Kayla sudah sampai di rumah. Usai sepenuhnya sadar, wanita itu langsung pergi tanpa banyak berpikir panjang, meninggalkan teman kakaknya yang masih tertidur dengan sangat pulas.
“Bagaimana ini? Bagaimana ini? Bagaimana ini!?” Tidak henti-hentinya Kayla mengulangi kalimat itu seperti merapal mantra sambil menutup wajahnya dengan frustasi. Seumur hidupnya, tidak pernah Kayla membayangkan bahwa dirinya akan tertimpa masalah sebesar dan segila ini! Beruntung, saat ini orang tua Kayla sedang pergi bersama dengan kakak laki-lakinya untuk mengurus bisnis keluarga mereka di luar kota. Demikian, selain para pelayan—yang tentunya tidak akan berani bertanya—tidak ada yang benar-benar tahu alasan dirinya tidak pulang tadi malam! Sejauh yang Kayla ingat, di malam lalu dirinya kalah berkali-kali dalam permainan dengan teman-temannya dan berakhir mabuk. Kemudian, di saat yang bersamaan, teman-teman Kayla ini menantangnya untuk memilih pria tertampan di bar untuk dicium, ya dicium! Kayla yang dalam kendali alkohol ini tentu tidak ingat siapapun lagi. Kalau saja dia masih menyisakan kesadaran sedikit saja, sudah barang tentu dia pasti bisa mengenali William dan kalau dia tahu itu adalah William, hal ini tidak akan berujung pada tidur bersama dengan pria itu! Entah kenapa kepingan yang dia ingat hanya tentang rasa ciuman yang panas dan juga reaksi tubuhnya yang berlebihan karena sentuhan itu, mereka melakukannya dengan intens dan … pria itu membawanya ke kamar hotel. “Ahhh!” Kayla menutup wajahnya menggunakan dua tangan dengan frustasi. Bagaimana bisa dia menghabiskan malam dengan teman kakaknya sendiri? Seakan tidak cukup buruk, kenapa pria yang tidur dengannya adalah William? Cinta pertama yang menolaknya dengan keji di masa lalu!? “Aku tidak tertarik dengan anak SD.” Teringat kembali akan balasan William setelah Kayla mengungkapkan perasaan tulusnya di masa itu, gadis tersebut menjadi semakin sakit hati dan marah. Pria yang dahulu menolaknya itu … malah menjadi pria yang merenggut kesuciannya? Kesialan macam apa ini?! Pada akhirnya, Kayla pun memeluk lutut dan membenamkan wajahnya di sana. “Mimpi buruk … ya, aku hanya akan menganggapnya mimpi buruk dan melupakan semuanya …” ucap Kayla berulang kali layaknya sebuah mantra doa yang bisa segera terkabul. Namun, satu minggu kemudian, saat kedua orang tua dan kakak laki-lakinya kembali, Kayla malah dikejutkan dengan satu kabar. “Kakak mau ngadain pesta ulang tahun dengan mengundang teman-teman SMA Kakak?!” Teriakan Kayla membuat Ghafa Adrian Malik, kakak laki-laki tertua Kayla, menatap sang adik dengan aneh. “Kenapa? Ada masalah?” tanya pria bertubuh kekar dengan mata cokelatnya yang tajam itu. “Apa kakak gak malu sama umur?!” “Apa hubungannya merayakan ulang tahun dengan rasa malu?” balas Ghafa santai. “Lagian, Kakak sudah bilang sama kamu dari bulan lalu, ‘kan? Bahkan sebelum kamu balik ke sini.” Kayla memainkan jarinya. Jujur, Kayla telah melupakan semua yang telah sang kakak katakan mengenai pesta ulang tahun itu. Dia tidak terlalu peduli sebelumnya, tapi sekarang …. Kejadian antara dirinya dengan William membuatnya berpikir dua kali! “Apa … apa Kakak mengundang Kak William juga?” tanya Kayla gelisah. Mendengar pertanyaan adiknya, Ghafa yang sedang sibuk mendengarkan berita pagi hari itu langsung membeku. Dia mengalihkan pandangan dari layar televisi dan menatap adik kecilnya itu dengan curiga. “Kenapa menanyakan soal William?” Perlahan, senyuman terhibur terlukis di bibir kakak laki-laki tertua Kayla itu. “Kamu … masih suka padanya?” Godaan Ghafa membuat Kayla cepat-cepat mengelak. “Tidak! Aku hanya bertanya!” Tersenyum penuh arti melihat reaksi adiknya, Ghafa pun menjawab, “Sayangnya, tidak ada William. Dia sibuk bekerja di luar