Ucapan yang keluar dari mulut Kayla disambut suka cita oleh keluarga Kayla, mereka langsung mengembangkan senyum merekah. “Syukurlah!” ucap Hana dengan begitu senang dan ceria. Dari dulu, Hana memang sudah menantikan hari anak-anaknya akan menikah agar bisa segera menimang cucu. Walau yang dia harapkan menikah pertama adalah Ghafa, tapi pun Kayla mendahului, dia juga tidak keberatan! Sementara Hana begitu gembira, Andre memasang wajah ragu. “Kay, kamu benar-benar yakin?” Andre berjalan mendekati putrinya, berusaha memastikan gadis itu tidak mengambil pilihan karena tekanan ekspektasi keluarga. Mendengar pertanyaan ayahnya, Kayla tak elak meringis dalam hati. Dia mengulang kembali semua ancaman William dalam benaknya, dan jantungnya pun kembali berdebar seiring dia cepat mengangguk. “Yakin, Pa,” jawab Kayla singkat. Padahal dalam hatinya, dia masih sangat menyesali kenyataan dia tidak mampu menolak perjodohan ini. Merasa sedikit ragu dengan ekspresi sang putri, Andre berkata, “Ka
Bersandar di kepala ranjang selagi memeluk kedua lutut, Kayla tampak menautkan alisnya ketat. Pikirannya berkecamuk memainkan ingatan mengenai kejadian hari ini, terutama tentang kepergian William dari rumahnya tadi.Kelembutan itu, tatapan itu, sentuhan hangatnya ….‘Apa mungkin Kak Will sebenarnya menyukaiku?’ batin Kayla saat membayangkan ekspresi William saat menatapnya dalam diam sebelum pergi.Tatapan itu persis sama dengan yang sering William berikan kepada Kayla di masa lalu, tepat ketika mereka masih begitu dekat. Tatapan yang menunjukkan bahwa William peduli dan perhatian kepada Kayla. Tatapan dari sosok William yang Kayla rindukan.Namun, Kayla menggelengkan kepalanya dengan cepat.‘Tidak! Pria itu hanya menginginkan harta warisannya saja!’Kayla membanting tubuhnya ke tempat tidur, lalu memeluk gulingnya erat. Dia bersumpah dalam hati, ‘Pokoknya, kamu tidak boleh terbuai, Kayla! Pun kamu akan menikah dengannya, tapi jangan sampai kamu termakan omongan manisnya!’Kiranya, ap
Kayla terdiam sesaat, wajahnya merona merah layaknya udang rebus, kemudian dia mendorong William menjauh seraya berkata, “Kak Will jangan macam-macam! Ancaman Kak Will yang membuatku mau menikah! Lagian Aku dan Kak Will sama-sama gak saling suka, kan?! Jadi, jangan harap bisa menyentuhku. Aku akan selalu sadar dan tidak akan pernah mabuk lagi!”Mendengar ucapan Kayla barusan, Will diam, tidak ada yang salah dengan ucapan Kayla, dia memang secara sadar memaksa Kayla untuk menerima lamarannya itu dengan menggunakan alasan kalau mereka pernah tidur bersama. Lalu, saat itu pun, berdasarkan keterangan dari Kayla yang masih memiliki pacar, dia tetap memaksa Kayla untuk memutuskannya. Situasi ini membuat William ingin marah pada dirinya sendiri karena terlalu memaksakan keadaan.Bahkan semalam mereka juga tidak tidur bersama, melainkan Kayla bersama mamanya, karena dia mengatakan akan sangat sulit untuk tidur dengan mamanya lagi kalau dia sudah benar-benar keluar dari rumahnya. Walaupun Hana
