Mendengar suara Kayla, empat orang yang terduduk di sofa ruang tamu itu langsung menoleh ke arahnya.
"Kayla?" Andre dan Hana—ayah dan ibu Kayla—langsung menatap sang putri dengan kaget. “Ternyata dari tadi kamu sembunyi di kamar tamu? Pantas sulit sekali mencarimu,” ucap Ghafa dengan tangan terlipat dan wajah santai, seakan apa yang baru saja dibicarakan tidak sepenting itu. Sementara itu, Kayla mengabaikan ucapan kakaknya. Dia langsung menatap sang ayah dan bertanya, “Apa aku tidak salah dengar? Papa baru saja berkata kalau aku akan menikah dengan Kak William?” Mendengar pertanyaan putrinya, Andre pun menghela napas. Kentara jelas bahwa Kayla sudah mendengar inti pembicaraan dan tidak ada lagi yang perlu disembunyikan. Alhasil, pria itu langsung menganggukkan kepala tegas. “Ya, itu benar. Kamu dan William akan menikah,” ucap pria paruh baya itu membenarkan. Jantung Kayla berdebar. “Kenapa?!” Dia merasa sangat takut dan bingung. Mungkinkah kejadian di malam itu sudah terbongkar?! Itukah alasan kedua orang tuanya memutuskan hal ini secara sepihak tanpa menunggu persetujuannya!? Tangan Kayla mengepal di depan dada, menunggu rentetan makian yang akan menjadi jawaban kedua orang tuanya. Akan tetapi, di luar dugaannya, Hana, menjelaskan dengan tenang, “Nenek Yulia baru saja meninggal minggu lalu, Kay.” ucapnya dengan lembut. Ekspresi Kayla yang tadi diselimuti kekhawatiran mendalam sekejap berubah menjadi bingung dan agak kaget. Nenek Yulia adalah nenek dari sisi ibu William, wanita yang dulu sering mengasuh Kayla dan Ghafa saat kedua orang tua mereka ke luar kota guna membangun bisnis. Beliau adalah seorang wanita lembut dan baik hati yang juga cukup dekat dengan Kayla, menjadikan berita tersebut cukup menyayat hati wanita tersebut. “Aku … turut berduka,” ucap Kayla tulus sebelum lanjut mengatakan, “tapi aku masih tidak mengerti apa hubungannya berita ini dengan pertanyaanku tadi?” imbuhnya jujur. Hana menghampiri Kayla, lalu memegang dua pundak gadis itu. “Seperti yang kamu tahu, Nenek Yulia paling menyayangimu. Demikian, dia menginginkan yang terbaik untuk masa depanmu.” Mendengar kalimat itu, Kayla diselimuti perasaan tidak enak. “Oleh karena itu, sebelum meninggal, Nenek Yulia meninggalkan sebuah wasiat,” lanjut Hana sembari tersenyum lembut. “Dia meminta William menikahi dirimu paling lambat dua bulan dari sekarang.” Seketika, mata Kayla membola. Namun, belum sempat dia mengatakan apa pun, sang ayah berucap, “Mengingat kamu dulu juga berharap ingin menikah dengan William, Papa rasa tidak ada masalah dengan pengaturan ini.” Kayla tidak mampu berkata-kata. Saat ini, dirinya sangat bingung dan terkejut. Dirinya dan William dijodohkan? Omong kosong macam apa ini? Tanpa persetujuan dua belah pihak, bagaimana mungkin perjodohan ini bisa dijalankan? Diam-diam, Kayla beralih menatap ke arah William. Hati gadis itu bertanya-tanya, William … tidak menyetujui pernikahan ini, bukan? Lagi pula, pria itu tidak suka kepada dirinya! Tepat ketika pertanyaan itu melambung, Kayla mendengar ayahnya berkata, “Nenek Yulia memang ada-ada saja. Dia sangat ingin melihatmu dan William bersama sampai menjadikan pernikahan kalian sebagai syarat William mewarisi perusahaan.” KLIK! Detik Kayla mendengar alasan terakhir dari sang ayah, semua teka-teki dalam otaknya pun langsung terjawab dengan sempurna. Ekspresi gadis itu yang semenjak tadi bingung atau kaget, berakhir berubah menjadi pahit dan … sedikit kecewa. Jadi … alasan William tidak mengutarakan penolakan sedikit pun adalah karena … hak atas perusahaan menjadi taruhan pria itu! Menikah demi harta dan bukan untuk cinta? Hah! William memang luar biasa kejam pada dirinya sendiri! Usai menjelaskan segalanya kepada Kayla, Andre dan Hana pun tersenyum. Andre menutup penjelasan dengan senyum tak berdaya, merasa keberuntungan putrinya cukup baik. William adalah putra tunggal sahabat dekatnya, seorang pebisnis juga, menikah dengan pemuda dengan sifat tenang dan perhatian seperti itu jelas tidak akan merugikan! “Ya, kurang-lebih seperti itu, Sayang. Demikian, William datang malam ini untuk menyampaikan wasiat tersebut dan Mama serta Papa, kami langsung menyetujuinya karena toh sedari dulu kamu juga—“ “Aku tidak mau.” Seketika, seisi ruangan terkejut mendengar kalimat yang baru saja terlontar dari bibir Kayla. “Kamu bilang apa?” tanya Andre dengan wajah kaget. Kayla memandang sang ayah dengan tenang, lalu berkata dengan penuh keyakinan selagi menatap William yang tampak ikut terkejut dengan kalimatnya, “Aku tidak bersedia menikah dengan Kak William.”Balasan Kayla membuat seisi ruangan menjadi hening. Mereka sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan penolakan yang begitu keras dari gadis itu! Sampai akhirnya, Ghafa menjadi orang pertama yang memecah keheningan. “Kay, kamu jangan konyol. Selama ini kamu yang terus merengek ingin menikah dengan William, kenapa sekarang malah menolak!?” tanya kakak Kayla itu dengan wajah menekuk. Kayla membalas tatapan Ghafa dengan serius. “Terakhir kali aku mengatakan itu adalah ketika aku masih SD, Kakak percaya omongan anak SD?” balasnya ketus sebelum menatap sang ayah. “Aku sudah dewasa, dan aku punya hak untuk memilih jalan hidupku sendiri. Demikian, aku tidak menerima perjodohan ini.” tegasnya. Andre dan Hana langsung terdiam, tidak bisa berkata-kata. Mereka tidak menyangka reaksi sang putri akan seperti ini. Namun, wasiat dari Nenek Yulia yang juga mengungkit janji dengan kakek Kayla—ayah dari Hana—juga bukan hal yang bisa ditepis begitu saja. Apa kiranya yang harus mereka lakukan?
Kayla terpana. William tadi bilang apa?“Kak Will … ingat semuanya?” tanya Kayla dengan tubuh bergetar.“Setiap detiknya,” William memandang gadis itu tanpa berkedip, “dan setiap jengkal tubuhmu.” Dengan mata yang berkaca-kaca dan wajah yang merona merah akibat malu dan marah, Kayla berucap setengah berseru, “Lalu, ketika tadi bertemu denganku, kenapa Kakak bersikap seakan tidak terjadi apa-apa!?”Reaksi Kayla membuat William terdiam sesaat. Dia menjauhkan diri dari gadis itu, lalu bertanya, “Memang, kamu ingin keluargamu tahu mengenai apa yang terjadi di antara kita malam itu?” Ucapan pria tersebut sukses membuat Kayla tersentak. “I-itu—““Aku tidak keberatan jika demikian,” ucap William santai. “Hal terburuk yang bisa terjadi adalah … mereka akan menikahkan kita lebih cepat.”Kayla memasang wajah tidak percaya saat melihat sikap pria di hadapannya ini. Bisa-bisanya William berbicara mengenai pernikahan seakan hal tersebut bukanlah apa-apa!?‘Inikah pria yang selama bertahun-tahun
Ucapan yang keluar dari mulut Kayla disambut suka cita oleh keluarga Kayla, mereka langsung mengembangkan senyum merekah. “Syukurlah!” ucap Hana dengan begitu senang dan ceria. Dari dulu, Hana memang sudah menantikan hari anak-anaknya akan menikah agar bisa segera menimang cucu. Walau yang dia harapkan menikah pertama adalah Ghafa, tapi pun Kayla mendahului, dia juga tidak keberatan! Sementara Hana begitu gembira, Andre memasang wajah ragu. “Kay, kamu benar-benar yakin?” Andre berjalan mendekati putrinya, berusaha memastikan gadis itu tidak mengambil pilihan karena tekanan ekspektasi keluarga. Mendengar pertanyaan ayahnya, Kayla tak elak meringis dalam hati. Dia mengulang kembali semua ancaman William dalam benaknya, dan jantungnya pun kembali berdebar seiring dia cepat mengangguk. “Yakin, Pa,” jawab Kayla singkat. Padahal dalam hatinya, dia masih sangat menyesali kenyataan dia tidak mampu menolak perjodohan ini. Merasa sedikit ragu dengan ekspresi sang putri, Andre berkata, “Ka
