Mendengar suara Kayla, empat orang yang terduduk di sofa ruang tamu itu langsung menoleh ke arahnya.
"Kayla?" Andre dan Hana—ayah dan ibu Kayla—langsung menatap sang putri dengan kaget. “Ternyata dari tadi kamu sembunyi di kamar tamu? Pantas sulit sekali mencarimu,” ucap Ghafa dengan tangan terlipat dan wajah santai, seakan apa yang baru saja dibicarakan tidak sepenting itu. Sementara itu, Kayla mengabaikan ucapan kakaknya. Dia langsung menatap sang ayah dan bertanya, “Apa aku tidak salah dengar? Papa baru saja berkata kalau aku akan menikah dengan Kak William?” Mendengar pertanyaan putrinya, Andre pun menghela napas. Kentara jelas bahwa Kayla sudah mendengar inti pembicaraan dan tidak ada lagi yang perlu disembunyikan. Alhasil, pria itu langsung menganggukkan kepala tegas. “Ya, itu benar. Kamu dan William akan menikah,” ucap pria paruh baya itu membenarkan. Jantung Kayla berdebar. “Kenapa?!” Dia merasa sangat takut dan bingung. Mungkinkah kejadian di malam itu sudah terbongkar?! Itukah alasan kedua orang tuanya memutuskan hal ini secara sepihak tanpa menunggu persetujuannya!? Tangan Kayla mengepal di depan dada, menunggu rentetan makian yang akan menjadi jawaban kedua orang tuanya. Akan tetapi, di luar dugaannya, Hana, menjelaskan dengan tenang, “Nenek Yulia baru saja meninggal minggu lalu, Kay.” ucapnya dengan lembut. Ekspresi Kayla yang tadi diselimuti kekhawatiran mendalam sekejap berubah menjadi bingung dan agak kaget. Nenek Yulia adalah nenek dari sisi ibu William, wanita yang dulu sering mengasuh Kayla dan Ghafa saat kedua orang tua mereka ke luar kota guna membangun bisnis. Beliau adalah seorang wanita lembut dan baik hati yang juga cukup dekat dengan Kayla, menjadikan berita tersebut cukup menyayat hati wanita tersebut. “Aku … turut berduka,” ucap Kayla tulus sebelum lanjut mengatakan, “tapi aku masih tidak mengerti apa hubungannya berita ini dengan pertanyaanku tadi?” imbuhnya jujur. Hana menghampiri Kayla, lalu memegang dua pundak gadis itu. “Seperti yang kamu tahu, Nenek Yulia paling menyayangimu. Demikian, dia menginginkan yang terbaik untuk masa depanmu.” Mendengar kalimat itu, Kayla diselimuti perasaan tidak enak. “Oleh karena itu, sebelum meninggal, Nenek Yulia meninggalkan sebuah wasiat,” lanjut Hana sembari tersenyum lembut. “Dia meminta William menikahi dirimu paling lambat dua bulan dari sekarang.” Seketika, mata Kayla membola. Namun, belum sempat dia mengatakan apa pun, sang ayah berucap, “Mengingat kamu dulu juga berharap ingin menikah dengan William, Papa rasa tidak ada masalah dengan pengaturan ini.” Kayla tidak mampu berkata-kata. Saat ini, dirinya sangat bingung dan terkejut. Dirinya dan William dijodohkan? Omong kosong macam apa ini? Tanpa persetujuan dua belah pihak, bagaimana mungkin perjodohan ini bisa dijalankan? Diam-diam, Kayla beralih menatap ke arah William. Hati gadis itu bertanya-tanya, William … tidak menyetujui pernikahan ini, bukan? Lagi pula, pria itu tidak suka kepada dirinya! Tepat ketika pertanyaan itu melambung, Kayla mendengar ayahnya berkata, “Nenek Yulia memang ada-ada saja. Dia sangat ingin melihatmu dan William bersama sampai menjadikan pernikahan kalian sebagai syarat William mewarisi perusahaan.” KLIK! Detik Kayla mendengar alasan terakhir dari sang ayah, semua teka-teki dalam otaknya pun langsung terjawab dengan sempurna. Ekspresi gadis itu yang semenjak tadi bingung atau kaget, berakhir berubah menjadi pahit dan … sedikit kecewa. Jadi … alasan William tidak mengutarakan penolakan sedikit pun adalah karena … hak atas perusahaan menjadi taruhan pria itu! Menikah demi harta dan bukan untuk cinta? Hah! William memang luar biasa kejam pada dirinya sendiri! Usai menjelaskan segalanya kepada Kayla, Andre dan Hana pun tersenyum. Andre menutup penjelasan dengan senyum tak berdaya, merasa