negeri.” Mendengar jawaban Ghafa, Kayla bingung. Apa mungkin kakaknya ini tidak tahu kalau temannya tersebut sudah kembali ke dalam negeri? Bagaimana mungkin? Bukankah mereka sahabat dekat?! Namun, rentetan pertanyaan itu segera Kayla tepis dengan gelengan kecil. Semua itu sama sekali bukan urusannya, terutama bagian apakah Ghafa tahu tentang keberadaan William di sini. Bisa bahaya kalau sampai Ghafa tahu kalau William ada di sini, kemungkinan dirinya akan bertemu dengan William bisa lebih besar dan dia tidak mau hal itu terjadi! Kayla memilih diam, apa yang terjadi antara dirinya dan teman kakaknya itu biar untuk menjadi rahasia selamanya! Dia yakin sepertinya pria itu juga tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan malam itu. Atau paling tidak, itulah harapan Kayla saat ini …. ** Malam harinya, kediaman keluarga Kayla yang biasanya tenang terlihat sangat ramai. Dengan panggung berisi band profesional di taman belakang, MC yang menghibur, dan juga hidangan yang beragam, pesta ulang tahun Ghafa dirayakan secara meriah. “Kayla! Lama tidak bertemu! Kamu semakin cantik saja!” “Astaga, aku merasa semakin tua melihatnya sudah sebesar ini!” Sapaan dan kalimat candaan ramah dari kerabat lama Ghafa yang menghadiri pesta malam itu membuat Kayla tersenyum manis. Sesuai perjanjian dengan sang kakak, Kayla bertugas membantu pria itu menjamu tamu, terutama teman-teman SMA-nya. Demikian, itulah yang sekarang Kayla lakukan. “Bagaimana pengalamanmu kuliah di luar negeri, Kay? Apa kamu sudah dapat pacar?” Pertanyaan tersebut tak elak membuat Kayla menghela napas dalam hati. Dia sudah tahu kalau teman-teman sang kakak pasti akan menanyakan hal ini kepadanya di pesta, jadi dia sudah mempersiapkan sebuah jawaban. “Sayangnya belum ada, Kak. Masih proses seleksi.” Kayla tersenyum manis dengan sedikit menggoda. “Tapi kalau ada yang mau dikenalkan, boleh sekali!” usulnya setengah bercanda, tahu tidak akan dianggap serius. Tak disangka, balasan itu malah membuat teman-teman perempuan Ghafa tertawa canggung. “Kalau mengenalkan, kami tidak berani, Kay,” ucap mereka membuat Kayla menautkan alis. “Nanti William marah!” Sontak, Kayla terkejut. Kenapa harus bawa-bawa William? Apa urusannya Kayla mendapatkan kekasih dengan pria menyebalkan itu? Teman Ghafa yang lain menyahut, "Benar itu. Kalau kami mengenalkan pria lain ke kamu, nanti kami perlu menghadapi William! Siapa yang tidak tahu seprotektif apa dia ke kamu!?” “Ish, Ghafa aja kalah!” ucap teman yang lain selagi bergidik ngeri. "Sayang, setelah lulus SMA, William malah pergi kuliah ke Amerika dan belum kembali sampai sekarang. Kayla jadi ditinggal calon suami deh!” Mendengar kalimat terakhir itu, semua orang langsung tertawa selagi wajah Kayla merona merah. Candaan yang didasari pengalaman cinta pertamanya tersebut sungguh memalukan! Di puncak rasa malu Kayla, mendadak dia mendengar seseorang berkata, “Tidakkah kalian tahu membicarakan seseorang di belakang bukanlah tindakan yang baik?” Saat mendengar suara itu dari belakang, seketika seluruh tubuh Kayla membeku. ‘Tidak … tidak mungkin, bukan?’ Tak elak lagi jantung Kayla berdegup kencang, dia langsung melihat ke sumber suara yang berasal dari belakangnya, memastikan kalau telinganya tidak salah dengar dengan pemilik suara yang cukup dia kenal baik ini. “K-Kak … Will?!” Ya! Pria yang sekarang sedang berdiri tegap di belakang Kayla dengan tubuh dibalut jas mewah tak lain dan tak bukan adalah cinta pertama dan juga pria yang telah merenggut kesuciannya, Kaisar William Drake!Visual yang sangat terpahat sempurna ini siapapun yang pernah melihatnya sudah jelas tidak akan bisa dengan mudah melupakannya. Apalagi tatapan mata tajam berwarna abu-abu ini, pria itu tampak jelas sangat memukau. Terutama