Share

Jeruji Tanah Anarki
Jeruji Tanah Anarki
Penulis: Maula Faza

1. Rencana Gila

Penulis: Maula Faza
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-21 08:04:29

“Kau yakin dengan keputusanmu, Shaw? Aku hanya mengajak, tidak memaksa.”

Seorang remaja sedang fokus mengemas barang yang akan dibawa, menyusunnya rapi ke dalam tas. Di hadapannya, Shaw yang beberapa tahun lebih muda darinya mengangguk yakin.

“Hum!”

“Baiklah, tapi ingat yang kukatakan! Segera pergi begitu aku naik helikopter atau setidaknya segera pergi begitu helikopter mengudara. Mengerti?” Daniel, sang remaja, menoleh. Masih terlihat guratan ragu padanya mengingat rencana ini sangat berisiko.

Shaw mengangguk.

“Kita akan menyusuri perbatasan distrik Aloclya dan distrik Acilav di sisi barat. Sekolah, jembatan, rumah sakit, serta beberapa rumah makan dan rumah penduduk masih dalam tahap perbaikan di dekat perbatasan itu. Jadi, orang lain yang tidak berkepentingan dilarang ke sana dan di sana akan sepi saat malam hari. Hanya beberapa pengawal yang berjaga,” kata Daniel, menjelaskan hati-hati. “Kau tahu, 'kan, resikonya? Jadi, sekali lagi aku tanya. Kau yakin ikut? Karena kalau kau ikut, kita akan pergi berdua, lalu kau akan pulang sendirian.”

Shaw mengangguk lagi. Ia sudah memikirkan masak-masak. Ini adalah kesempatan langka. Tidak ada orang yang berani merencanakan dan melakukan ini selain Daniel.

Setelah mengecek sekali lagi barang-barang yang akan dibawa, Daniel menggendong satu ransel di punggung dan satu lagi di dada.

“Ayo, kita bisa pergi sekarang!” seru Daniel.

Sempat terjadi perbincangan alot antara Shaw dengan kakek dan neneknya. Butuh beberapa menit lebih lama untuk meyakinkan kakek dan nenek agar mengizinkan Shaw ikut serta. Usai mengantongi izin, Shaw bersama Daniel pergi; mulai menjalankan rencana yang sudah disusun rapi.

Perbatasan distrik ditandai dengan sungai yang diapit dua hutan kecil. Hampar rumput dan sawah mengapit jalanan yang menghubungkan kedua distrik.

Daniel dan Shaw berlari secepat yang mereka bisa tanpa menimbulkan suara apa pun saat melewati padang rumput; penanda mereka sudah dekat ke perbatasan. Mereka berpacu dengan waktu dan sorot lampu dari para penjaga yang terus berputar mengawasi sekitar.

Pada saat ini, ingatan Daniel melanglang.

“Tolong pertimbangkan lagi, Tuan.” Daniel memohon kala itu, berdiri di seberang meja.

“Tidak bisa, Dan. Keputusan sudah keluar. Kau remaja cerdas, catatan prestasimu sangat cerah, tetapi kau tidak bisa gunakan itu untuk dapat izin melanjutkan pendidikan keluar Zanwan.” Petugas kantor perizinan di hadapan Daniel menumpuk lembar kertas sertifikat, menaruhnya di meja, menggesernya ke arah Daniel. “Aku tidak ingin mengatur, tetapi sebaiknya kali ini kau benar-benar berhenti.”

Sudah hari kelima Daniel datang, tetapi jawaban yang didapatkannya tetap sama. Permohonannya untuk melanjutkan pendidikan di negeri luar ditolak.

“Mengapa? Kalian yang sesumbar siapa pun yang bisa memenangkan sepuluh sertifikat kejuaraan di peringkat pertama bisa melanjutkan pendidikan ke luar Zanwan. Angkatanku dari distrik Aloclya juga ada yang lolos tahun ini, padahal kualifikasiku lebih tinggi darinya. Mengapa aku tidak boleh?”

“Karena itu kau!” Petugas menyentak, lalu menghela napas panjang dan mengusap wajah.

“Apa?” Daniel mengernyit. Ia seperti mengerti, tetapi ia seperti tidak ingin mengerti.

