“Uhh ...” lenguh Kayla selagi memegang kepalanya yang terasa pening. “Kepalaku sakit sekali ….”
Sembari menggerutu dengan mata terpejam, wanita bersurai cokelat panjang bergelombang itu berusaha untuk mengingat apa yang terjadi di malam yang lalu. “Minum Kay!” “Habiskan!” “Ah! Kamu kalah lagi!” “Sudah, jangan dipaksa, kamu tidak cukup kuat untuk meneguknya!” “Kamu sudah mabuk, Kay!” Kalimat-kalimat itu masih terngiang di kepala Kayla Semalam, Kayla diajak reuni oleh teman-temannya di salah satu hotel bintang lima. Awalnya, wanita itu berpikir kalau tujuan pertemuan tersebut hanyalah sebatas temu kangen berupa makan malam di restoran atau ruang khusus hotel. Sayangnya, Kayla terlalu bodoh untuk berpikir panjang, sampai-sampai dia lupa bahwa kelompok temannya yang satu ini adalah tipe yang lebih suka menghabiskan waktu dengan minum di bar. Alhasil, di sinilah Kayla sekarang, merutuki kebodohannya yang mau saja lanjut ikut di acara itu, apalagi saat teman-temannya mengajak bermain permainan konyol “jujur atau berani” yang berujung dengan banyak kekalahan untuknya. Banyak kekalahan berarti banyak minum, terlalu banyak minum, berarti banyak hukuman. Dan hukuman terburuk yang Kayla dapatkan tadi malam adalah … mencium seorang pria asing. ‘Ah! Pria asing!’ Kayla tiba-tiba mengingatnya. Saat menerima satu hukuman itu, Kayla sudah terlalu mabuk untuk berpikir jernih. Yang dia ingat adalah … dia berjalan mendekati seorang pria yang sedang duduk sendirian dengan posisi membelakangi mereka. Kayla melihatnya sedikit menyedihkan, karena duduk sendiri di tengah ingar-bingar dentuman musik yang mengalun keras dan kerlap-kerlip lampu warna-warni yang berputar memenuhi ruangan. Kayla lalu menepuk pundaknya, pria itu berbalik badan, dan tanpa ragu Kayla menciumnya! “Bodoh!” Kayla yang mengingat hal itu lalu memukul kepalanya sambil berdecak kesal, namun tiba-tiba … jantung Kayla berdegup kencang, saat ingatan dalam kepalanya memutar hal yang sangat gila yang dia lakukan semalam! Setelah Kayla mencium pria tersebut, dia berniat menjauhkan diri. Namun, pria itu malah menarik tengkuknya, lalu menciumnya semakin dalam! Ingatan Kayla detik-detik berikutnya terpotong-potong dengan tidak jelas, berputar tumpang tindih di kepalanya. Kayla ingat dia mendesah, menikmati apa yang sedang dia lakukan. Entah kapan mereka berpindah, tapi Kayla merasakan tubuhnya terbanting ke tempat tidur, mengerang saat pria itu menikmati setiap jengkal tubuhnya. Walau hanya sepotong-sepotong, tapi Kayla yakin dirinya sudah memerankan adegan yang sangat liar layaknya film panas dengan pria asing itu! “Mimpi, itu pasti mimpi,” ucap Kayla selagi kembali mencoba untuk menampik ingatan tersebut. Wanita itu pun lalu membuka matanya, dan … dia terkejut. “Apa … apa-apaan ini?” gumam Kayla dengan tubuh bergetar. Langit-langit kamar yang sedang dia lihat … itu bukan langit-langit kamarnya! Kayla langsung mendudukkan diri, lalu melihat sekeliling. ‘Hotel, ini kamar hotel!’ serunya dalam hati saat menyadari tempatnya berada. Pandangan Kayla menyapu perlahan pemandangan sekitar. Pakaiannya berserakan di lantai, ruangan itu juga tampak berantakan menandakan pergulatan panas yang terjadi semalam, sampai akhirnya … Kayla melihat sebuah punggung kokoh yang terbaring di sebelahnya! Wanita itu terkesiap, dia langsung menutup mulutnya, menahan diri untuk tidak berteriak. “Tidak … tidak!” Air mata mulai mengalir menuruni wajah Kayla. Kesucian yang telah dia jaga selama 24 tahun lenyap begitu saja di tangan pria asing ini?! Dengan emosi yang membuncah dalam diri; sedih, kecewa, dan