Mendengar suara Kayla, empat orang yang terduduk di sofa ruang tamu itu langsung menoleh ke arahnya.
"Kayla?" Andre dan Hana—ayah dan ibu Kayla—langsung menatap sang putri dengan kaget. “Ternyata dari tadi kamu sembunyi di kamar tamu? Pantas sulit sekali mencarimu,” ucap Ghafa dengan tangan terlipat dan wajah santai, seakan apa yang baru saja dibicarakan tidak sepenting itu. Sementara itu, Kayla mengabaikan ucapan kakaknya. Dia langsung menatap sang ayah dan bertanya, “Apa aku tidak salah dengar? Papa baru saja berkata kalau aku akan menikah dengan Kak William?” Mendengar pertanyaan putrinya, Andre pun menghela napas. Kentara jelas bahwa Kayla sudah mendengar inti pembicaraan dan tidak ada lagi yang perlu disembunyikan. Alhasil, pria itu langsung menganggukkan kepala tegas. “Ya, itu benar. Kamu dan William akan menikah,” ucap pria paruh baya itu membenarkan. Jantung Kayla berdebar. “Kenapa?!” Dia merasa sangat takut dan bingung. Mungkinkah kejadian di malam itu sudah terbongkar?! Itukah alasan kedua orang tuanya memutuskan hal ini secara sepihak tanpa menunggu persetujuannya!? Tangan Kayla mengepal di depan dada, menunggu rentetan makian yang akan menjadi jawaban kedua orang tuanya. Akan tetapi, di luar dugaannya, Hana, menjelaskan dengan tenang, “Nenek Yulia baru saja meninggal minggu lalu, Kay.” ucapnya dengan lembut. Ekspresi Kayla yang tadi diselimuti kekhawatiran mendalam sekejap berubah menjadi bingung dan agak kaget. Nenek Yulia adalah nenek dari sisi ibu William, wanita yang dulu sering mengasuh Kayla dan Ghafa saat kedua orang tua mereka ke luar kota guna membangun bisnis. Beliau adalah seorang wanita lembut dan baik hati yang juga cukup dekat dengan Kayla, menjadikan berita tersebut cukup menyayat hati wanita tersebut. “Aku … turut berduka,” ucap Kayla tulus sebelum lanjut mengatakan, “tapi aku masih tidak mengerti apa hubungannya berita ini dengan pertanyaanku tadi?” imbuhnya jujur. Hana menghampiri Kayla, lalu memegang dua pundak gadis itu. “Seperti yang kamu tahu, Nenek Yulia paling menyayangimu. Demikian, dia menginginkan yang terbaik untuk masa depanmu.” Mendengar kalimat itu, Kayla diselimuti perasaan tidak enak. “Oleh karena itu, sebelum meninggal, Nenek Yulia meninggalkan sebuah wasiat,” lanjut Hana sembari tersenyum lembut. “Dia meminta William menikahi dirimu paling lambat dua bulan dari sekarang.” Seketika, mata Kayla membola. Namun, belum sempat dia mengatakan apa pun, sang ayah berucap, “Mengingat kamu dulu juga berharap ingin menikah dengan William, Papa rasa tidak ada masalah dengan pengaturan ini.” Kayla tidak mampu berkata-kata. Saat ini, dirinya sangat bingung dan terkejut. Dirinya dan William dijodohkan? Omong kosong macam apa ini? Tanpa persetujuan dua belah pihak, bagaimana mungkin perjodohan ini bisa dijalankan? Diam-diam, Kayla beralih menatap ke arah William. Hati gadis itu bertanya-tanya, William … tidak menyetujui pernikahan ini, bukan? Lagi pula, pria itu tidak suka kepada dirinya! Tepat ketika pertanyaan itu melambung, Kayla mendengar ayahnya berkata, “Nenek Yulia memang ada-ada saja. Dia sangat ingin melihatmu dan William bersama sampai menjadikan pernikahan kalian sebagai syarat Arvin mewarisi perusahaan.” KLIK! Detik Kayla mendengar alasan terakhir dari sang ayah, semua teka-teki dalam otaknya pun langsung terjawab dengan sempurna. Ekspresi gadis itu yang semenjak tadi bingung atau kaget, berakhir berubah menjadi pahit dan … sedikit kecewa. Jadi … alasan William tidak mengutarakan penolakan sedikit pun adalah karena … hak atas perusahaan menjadi taruhan pria itu! Menikah demi harta dan bukan untuk cinta? Hah! William memang luar biasa kejam pada dirinya sendiri! Usai menjelaskan segalanya kepada Kayla, Andre dan Hana pun tersenyum. Andre menutup penjelasan dengan senyum tak berdaya, merasa keberuntungan putrinya cukup baik. William adalah putra tunggal sahabat dekatnya, seorang pebisnis juga, menikah dengan pemuda dengan sifat tenang dan perhatian seperti itu jelas tidak akan merugikan! “Ya, kurang-lebih seperti itu, Sayang. Demikian, William datang malam ini untuk menyampaikan wasiat tersebut dan Mama serta Papa, kami langsung menyetujuinya karena toh sedari dulu kamu juga—“ “Aku tidak mau.” Seketika, seisi ruangan terkejut mendengar kalimat yang baru saja terlontar dari bibir Kayla. “Kamu bilang apa?” tanya Andre dengan wajah kaget. Kayla memandang sang ayah dengan tenang, lalu berkata dengan penuh keyakinan selagi menatap William yang tampak ikut terkejut dengan kalimatnya, “Aku tidak bersedia menikah dengan Kak William.”Balasan Kayla membuat seisi ruangan menjadi hening. Mereka sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan penolakan yang begitu keras dari gadis itu! Sampai akhirnya, Ghafa menjadi orang