untukKayla, yang baru beberapa hari lalu tidur dengannya! “K-Kak … Will?!” Panggilan kecil Kayla membuat sang pria yang berdiri tegap selagi menatap teman-temannya itu menurunkan pandangan, memandang lurus mata hitam milik Kayla. “Lama tidak bertemu, Kay,” ucap William dengan suara dalam. Mendengar balasan William, benak Kayla mendadak menjadi ribut. Bukankah Ghafa bilang temannya yang satu ini tidak diundang?! Lalu, kenapa sekarang William berada di sini? Apakah Ghafa membohongi Kayla!? Selagi deretan pertanyaan itu berputar di otak Kayla, terdengar suara seseorang berseru, "William!” Kayla menoleh dan mendapati sosok Ghafa bergegas turun dari panggung untuk kemudian menghampiri sahabat dekatnya itu. Sebuah pelukan hangat dihadiahkan kakak Kayla
Pertanyaan William membuat semua orang langsung terkesiap. “Astaga, Kayla! Sudah dilamar itu!” “Cepat terima!“ Mendengar komentar beberapa temannya itu, Ghafa juga langsung tertawa rendah seraya menatap saudarinya itu dengan tatapan terhibur. “Kalau kamu diam seperti ini, Kakak akan artikan kamu menerima lamaran William loh, ya? Dengan begitu, kita bisa—” PLAK! Suara pukulan mengejutkan semua orang, menyadari bahwa Kayla baru saja menepis tangan Ghafa dengan begitu kencang dari pundaknya. Dengan wajah dingin, gadis itu berkata, “Aku yakin kakak-kakak punya banyak hal untuk dibicarakan selain diriku, jadi aku izin dulu untuk menjamu tamu lain. Permisi.” Usai mengatakan hal tersebut, tanpa menoleh sedikit pun ke arah William maupun Ghafa, Kayla langsung berbalik dan berlari kecil untuk pergi meninggalkan tempat itu. Seorang teman wanita Ghafa yang merasa sedikit tidak enak melihat Kayla pergi seperti itu gegas bertanya, “Dia tidak marah ‘kan, Ghaf? Apa candaan kita tad
Mendengar suara Kayla, empat orang yang terduduk di sofa ruang tamu itu langsung menoleh ke arahnya. "Kayla?" Andre dan Hana—ayah dan ibu Kayla—langsung menatap sang putri dengan kaget. “Ternyata dari tadi kamu sembunyi di kamar tamu? Pantas sulit sekali mencarimu,” ucap Ghafa dengan tangan terlipat dan wajah santai, seakan apa yang baru saja dibicarakan tidak sepenting itu. Sementara itu, Kayla mengabaikan ucapan kakaknya. Dia langsung menatap sang ayah dan bertanya, “Apa aku tidak salah dengar? Papa baru saja berkata kalau aku akan menikah dengan Kak William?” Mendengar pertanyaan putrinya, Andre pun menghela napas. Kentara jelas bahwa Kayla sudah mendengar inti pembicaraan dan tidak ada lagi yang perlu disembunyikan. Alhasil, pria itu langsung menganggukkan kepala tegas. “Ya, itu benar. Kamu dan William akan menikah,” ucap pria paruh baya itu membenarkan. Jantung Kayla berdebar. “Kenapa?!” Dia merasa sangat takut dan bingung. Mungkinkah kejadian di malam itu sudah terbong
Balasan Kayla membuat seisi ruangan menjadi hening. Mereka sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan penolakan yang begitu keras dari gadis itu! Sampai akhirnya, Ghafa menjadi orang pertama yang memecah keheningan. “Kay, kamu jangan konyol. Selama ini kamu yang terus merengek ingin menikah dengan William, kenapa sekarang malah menolak!?” tanya kakak Kayla itu dengan wajah menekuk. Kayla membalas tatapan Ghafa dengan serius. “Terakhir kali aku mengatakan itu adalah ketika aku masih SD, Kakak percaya omongan anak SD?” balasnya ketus sebelum menatap sang ayah. “Aku sudah dewasa, dan aku punya hak untuk memilih jalan hidupku sendiri. Demikian, aku tidak menerima perjodohan ini.” tegasnya. Andre dan Hana langsung terdiam, tidak bisa berkata-kata. Mereka tidak menyangka reaksi sang putri akan seperti ini. Namun, wasiat dari Nenek Yulia yang juga mengungkit janji dengan kakek Kayla—ayah dari Hana—juga bukan hal yang bisa ditepis begitu saja. Apa kiranya yang harus mereka lakukan?