“Jangan memancing amarah petinggi dan tetua desa, Dan.”

“Setidaknya beritahu aku. Biarkan aku mengerti.”

Petugas melepas kacamatanya sebentar. “Kau bukan dari distrik Aloclya dan semua yang kau gaungkan membuat orang berasumsi dalam dirimu tumbuh bibit pemberontak. Itu masalahnya.”

“Tapi ….”

“Sudah. Tidak ada keadilan, Dan. Kau harus terima itu. Kau terlalu vokal, padahal kau sendiri tahu para petinggi dan tetua desa tidak suka perubahan.”

Begitu memasuki kawasan dalam perbaikan akibat perang dengan para perompak beberapa waktu lalu, Daniel dan Shaw berjalan mengendap-endap. Sesuai perkiraan, keadaan sunyi sepi; hanya ada beberapa pengawal yang berjaga.

“Atau kau mungkin masih punya harapan.” Bayang petugas perizinan berputar lagi di kepala Daniel. Ia melirik ke pintu. Daniel turut menoleh.

Seorang petinggi desa masuk, tetapi keluar lagi begitu melihat Daniel.

“Tuan, tunggu!”

Daniel segera mengambil sertifikatnya dan berlari. Sampai di luar kantor, prajurit petinggi desa menghalau Daniel.

“Tuan!”

Lantang teriakan Daniel tidak berbalas. Petinggi desa menaiki kereta, lalu pergi begitu saja diikuti prajuritnya.

Petugas perizinan menghampiri, berdiri di samping Daniel.

“Bahkan petinggi desa pun tidak mau lagi mengurusi. Kau memang harus berhenti, tetapi kalau kau masih ingin mencoba, temui Tuan Hunt. Itu harapan terakhirmu.”

“Meminta pada petinggi desa saja sulit, apalagi pada pemimpin desa.”

“Aku yakin kau punya pilihan.” Petugas menepuk pundak Daniel, lalu masuk kantor.

Daniel mematung, kecewa. Ia membawa kekecewaannya seperti menambahkan kayu kering pada api yang menyala. Penolakan yang ia dapatkan mendorong tekadnya makin besar untuk keluar dari Zanwan dan ia mencoba mewujudkannya malam ini.

Daniel dan Shaw melewati celah dinding tembok sekolah yang belum selesai direnovasi, kembali berlari saat melewati tanah lapang, mengendap-endap lagi melewati restoran, dan masuk ke gang kecil rumah-rumah penduduk dengan merapat pada sisi dinding yang tidak terkena cahaya lampu.

Sejenak, mereka berhenti dan melihat sekitar saat sampai di ujung bangunan sisi barat yang paling dekat perbatasan hutan Zanwan, lalu berlari cepat menuju hutan saat keadaan dirasa sudah aman.

“Bagaimana ini? Penjagaannya sangat ketat!” Shaw berbisik sangat pelan. Matanya jeli mengawasi gerak-gerik lima jagawana yang bertugas di bawah; mengarahkan senter ke sekeliling.

Di atas menara, tiga jagawana memantau melalui sorot lampu menara yang jangkauan cahayanya lebih jauh dan lebih jelas.

Shaw cemas.

Agaknya rencana mereka akan lebih sulit untuk diwujudkan. Otak Shaw berpikir keras apa kiranya yang harus ia lakukan jika ketahuan dan semua tidak sesuai rencana. Untuk sampai ke hutan saja mereka sudah kesulitan, ditambah harus melewati hutan dengan banyak pos berjarak di sepanjang hutan dan bibir pantai.

Memikirkan kemungkinan terburuk membuat Shaw lebih menajamkan pendengaran dan penglihatannya. Pelarian sangat dilarang di Zanwan. Hukumannya tidak main-main.

“Enam menit lagi pergantian sif. Kita bisa melewati pos saat keadaan lengang. Terus perhatikan! Kudengar para jagawana yang bertugas di malam hari adalah yang terpilih, terbaik dari yang terbaik. Pendengaran mereka tajam dan mereka sudah sangat terbiasa berada di alam bebas. Suara daun kering yang diremas dari jarak 50 meter pun bisa sampai ke telinga mereka,” sahut Daniel, berbisik tidak kalah pelan, sangat pelan. Ia sama cemasnya dengan Shaw. Namun, tidak ia tunjukkan.