Sebelumnya, dari hati yang paling dalam Chinta minta maaf banget ya, karena ada beberapa hal yang perlu didiskusikan lebih dalam terkait ceritanya, jadi progresnya mengalami keterlambatan banget. Molornya kebangetan, ya. Maaf banget buat kurang nyaman sampe mungkin udah lupa awalnya gimana ceritanya. Jadi, hasil diskusi kemarin chinta ada ubah alur, di bab 9-10 yang sudah terpublish, kalian bisa dibaca ulang ya, Nanti mudah-mudahan kedepannya cerita ini bisa bikin geregetan lagi dan makin gemes! Terima kasih banyak untuk yang sudah memberikan banyak dukungan. Chinta sayang kalian semua! ditunggu kelanjutannya terus ya, Chinta akan up rutin setelah ini... heheh! 26-Sept-2024
Sekitar lima belas menit setelah berangkat menggunakan taksi, Kayla pun tiba di kafe Caterra, tempat janji temunya dengan Stella–sang sahabat baik.“Kayla!!” Panggilan yang ceria itu membuat Kayla menoleh. Tampak seorang wanita bertubuh tinggi dan ramping dengan fiturnya yang khas keturunan Barat berlari menghampirinya.“Stella!” balas Kayla seraya ikut berlari dan langsung memeluk wanita itu. “Aku sungguh merindukanmu!” “Dasar! Terakhir kita bertemu itu baru satu bulan lalu, di acara kelulusan kampus!” Stella tertawa seraya mencubit pipi Kayla pelan, merasa gemas.Setelah mereka duduk dan memesan minuman, kedua gadis cantik itu pun mulai bercakap-cakap ria.“Jadi, bagaimana kabarmu? Kenapa kamu sampai mendadak datang jauh-jauh ke Indonesia, Stel?” tanya Kayla.Stella menghela napas menanggapi pertanyaan Kayla. “Ada seorang calon klien penting yang keluargaku mati-matian ingin ajak kerja sama, dan karena klien tersebut sedang berada di Indonesia, kakekku pun mengirimkan perwakilan pe
Melihat kehadiran Will, jantung Kayla berpacu cepat dan benaknya dihantui sejumlah pertanyaan. Kenapa William ada di sini? Dari mana dia bahkan tahu keberadaan Kayla? Yang terpenting, apa pria ini mendengar percakapannya dengan Stella!? Sementara Kayla sedang ketakutan, Stella sedang sibuk mengagumi pria tampan yang muncul di depannya ini. ‘Siapa dia?’ batin Stella dengan mata berbinar. Di saat itu, dia pun mendengar Kayla berkata, “Ka-kak Will?” Gadis itu berbicara dengan terbata. “K-kenapa ke sini?!” Seketika, ekspresi Stella berubah pucat. Dia bolak-balik menatap Kayla dan William, lalu berteriak dalam hati, ‘Ini pria yang tadi Kayla bicarakan!? Suaminya!?’ “Kamu tidak membalas pesanku, jadi aku kemari untuk mengecek keadaanmu. Jangan lupa kita juga masih harus ke rumah Papa dan Mama untuk mengambil sisa barangmu.” William melirik meja yang hanya diisi dengan minuman pesanan Kayla dan Stella, lalu dia pun mengusap kepala gadis itu dan berkata, “Sudah lewat jam makan siang. A
William melirik ke arah Kayla. Dia bisa melihat gadis itu tampak kesulitan. Akhirnya, William pun berkata, “Begini saja, aku akan menunggu di sana. Dengan begitu, kalian masih bisa berbincang dengan lebih leluasa dan aku masih bisa bekerja dengan nyaman.”Entah kenapa, usulan William masih membuat Kayla merasa tidak enak. Pria itu seakan terpaksa mengikuti ke mana pun dia pergi. Namun, tiba-tiba William menyentuh kepala Kayla lembut. “Santai saja. Aku sudah biasa.”Kemudian, William pun berbalik untuk meninggalkan kafe, mengambil laptopnya, lalu duduk di kursi paling pojok yang cukup jauh dari tempat Kayla dan Stella berada.Saat Kayla tidak bisa berhenti memerhatikan pria tersebut, sebuah suara berkata, “Kalau kamu terus menatapnya seperti itu, aku akan mengira kalau kamu benar-benar jatuh cinta dengan suamimu itu.”Sontak, Kayla melotot ke arah sahabatnya itu. “Stella!” Dia protes. “Kamu ya! Tadi bersikap seperti akan mendukungku, tapi sekarang kamu malah mendukungnya!”Tanpa ampu