Kayla terpana. William tadi bilang apa?“Kak Will … ingat semuanya?” tanya Kayla dengan tubuh bergetar.“Setiap detiknya,” William memandang gadis itu tanpa berkedip, “dan setiap jengkal tubuhmu.” Dengan mata yang berkaca-kaca dan wajah yang merona merah akibat malu dan marah, Kayla berucap setengah berseru, “Lalu, ketika tadi bertemu denganku, kenapa Kakak bersikap seakan tidak terjadi apa-apa!?”Reaksi Kayla membuat William terdiam sesaat. Dia menjauhkan diri dari gadis itu, lalu bertanya, “Memang, kamu ingin keluargamu tahu mengenai apa yang terjadi di antara kita malam itu?” Ucapan pria tersebut sukses membuat Kayla tersentak. “I-itu—““Aku tidak keberatan jika demikian,” ucap William santai. “Hal terburuk yang bisa terjadi adalah … mereka akan menikahkan kita lebih cepat.”Kayla memasang wajah tidak percaya saat melihat sikap pria di hadapannya ini. Bisa-bisanya William berbicara mengenai pernikahan seakan hal tersebut bukanlah apa-apa!?‘Inikah pria yang selama bertahun-tahun
Ucapan yang keluar dari mulut Kayla disambut suka cita oleh keluarga Kayla, mereka langsung mengembangkan senyum merekah. “Syukurlah!” ucap Hana dengan begitu senang dan ceria. Dari dulu, Hana memang sudah menantikan hari anak-anaknya akan menikah agar bisa segera menimang cucu. Walau yang dia harapkan menikah pertama adalah Ghafa, tapi pun Kayla mendahului, dia juga tidak keberatan! Sementara Hana begitu gembira, Andre memasang wajah ragu. “Kay, kamu benar-benar yakin?” Andre berjalan mendekati putrinya, berusaha memastikan gadis itu tidak mengambil pilihan karena tekanan ekspektasi keluarga. Mendengar pertanyaan ayahnya, Kayla tak elak meringis dalam hati. Dia mengulang kembali semua ancaman William dalam benaknya, dan jantungnya pun kembali berdebar seiring dia cepat mengangguk. “Yakin, Pa,” jawab Kayla singkat. Padahal dalam hatinya, dia masih sangat menyesali kenyataan dia tidak mampu menolak perjodohan ini. Merasa sedikit ragu dengan ekspresi sang putri, Andre berkata, “Ka
Bersandar di kepala ranjang selagi memeluk kedua lutut, Kayla tampak menautkan alisnya ketat. Pikirannya berkecamuk memainkan ingatan mengenai kejadian hari ini, terutama tentang kepergian William dari rumahnya tadi.Kelembutan itu, tatapan itu, sentuhan hangatnya ….‘Apa mungkin Kak Will sebenarnya menyukaiku?’ batin Kayla saat membayangkan ekspresi William saat menatapnya dalam diam sebelum pergi.Tatapan itu persis sama dengan yang sering William berikan kepada Kayla di masa lalu, tepat ketika mereka masih begitu dekat. Tatapan yang menunjukkan bahwa William peduli dan perhatian kepada Kayla. Tatapan dari sosok William yang Kayla rindukan.Namun, Kayla menggelengkan kepalanya dengan cepat.‘Tidak! Pria itu hanya menginginkan harta warisannya saja!’Kayla membanting tubuhnya ke tempat tidur, lalu memeluk gulingnya erat. Dia bersumpah dalam hati, ‘Pokoknya, kamu tidak boleh terbuai, Kayla! Pun kamu akan menikah dengannya, tapi jangan sampai kamu termakan omongan manisnya!’Kiranya, ap