marah, Kayla menatap benci pria yang tengah memunggunginya. Pria yang telah merenggut hal paling berharga dari hidupnya. Baru Kayla mengangkat tangan dengan niatan memukul bajingan itu, pria yang masih tidur tersebut memutar tubuhnya ke arah Kayla. Dan … wajah pria yang tidur bersamanya semalam itu pun terlihat! Alis tebal nan tajam, hidung mancung, bibir tipis menggoda, dan rahang tegas berwibawa. Dilengkapi dengan rambut coklat gelap pekat yang tebal, pria tersebut bisa dikatakan adalah pria paling menawan yang pernah Kayla lihat. Namun, satu hal yang menjadi masalah. Kayla mengenali wajah itu. Sangat mengenalinya. “Kak … Kak William?!” Kayla terbelalak selagi menyebut nama pria itu dengan wajah terkejut. Bagaimana tidak? Wajah tampan bak malaikat yang tengah tertidur pulas itu memang benar Kaisar William Drake, yang biasa disapa William, pria yang paling Kayla benci di dunia ini sekaligus … teman baik kakaknya sendiri!Kayla sudah sampai di rumah. Usai sepenuhnya sadar, wanita itu langsung pergi tanpa banyak berpikir panjang, meninggalkan teman kakaknya yang masih tertidur dengan sangat pulas. “Bagaimana ini? Bagaimana ini? Bagaimana ini!?” Tidak henti-hentinya Kayla mengulangi kalimat itu seperti merapal mantra sambil menutup wajahnya dengan frustasi. Seumur hidupnya, tidak pernah Kayla membayangkan bahwa dirinya akan tertimpa masalah sebesar dan segila ini! Beruntung, saat ini orang tua Kayla sedang pergi bersama dengan kakak laki-lakinya untuk mengurus bisnis keluarga mereka di luar kota. Demikian, selain para pelayan—yang tentunya tidak akan berani bertanya—tidak ada yang benar-benar tahu alasan dirinya tidak pulang tadi malam! Sejauh yang Kayla ingat, di malam lalu dirinya kalah berkali-kali dalam permainan dengan teman-temannya dan berakhir mabuk. Kemudian, di saat yang bersamaan, teman-teman Kayla ini menantangnya untuk memilih pria tertampan di bar untuk dicium, ya dicium! Kayla y
Visual yang sangat terpahat sempurna ini siapapun yang pernah melihatnya sudah jelas tidak akan bisa dengan mudah melupakannya. Apalagi tatapan mata tajam berwarna abu-abu ini, pria itu tampak jelas sangat memukau. Terutama untukKayla, yang baru beberapa hari lalu tidur dengannya! “K-Kak … Will?!” Panggilan kecil Kayla membuat sang pria yang berdiri tegap selagi menatap teman-temannya itu menurunkan pandangan, memandang lurus mata hitam milik Kayla. “Lama tidak bertemu, Kay,” ucap William dengan suara dalam. Mendengar balasan William, benak Kayla mendadak menjadi ribut. Bukankah Ghafa bilang temannya yang satu ini tidak diundang?! Lalu, kenapa sekarang William berada di sini? Apakah Ghafa membohongi Kayla!? Selagi deretan pertanyaan itu berputar di otak Kayla, terdengar suara seseorang berseru, "William!” Kayla menoleh dan mendapati sosok Ghafa bergegas turun dari panggung untuk kemudian menghampiri sahabat dekatnya itu. Sebuah pelukan hangat dihadiahkan kakak Kayla
Pertanyaan William membuat semua orang langsung terkesiap. “Astaga, Kayla! Sudah dilamar itu!” “Cepat terima!“ Mendengar komentar beberapa temannya itu, Ghafa juga langsung tertawa rendah seraya menatap saudarinya itu dengan tatapan terhibur. “Kalau kamu diam seperti ini, Kakak akan artikan kamu menerima lamaran William loh, ya? Dengan begitu, kita bisa—” PLAK! Suara pukulan mengejutkan semua orang, menyadari bahwa Kayla baru saja menepis tangan Ghafa dengan begitu kencang dari pundaknya. Dengan wajah dingin, gadis itu berkata, “Aku yakin kakak-kakak punya banyak hal untuk dibicarakan selain diriku, jadi aku izin dulu untuk menjamu tamu lain. Permisi.” Usai mengatakan hal tersebut, tanpa menoleh sedikit pun ke arah William maupun Ghafa, Kayla langsung berbalik dan berlari kecil untuk pergi meninggalkan tempat itu. Seorang teman wanita Ghafa yang merasa sedikit tidak enak melihat Kayla pergi seperti itu gegas bertanya, “Dia tidak marah ‘kan, Ghaf? Apa candaan kita tad