keberuntungan putrinya cukup baik. William adalah putra tunggal sahabat dekatnya, seorang pebisnis juga, menikah dengan pemuda dengan sifat tenang dan perhatian seperti itu jelas tidak akan merugikan! “Ya, kurang-lebih seperti itu, Sayang. Demikian, William datang malam ini untuk menyampaikan wasiat tersebut dan Mama serta Papa, kami langsung menyetujuinya karena toh sedari dulu kamu juga—“ “Aku tidak mau.” Seketika, seisi ruangan terkejut mendengar kalimat yang baru saja terlontar dari bibir Kayla. “Kamu bilang apa?” tanya Andre dengan wajah kaget. Kayla memandang sang ayah dengan tenang, lalu berkata dengan penuh keyakinan selagi menatap William yang tampak ikut terkejut dengan kalimatnya, “Aku tidak bersedia menikah dengan Kak William.”Balasan Kayla membuat seisi ruangan menjadi hening. Mereka sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan penolakan yang begitu keras dari gadis itu! Sampai akhirnya, Ghafa menjadi orang pertama yang memecah keheningan. “Kay, kamu jangan konyol. Selama ini kamu yang terus merengek ingin menikah dengan William, kenapa sekarang malah menolak!?” tanya kakak Kayla itu dengan wajah menekuk. Kayla membalas tatapan Ghafa dengan serius. “Terakhir kali aku mengatakan itu adalah ketika aku masih SD, Kakak percaya omongan anak SD?” balasnya ketus sebelum menatap sang ayah. “Aku sudah dewasa, dan aku punya hak untuk memilih jalan hidupku sendiri. Demikian, aku tidak menerima perjodohan ini.” tegasnya. Andre dan Hana langsung terdiam, tidak bisa berkata-kata. Mereka tidak menyangka reaksi sang putri akan seperti ini. Namun, wasiat dari Nenek Yulia yang juga mengungkit janji dengan kakek Kayla—ayah dari Hana—juga bukan hal yang bisa ditepis begitu saja. Apa kiranya yang harus mereka lakukan?
Kayla terpana. William tadi bilang apa?“Kak Will … ingat semuanya?” tanya Kayla dengan tubuh bergetar.“Setiap detiknya,” William memandang gadis itu tanpa berkedip, “dan setiap jengkal tubuhmu.” Dengan mata yang berkaca-kaca dan wajah yang merona merah akibat malu dan marah, Kayla berucap setengah berseru, “Lalu, ketika tadi bertemu denganku, kenapa Kakak bersikap seakan tidak terjadi apa-apa!?”Reaksi Kayla membuat William terdiam sesaat. Dia menjauhkan diri dari gadis itu, lalu bertanya, “Memang, kamu ingin keluargamu tahu mengenai apa yang terjadi di antara kita malam itu?” Ucapan pria tersebut sukses membuat Kayla tersentak. “I-itu—““Aku tidak keberatan jika demikian,” ucap William santai. “Hal terburuk yang bisa terjadi adalah … mereka akan menikahkan kita lebih cepat.”Kayla memasang wajah tidak percaya saat melihat sikap pria di hadapannya ini. Bisa-bisanya William berbicara mengenai pernikahan seakan hal tersebut bukanlah apa-apa!?‘Inikah pria yang selama bertahun-tahun
Ucapan yang keluar dari mulut Kayla disambut suka cita oleh keluarga Kayla, mereka langsung mengembangkan senyum merekah. “Syukurlah!” ucap Hana dengan begitu senang dan ceria. Dari dulu, Hana memang sudah menantikan hari anak-anaknya akan menikah agar bisa segera menimang cucu. Walau yang dia harapkan menikah pertama adalah Ghafa, tapi pun Kayla mendahului, dia juga tidak keberatan! Sementara Hana begitu gembira, Andre memasang wajah ragu. “Kay, kamu benar-benar yakin?” Andre berjalan mendekati putrinya, berusaha memastikan gadis itu tidak mengambil pilihan karena tekanan ekspektasi keluarga. Mendengar pertanyaan ayahnya, Kayla tak elak meringis dalam hati. Dia mengulang kembali semua ancaman William dalam benaknya, dan jantungnya pun kembali berdebar seiring dia cepat mengangguk. “Yakin, Pa,” jawab Kayla singkat. Padahal dalam hatinya, dia masih sangat menyesali kenyataan dia tidak mampu menolak perjodohan ini. Merasa sedikit ragu dengan ekspresi sang putri, Andre berkata, “Ka