Kayla terdiam sesaat, wajahnya merona merah layaknya udang rebus, kemudian dia mendorong William menjauh seraya berkata, “Kak Will jangan macam-macam! Ancaman Kak Will yang membuatku mau menikah! Lagian Aku dan Kak Will sama-sama gak saling suka, kan?! Jadi, jangan harap bisa menyentuhku. Aku akan selalu sadar dan tidak akan pernah mabuk lagi!”Mendengar ucapan Kayla barusan, Will diam, tidak ada yang salah dengan ucapan Kayla, dia memang secara sadar memaksa Kayla untuk menerima lamarannya itu dengan menggunakan alasan kalau mereka pernah tidur bersama. Lalu, saat itu pun, berdasarkan keterangan dari Kayla yang masih memiliki pacar, dia tetap memaksa Kayla untuk memutuskannya. Situasi ini membuat William ingin marah pada dirinya sendiri karena terlalu memaksakan keadaan.Bahkan semalam mereka juga tidak tidur bersama, melainkan Kayla bersama mamanya, karena dia mengatakan akan sangat sulit untuk tidur dengan mamanya lagi kalau dia sudah benar-benar keluar dari rumahnya. Walaupun Hana
Ucapan William membuat hati Damar mencelos. Jelas, William tidak bercanda. Kalau hari ini permintaan maaf untuk Kayla tidak diberikan, maka masalah ini tidak akan selesai, malah menjadi semakin buruk!Cepat, Damar menoleh ke arah putrinya. “Minta maaflah dengan Nyonya Kayla sekarang!”Hal ini membuat Anastasia terkejut, dia tidak menyangka kalau ayahnya sangat tunduk dengan pria yang bernama William ini. “Tapi, Pa … aku ti–”Tanpa basa-basi maupun menunggu kalimat sang putri selesai, Damar langsung menekan kepala putrinya ke bawah.Anastasia terperangah, ayahnya … memaksanya menunduk kepada Kayla!Dipermalukan seperti ini, ini baru yang pertama kali!!!!“Cepat katakan!” Suara Damar terdengar sangat dingin saat kembali menegaskan perintahnya kepada sang putri.Tidak punya kekuatan untuk melawan dan sudah terlanjur malu, Anastasia pun menutup mata kuat, membiarkan air mata mengalir deras menuruni wajahnya saat dirinya berkata, “Maaf ….”Alis William tertaut. “Apa dia sungguh berniat mem
“Kenapa …? Kenapa?!” Anastasia tampak marah, kecewa, dan sakit hati. Dia tidak menyangka kalau orang-orang yang dia harapkan sebagai pembelanya malah datang untuk menghakiminya!Dengan air mata menggenang di pelupuk mata dan ekspresi tidak terima, Anastasia menatap Kayla dengan marah. “Aku hanya mengatakan kenyataannya! Bahwa wanita itu adalah wanita murahan yang pernah tidur dengan sembarang pria!”Kalimat Anastasia membuat seisi ruangan berbisik, menatap Kayla dan membicarakannya diam-diam.“Apa itu benar? Dia tidur sembarangan dengan banyak pria?”“Wah, mukanya saja yang terlihat polos. Ternyata, perilakunya ….”Komentar itu membuat tangan Kayla mengepal dan ekspresinya terluka. Hal itu membuat Anastasia sangat senang.“Kenapa menatapku seperti itu? Tidak terima aku membongkar kenyataannya di depan suamimu? Takut ditinggalkan seperti terakhir kali karena tubuh kotor menjijikkanmu itu?!”Wajah William menjadi sangat gelap! Dia seperti akan memakan Anastasia hidup-hidup!Namun, keti
Suasana ballroom malam itu dipenuhi dengan kemewahan. Lampu kristal yang menggantung di langit-langit memantulkan cahaya gemerlap, menambah kesan eksklusif acara pengukuhan CEO Ellysium Indonesia. Kayla melangkah masuk bersama William, mengenakan gaun elegan berwarna peach. Rambutnya ditata sederhana namun anggun, menonjolkan kecantikannya yang natural. William berjalan di sampingnya, mengenakan setelan formal yang membuat auranya semakin memikat perhatian.