Shaw melotot mendengar penuturan Daniel di sampingnya. Matanya sesaat beralih pada sekitar kaki mereka, memastikan tidak ada daun kering ataupun ranting di sana.

“Mereka sudah kembali. Hanya butuh tujuh menit untuk jagawana berikutnya datang. Jadi, kita harus bergegas. Ikuti aku.”

Daniel melangkah cepat sambil berjongkok di balik semak belukar, diikuti Shaw. Tujuan mereka adalah pantai di barat daya, sudut yang cukup sepi dengan hutan yang sangat lebat, sempurna untuk mendukung rencana pelarian mereka.

Sesampainya di bibir pantai, Shaw mengedarkan pandang menyusuri hutan sementara Daniel menyisir langit. Mata Daniel melebar berbinar kala melihat sebuah helikopter mendekat, lalu mendarat. Lampu menara akan kembali bergerak dalam sepuluh menit setelah dinyalakan, cukup untuk helikopter mendarat, menunggu penumpangnya masuk, lalu kembali mengudara.

“Dasar agen. Mereka bawa heli bayang, eh?” Daniel membatin. Jelas helikopter yang dilihatnya saat ini bukanlah yang direncanakan. Helikopter yang dilihatnya sekarang sangat gelap dan senyap.

“Ini, ambillah ....” Daniel menyerahkan satu tas krem berukuran sedang yang ia gendong di dada pada Shaw.

Melihat Shaw mengerutkan kening tanpa menerima tasnya, Daniel meraih tangan Shaw, lalu menyerahkan tas dan berujar, “Ada beberapa benda di dalamnya. Semoga itu bisa bermanfaat untukmu.”

“Dan, cepatlah!” Seorang laki-laki sebaya Daniel menghampiri mereka dengan sorot khawatir. Ia menunjuk ke arah hutan, celah pepohonan, tepatnya menara pengawas terdekat dari mereka, lalu turun ke bawah, menunjuk jagawana baru yang sudah setengah jarak dari pos.

Daniel mengangguk, kembali menoleh menatap Shaw.

“Aku percaya padamu, Shaw. Kau mampu, aku bisa melihat itu. Karena itu, aku membawamu ke sini. Setelah ini kau harus segera sembunyi dan pulang dengan aman.”

Shaw diam, mendengarkan dengan baik. Ia tahu, mungkin saja ini akan jadi pertemuan terakhir mereka. Jadi, ia ingin mendengar semua yang Daniel katakan, mengingat suara dan wajah Daniel.

Daniel memegang kedua pundak Shaw, menatap lekat anak lelaki yang sudah ia anggap seperti adik kandungnya sendiri.

“Kau pasti bisa membebaskan Zanwan. Suatu saat nanti, orang-orang pasti akan mendengarkanmu. Untuk itu, kau harus bisa membebaskan diri dari jeruji tanah anarki ini. Hadapi dirimu dahulu. Ketakutanmu, kekhawatiranmu, keraguanmu, kegundahanmu. Menangkan perang di dalam dirimu dahulu, kuasai dunia di dalam dirimu, maka kau bisa meruntuhkan benteng Zanwan. Kelak, tanah anarki ini pasti bisa kau taklukkan. Jaga dirimu baik-baik, Shaw ....”

Dipeluknya Shaw erat untuk sesaat sebelum naik ke helikopter. Ada rasa bersalah menyelimutinya. Daniel tahu benar, mengajak Shaw terlibat dalam rencana ini bukanlah sepenuhnya keputusan bijak. Meski Shaw sangat lincah dan cerdas, Shaw tetaplah anak-anak.

Melihat Shaw bergeming di tempatnya, Daniel menggunakan bahasa isyarat; menyuruh Shaw pergi. Namun, Shaw masih saja bergeming, menatap tenang dan mengulas senyum pada helikopter yang mulai mengudara.

Sekejap, Shaw mengalihkan pandang, menatap tas di genggaman, lalu menyembunyikan tas tersebut di semak-semak. Setelahnya, ia kembali ke posisinya semula, tersenyum cerah menatap helikopter yang terus menjauh.