Bersandar di kepala ranjang selagi memeluk kedua lutut, Kayla tampak menautkan alisnya ketat. Pikirannya berkecamuk memainkan ingatan mengenai kejadian hari ini, terutama tentang kepergian William dari rumahnya tadi.Kelembutan itu, tatapan itu, sentuhan hangatnya ….‘Apa mungkin Kak Will sebenarnya menyukaiku?’ batin Kayla saat membayangkan ekspresi William saat menatapnya dalam diam sebelum pergi.Tatapan itu persis sama dengan yang sering William berikan kepada Kayla di masa lalu, tepat ketika mereka masih begitu dekat. Tatapan yang menunjukkan bahwa William peduli dan perhatian kepada Kayla. Tatapan dari sosok William yang Kayla rindukan.Namun, Kayla menggelengkan kepalanya dengan cepat.‘Tidak! Pria itu hanya menginginkan harta warisannya saja!’Kayla membanting tubuhnya ke tempat tidur, lalu memeluk gulingnya erat. Dia bersumpah dalam hati, ‘Pokoknya, kamu tidak boleh terbuai, Kayla! Pun kamu akan menikah dengannya, tapi jangan sampai kamu termakan omongan manisnya!’Kiranya, ap
Kayla terdiam sesaat, wajahnya merona merah layaknya udang rebus, kemudian dia mendorong William menjauh seraya berkata, “Kak Will jangan macam-macam! Ancaman Kak Will yang membuatku mau menikah! Lagian Aku dan Kak Will sama-sama gak saling suka, kan?! Jadi, jangan harap bisa menyentuhku. Aku akan selalu sadar dan tidak akan pernah mabuk lagi!”Mendengar ucapan Kayla barusan, Will diam, tidak ada yang salah dengan ucapan Kayla, dia memang secara sadar memaksa Kayla untuk menerima lamarannya itu dengan menggunakan alasan kalau mereka pernah tidur bersama. Lalu, saat itu pun, berdasarkan keterangan dari Kayla yang masih memiliki pacar, dia tetap memaksa Kayla untuk memutuskannya. Situasi ini membuat William ingin marah pada dirinya sendiri karena terlalu memaksakan keadaan.Bahkan semalam mereka juga tidak tidur bersama, melainkan Kayla bersama mamanya, karena dia mengatakan akan sangat sulit untuk tidur dengan mamanya lagi kalau dia sudah benar-benar keluar dari rumahnya. Walaupun Hana
Sebelumnya, dari hati yang paling dalam Chinta minta maaf banget ya, karena ada beberapa hal yang perlu didiskusikan lebih dalam terkait ceritanya, jadi progresnya mengalami keterlambatan banget. Molornya kebangetan, ya. Maaf banget buat kurang nyaman sampe mungkin udah lupa awalnya gimana ceritanya. Jadi, hasil diskusi kemarin chinta ada ubah alur, di bab 9-10 yang sudah terpublish, kalian bisa dibaca ulang ya, Nanti mudah-mudahan kedepannya cerita ini bisa bikin geregetan lagi dan makin gemes! Terima kasih banyak untuk yang sudah memberikan banyak dukungan. Chinta sayang kalian semua! ditunggu kelanjutannya terus ya, Chinta akan up rutin setelah ini... heheh! 26-Sept-2024
Sekitar lima belas menit setelah berangkat menggunakan taksi, Kayla pun tiba di kafe Caterra, tempat janji temunya dengan Stella–sang sahabat baik.“Kayla!!” Panggilan yang ceria itu membuat Kayla menoleh. Tampak seorang wanita bertubuh tinggi dan ramping dengan fiturnya yang khas keturunan Barat berlari menghampirinya.“Stella!” balas Kayla seraya ikut berlari dan langsung memeluk wanita itu. “Aku sungguh merindukanmu!” “Dasar! Terakhir kita bertemu itu baru satu bulan lalu, di acara kelulusan kampus!” Stella tertawa seraya mencubit pipi Kayla pelan, merasa gemas.Setelah mereka duduk dan memesan minuman, kedua gadis cantik itu pun mulai bercakap-cakap ria.“Jadi, bagaimana kabarmu? Kenapa kamu sampai mendadak datang jauh-jauh ke Indonesia, Stel?” tanya Kayla.Stella menghela napas menanggapi pertanyaan Kayla. “Ada seorang calon klien penting yang keluargaku mati-matian ingin ajak kerja sama, dan karena klien tersebut sedang berada di Indonesia, kakekku pun mengirimkan perwakilan pe