Bersandar di kepala ranjang selagi memeluk kedua lutut, Kayla tampak menautkan alisnya ketat. Pikirannya berkecamuk memainkan ingatan mengenai kejadian hari ini, terutama tentang kepergian William dari rumahnya tadi.Kelembutan itu, tatapan itu, sentuhan hangatnya ….‘Apa mungkin Kak Will sebenarnya menyukaiku?’ batin Kayla saat membayangkan ekspresi William saat menatapnya dalam diam sebelum pergi.Tatapan itu persis sama dengan yang sering William berikan kepada Kayla di masa lalu, tepat ketika mereka masih begitu dekat. Tatapan yang menunjukkan bahwa William peduli dan perhatian kepada Kayla. Tatapan dari sosok William yang Kayla rindukan.Namun, Kayla menggelengkan kepalanya dengan cepat.‘Tidak! Pria itu hanya menginginkan harta warisannya saja!’Kayla membanting tubuhnya ke tempat tidur, lalu memeluk gulingnya erat. Dia bersumpah dalam hati, ‘Pokoknya, kamu tidak boleh terbuai, Kayla! Pun kamu akan menikah dengannya, tapi jangan sampai kamu termakan omongan manisnya!’Kiranya, ap
Kayla terdiam sesaat, wajahnya merona merah layaknya udang rebus, kemudian dia mendorong William menjauh seraya berkata, “Kak Will jangan macam-macam! Ancaman Kak Will yang membuatku mau menikah! Lagian Aku dan Kak Will sama-sama gak saling suka, kan?! Jadi, jangan harap bisa menyentuhku. Aku akan selalu sadar dan tidak akan pernah mabuk lagi!”Mendengar ucapan Kayla barusan, Will diam, tidak ada yang salah dengan ucapan Kayla, dia memang secara sadar memaksa Kayla untuk menerima lamarannya itu dengan menggunakan alasan kalau mereka pernah tidur bersama. Lalu, saat itu pun, berdasarkan keterangan dari Kayla yang masih memiliki pacar, dia tetap memaksa Kayla untuk memutuskannya. Situasi ini membuat William ingin marah pada dirinya sendiri karena terlalu memaksakan keadaan.Bahkan semalam mereka juga tidak tidur bersama, melainkan Kayla bersama mamanya, karena dia mengatakan akan sangat sulit untuk tidur dengan mamanya lagi kalau dia sudah benar-benar keluar dari rumahnya. Walaupun Hana
Sebelumnya, dari hati yang paling dalam Chinta minta maaf banget ya, karena ada beberapa hal yang perlu didiskusikan lebih dalam terkait ceritanya, jadi progresnya mengalami keterlambatan banget. Molornya kebangetan, ya. Maaf banget buat kurang nyaman sampe mungkin udah lupa awalnya gimana ceritanya. Jadi, hasil diskusi kemarin chinta ada ubah alur, di bab 9-10 yang sudah terpublish, kalian bisa dibaca ulang ya, Nanti mudah-mudahan kedepannya cerita ini bisa bikin geregetan lagi dan makin gemes! Terima kasih banyak untuk yang sudah memberikan banyak dukungan. Chinta sayang kalian semua! ditunggu kelanjutannya terus ya, Chinta akan up rutin setelah ini... heheh! 26-Sept-2024