“Apa kamu gugup?” bisik William pada KaylaKayla mengangguk dan tersenyum kaku. “Apa terlalu terlihat?” William hanya tersenyum menanggapinya. Sebagai orang yang tidak terbiasa dengan acara formal seperti ini, jelas Kayla merasa gugup. Namun, saat William melepaskan tangan Kayla yang saat ini sedang menggamit lengannya dan beralih merangkul pinggangnya, membuatnya menjadi lebih tenang.William dan Kayla diarahkan ke meja utama. Di meja itu ada rekan bisnis Ellysium dan juga tokoh penting pemerintahan.“Semua baik-baik saja,” ucap
Sudah hampir tiga minggu ini Kayla hanya bisa bertemu dengan William di pagi hari. Saat Kayla bangun, William masih tertidur di sebelahnya. Ketika Kayla selesai menyiapkan sarapan, William sudah rapi dengan setelan kerja. Mereka jarang punya waktu untuk berbicara, membuat Kayla merasa kesepian di tengah rutinitas yang monoton. “Kay, melamun lagi?” Deswita mencolek bahunya, membuyarkan lamunannya. Kayla yang tengah menopang dagu di depan layar monitor langsung tersentak. “Ah, ngagetin aja,” jawabnya singkat, tanpa banyak ekspresi. “Belakangan ini kamu sering bengong. Ada masalah?” tanya Deswita, suaranya penuh rasa ingin tahu. Kayla diam sejenak, mencoba memutuskan apakah dia harus berbagi cerita. Namun, ini masalah rumah tangga. Tidak seharusnya orang luar tahu, pikirnya. Sebelum dia sempat menjawab, Nindy tiba-tiba menepuk pundaknya. “Ayo makan siang dulu aja!” ajak Nindy ceria. Kayla mengangguk. “Iya, oke,” jawabnya lemah. Nindy dan Deswita saling bertukar pandang, tampak khaw
Menyadari perubahan ekspresi Kayla yang tampak berbeda, William mulai merasa ragu. "Kamu belum mau ikut, ya?" tanyanya pelan, suaranya terdengar serius tapi penuh perhatian. Kayla terdiam. “Kalau kamu belum siap, aku bisa pergi dulu satu bulan saja. Begitu urusanku selesai di sana, aku akan langsung pulang,” lanjut William, mencoba menawarkan solusi. “Tidak, bukan itu maksudku,” potong Kayla cepat. “Aku mau ikut, hanya saja… apa memang harus secepat itu?” Wajahnya mencerminkan kebingungan yang bercampur dengan kegelisahan. William menatap Kayla, berusaha mencari jawaban dari sorot matanya. “Ada hal mendesak yang harus aku selesaikan di sana. Tapi, kalau kamu merasa berat untuk ikut—” “Aku akan ikut, Kak Will,” potong Kayla sekali lagi, kali ini dengan nada yang lebih tegas. “Aku tidak akan membiarkan suamiku pergi sendirian. Jangan khawatir, aku siap.” Perkataan Kayla membuat William tersenyum tipis, seolah beban di pundaknya berkurang. “Baiklah kalau begitu. Aku lebih tenang kal
Kayla duduk sendiri di depan televisi setelah William pergi. Ini adalah hari libur, tetapi William, suaminya itu malah pergi untuk urusan pekerjaan. Dia memang mengatakan akan segera pulang kalau pekerjaan sudah selesai, tetapi Kayla paham urusan pekerjaan itu pasti memakan waktu yang tidak sedikit.Agar tidak bosan dia melakukan hal yang disukainya untuk mencoba membuat kudapan ringan dan itu berhasil membuatnya tidak bosan di rumah. Setelah semuanya selesai tepat dia akan menghubungi William, pria itu lebih dulu menghubunginya.“Kay, apa kamu sudah masak makan siang?” tanyanya langsung saat panggilan telepon terhubung.“Baru mau mulai, apa Kakak sudah mau pulang?”“Kalau belum masak, mending kamu ganti pakaian saja, kita makan di luar saja. Aku sebentar lagi sampai.”Mendengar hal itu Kayla tersenyum senang.“Memang kita mau makan dimana?” tanya Kayla lagi.“Bersiap saja, itu … kejutan.” William berkata dengan penuh misteri.“Kejutan itu tidak perlu dibilang duluan, kalau sudah dibe