Melihat kehadiran Will, jantung Kayla berpacu cepat dan benaknya dihantui sejumlah pertanyaan. Kenapa William ada di sini? Dari mana dia bahkan tahu keberadaan Kayla? Yang terpenting, apa pria ini mendengar percakapannya dengan Stella!? Sementara Kayla sedang ketakutan, Stella sedang sibuk mengagumi pria tampan yang muncul di depannya ini. ‘Siapa dia?’ batin Stella dengan mata berbinar. Di saat itu, dia pun mendengar Kayla berkata, “Ka-kak Will?” Gadis itu berbicara dengan terbata. “K-kenapa ke sini?!” Seketika, ekspresi Stella berubah pucat. Dia bolak-balik menatap Kayla dan William, lalu berteriak dalam hati, ‘Ini pria yang tadi Kayla bicarakan!? Suaminya!?’ “Kamu tidak membalas pesanku, jadi aku kemari untuk mengecek keadaanmu. Jangan lupa kita juga masih harus ke rumah Papa dan Mama untuk mengambil sisa barangmu.” William melirik meja yang hanya diisi dengan minuman pesanan Kayla dan Stella, lalu dia pun mengusap kepala gadis itu dan berkata, “Sudah lewat jam makan siang. A
Cahaya matahari menyusup melalui sela-sela tirai kamar, menerangi wajah Kayla yang sedang menatap William. Suaminya masih terlelap di sebelahnya, napasnya teratur dan tenang. Melihat wajah William yang polos dalam tidurnya, Kayla tak kuasa menahan senyum. Tapi itu bukan hanya karena wajah William—melainkan kejadian semalam yang begitu melekat dalam ingatannya.Kayla teringat dengan jelas momen mereka. Semuanya berjalan begitu cepat, sampai akhirnya dia memberanikan diri menghentikan William di tengah gairah yang mulai membara.“Kak Will, berhenti,” katanya dengan suara gemetar, hampir tertelan oleh detak jantungnya sendiri.William, yang napasnya berat dan penuh hasrat, langsung menghentikan gerakannya. Tatapannya lembut, penuh pengertian. “Apa aku terlalu terburu-buru?” tanyanya dengan nada pelan.“Bukan begitu… hanya saja…” Kayla tergagap, berusaha mencari kata-kata yang tepat. “Mungkin… kita bersih-bersih dulu?”Sejenak William terdiam sebelum akhirnya tersenyum kecil. “Baiklah. Ak
Anastasia kembali ke rumahnya dalam keadaan berantakan, dirinya benar-benar tidak menyangka kalau perbuatannya malah menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Dia memeluk lututnya di atas tempat tidur dengan terisak. Semua orang berbalik menjatuhkannya. Seumur hidupnya ini kali pertama semua orang mendorongnya ke dalam jurang yang sangat dalam.Pintu kamarnya terbuka, Damar muncul di baliknya.“Ana, kenapa kamu melakukan hal yang sangat konyol itu?” Damar berkata dengan nada rendah mendekati Anastasia.“Konyol?!” Anastasia menjawab dengan nada sinis. “Papa yang konyol! Bisa-bisanya tunduk dengan pria yang bernama William itu!” Anastasia berkata dengan sangat kesal.“Ana, apa kamu tidak tahu siapa yang sedang kamu lawan?!” Damar meninggikan suaranya.Sementara, Anastasia tidak terlalu menghiraukannya.“Dia adalah Kaisar William Drake, Cucu tunggal dari Walter Drake, pemilik Ellysium Luminar Group! Apa informasi sepenting ini kamu tidak mengetahuinya? Apa kamu tidak bisa memeriksa identit
Setelah acara pesta yang cukup melelahkan ini, William memilih menyetir kendaraannya sendiri untuk pulang bersama dengan Kayla. Dia hanya tidak ingin ada orang lain diantara mereka saat ini. Baginya kebersamaan dengan Kayla sekarang sangat membuatnya merasa nyaman, setelah sebelumnya sangat sibuk mengurus pekerjaannya yang sangat padat dan jarang bertemu dengan istrinya sendiri.“Aku sempat tidak melihat Kak Will waktu aku bicara dengan Stella tadi,” kata Kayla tiba-tiba, memecah keheningan. “Kakak ke mana?”William tersenyum tipis, hampir tidak terlihat di bawah cahaya redup lampu jalan. “Kamu … apa terlalu merindukanku sampai terus memantauku dari kejauhan?” goda William pada Kayla.“Ih, Kak Will apaan sih!” Kayla berkata sambil memukul pelan lengan William.“Aku tidak kemana-mana, hanya sedikit … membereskan masalah kecil.” William menjawab santai, namun hal itu membuat tanya untuk Kayla.“Masalah kecil? Ada masalah apa memangnya?” Kayla penasaran.“Tidak penting untuk dibicarakan.