Sekitar lima belas menit setelah berangkat menggunakan taksi, Kayla pun tiba di kafe Caterra, tempat janji temunya dengan Stella–sang sahabat baik.“Kayla!!” Panggilan yang ceria itu membuat Kayla menoleh. Tampak seorang wanita bertubuh tinggi dan ramping dengan fiturnya yang khas keturunan Barat berlari menghampirinya.“Stella!” balas Kayla seraya ikut berlari dan langsung memeluk wanita itu. “Aku sungguh merindukanmu!” “Dasar! Terakhir kita bertemu itu baru satu bulan lalu, di acara kelulusan kampus!” Stella tertawa seraya mencubit pipi Kayla pelan, merasa gemas.Setelah mereka duduk dan memesan minuman, kedua gadis cantik itu pun mulai bercakap-cakap ria.“Jadi, bagaimana kabarmu? Kenapa kamu sampai mendadak datang jauh-jauh ke Indonesia, Stel?” tanya Kayla.Stella menghela napas menanggapi pertanyaan Kayla. “Ada seorang calon klien penting yang keluargaku mati-matian ingin ajak kerja sama, dan karena klien tersebut sedang berada di Indonesia, kakekku pun mengirimkan perwakilan pe
Melihat kehadiran Will, jantung Kayla berpacu cepat dan benaknya dihantui sejumlah pertanyaan. Kenapa William ada di sini? Dari mana dia bahkan tahu keberadaan Kayla? Yang terpenting, apa pria ini mendengar percakapannya dengan Stella!? Sementara Kayla sedang ketakutan, Stella sedang sibuk mengagumi pria tampan yang muncul di depannya ini. ‘Siapa dia?’ batin Stella dengan mata berbinar. Di saat itu, dia pun mendengar Kayla berkata, “Ka-kak Will?” Gadis itu berbicara dengan terbata. “K-kenapa ke sini?!” Seketika, ekspresi Stella berubah pucat. Dia bolak-balik menatap Kayla dan William, lalu berteriak dalam hati, ‘Ini pria yang tadi Kayla bicarakan!? Suaminya!?’ “Kamu tidak membalas pesanku, jadi aku kemari untuk mengecek keadaanmu. Jangan lupa kita juga masih harus ke rumah Papa dan Mama untuk mengambil sisa barangmu.” William melirik meja yang hanya diisi dengan minuman pesanan Kayla dan Stella, lalu dia pun mengusap kepala gadis itu dan berkata, “Sudah lewat jam makan siang. A
Ghafa duduk di bangku kayu di taman kota, tempat yang mereka sepakati sebelumnya. Pakaian santainya tampak sedikit kusut, menandakan bahwa ia sudah berada di sana cukup lama. Ia menatap lurus ke depan, namun kakinya bergerak-gerak tanpa sadar—sebuah kebiasaan yang muncul saat dirinya mulai gelisah.Sesekali, ia melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah lebih dari lima menit berlalu sejak waktu yang mereka sepakati. Ia menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk lututnya, pikirannya mulai dipenuhi keraguan. Apakah Sandra benar-benar akan datang?Lagi-lagi ia melirik jam tangannya. Lima menit berubah menjadi sepuluh, lalu dua puluh. Hatinya mulai terasa aneh. Bukan marah, bukan kesal—lebih kepada sebuah perasaan yang sulit dijelaskan.Ia menggigit bibirnya, lalu menyandarkan tubuhnya ke belakang. Satu tarikan napas panjang lagi. Saat ia mulai mengangkat ponselnya, ragu apakah harus menghubungi Sandra lebih dulu. Namun, dia matikan ponselnya dan memasu
Belum sempat berlama-lama sibuk dengan pikirannya sendiri, wanita itu menyapa Sandra."Hei, bukannya kamu wanita yang ada di pameran tadi?" Dia mendekati Sandra dengan tersenyum ringan.Rambut pirangnya dan wajah bulenya itu membuat Sandra mengernyitkan keningnya."Kamu kenal dengannya, Stella?" Ghafa berkata ramah. Stella, ternyata wanita itu bernama Stella, dan cara Ghafa bicara dengannya sangat berbeda ketika dia bicara dengan Sandra, kesannya terasa sangat hangat dan cukup akrab."Tentu saja! Dia adalah penyelamat Kayla saat di acara itu saat si wanita jahat itu ingin menjatuhkan Kayla!" Stella berkata dengan antusias pada Ghafa. "Kau harus berterima kasih padanya, Kak Ghafa!" Stella lalu menepuk lengan Ghafa dengan lembut, menunjukkan keakraban mereka."Memangnya Kayla kenapa?" tanya Ghafa melihat ke arah Sandra dengan tatapan tajam menuntut jawab.Sandra tersenyum penuh misteri, sengaja dia lakukan dengan sedkit menggoda. "Itu ... ceritanya panjang. Aku akan cerita kalau kamu ma