pertama yang memecah keheningan. “Kay, kamu jangan konyol. Selama ini kamu yang terus merengek ingin menikah dengan William, kenapa sekarang malah menolak!?” tanya kakak Kayla itu dengan wajah menekuk. Kayla membalas tatapan Ghafa dengan serius. “Terakhir kali aku mengatakan itu adalah ketika aku masih SD, Kakak percaya omongan anak SD?” balasnya ketus sebelum menatap sang ayah. “Aku sudah dewasa, dan aku punya hak untuk memilih jalan hidupku sendiri. Demikian, aku tidak menerima perjodohan ini.” tegasnya. Andre dan Hana langsung terdiam, tidak bisa berkata-kata. Mereka tidak menyangka reaksi sang putri akan seperti ini. Namun, wasiat dari Nenek Yulia yang juga mengungkit janji dengan kakek Kayla—ayah dari Hana—juga bukan hal yang bisa ditepis begitu saja. Apa kiranya yang harus mereka lakukan?
Kayla terpana. William tadi bilang apa?“Kak Will … ingat semuanya?” tanya Kayla dengan tubuh bergetar.“Setiap detiknya,” William memandang gadis itu tanpa berkedip, “dan setiap jengkal tubuhmu.” Dengan mata yang berkaca-kaca dan wajah yang merona merah akibat malu dan marah, Kayla berucap setengah berseru, “Lalu, ketika tadi bertemu denganku, kenapa Kakak bersikap seakan tidak terjadi apa-apa!?”Reaksi Kayla membuat William terdiam sesaat. Dia menjauhkan diri dari gadis itu, lalu bertanya, “Memang, kamu ingin keluargamu tahu mengenai apa yang terjadi di antara kita malam itu?” Ucapan pria tersebut sukses membuat Kayla tersentak. “I-itu—““Aku tidak keberatan jika demikian,” ucap William santai. “Hal terburuk yang bisa terjadi adalah … mereka akan menikahkan kita lebih cepat.”Kayla memasang wajah tidak percaya saat melihat sikap pria di hadapannya ini. Bisa-bisanya William berbicara mengenai pernikahan seakan hal tersebut bukanlah apa-apa!?‘Inikah pria yang selama bertahun-tahun
Ucapan yang keluar dari mulut Kayla disambut suka cita oleh keluarga Kayla, mereka langsung mengembangkan senyum merekah. “Syukurlah!” ucap Hana dengan begitu senang dan ceria. Dari dulu, Hana memang sudah menantikan hari anak-anaknya akan menikah agar bisa segera menimang cucu. Walau yang dia harapkan menikah pertama adalah Ghafa, tapi pun Kayla mendahului, dia juga tidak keberatan! Sementara Hana begitu gembira, Andre memasang wajah ragu. “Kay, kamu benar-benar yakin?” Andre berjalan mendekati putrinya, berusaha memastikan gadis itu tidak mengambil pilihan karena tekanan ekspektasi keluarga. Mendengar pertanyaan ayahnya, Kayla tak elak meringis dalam hati. Dia mengulang kembali semua ancaman William dalam benaknya, dan jantungnya pun kembali berdebar seiring dia cepat mengangguk. “Yakin, Pa,” jawab Kayla singkat. Padahal dalam hatinya, dia masih sangat menyesali kenyataan dia tidak mampu menolak perjodohan ini. Merasa sedikit ragu dengan ekspresi sang putri, Andre berkata, “Ka
Bersandar di kepala ranjang selagi memeluk kedua lutut, Kayla tampak menautkan alisnya ketat. Pikirannya berkecamuk memainkan ingatan mengenai kejadian hari ini, terutama tentang kepergian William dari rumahnya tadi. Kelembutan itu, tatapan itu, sentuhan hangatnya …. ‘Apa mungkin Kak Will sebenarnya menyukaiku?’ batin Kayla saat membayangkan ekspresi William saat menatapnya dalam diam sebelum pergi. Tatapan itu persis sama dengan yang sering William berikan kepada Kayla di masa lalu, tepat ketika mereka masih begitu dekat. Tatapan yang menunjukkan bahwa William peduli dan perhatian kepada Kayla. Tatapan dari sosok William yang Kayla rindukan. Namun, Kayla menggelengkan kepalanya dengan cepat. ‘Tidak! Pria itu hanya menginginkan harta warisannya saja!’ Kayla membanting tubuhnya ke tempat tidur, lalu memeluk gulingnya erat. Dia bersumpah dalam hati, ‘Pokoknya, kamu tidak boleh terbuai, Kayla!’ Tepat di saat dirinya selesai mengucapkan sumpah tersebut, ponsel Kayla terdengar
Kayla tidak bicara apapun saat di mobil, dia masih diam seribu bahasa. Awalnya, dia berharap keluar menemui sahabatnya agar bisa melepaskan rasa stresnya, tetapi malah berujung dia bersama William. ‘Tidak, ini tidak boleh terjadi! William tidak boleh bersamaku!’ Kayla berkata dalam hati. “Di mana kita akan bertemu dengan temanmu itu?” suara William menarik kesadaran Kayla. “Itu … sepertinya, Kak Will pasti banyak pekerjaan yang mesti diurus, jadi … setelah mengantarku ke sana, Kak Will bisa melanjutkan pekerjaan kakak saja dan jangan tertunda hanya karena aku.” Kayla berkata dengan datar. William diam sesaat lalu kemudian mengangguk, “Hmm,” jawabnya kemudian. Mendengar jawaban singkat itu membuat Kayla mengerutkan kening. Dengan mudahnya William setuju? Cih, sudah Kayla duga pria ini hanya berpura-pura baik di depan orang tuanya saja. Tunggu, apa sekarang Kayla kesal? Kenapa dia harus kesal?! Bukannya bagus kalau William tidak bersamanya? ‘Kamu kenapa sih, Kay?