Mendengar pengakuan Kayla, seluruh tubuh Daniel bergetar. Dia merasa hatinya hancur dan dunianya runtuh.Dengan wajah tidak percaya, Daniel menggelengkan kepalanya berkali-kali. “Tidak, tidak, tidak!” seru pria tersebut. “Itu tidak mungkin! Kau hanya mengatakan ini karena kau ingin membuatku merasa lebih buruk, Kay! Kau hanya ingin membuatku sakit hati!”Kayla meremas tangannya sendiri. Dia sudah tahu reaksi ini yang akan didapatkan dari Daniel.Namun, Kayla tetap tegar. “Tidak, Dan,” kata Kayla, suaranya lembut tapi tajam. “Alasanku mengatakan ini bukan untuk membuatmu sakit hati, tapi … agar kamu tahu kebenarannya.” Dia menutup mata sesaat. “Maaf … kamu boleh menganggapku wanita rendahan ataupun kurang ajar, tapi … kenyataannya adalah aku tidak pernah memiliki perasaan kepada orang lain selain cinta pertamaku … sekaligus suamiku saat ini.”Daniel tampak begitu terpukul, sampai-sampai dia terhuyung mundur hingga punggungnya menabrak tiang balkon. Seumur-umur, Daniel selalu dihujani k
Ucapan William membuat hati Damar mencelos. Jelas, William tidak bercanda. Kalau hari ini permintaan maaf untuk Kayla tidak diberikan, maka masalah ini tidak akan selesai, malah menjadi semakin buruk!Cepat, Damar menoleh ke arah putrinya. “Minta maaflah dengan Nyonya Kayla sekarang!”Hal ini membuat Anastasia terkejut, dia tidak menyangka kalau ayahnya sangat tunduk dengan pria yang bernama William ini. “Tapi, Pa … aku ti–”Tanpa basa-basi maupun menunggu kalimat sang putri selesai, Damar langsung menekan kepala putrinya ke bawah.Anastasia terperangah, ayahnya … memaksanya menunduk kepada Kayla!Dipermalukan seperti ini, ini baru yang pertama kali!!!!“Cepat katakan!” Suara Damar terdengar sangat dingin saat kembali menegaskan perintahnya kepada sang putri.Tidak punya kekuatan untuk melawan dan sudah terlanjur malu, Anastasia pun menutup mata kuat, membiarkan air mata mengalir deras menuruni wajahnya saat dirinya berkata, “Maaf ….”Alis William tertaut. “Apa dia sungguh berniat memi
“Kenapa …? Kenapa?!” Anastasia tampak marah, kecewa, dan sakit hati. Dia tidak menyangka kalau orang-orang yang dia harapkan sebagai pembelanya malah datang untuk menghakiminya!Dengan air mata menggenang di pelupuk mata dan ekspresi tidak terima, Anastasia menatap Kayla dengan marah. “Aku hanya mengatakan kenyataannya! Bahwa wanita itu adalah wanita murahan yang pernah tidur dengan sembarang pria!”Kalimat Anastasia membuat seisi ruangan berbisik, menatap Kayla dan membicarakannya diam-diam.“Apa itu benar? Dia tidur sembarangan dengan banyak pria?”“Wah, mukanya saja yang terlihat polos. Ternyata, perilakunya ….”Komentar itu membuat tangan Kayla mengepal dan ekspresinya terluka. Hal itu membuat Anastasia sangat senang.“Kenapa menatapku seperti itu? Tidak terima aku membongkar kenyataannya di depan suamimu? Takut ditinggalkan seperti terakhir kali karena tubuh kotor menjijikkanmu itu?!”Wajah William menjadi sangat gelap! Dia seperti akan memakan Anastasia hidup-hidup!Namun, keti