Setelah acara selesai, Ghafa mengajak Sandra untuk pergi menemaninya ke acara pesta pernikahan temannya. Kebetulan sekali acara Sandra bersamaan dengan acara pernikahan temannya ini, hingga dia yang gengsi untuk hanya sekadar mendatangi pameran Sandra pun, ada alasan lainnya yang dia ucapkan pada wanita itu.Ghafa paham sekali dari bahasa tubuh Sandra bahwa wanita itu sepertinya menyukainya, hanya saja dirinya yang masih belum mau memikirkan masalah percintaan ini karena terlanjut banyak kecewa dengan para mantannya membuatnya membentengi dirinya dengan sangat tinggi."Ke acara pernikahan temanmu?" tanya Sandra dengan wajah sumringah saat itu.Ghafa mengangguk pasti. "Ya Kebetulan sekali acaramu ini bertepatan dengan acara pernikahan temanku, kebetulan aku sudah membeli tiket dari jauh hari, dan acaranya tidak bersamaan, jadi aku bisa datang ke semua acara."Mendengar kalimat yang baru saja terlontar dari mulut Ghafa sekilas Sandra tampak murung. Mungkin dia sudah merasa sangat spesia
Sandra menatap layar ponselnya dengan perasaan yang semakin tak menentu. Pesan yang ia kirimkan ke Ghafa sudah berstatus "terbaca", tetapi seolah hanya berbisik ke dalam kehampaan tanpa balasan yang diperolehnya. Apa pria itu benar-benar berpikir kalau hubungan mereka hanya putus sampai malam itu saja?Wanita itu terlihat mendesah panjang, jari-jarinya menggenggam erat ponsel, menahan desakan perasaan yang semakin kuat mencengkeram dadanya. Ia menggigit bibir, mencoba menghalau gelombang kekecewaan yang mulai menghantamnya. Hatinya berdegup tak menentu, seperti menanti sesuatu yang mungkin takkan pernah datang. "Kenapa aku masih berharap?" bisiknya, nyaris tanpa suara."Apa aku terlalu berharap?" gumamnya pelan, menatap langit-langit kamar hotelnya di Los Angeles. Ia menarik napas panjang, mencoba mengusir semua keraguan yang berkecamuk di dalam pikirannya. Besok adalah hari penting itu, tapi sampai detik ini, Ghafa tidak ada memberi kabar sedikit pun.Sejak bertemu dengan Ghafa saat
Sandra menatap Ghafa dengan mata yang masih sembab, mengerucutkan bibirnya.Hal ini tentu saja membuat Ghafa melihat ada ekspresi manja yang mirip dengan Kayla.Sementara Sandra yang melihat Ghafa tidak memiliki respons padanya, membuatnya menarik napas panjang sebelum akhirnya berbicara dengan suara yang sedikit bergetar."Aku baru saja ribut besar dengan orang tuaku," ucapnya pelan. "Ayahku ingin aku mengurus bisnis keluarga, tapi aku nggak bisa ... aku nggak mau."Ghafa menatapnya dengan sedikit rasa ingin tahu, tetapi tetap diam."Bahkan waktu itu, dia mencoba mengenalkanku dengan seseorang yang katanya cocok jadi pasangan hidupku." Kembali Sandra berkata dengan nada berat.Sandra menarik napas panjang, lalu melanjutkan, "Aku sebenarnya kagum dengan pria itu, tapi aku harus tau diri juga."Mata Ghafa sedikit menyipit, tetapi ia tetap mendengarkan."Aku nggak tahu apa-apa waktu itu," lanjut Sandra dengan suara lebih pelan. "Saat aku bertengkar dengan Kayla di kantor William, aku ba