Mendengar suara Kayla, empat orang yang terduduk di sofa ruang tamu itu langsung menoleh ke arahnya. "Kayla?" Andre dan Hana—ayah dan ibu Kayla—langsung menatap sang putri dengan kaget. “Ternyata dari tadi kamu sembunyi di kamar tamu? Pantas sulit sekali mencarimu,” ucap Ghafa dengan tangan terlipat dan wajah santai, seakan apa yang baru saja dibicarakan tidak sepenting itu. Sementara itu, Kayla mengabaikan ucapan kakaknya. Dia langsung menatap sang ayah dan bertanya, “Apa aku tidak salah dengar? Papa baru saja berkata kalau aku akan menikah dengan Kak William?” Mendengar pertanyaan putrinya, Andre pun menghela napas. Kentara jelas bahwa Kayla sudah mendengar inti pembicaraan dan tidak ada lagi yang perlu disembunyikan. Alhasil, pria itu langsung menganggukkan kepala tegas. “Ya, itu benar. Kamu dan William akan menikah,” ucap pria paruh baya itu membenarkan. Jantung Kayla berdebar. “Kenapa?!” Dia merasa sangat takut dan bingung. Mungkinkah kejadian di malam itu sudah terbong
Balasan Kayla membuat seisi ruangan menjadi hening. Mereka sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan penolakan yang begitu keras dari gadis itu! Sampai akhirnya, Ghafa menjadi orang pertama yang memecah keheningan. “Kay, kamu jangan konyol. Selama ini kamu yang terus merengek ingin menikah dengan William, kenapa sekarang malah menolak!?” tanya kakak Kayla itu dengan wajah menekuk. Kayla membalas tatapan Ghafa dengan serius. “Terakhir kali aku mengatakan itu adalah ketika aku masih SD, Kakak percaya omongan anak SD?” balasnya ketus sebelum menatap sang ayah. “Aku sudah dewasa, dan aku punya hak untuk memilih jalan hidupku sendiri. Demikian, aku tidak menerima perjodohan ini.” tegasnya. Andre dan Hana langsung terdiam, tidak bisa berkata-kata. Mereka tidak menyangka reaksi sang putri akan seperti ini. Namun, wasiat dari Nenek Yulia yang juga mengungkit janji dengan kakek Kayla—ayah dari Hana—juga bukan hal yang bisa ditepis begitu saja. Apa kiranya yang harus mereka lakukan?
Kayla terpana. William tadi bilang apa?“Kak Will … ingat semuanya?” tanya Kayla dengan tubuh bergetar.“Setiap detiknya,” William memandang gadis itu tanpa berkedip, “dan setiap jengkal tubuhmu.” Dengan mata yang berkaca-kaca dan wajah yang merona merah akibat malu dan marah, Kayla berucap setengah berseru, “Lalu, ketika tadi bertemu denganku, kenapa Kakak bersikap seakan tidak terjadi apa-apa!?”Reaksi Kayla membuat William terdiam sesaat. Dia menjauhkan diri dari gadis itu, lalu bertanya, “Memang, kamu ingin keluargamu tahu mengenai apa yang terjadi di antara kita malam itu?” Ucapan pria tersebut sukses membuat Kayla tersentak. “I-itu—““Aku tidak keberatan jika demikian,” ucap William santai. “Hal terburuk yang bisa terjadi adalah … mereka akan menikahkan kita lebih cepat.”Kayla memasang wajah tidak percaya saat melihat sikap pria di hadapannya ini. Bisa-bisanya William berbicara mengenai pernikahan seakan hal tersebut bukanlah apa-apa!?‘Inikah pria yang selama bertahun-tahun