Melihat Daniel berdiri berdampingan dengan Anastasia, Kayla hanya memandang keduanya dalam diam. Gadis itu sempat melirik ke arah mantan kekasihnya tersebut, tapi saat mata mereka bertemu, pria itu langsung membuang pandangan dengan ekspresi pahit. Hal itu membuat Kayla mendengus. Dulu, dia sangat sangat mengagumi sosok Daniel, putra satu-satunya sekaligus pewaris utama keluarga Brown itu. Namun, semenjak pria tersebut lebih percaya dengan fitnah tak berdasar dibandingkan dirinya, kekasihnya untuk hampir dua tahun, Kayla pun memutuskan untuk menjadikan pria itu bagian dari masa lalunya saja. “Kenapa kalian di sini?” tanya Stella, memecah keheningan canggung yang tercipta di antara mereka. “Kami di sini tentu saja ingin menikmati waktu bersama, selagi Daniel datang. Lagipula Stell, kenapa kamu bersama dia, sih? Jangan bermain-main dengan orang seperti Kayla ini, bisa-bisa kamu nanti ikut terbawa cara pergaulannya yang liar itu.” Anastasia berkata dengan nada santai. Stel
Di ruang tunggu yang cukup ramai ini, William duduk dengan gelisah, jarinya mengetuk-ngetuk paha tanpa sadar. Pria yang biasanya memancarkan ketenangan seperti batu kini terlihat tidak sabar. Matanya terus melirik ke arah pintu ruangan dokter, lalu kembali ke Kayla yang tampak sibuk mengunyah camilannya.“Ini, minum dulu. Sebentar lagi giliran kita,” ujar William dengan nada pelan, hampir seperti bisikan. Tangannya menyodorkan botol air mineral ke arah Kayla, dia berkata dengan sangat hati-hati.Kayla menerima botol itu, menatap William sejenak sebelum tersenyum tipis. “Santai saja, Kak Will. Aku baik-baik saja.” Nada santainya membuat William sedikit lega, meski pikirannya tetap penuh dengan kekhawatiran, takut kalau-kalau nanti Kayla kembali meraung seperti di dalam mobil tadi.Bukan tanpa alasan dia khawatir, karena barusan saja, saat berjalan menuju ruang tunggu ini, Kayla hampir menangis hanya karena William berjalan mendahuluinya. Dia tidak mengira istrinya bisa sesensitif itu. B
Wajah Daisy dan Risda terlihat senang, dari cara William dan Kayla menatap ini seperti menunjukkan hal-hal bahagia yang sebentar lagi akan datang ke keluarga ini.“Bagaimana? Apa itu sudah cukup lama?” desak Daisy, sementara Risda, Ibu William lebih kalem dengan tidak banyak bicara.“Itu ….” Kayla diam dan menatap William.“Apa itu terakhir saat awal pernikahan kita?” tanya William cepat.Pernyataan yang dilontarkan William barusan membuat Kayla mengangguk malu-malu.“Ah! Sepertinya kita akan kedatangan tamu besar di keluarga kita.” Daisy berkata dengan penuh semangat lalu melihat ke arah Risda dengan senyum merekah.“Sebaiknya Will, coba kamu bawa Kayla ke dokter sekarang.” Giliran Risda yang penuh semangat kali ini menyuruh anaknya untuk segera mencari kepastian yang tentunya lebih akurat.“Nah, benar, cepatlah Will, nenek yakin kita pasti akan ada anggota baru di keluarga kita.”Lalu, kedua orang ini menyuruh William dan mendesak keduanya untuk segera pergi ke dokter.Sebelum Willi
