa yang lain menyahut, "Benar itu. Kalau kami mengenalkan pria lain ke kamu, nanti kami perlu menghadapi William! Siapa yang tidak tahu seprotektif apa dia ke kamu!?” “Ish, Ghafa aja kalah!” ucap teman yang lain selagi bergidik ngeri. "Sayang, setelah lulus SMA, William malah pergi kuliah ke Amerika dan belum kembali sampai sekarang. Kayla jadi ditinggal calon suami deh!” Mendengar kalimat terakhir itu, semua orang langsung tertawa selagi wajah Kayla merona merah. Candaan yang didasari pengalaman cinta pertamanya tersebut sungguh memalukan! Di puncak rasa malu Kayla, mendadak dia mendengar seseorang berkata, “Tidakkah kalian tahu membicarakan seseorang di belakang bukanlah tindakan yang baik?” Saat mendengar suara itu dari belakang, seketika seluruh tubuh Kayla membeku. ‘Tidak … tidak mungkin, bukan?’ Tak elak lagi jantung Kayla berdegup kencang, dia langsung melihat ke sumber suara yang berasal dari belakangnya, memastikan kalau telinganya tidak salah dengar dengan pemilik suara yang cukup dia kenal baik ini. “K-Kak … Will?!” Ya! Pria yang sekarang sedang berdiri tegap di belakang Kayla dengan tubuh dibalut jas mewah tak lain dan tak bukan adalah cinta pertama dan juga pria yang telah merenggut kesuciannya, Kaisar William Drake!Visual yang sangat terpahat sempurna ini siapapun yang pernah melihatnya sudah jelas tidak akan bisa dengan mudah melupakannya. Apalagi tatapan mata tajam berwarna abu-abu ini, pria itu tampak jelas sangat memukau. Terutama untukKayla, yang baru beberapa hari lalu tidur dengannya! “K-Kak … Will?!” Panggilan kecil Kayla membuat sang pria yang berdiri tegap selagi menatap teman-temannya itu menurunkan pandangan, memandang lurus mata hitam milik Kayla. “Lama tidak bertemu, Kay,” ucap William dengan suara dalam. Mendengar balasan William, benak Kayla mendadak menjadi ribut. Bukankah Ghafa bilang temannya yang satu ini tidak diundang?! Lalu, kenapa sekarang William berada di sini? Apakah Ghafa membohongi Kayla!? Selagi deretan pertanyaan itu berputar di otak Kayla, terdengar suara seseorang berseru, "William!” Kayla menoleh dan mendapati sosok Ghafa bergegas turun dari panggung untuk kemudian menghampiri sahabat dekatnya itu. Sebuah pelukan hangat dihadiahkan kakak Kayla
Pertanyaan William membuat semua orang langsung terkesiap. “Astaga, Kayla! Sudah dilamar itu!” “Cepat terima!“ Mendengar komentar beberapa temannya itu, Ghafa juga langsung tertawa rendah seraya menatap saudarinya itu dengan tatapan terhibur. “Kalau kamu diam seperti ini, Kakak akan artikan kamu menerima lamaran William loh, ya? Dengan begitu, kita bisa—” PLAK! Suara pukulan mengejutkan semua orang, menyadari bahwa Kayla baru saja menepis tangan Ghafa dengan begitu kencang dari pundaknya. Dengan wajah dingin, gadis itu berkata, “Aku yakin kakak-kakak punya banyak hal untuk dibicarakan selain diriku, jadi aku izin dulu untuk menjamu tamu lain. Permisi.” Usai mengatakan hal tersebut, tanpa menoleh sedikit pun ke arah William maupun Ghafa, Kayla langsung berbalik dan berlari kecil untuk pergi meninggalkan tempat itu. Seorang teman wanita Ghafa yang merasa sedikit tidak enak melihat Kayla pergi seperti itu gegas bertanya, “Dia tidak marah ‘kan, Ghaf? Apa candaan kita tad