Hingga akhirnya aksi mereka tertangkap oleh para jagawana yang kemudian melapor pada atasan mereka pun, Shaw tetap bertahan pada posisinya. Kedua tangan ia tautkan di belakang tubuh, mengambil sikap istirahat ketika derap langkah lari para jagawana terdengar menuju ke arahnya.

“Cepat pergi dari sana, Shaw!” Sekali lagi Daniel menginstruksi dengan bahasa isyarat dan sekali lagi pula Shaw tidak mengindahkan. Ia terus saja menatap dengan tenang dan tersenyum. Pias wajah Daniel kini.

Bab terkait

  • Jeruji Tanah Anarki   2. Impresif

    “Jika resiko tertangkap adalah seperti yang kau ceritakan, anak itu akan berada dalam masalah serius. Dia antara bodoh dan keren, menyerah hidup atau memiliki ide gila.” Seseorang yang tadi menghampiri Daniel bersuara. Dari kursi depan di samping pilot, ia terus memperhatikan Shaw.Daniel bungkam. Mulutnya terkunci melihat Shaw membalasnya dengan bahasa isyarat, “Aku takkan lari. Aku tidak pantas dan tidak akan pernah mampu menjadi penakluk Zanwan jika aku lari.”“Apa yang kau lakukan, Bocah?!” Pekik tegas penuh amarah terlontar jelas dari belakang Shaw beriring mata memicing ke udara; menatap helikopter.Shaw berbalik, menatap tenang lima jagawana yang datang.“Siapa yang di sana itu?” tanya ketua tim jagawana, masih memicing pada helikopter yang terus menjauh. Tidak mendapat jawaban, sang ketua menoleh pada Shaw. “Dan siapa namamu?”Shaw mengerjap, tetap menampilkan senyum manis yang justru membuat para jagawana bergidik.“Bagaimana anak ini bisa bersikap setenang itu?” pikir mereka.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-21
  • Jeruji Tanah Anarki   3. Hukum Zanwan

    Ctasshh!Suara cambukan memenuhi ruangan berdinding batuan yang kasar. Isak tangis pilu wanita paruh baya mengiringi.Pagi buta, seorang penduduk memberitahu kakek Shaw yang sedang memotong kayu di belakang rumah. Katanya, Shaw ditangkap dan dibawa ke dungeon. Nenek Shaw sedang memotong sayuran di ranjang kayu dekat pintu. Setelah mengunci pintu, kakek dan nenek Shaw bergegas pergi ke dungeon.Ctasshh!“Kenakalan apa lagi yang kau lakukan, hah?” Pria dengan setelan seragam abu-abu gelap mendekati Shaw yang bertelanjang dada. Tetesan darah segar mengalir dari bilur di punggung Shaw.Ctasshh!Suara cambuk menggema lagi. Pria tegap itu menatap Shaw dengan frustrasi. 143 cambukan sudah dilayangkan, tetapi Shaw masih enggan membuka suara.Kepala Shaw tertunduk lesu, kedua tangannya telentang diikat rantai. Kedua kakinya terkulai, jatuh jika saja ikatan di kedua tangannya kendor.Ctasshh!“Kau keras kepala sekali. Tinggal katakan ke mana tujuan Daniel, maka hukumanmu bisa diringankan.” Pria

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-22
  • Jeruji Tanah Anarki   4. Sedekat itukah?

    “Hukum Zanwan memang tegas. Namun, juga keterlaluan!” Seseorang dari jeruji lain menimpali.Bailey terus berjalan tanpa menoleh ke kanan kiri.“Mau bagaimana lagi? Memasukkan toleransi dan sedikit hati ke dalam hukum Zanwan bagaikan mengharap oasis di padang pasir.” Lagi, seorang pria bersua dari balik jeruji yang baru saja dilalui Bailey, Shaw, Kakek, dan Nenek.“Benar. Itu pun jika mungkin. Para cecunguk itu tentu tidak akan tinggal diam,” sahut tahanan yang lain.Semua tahanan di lorong ini adalah lelaki. Sel tahanan bagi perempuan terpisah guna mencegah hal yang tidak diinginkan. Ada juga penjaga dan pengawal wanita, tetapi jumlahnya masih sebatas hitungan jari. Sedikit sekali.Bailey mengeratkan pegangan tangannya, menaiki tangga dengan hati-hati. Kakek Shaw kembali berjalan ke depan, membukakan pintu. Mereka melewati lusinan sel yang berjajar di kanan kiri sampai di ujung pintu utama dungeon.“Pergilah ke tempat Dokter Edvard. Katakan padanya untuk datang ke rumah Tuan Spencer Po