Suasana sore di kediaman keluarga Drake dipenuhi canda tawa yang hangat. Walter, yang baru saja pulang dari rumah sakit, duduk di sofa ruang tengah dengan senyum lembut di wajahnya. Anthony, Risda, Daisy dan Kayla duduk di sekitarnya, berbagi cerita ringan yang menghangatkan hati. Ruangan itu dipenuhi aura nostalgia dan kebahagiaan.Kayla, yang biasanya lebih pendiam di hadapan anggota keluarga Drake lainnya, hari itu terlihat lebih santai. Senyumnya tak pernah lepas saat mendengarkan cerita-cerita Walter tentang masa mudanya. Ia sesekali melontarkan komentar yang membuat semuanya tertawa.“Jadi, Kakek benar-benar sempat mencoba drifting dengan mobil antik hanya untuk menghindari nenek yang sedang marah?” Kayla tertawa, membayangkan adegan yang diceritakan Walter.“Tentu saja,” Walter menjawab dengan nada bercanda. “Saat itu nenekmu benar-benar mengerikan jika sudah marah. Tapi lihat, aku masih hidup sampai sekarang, bukan?”Anthony dan Risda ikut tertawa. Rasanya sudah lama sekali mer
Kondisi Walter mulai membaik, tetapi tubuhnya masih terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Cahaya matahari yang lembut menerobos tirai jendela, menciptakan pola hangat di lantai marmer putih. William duduk di sampingnya, menjaga dengan setia. Suara napas Walter yang pelan dan teratur menjadi latar yang menenangkan, sementara William sesekali memeriksa jam tangannya, memastikan semuanya berjalan lancar.Di tengah ketenangan itu, pintu kamar perlahan terbuka. Anthony, ayah William, muncul di ambang pintu. Wajahnya memancarkan kerinduan dan rasa lega. Anthony berhenti sejenak, mengamati ayahnya yang terbaring, sebelum melangkah masuk dengan hati-hati.William melihat sosok Ayahnya tersenyum sekilas, dia melihat ada pancaran kerinduan di mata ayahnya itu. Perseteruan keduanya di masa lalu membuat keduanya tidak pernah bertemu dalam waktu yang cukup lama, bahkan sebelum William lahir.Walter masih dalam keadaan tidur, wajahnya terlihat tenang dan penuh kedamaian."Papa," sapa William
Daisy menatap layar ponsel dengan dingin, tetapi tangan yang menggenggamnya sedikit bergetar. Matanya sekilas melirik ke arah Kayla, yang duduk tak jauh darinya dengan wajah penuh tanda tanya. Ketika panggilan tersambung, suara lembut namun menusuk terdengar dari seberang, membuat udara di ruangan itu terasa lebih berat.“Ada apa, Nona Laura?” Daisy langsung membuka percakapan tanpa basa-basi. Nada bicaranya tegas, nyaris seperti perintah. Kayla diam, memperhatikan setiap gerak-gerik Daisy dengan rasa penasaran yang tak bisa disembunyikan. Ia ingin tahu, tetapi tak berani bertanya.Di ujung sana, suara Laura terdengar lirih namun tidak jelas di telinga Kayla. Meski begitu, setiap ekspresi yang muncul di wajah Daisy membuat Kayla semakin penasaran. Tatapan Daisy berubah tajam, seperti pisau yang siap menghujam.“Maaf, aku tidak punya waktu untuk meladeni permainanmu, Nona Laura. Lagipula, kakek William yang masuk rumah sakit seharusnya tidak perlu membuatmu peduli, bukan?” ucap Daisy d
Raut wajah Daisy yang sedih membuat Kayla tak mampu menahan dirinya untuk kembali menggenggam tangan wanita tua itu. Ada sesuatu yang berat, terlalu berat, yang tergambar di balik sorot mata keriput namun tajam milik Daisy. Kayla dapat merasakan jari-jari Daisy sedikit gemetar saat disentuhnya, seolah menahan beban yang tak terlihat.“Nek, jangan bersedih lagi. Kak Will tidak akan meninggalkan nenek, dan aku juga akan bertahan, walau kakek belum memberikan restunya,” Kayla berkata pelan, berusaha menenangkan. Senyum hangat melengkung di bibirnya, meski hatinya ikut tersayat melihat kesedihan Daisy. “Aku yakin suatu saat kakek akan mengakui keberadaanku.”Daisy menatapnya dengan tatapan yang sulit diterjemahkan. Mata itu seperti menyimpan berjuta rahasia, terlalu dalam untuk dipahami sepenuhnya. Ada jejak keraguan, sekaligus kekaguman, bercampur dengan luka lama yang sepertinya masih menganga.“Kayla,” suara Daisy terdengar serak, “nenek berterima kasih karena, setelah segala ujian yan