Ucapan yang keluar dari mulut Kayla disambut suka cita oleh keluarga Kayla, mereka langsung mengembangkan senyum merekah. “Syukurlah!” ucap Hana dengan begitu senang dan ceria. Dari dulu, Hana memang sudah menantikan hari anak-anaknya akan menikah agar bisa segera menimang cucu. Walau yang dia harapkan menikah pertama adalah Ghafa, tapi pun Kayla mendahului, dia juga tidak keberatan! Sementara Hana begitu gembira, Andre memasang wajah ragu. “Kay, kamu benar-benar yakin?” Andre berjalan mendekati putrinya, berusaha memastikan gadis itu tidak mengambil pilihan karena tekanan ekspektasi keluarga. Mendengar pertanyaan ayahnya, Kayla tak elak meringis dalam hati. Dia mengulang kembali semua ancaman William dalam benaknya, dan jantungnya pun kembali berdebar seiring dia cepat mengangguk. “Yakin, Pa,” jawab Kayla singkat. Padahal dalam hatinya, dia masih sangat menyesali kenyataan dia tidak mampu menolak perjodohan ini. Merasa sedikit ragu dengan ekspresi sang putri, Andre berkata, “Ka
Bersandar di kepala ranjang selagi memeluk kedua lutut, Kayla tampak menautkan alisnya ketat. Pikirannya berkecamuk memainkan ingatan mengenai kejadian hari ini, terutama tentang kepergian William dari rumahnya tadi.Kelembutan itu, tatapan itu, sentuhan hangatnya ….‘Apa mungkin Kak Will sebenarnya menyukaiku?’ batin Kayla saat membayangkan ekspresi William saat menatapnya dalam diam sebelum pergi.Tatapan itu persis sama dengan yang sering William berikan kepada Kayla di masa lalu, tepat ketika mereka masih begitu dekat. Tatapan yang menunjukkan bahwa William peduli dan perhatian kepada Kayla. Tatapan dari sosok William yang Kayla rindukan.Namun, Kayla menggelengkan kepalanya dengan cepat.‘Tidak! Pria itu hanya menginginkan harta warisannya saja!’Kayla membanting tubuhnya ke tempat tidur, lalu memeluk gulingnya erat. Dia bersumpah dalam hati, ‘Pokoknya, kamu tidak boleh terbuai, Kayla! Pun kamu akan menikah dengannya, tapi jangan sampai kamu termakan omongan manisnya!’Kiranya, ap
Cahaya matahari menyusup melalui sela-sela tirai kamar, menerangi wajah Kayla yang sedang menatap William. Suaminya masih terlelap di sebelahnya, napasnya teratur dan tenang. Melihat wajah William yang polos dalam tidurnya, Kayla tak kuasa menahan senyum. Tapi itu bukan hanya karena wajah William—melainkan kejadian semalam yang begitu melekat dalam ingatannya.Kayla teringat dengan jelas momen mereka. Semuanya berjalan begitu cepat, sampai akhirnya dia memberanikan diri menghentikan William di tengah gairah yang mulai membara.“Kak Will, berhenti,” katanya dengan suara gemetar, hampir tertelan oleh detak jantungnya sendiri.William, yang napasnya berat dan penuh hasrat, langsung menghentikan gerakannya. Tatapannya lembut, penuh pengertian. “Apa aku terlalu terburu-buru?” tanyanya dengan nada pelan.“Bukan begitu… hanya saja…” Kayla tergagap, berusaha mencari kata-kata yang tepat. “Mungkin… kita bersih-bersih dulu?”Sejenak William terdiam sebelum akhirnya tersenyum kecil. “Baiklah. Ak
Anastasia kembali ke rumahnya dalam keadaan berantakan, dirinya benar-benar tidak menyangka kalau perbuatannya malah menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Dia memeluk lututnya di atas tempat tidur dengan terisak. Semua orang berbalik menjatuhkannya. Seumur hidupnya ini kali pertama semua orang mendorongnya ke dalam jurang yang sangat dalam.Pintu kamarnya terbuka, Damar muncul di baliknya.“Ana, kenapa kamu melakukan hal yang sangat konyol itu?” Damar berkata dengan nada rendah mendekati Anastasia.“Konyol?!” Anastasia menjawab dengan nada sinis. “Papa yang konyol! Bisa-bisanya tunduk dengan pria yang bernama William itu!” Anastasia berkata dengan sangat kesal.“Ana, apa kamu tidak tahu siapa yang sedang kamu lawan?!” Damar meninggikan suaranya.Sementara, Anastasia tidak terlalu menghiraukannya.“Dia adalah Kaisar William Drake, Cucu tunggal dari Walter Drake, pemilik Ellysium Luminar Group! Apa informasi sepenting ini kamu tidak mengetahuinya? Apa kamu tidak bisa memeriksa identit