Mendengar suara Kayla, empat orang yang terduduk di sofa ruang tamu itu langsung menoleh ke arahnya. "Kayla?" Andre dan Hana—ayah dan ibu Kayla—langsung menatap sang putri dengan kaget. “Ternyata dari tadi kamu sembunyi di kamar tamu? Pantas sulit sekali mencarimu,” ucap Ghafa dengan tangan terlipat dan wajah santai, seakan apa yang baru saja dibicarakan tidak sepenting itu. Sementara itu, Kayla mengabaikan ucapan kakaknya. Dia langsung menatap sang ayah dan bertanya, “Apa aku tidak salah dengar? Papa baru saja berkata kalau aku akan menikah dengan Kak William?” Mendengar pertanyaan putrinya, Andre pun menghela napas. Kentara jelas bahwa Kayla sudah mendengar inti pembicaraan dan tidak ada lagi yang perlu disembunyikan. Alhasil, pria itu langsung menganggukkan kepala tegas. “Ya, itu benar. Kamu dan William akan menikah,” ucap pria paruh baya itu membenarkan. Jantung Kayla berdebar. “Kenapa?!” Dia merasa sangat takut dan bingung. Mungkinkah kejadian di malam itu sudah terbong
Balasan Kayla membuat seisi ruangan menjadi hening. Mereka sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan penolakan yang begitu keras dari gadis itu! Sampai akhirnya, Ghafa menjadi orang pertama yang memecah keheningan. “Kay, kamu jangan konyol. Selama ini kamu yang terus merengek ingin menikah dengan William, kenapa sekarang malah menolak!?” tanya kakak Kayla itu dengan wajah menekuk. Kayla membalas tatapan Ghafa dengan serius. “Terakhir kali aku mengatakan itu adalah ketika aku masih SD, Kakak percaya omongan anak SD?” balasnya ketus sebelum menatap sang ayah. “Aku sudah dewasa, dan aku punya hak untuk memilih jalan hidupku sendiri. Demikian, aku tidak menerima perjodohan ini.” tegasnya. Andre dan Hana langsung terdiam, tidak bisa berkata-kata. Mereka tidak menyangka reaksi sang putri akan seperti ini. Namun, wasiat dari Nenek Yulia yang juga mengungkit janji dengan kakek Kayla—ayah dari Hana—juga bukan hal yang bisa ditepis begitu saja. Apa kiranya yang harus mereka lakukan?
Kayla terpana. William tadi bilang apa?“Kak Will … ingat semuanya?” tanya Kayla dengan tubuh bergetar.“Setiap detiknya,” William memandang gadis itu tanpa berkedip, “dan setiap jengkal tubuhmu.” Dengan mata yang berkaca-kaca dan wajah yang merona merah akibat malu dan marah, Kayla berucap setengah berseru, “Lalu, ketika tadi bertemu denganku, kenapa Kakak bersikap seakan tidak terjadi apa-apa!?”Reaksi Kayla membuat William terdiam sesaat. Dia menjauhkan diri dari gadis itu, lalu bertanya, “Memang, kamu ingin keluargamu tahu mengenai apa yang terjadi di antara kita malam itu?” Ucapan pria tersebut sukses membuat Kayla tersentak. “I-itu—““Aku tidak keberatan jika demikian,” ucap William santai. “Hal terburuk yang bisa terjadi adalah … mereka akan menikahkan kita lebih cepat.”Kayla memasang wajah tidak percaya saat melihat sikap pria di hadapannya ini. Bisa-bisanya William berbicara mengenai pernikahan seakan hal tersebut bukanlah apa-apa!?‘Inikah pria yang selama bertahun-tahun
Ucapan yang keluar dari mulut Kayla disambut suka cita oleh keluarga Kayla, mereka langsung mengembangkan senyum merekah. “Syukurlah!” ucap Hana dengan begitu senang dan ceria. Dari dulu, Hana memang sudah menantikan hari anak-anaknya akan menikah agar bisa segera menimang cucu. Walau yang dia harapkan menikah pertama adalah Ghafa, tapi pun Kayla mendahului, dia juga tidak keberatan! Sementara Hana begitu gembira, Andre memasang wajah ragu. “Kay, kamu benar-benar yakin?” Andre berjalan mendekati putrinya, berusaha memastikan gadis itu tidak mengambil pilihan karena tekanan ekspektasi keluarga. Mendengar pertanyaan ayahnya, Kayla tak elak meringis dalam hati. Dia mengulang kembali semua ancaman William dalam benaknya, dan jantungnya pun kembali berdebar seiring dia cepat mengangguk. “Yakin, Pa,” jawab Kayla singkat. Padahal dalam hatinya, dia masih sangat menyesali kenyataan dia tidak mampu menolak perjodohan ini. Merasa sedikit ragu dengan ekspresi sang putri, Andre berkata, “Ka