“Kay, balik dari atas bawaannya senyum-senyum terus,” tegur Nindy pada Kayla. Rekannya itu sudah siap untuk pulang karena sudah lebih dari 15 menit yang lalu jam kerja usai.“Apa terlalu kelihatan?” respons Kayla.Nindy mengangguk. “Setidaknya wajahmu jauh lebih cerah setelah Pak Arga menyuruhmu ke atas. Tadi … apa kamu melakukan sesuatu seperti di film-film, kayak misalnya, berciuman di kantor atau–”“Hush!” Kayla memukul lengan Nindy dan meletakkan jari telunjuknya di depan bibir, lalu Nindy terkekeh ringan. Nindy selalu memiliki insting yang sangat tajam, membuat Kayla jadi malu“Maaf-maaf, soalnya cerita kamu ini beneran mirip sama film-film romansa kantor sih, yang menutupi hubungan dan diem-diem cari kesempatan.” Nindy kembali terkekeh, membuat wajah Kayla merona.“Aku tidak menutupi hubunganku, kok, buktinya kamu tahu, kan?” Kayla berkata dengan setengah berbisik dan Nindy menganggukan kepalanya. “Bener juga sih, cuma ….”“Cuma, aku gak mau heboh aja, jadi kalau tahu ya cukup
Setelah makan siang, Kayla sedikit tidak konsentrasi dengan pekerjaannya, terlihat beberapa kali dia merevisi laporan yang dia buat. Pertanyaan-pertanyaan dari Nindy itu membuat hatinya menjadi bertanya-tanya tentang hubungannya dengan Daniel sebelum ini.“Nyaman …? Apa aku nyaman?” tanya Kayla pada dirinya sendiri sambil memutar-mutarkan pena di jari-jarinya.“Nyaman, aku nyaman, kita selalu melakukan hal yang kita suka bersama-sama.” Kayla menjawab sendiri pertanyaan itu.“Tapi ….” Kayla menghentikan kegiatan kecil memutar pena itu, dan menopang dagunya. “Walaupun nyaman saat ngobrol, kenapa tidak bisa merasa bebas mengekspresikan diri, ya?” Kayla lalu menarik napas dalam, mencoba menghubungkan rasa nyaman dan kebebasan selama berhubungan dengan Daniel. Lalu tentang ciuman pertama dengan Daniel? Yang benar saja, nyaris dua tahun dia selalu saja bisa menghindar dari hal semacam itu, dan juga kalaupun dia menginginkan hal itu dari Daniel pasti akan selalu saja ada yang menggagalkanny
Kayla kembali melihat ke arah Deswita dan dia hanya menggeleng perlahan, seolah memberikan isyarat kalau dia tidak menceritakan apapun pada Nindy. “Aku mendengar kalau sebelumnya ternyata Tuan William itu sudah menikah, dan barusan itu ….” Nindy menunjuk ke arah mobil yang sudah melaju dari tempat itu. “Itu … asisten pribadinya Tuan William, kan? Apa kamu benar-benar istrinya Tuan William?” tanya Nindy terdengar sangat penasaran. “Ehm, Nin, sepertinya kita tidak perlu terlalu mencampuri urusan seperti ini, kan?” Deswita berkata pada Nindy. “Kay … apa benar?” tanya Nindy lagi, dia seolah-olah tidak mendengar ucapan Deswita barusan. “Ya, benar,” jawab Kayla tanpa ragu dan mengangguk. Nindya terkejut, termasuk Deswita yang memang sudah tahu tentang hubungan William dan juga Kayla, dia tidak menyangka kalau Kayla mengaku, awalnya dia berpikir kalau Kayla mungkin saja menyangkal hal tersebut dengan beberapa alasan. “What?!! Jadi benar kamu istrinya ….” Nindy berkata dengan napas tert