Setelah acara pesta yang cukup melelahkan ini, William memilih menyetir kendaraannya sendiri untuk pulang bersama dengan Kayla. Dia hanya tidak ingin ada orang lain diantara mereka saat ini. Baginya kebersamaan dengan Kayla sekarang sangat membuatnya merasa nyaman, setelah sebelumnya sangat sibuk mengurus pekerjaannya yang sangat padat dan jarang bertemu dengan istrinya sendiri.“Aku sempat tidak melihat Kak Will waktu aku bicara dengan Stella tadi,” kata Kayla tiba-tiba, memecah keheningan. “Kakak ke mana?”William tersenyum tipis, hampir tidak terlihat di bawah cahaya redup lampu jalan. “Kamu … apa terlalu merindukanku sampai terus memantauku dari kejauhan?” goda William pada Kayla.“Ih, Kak Will apaan sih!” Kayla berkata sambil memukul pelan lengan William.“Aku tidak kemana-mana, hanya sedikit … membereskan masalah kecil.” William menjawab santai, namun hal itu membuat tanya untuk Kayla.“Masalah kecil? Ada masalah apa memangnya?” Kayla penasaran.“Tidak penting untuk dibicarakan.
Mendengar pengakuan Kayla, seluruh tubuh Daniel bergetar. Dia merasa hatinya hancur dan dunianya runtuh.Dengan wajah tidak percaya, Daniel menggelengkan kepalanya berkali-kali. “Tidak, tidak, tidak!” seru pria tersebut. “Itu tidak mungkin! Kau hanya mengatakan ini karena kau ingin membuatku merasa lebih buruk, Kay! Kau hanya ingin membuatku sakit hati!”Kayla meremas tangannya sendiri. Dia sudah tahu reaksi ini yang akan didapatkan dari Daniel.Namun, Kayla tetap tegar. “Tidak, Dan,” kata Kayla, suaranya lembut tapi tajam. “Alasanku mengatakan ini bukan untuk membuatmu sakit hati, tapi … agar kamu tahu kebenarannya.” Dia menutup mata sesaat. “Maaf … kamu boleh menganggapku wanita rendahan ataupun kurang ajar, tapi … kenyataannya adalah aku tidak pernah memiliki perasaan kepada orang lain selain cinta pertamaku … sekaligus suamiku saat ini.”Daniel tampak begitu terpukul, sampai-sampai dia terhuyung mundur hingga punggungnya menabrak tiang balkon. Seumur-umur, Daniel selalu dihujani k
Ucapan William membuat hati Damar mencelos. Jelas, William tidak bercanda. Kalau hari ini permintaan maaf untuk Kayla tidak diberikan, maka masalah ini tidak akan selesai, malah menjadi semakin buruk!Cepat, Damar menoleh ke arah putrinya. “Minta maaflah dengan Nyonya Kayla sekarang!”Hal ini membuat Anastasia terkejut, dia tidak menyangka kalau ayahnya sangat tunduk dengan pria yang bernama William ini. “Tapi, Pa … aku ti–”Tanpa basa-basi maupun menunggu kalimat sang putri selesai, Damar langsung menekan kepala putrinya ke bawah.Anastasia terperangah, ayahnya … memaksanya menunduk kepada Kayla!Dipermalukan seperti ini, ini baru yang pertama kali!!!!“Cepat katakan!” Suara Damar terdengar sangat dingin saat kembali menegaskan perintahnya kepada sang putri.Tidak punya kekuatan untuk melawan dan sudah terlanjur malu, Anastasia pun menutup mata kuat, membiarkan air mata mengalir deras menuruni wajahnya saat dirinya berkata, “Maaf ….”Alis William tertaut. “Apa dia sungguh berniat memi