Bersandar di kepala ranjang selagi memeluk kedua lutut, Kayla tampak menautkan alisnya ketat. Pikirannya berkecamuk memainkan ingatan mengenai kejadian hari ini, terutama tentang kepergian William dari rumahnya tadi.Kelembutan itu, tatapan itu, sentuhan hangatnya ….‘Apa mungkin Kak Will sebenarnya menyukaiku?’ batin Kayla saat membayangkan ekspresi William saat menatapnya dalam diam sebelum pergi.Tatapan itu persis sama dengan yang sering William berikan kepada Kayla di masa lalu, tepat ketika mereka masih begitu dekat. Tatapan yang menunjukkan bahwa William peduli dan perhatian kepada Kayla. Tatapan dari sosok William yang Kayla rindukan.Namun, Kayla menggelengkan kepalanya dengan cepat.‘Tidak! Pria itu hanya menginginkan harta warisannya saja!’Kayla membanting tubuhnya ke tempat tidur, lalu memeluk gulingnya erat. Dia bersumpah dalam hati, ‘Pokoknya, kamu tidak boleh terbuai, Kayla! Pun kamu akan menikah dengannya, tapi jangan sampai kamu termakan omongan manisnya!’Kiranya, ap
Kayla terdiam sesaat, wajahnya merona merah layaknya udang rebus, kemudian dia mendorong William menjauh seraya berkata, “Kak Will jangan macam-macam! Ancaman Kak Will yang membuatku mau menikah! Lagian Aku dan Kak Will sama-sama gak saling suka, kan?! Jadi, jangan harap bisa menyentuhku. Aku akan selalu sadar dan tidak akan pernah mabuk lagi!”Mendengar ucapan Kayla barusan, Will diam, tidak ada yang salah dengan ucapan Kayla, dia memang secara sadar memaksa Kayla untuk menerima lamarannya itu dengan menggunakan alasan kalau mereka pernah tidur bersama. Lalu, saat itu pun, berdasarkan keterangan dari Kayla yang masih memiliki pacar, dia tetap memaksa Kayla untuk memutuskannya. Situasi ini membuat William ingin marah pada dirinya sendiri karena terlalu memaksakan keadaan.Bahkan semalam mereka juga tidak tidur bersama, melainkan Kayla bersama mamanya, karena dia mengatakan akan sangat sulit untuk tidur dengan mamanya lagi kalau dia sudah benar-benar keluar dari rumahnya. Walaupun Hana
Extra Chapter. Ghafa Sandra 1. Pertemuan Kembali.Sandra melangkah masuk ke dalam kafe dengan wajah kusut. Rambutnya yang biasanya rapi terlihat berantakan, menandakan betapa kacau harinya. Ia baru saja berdebat sengit dengan ayahnya, seorang pebisnis sukses yang selalu memandang dunia seni sebagai hal remeh. Sang ayah menginginkan Sandra fokus pada perusahaan keluarga, namun hatinya menolak keras. Dunia seni adalah rumah bagi Sandra, tempat ia menemukan kebebasan dan ekspresi sejati dan itu sejak dulu tidak disukai oleh ayahnya.Dan ayahnya makin marah karena dia gagal membawa proposal kerjasama dengan Ellysium Luminar Indonesia. Sandra melewati kursi seseorang yang saat itu posisinya berada sedikit menghalangi jalan. Dia duduk di bangku pojok yang bisa melihat ke arah jalan. Beberapa kali Sandra menghela napasnya. Mencoba mengingat kejadian beberapa hari lalu. Pria yang bernama William itu ternyata juga sudah beristri dan istirnya mungkin memiliki hubungan yang rumit dan tidak baik
Setelah beberapa bulan penuh suka dan duka, bayi Kayla dan William kini telah berusia 6 bulan. Hari itu, mereka membawa bayi mereka untuk imunisasi di klinik langganan keluarga. Perjalanan mereka merawat bayi prematur ini tidaklah mudah. Kayla sempat hampir terkena baby blues syndrome karena kurangnya tidur dan kekhawatiran berlebih terhadap kondisi bayinya. Namun, berkat dukungan William yang selalu hadir, membantu bangun tengah malam, dan memberikan semangat, Kayla mampu melewati masa-masa sulit tersebut dengan cepat. Saat ini, Kayla merasa campur aduk antara lega dan sedikit gugup, tetapi kehadiran William di sisinya memberikan ketenangan yang ia butuhkan.Sore itu, sebuah mobil keluarga berhenti di depan rumah besar keluarga Drake. Di depan pintu, Hana, Andre, Risda, Anthony, Daisy, dan Walter sudah menunggu dengan antusias. Bahkan Ghafa, Kakak Kayla sudah datang bersama dengan kekasih hatinya.William memeluk tubuh sang istrinya dengan lembut. Di tangannya yang lain, ia menggendon