William berusaha menghubungi ayahnya untuk memberitahukan keadaan sang kakek, dia tahu walau ayahnya tidak berhubungan lagi dengan keluarga Drake, tetapi diam-diam ayahnya sering mencari tahu informasi tentang kedua orang tuanya melalui salah satu pelayan yang ada di kediaman Drake ini.“Papa, Kakek dalam–”“Aku dan mamamu sudah ada di bandara dan menunggu jadwal penerbangan. Bagaimana keadaan Kakekmu? Apa sudah jauh lebih baik dari sebelumnya?” Terdengar nada khawatir di sana.“Masih terkendali. Baiklah kalau begitu, kabari kalau kalian sudah berangkat, aku akan menyuruh orang untuk menjemput kalian nanti di bandara.” William berkata pada ayahnya dengan suara pelan.“Baiklah,” jawabnya dengan singkat, lalu panggilan telepon terputus.“Will, ada berita kurang baik.” Gabriel mendekati William dengan sedikit ragu.“Ada apa?” tanya William, sebenarnya dia sudah bisa menebak berita yang dimaksud dan perkiraannya ternyata tidak meleset.“Grup keluarga Dyson saat ini sedang mengajukan pemba
Malam sebelumnya.Di sebuah ruangan private yang hangat namun penuh dengan nuansa formal, Simon Dyson berdiri dengan wajah tegang. Baru saja acara amal Ellysium Luminar selesai, tetapi suasana malam itu sama sekali tidak memberikan ketenangan bagi pria ini. Tatapannya tajam mengarah pada Walter Drake, yang duduk dengan sikap tenang di kursi kulit mewah.“Walter, kau tahu kenapa aku di sini?” suara Simon pecah dalam keheningan, penuh nada emosi yang terpendam.Walter mendongak perlahan, matanya menatap Simon dengan pandangan datar. “Aku bisa menebak. Apa ini tentang William?” jawabnya tanpa basa-basi.Simon mendengus keras. “Tentang William, tentu saja. Di mana dia? Mengapa dia tidak hadir di acara penting seperti ini? Aku sudah cukup bersabar, Walter. Aku memutuskan untuk menjodohkan Laura dengannya karena aku percaya pada keluargamu. Tapi apa yang aku dapatkan? William tidak ada di sini, dan aku mendapatkan laporan dari putriku kalau dia dipermalukan oleh… istri William!”Walter meneg
Suara deru mesin pesawat pribadi terdengar halus, namun cukup untuk mengisi keheningan di dalam kabin. William duduk di dekat jendela, pandangannya kosong menatap awan yang berarak di luar. Tangannya menggenggam erat tangan William yang duduk di sampingnya, Kayla mencoba memberi kekuatan, meski pikirannya sendiri juga dihantui kekhawatiran yang mendalam. Di seberang mereka, Ghafa duduk bersandar dengan tangan terlipat, sesekali melirik ke arah William. Tatapannya tertuju pada adiknya, seolah mencoba membaca apa yang ada di pikiran Kayla, tetapi tetap diam tanpa komentar.“Aku masih tidak percaya ini terjadi,” gumam Kayla akhirnya, suaranya nyaris tak terdengar. Ia menoleh ke arah William yang masih menampakkan wajah tenangnya. Namun, Kayla tahu persis kalau saat ini jelas William sangat Khawatir.Kemudian, Kayla kembali berkata, “Kakek memang selalu terlihat tegas dan kuat. Tapi kupikir sejak pernikahan kita, dia menyimpan rasa kecewa yang mungkin memengaruhi kesehatannya.” Nada bicar