“Kenapa …? Kenapa?!” Anastasia tampak marah, kecewa, dan sakit hati. Dia tidak menyangka kalau orang-orang yang dia harapkan sebagai pembelanya malah datang untuk menghakiminya!Dengan air mata menggenang di pelupuk mata dan ekspresi tidak terima, Anastasia menatap Kayla dengan marah. “Aku hanya mengatakan kenyataannya! Bahwa wanita itu adalah wanita murahan yang pernah tidur dengan sembarang pria!”Kalimat Anastasia membuat seisi ruangan berbisik, menatap Kayla dan membicarakannya diam-diam.“Apa itu benar? Dia tidur sembarangan dengan banyak pria?”“Wah, mukanya saja yang terlihat polos. Ternyata, perilakunya ….”Komentar itu membuat tangan Kayla mengepal dan ekspresinya terluka. Hal itu membuat Anastasia sangat senang.“Kenapa menatapku seperti itu? Tidak terima aku membongkar kenyataannya di depan suamimu? Takut ditinggalkan seperti terakhir kali karena tubuh kotor menjijikkanmu itu?!”Wajah William menjadi sangat gelap! Dia seperti akan memakan Anastasia hidup-hidup!Namun, keti
Suasana ballroom malam itu dipenuhi dengan kemewahan. Lampu kristal yang menggantung di langit-langit memantulkan cahaya gemerlap, menambah kesan eksklusif acara pengukuhan CEO Ellysium Indonesia. Kayla melangkah masuk bersama William, mengenakan gaun elegan berwarna peach. Rambutnya ditata sederhana namun anggun, menonjolkan kecantikannya yang natural. William berjalan di sampingnya, mengenakan setelan formal yang membuat auranya semakin memikat perhatian.“Apa kamu gugup?” bisik William pada KaylaKayla mengangguk dan tersenyum kaku. “Apa terlalu terlihat?” William hanya tersenyum menanggapinya. Sebagai orang yang tidak terbiasa dengan acara formal seperti ini, jelas Kayla merasa gugup. Namun, saat William melepaskan tangan Kayla yang saat ini sedang menggamit lengannya dan beralih merangkul pinggangnya, membuatnya menjadi lebih tenang.William dan Kayla diarahkan ke meja utama. Di meja itu ada rekan bisnis Ellysium dan juga tokoh penting pemerintahan.“Semua baik-baik saja,” ucap
Sudah hampir tiga minggu ini Kayla hanya bisa bertemu dengan William di pagi hari. Saat Kayla bangun, William masih tertidur di sebelahnya. Ketika Kayla selesai menyiapkan sarapan, William sudah rapi dengan setelan kerja. Mereka jarang punya waktu untuk berbicara, membuat Kayla merasa kesepian di tengah rutinitas yang monoton. “Kay, melamun lagi?” Deswita mencolek bahunya, membuyarkan lamunannya. Kayla yang tengah menopang dagu di depan layar monitor langsung tersentak. “Ah, ngagetin aja,” jawabnya singkat, tanpa banyak ekspresi. “Belakangan ini kamu sering bengong. Ada masalah?” tanya Deswita, suaranya penuh rasa ingin tahu. Kayla diam sejenak, mencoba memutuskan apakah dia harus berbagi cerita. Namun, ini masalah rumah tangga. Tidak seharusnya orang luar tahu, pikirnya. Sebelum dia sempat menjawab, Nindy tiba-tiba menepuk pundaknya. “Ayo makan siang dulu aja!” ajak Nindy ceria. Kayla mengangguk. “Iya, oke,” jawabnya lemah. Nindy dan Deswita saling bertukar pandang, tampak khaw
Menyadari perubahan ekspresi Kayla yang tampak berbeda, William mulai merasa ragu. "Kamu belum mau ikut, ya?" tanyanya pelan, suaranya terdengar serius tapi penuh perhatian. Kayla terdiam. “Kalau kamu belum siap, aku bisa pergi dulu satu bulan saja. Begitu urusanku selesai di sana, aku akan langsung pulang,” lanjut William, mencoba menawarkan solusi. “Tidak, bukan itu maksudku,” potong Kayla cepat. “Aku mau ikut, hanya saja… apa memang harus secepat itu?” Wajahnya mencerminkan kebingungan yang bercampur dengan kegelisahan. William menatap Kayla, berusaha mencari jawaban dari sorot matanya. “Ada hal mendesak yang harus aku selesaikan di sana. Tapi, kalau kamu merasa berat untuk ikut—” “Aku akan ikut, Kak Will,” potong Kayla sekali lagi, kali ini dengan nada yang lebih tegas. “Aku tidak akan membiarkan suamiku pergi sendirian. Jangan khawatir, aku siap.” Perkataan Kayla membuat William tersenyum tipis, seolah beban di pundaknya berkurang. “Baiklah kalau begitu. Aku lebih tenang kal