William segera pergi ke rumah sakit dimana tempat Kayla berada, dalam perjalan tersebut dia juga sudah menghubungi Hana dan juga Risda, yang kebetulan keduanya masih ada di sini saat ini. Mereka bergerak ke rumah sakit tersebut dengan cepat. Sesampainya di sana, dia bertemu dengan dokter yang langsung menanganinya.“Nyonya Kayla harus segera dilakukan tindakan operasi agar tidak membahayakan dirinya dan juga anak yang ada dalam kandungannya.” Itu yang dikatakan dokter saat itu.Hal ini tentu membuat Kepala William berputar dan terasa sangat sakit sekali, rasanya penyesalan sangat kuat menjalar dalam tubuhnya sekarang ini.“Bagaimana Kayla, Will?” tanya Hana saat bertemu dengan William yang terlihat cukup gugup di depan ruang operasi.“Kayla harus dilakukan tindakan segera, Ma.” William berkata dengan suara lemah.“Bagaimana bisa Kayla mengalami kecelakaan? Apa sopir kamu tidak membawa kendaraan dengan hati-hati?” Risda kali ini bicara dengan nada cemas.“Tadi ada kendaraan yang remnya
Kayla berdiri di depan cermin, mengamati bayangan dirinya sendiri dengan raut wajah penuh rasa ingin tahu. Perutnya yang kini membuncit lima bulan tampak menonjol di balik kaus longgar yang ia kenakan. Ia memutar tubuhnya perlahan, memandangi bentuk tubuhnya dari berbagai sisi, lalu tersenyum kecil.“Kak Will, ini bakalan besar banget, pasti ya?” katanya sambil menoleh ke arah William, yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan handuk melilit lehernya.William mendekat tanpa berkata apa-apa, menyelinap di belakang Kayla. Ia melingkarkan lengannya di pinggang istrinya, lalu menempelkan dagunya ke bahu Kayla. Tangan besarnya dengan lembut mengusap perut Kayla yang membuncit, seolah-olah mencoba menyapa bayi mereka.“Dia tentu akan membesar,” gumam William sambil tersenyum tipis, matanya memandangi bayangan mereka berdua di cermin. Ada kebahagiaan yang samar di matanya, meski bibirnya hanya melengkungkan senyum sederhana.Kayla berbalik dengan cepat, menyandarkan tanga
Saat kaki Kayla melangkah masuk ke dalam ruangan itu, dia benar-benar sangat merasa senang, semua nampak nyata, dia dan William akan diperkenalkan secara resmi sebagai pasangan suami istri dari Keluarga Drake yang tersohor dan terhormat.Acara satu per satu berjalan sesuai agenda, saat Walter Drake memperkenalkan keduanya sebagai pasangan resmi, para tamu undangan sangat terkesan dan kagum. Lalu, Walter juga mengumumkan tentang pengunduran dirinya dari kepemimpinan raksasa usaha Ellysium Luminar Group milik Keluarga Drake, dan menyatakan dengan tegas kalau saat ini, semuanya dipegang penuh oleh Kaisar William Drake, satu-satunya pewaris Keluarga Drake.Suasana makin meriah, walau begitu, sesekali William bertanya pada Kayla, apakah dia sudah lelah? Namun, Kayla tentu saja tidak lelah, dia malah senang dengan apa yang terjadi saat ini. William yang terkenal dingin sebelumnya terlihat cukup banyak tersenyum saat acaranya berlangsung. Kemudian satu momen dimana akhirnya William memutar s