Ghafa menarik Sandra keluar dari kafe dengan langkah cepat, meninggalkan pegawai dan pelanggan yang sibuk berbisik-bisik, mencoba menebak apa yang sebenarnya terjadi. Begitu mereka sampai di luar, Sandra mencoba melepaskan tangannya, tetapi Ghafa menggenggamnya lebih erat."Heh, sakit! Lepasin tanganku!" protes Sandra sambil mencoba menarik tangannya.Ghafa berhenti dan menatapnya dengan tatapan tajam. "Kamu sadar nggak apa yang baru saja kamu lakukan di dalam? Kamu bikin aku terlihat seperti—""Seorang ayah yang kabur dari tanggung jawab?" potong Sandra dengan nada datar. Wajah Ghafa langsung berubah tegang."Hei Nona," katanya dengan suara rendah, nyaris seperti sebuah ancaman, "kalau kamu sedang bosan dan ingin bermain-main, ayo, jangan tanggung. Aku tahu bagaimana caranya bisa membuat anak dengan--""Maaf-maaf, aku tidak ada bermaksud seperti itu aku hanya ...." Sandra memperlihatkan wajah frustrasinya. "Tuan, bisa bawa aku ke tempat yang lebih tenang?" pintanya dengan suara rendah
Extra Chapter. Ghafa Sandra 1. Pertemuan Kembali.Sandra melangkah masuk ke dalam kafe dengan wajah kusut. Rambutnya yang biasanya rapi terlihat berantakan, menandakan betapa kacau harinya. Ia baru saja berdebat sengit dengan ayahnya, seorang pebisnis sukses yang selalu memandang dunia seni sebagai hal remeh. Sang ayah menginginkan Sandra fokus pada perusahaan keluarga, namun hatinya menolak keras. Dunia seni adalah rumah bagi Sandra, tempat ia menemukan kebebasan dan ekspresi sejati dan itu sejak dulu tidak disukai oleh ayahnya.Dan ayahnya makin marah karena dia gagal membawa proposal kerjasama dengan Ellysium Luminar Indonesia. Sandra melewati kursi seseorang yang saat itu posisinya berada sedikit menghalangi jalan. Dia duduk di bangku pojok yang bisa melihat ke arah jalan. Beberapa kali Sandra menghela napasnya. Mencoba mengingat kejadian beberapa hari lalu. Pria yang bernama William itu ternyata juga sudah beristri dan istirnya mungkin memiliki hubungan yang rumit dan tidak baik
Setelah beberapa bulan penuh suka dan duka, bayi Kayla dan William kini telah berusia 6 bulan. Hari itu, mereka membawa bayi mereka untuk imunisasi di klinik langganan keluarga. Perjalanan mereka merawat bayi prematur ini tidaklah mudah. Kayla sempat hampir terkena baby blues syndrome karena kurangnya tidur dan kekhawatiran berlebih terhadap kondisi bayinya. Namun, berkat dukungan William yang selalu hadir, membantu bangun tengah malam, dan memberikan semangat, Kayla mampu melewati masa-masa sulit tersebut dengan cepat. Saat ini, Kayla merasa campur aduk antara lega dan sedikit gugup, tetapi kehadiran William di sisinya memberikan ketenangan yang ia butuhkan.Sore itu, sebuah mobil keluarga berhenti di depan rumah besar keluarga Drake. Di depan pintu, Hana, Andre, Risda, Anthony, Daisy, dan Walter sudah menunggu dengan antusias. Bahkan Ghafa, Kakak Kayla sudah datang bersama dengan kekasih hatinya.William memeluk tubuh sang istrinya dengan lembut. Di tangannya yang lain, ia menggendon
William segera pergi ke rumah sakit dimana tempat Kayla berada, dalam perjalan tersebut dia juga sudah menghubungi Hana dan juga Risda, yang kebetulan keduanya masih ada di sini saat ini. Mereka bergerak ke rumah sakit tersebut dengan cepat. Sesampainya di sana, dia bertemu dengan dokter yang langsung menanganinya.“Nyonya Kayla harus segera dilakukan tindakan operasi agar tidak membahayakan dirinya dan juga anak yang ada dalam kandungannya.” Itu yang dikatakan dokter saat itu.Hal ini tentu membuat Kepala William berputar dan terasa sangat sakit sekali, rasanya penyesalan sangat kuat menjalar dalam tubuhnya sekarang ini.“Bagaimana Kayla, Will?” tanya Hana saat bertemu dengan William yang terlihat cukup gugup di depan ruang operasi.“Kayla harus dilakukan tindakan segera, Ma.” William berkata dengan suara lemah.“Bagaimana bisa Kayla mengalami kecelakaan? Apa sopir kamu tidak membawa kendaraan dengan hati-hati?” Risda kali ini bicara dengan nada cemas.“Tadi ada kendaraan yang remnya