Suasana ballroom malam itu dipenuhi dengan kemewahan. Lampu kristal yang menggantung di langit-langit memantulkan cahaya gemerlap, menambah kesan eksklusif acara pengukuhan CEO Ellysium Indonesia. Kayla melangkah masuk bersama William, mengenakan gaun elegan berwarna peach. Rambutnya ditata sederhana namun anggun, menonjolkan kecantikannya yang natural. William berjalan di sampingnya, mengenakan setelan formal yang membuat auranya semakin memikat perhatian.“Apa kamu gugup?” bisik William pada KaylaKayla mengangguk dan tersenyum kaku. “Apa terlalu terlihat?” William hanya tersenyum menanggapinya. Sebagai orang yang tidak terbiasa dengan acara formal seperti ini, jelas Kayla merasa gugup. Namun, saat William melepaskan tangan Kayla yang saat ini sedang menggamit lengannya dan beralih merangkul pinggangnya, membuatnya menjadi lebih tenang.William dan Kayla diarahkan ke meja utama. Di meja itu ada rekan bisnis Ellysium dan juga tokoh penting pemerintahan.“Semua baik-baik saja,” ucap
Sudah hampir tiga minggu ini Kayla hanya bisa bertemu dengan William di pagi hari. Saat Kayla bangun, William masih tertidur di sebelahnya. Ketika Kayla selesai menyiapkan sarapan, William sudah rapi dengan setelan kerja. Mereka jarang punya waktu untuk berbicara, membuat Kayla merasa kesepian di tengah rutinitas yang monoton. “Kay, melamun lagi?” Deswita mencolek bahunya, membuyarkan lamunannya. Kayla yang tengah menopang dagu di depan layar monitor langsung tersentak. “Ah, ngagetin aja,” jawabnya singkat, tanpa banyak ekspresi. “Belakangan ini kamu sering bengong. Ada masalah?” tanya Deswita, suaranya penuh rasa ingin tahu. Kayla diam sejenak, mencoba memutuskan apakah dia harus berbagi cerita. Namun, ini masalah rumah tangga. Tidak seharusnya orang luar tahu, pikirnya. Sebelum dia sempat menjawab, Nindy tiba-tiba menepuk pundaknya. “Ayo makan siang dulu aja!” ajak Nindy ceria. Kayla mengangguk. “Iya, oke,” jawabnya lemah. Nindy dan Deswita saling bertukar pandang, tampak khaw
Menyadari perubahan ekspresi Kayla yang tampak berbeda, William mulai merasa ragu. "Kamu belum mau ikut, ya?" tanyanya pelan, suaranya terdengar serius tapi penuh perhatian. Kayla terdiam. “Kalau kamu belum siap, aku bisa pergi dulu satu bulan saja. Begitu urusanku selesai di sana, aku akan langsung pulang,” lanjut William, mencoba menawarkan solusi. “Tidak, bukan itu maksudku,” potong Kayla cepat. “Aku mau ikut, hanya saja… apa memang harus secepat itu?” Wajahnya mencerminkan kebingungan yang bercampur dengan kegelisahan. William menatap Kayla, berusaha mencari jawaban dari sorot matanya. “Ada hal mendesak yang harus aku selesaikan di sana. Tapi, kalau kamu merasa berat untuk ikut—” “Aku akan ikut, Kak Will,” potong Kayla sekali lagi, kali ini dengan nada yang lebih tegas. “Aku tidak akan membiarkan suamiku pergi sendirian. Jangan khawatir, aku siap.” Perkataan Kayla membuat William tersenyum tipis, seolah beban di pundaknya berkurang. “Baiklah kalau begitu. Aku lebih tenang kal