Di kamar, setelah semuanya selesai, William duduk di tepi ranjang sambil memeriksa dokumen di laptopnya. Kayla duduk di sebelahnya, memandangi wajah William yang serius. Tanpa sadar, ia tersenyum kecil.“Kak Will,” panggil Kayla lembut.“Hm?” William menoleh.Kayla memeluk lengan suaminya, menyandarkan kepalanya di bahunya. “Aku benar-benar bahagia.”William tersenyum kecil, lalu menutup laptopnya. “Aku juga, Kay.” Tangannya membelai rambut Kayla dengan lembut, sebelum berbisik, “Terima kasih sudah memberiku kesempatan untuk menjadi ayah. Aku akan memastikan kamu dan anak kita selalu bahagia.”Kayla terdiam, tetapi hatinya berbunga-bunga. Saat William mengecup keningnya dengan penuh kasih, ia tahu bahwa kebahagiaan ini adalah awal dari perjalanan indah mereka bersama.*** Keesokan harinya, Kayla dikejutkan dengan kedatangan orang tuanya dan juga Ghafa di kediaman Keluarga Drake saat dia selesai konsultasi dengan dokter kandungannya.“Papa, mama?!” Kayla tidak percaya mereka sudah ada
Di ruang tunggu yang cukup ramai ini, William duduk dengan gelisah, jarinya mengetuk-ngetuk paha tanpa sadar. Pria yang biasanya memancarkan ketenangan seperti batu kini terlihat tidak sabar. Matanya terus melirik ke arah pintu ruangan dokter, lalu kembali ke Kayla yang tampak sibuk mengunyah camilannya.“Ini, minum dulu. Sebentar lagi giliran kita,” ujar William dengan nada pelan, hampir seperti bisikan. Tangannya menyodorkan botol air mineral ke arah Kayla, dia berkata dengan sangat hati-hati.Kayla menerima botol itu, menatap William sejenak sebelum tersenyum tipis. “Santai saja, Kak Will. Aku baik-baik saja.” Nada santainya membuat William sedikit lega, meski pikirannya tetap penuh dengan kekhawatiran, takut kalau-kalau nanti Kayla kembali meraung seperti di dalam mobil tadi.Bukan tanpa alasan dia khawatir, karena barusan saja, saat berjalan menuju ruang tunggu ini, Kayla hampir menangis hanya karena William berjalan mendahuluinya. Dia tidak mengira istrinya bisa sesensitif itu. B
Wajah Daisy dan Risda terlihat senang, dari cara William dan Kayla menatap ini seperti menunjukkan hal-hal bahagia yang sebentar lagi akan datang ke keluarga ini.“Bagaimana? Apa itu sudah cukup lama?” desak Daisy, sementara Risda, Ibu William lebih kalem dengan tidak banyak bicara.“Itu ….” Kayla diam dan menatap William.“Apa itu terakhir saat awal pernikahan kita?” tanya William cepat.Pernyataan yang dilontarkan William barusan membuat Kayla mengangguk malu-malu.“Ah! Sepertinya kita akan kedatangan tamu besar di keluarga kita.” Daisy berkata dengan penuh semangat lalu melihat ke arah Risda dengan senyum merekah.“Sebaiknya Will, coba kamu bawa Kayla ke dokter sekarang.” Giliran Risda yang penuh semangat kali ini menyuruh anaknya untuk segera mencari kepastian yang tentunya lebih akurat.“Nah, benar, cepatlah Will, nenek yakin kita pasti akan ada anggota baru di keluarga kita.”Lalu, kedua orang ini menyuruh William dan mendesak keduanya untuk segera pergi ke dokter.Sebelum Willi
Suasana sore di kediaman keluarga Drake dipenuhi canda tawa yang hangat. Walter, yang baru saja pulang dari rumah sakit, duduk di sofa ruang tengah dengan senyum lembut di wajahnya. Anthony, Risda, Daisy dan Kayla duduk di sekitarnya, berbagi cerita ringan yang menghangatkan hati. Ruangan itu dipenuhi aura nostalgia dan kebahagiaan.Kayla, yang biasanya lebih pendiam di hadapan anggota keluarga Drake lainnya, hari itu terlihat lebih santai. Senyumnya tak pernah lepas saat mendengarkan cerita-cerita Walter tentang masa mudanya. Ia sesekali melontarkan komentar yang membuat semuanya tertawa.“Jadi, Kakek benar-benar sempat mencoba drifting dengan mobil antik hanya untuk menghindari nenek yang sedang marah?” Kayla tertawa, membayangkan adegan yang diceritakan Walter.“Tentu saja,” Walter menjawab dengan nada bercanda. “Saat itu nenekmu benar-benar mengerikan jika sudah marah. Tapi lihat, aku masih hidup sampai sekarang, bukan?”Anthony dan Risda ikut tertawa. Rasanya sudah lama sekali mer