“Uhh ...” lenguh Kayla selagi memegang kepalanya yang terasa pening. “Kepalaku sakit sekali ….” Sembari menggerutu dengan mata terpejam, wanita bersurai cokelat panjang bergelombang itu berusaha untuk mengingat apa yang terjadi di malam yang lalu. “Minum Kay!” “Habiskan!” “Ah! Kamu kalah lagi!” “Sudah, jangan dipaksa, kamu tidak cukup kuat untuk meneguknya!” “Kamu sudah mabuk, Kay!” Kalimat-kalimat itu masih terngiang di kepala Kayla Semalam, Kayla diajak reuni oleh teman-temannya di salah satu hotel bintang lima. Awalnya, wanita itu berpikir kalau tujuan pertemuan tersebut hanyalah sebatas temu kangen berupa makan malam di restoran atau ruang khusus hotel. Sayangnya, Kayla terlalu bodoh untuk berpikir panjang, sampai-sampai dia lupa bahwa kelompok temannya yang satu ini adalah tipe yang lebih suka menghabiskan waktu dengan minum di bar. Alhasil, di sinilah Kayla sekarang, merutuki kebodohannya yang mau saja lanjut ikut di acara itu, apalagi saat teman-temanny
Kayla sudah sampai di rumah. Usai sepenuhnya sadar, wanita itu langsung pergi tanpa banyak berpikir panjang, meninggalkan teman kakaknya yang masih tertidur dengan sangat pulas. “Bagaimana ini? Bagaimana ini? Bagaimana ini!?” Tidak henti-hentinya Kayla mengulangi kalimat itu seperti merapal mantra sambil menutup wajahnya dengan frustasi. Seumur hidupnya, tidak pernah Kayla membayangkan bahwa dirinya akan tertimpa masalah sebesar dan segila ini! Beruntung, saat ini orang tua Kayla sedang pergi bersama dengan kakak laki-lakinya untuk mengurus bisnis keluarga mereka di luar kota. Demikian, selain para pelayan—yang tentunya tidak akan berani bertanya—tidak ada yang benar-benar tahu alasan dirinya tidak pulang tadi malam! Sejauh yang Kayla ingat, di malam lalu dirinya kalah berkali-kali dalam permainan dengan teman-temannya dan berakhir mabuk. Kemudian, di saat yang bersamaan, teman-teman Kayla ini menantangnya untuk memilih pria tertampan di bar untuk dicium, ya dicium! Kayla y
Visual yang sangat terpahat sempurna ini siapapun yang pernah melihatnya sudah jelas tidak akan bisa dengan mudah melupakannya. Apalagi tatapan mata tajam berwarna abu-abu ini, pria itu tampak jelas sangat memukau. Terutama untukKayla, yang baru beberapa hari lalu tidur dengannya! “K-Kak … Will?!” Panggilan kecil Kayla membuat sang pria yang berdiri tegap selagi menatap teman-temannya itu menurunkan pandangan, memandang lurus mata hitam milik Kayla. “Lama tidak bertemu, Kay,” ucap William dengan suara dalam. Mendengar balasan William, benak Kayla mendadak menjadi ribut. Bukankah Ghafa bilang temannya yang satu ini tidak diundang?! Lalu, kenapa sekarang William berada di sini? Apakah Ghafa membohongi Kayla!? Selagi deretan pertanyaan itu berputar di otak Kayla, terdengar suara seseorang berseru, "William!” Kayla menoleh dan mendapati sosok Ghafa bergegas turun dari panggung untuk kemudian menghampiri sahabat dekatnya itu. Sebuah pelukan hangat dihadiahkan kakak Kayla