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-22
  • Jeruji Tanah Anarki   5. Berseteru

    Kekehan lolos dari bibir Shaw, memalingkan perhatian Bailey, Edvard, dan Spencer. Gracie yang baru kembali dari ruang tamu menatap Shaw dengan terharu. Ia mendekat, membantu Shaw yang berusaha duduk.“Kau bilang kau punya uang?” tanya Shaw, menatap Bailey.Bailey merespon dengan anggukan.Shaw terkekeh lagi, menampilkan sedikit deretan gigi putihnya.“Kalau uang yang kau maksud itu adalah pemberian dari ayah atau keluarga yang lain, kerabatmu, petinggi desa atau lainnya, urungkan niatmu. Bagimu itu uangmu, tapi bagiku itu bukan uangmu.”“Kenapa?” Bailey mengerjap.“Semua uang itu bisa saja menjadi pemicu, bahan bakar masalah di kemudian hari dan kau mungkin saja akan tersudutkan. Aku tidak ingin ada resiko, perintah, atau hukuman yang tidak berdaya untuk ditentang ketika kita seharusnya mampu melakukannya.”“Aku mengerti. Kalau begitu, aku akan bekerja dan menghasilkan uangku sendiri.”Aliran kejut menyapa semua orang yang ada di sana kecuali Bailey atas ucapan yang barusan Bailey lont

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-23
  • Jeruji Tanah Anarki   6. Peringatan

    Bailey berdecak.“Ketahuilah, Ayah. Kebenaran adalah kebenaran. Tidak ada seorang pun yang dapat membendung ketika kebenaran sudah tiba pada waktu untuk menunjukkan dirinya. Ayah tidak tahu, kan, apa yang sebenarnya diinginkan dan diharapkan penduduk Zanwan?” Bailey memberi atensi penuh kepada Ascal, berharap ayahnya akan memahami maksud dari perkataan dan sorot matanya.“Zaman sudah berubah. Aku menginginkan kebebasan sebagaimana orang lain menginginkannya.” Suara Bailey lebih tenang kali ini.Sejenak Bailey menghela napas, mengalihkan tatap pada roti di piring, lalu melanjutkan, “Akan kupikul beban berat di pundak Ayah. Aku ... aku tidak keberatan untuk menggantikan Ayah nantinya, meneruskan takhta Ayah seperti yang seharusnya. Aku tidak keberatan mengorbankan hidupku untuk Zanwan, melupakan semua mimpi menjelajah dunia luar untuk mengabdi pada Zanwan, tapi ….”Menjeda sejenak, Bailey menyunggingkan senyum. Seutas senyum pedih.“Sebelum hari itu tiba, biarkan aku menjadi diriku sendi

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-24
  • Jeruji Tanah Anarki   7. Lilin merah

    “Tidurlah dengan nyenyak.” Spencer mengusap lembut kepala Shaw.Perapian di dapur sudah dinyalakan. Berat Spencer dan Gracie melajukan tungkai ke kamar, meninggalkan Shaw terbaring sendiri; bermalam di ranjang kayu di dapur, tanpa selimut. Bukan tidak ada, cuma tidak bisa dipakai sesuai fungsinya. Luka di punggung Shaw belum pulih.Derit pintu terdengar menandakan Spencer dan Gracie sudah masuk ke ruang peristirahatan mereka. Perlahan Shaw membuka mata, mengerjap. Otak dan batinnya mulai riuh. Hati merapal pelajaran yang disampaikan Bailey petang tadi.“Tidak ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan kecuali kemalasan. Tidak ada obat yang tidak berguna selain kurangnya ilmu pengetahuan.”Sebuah kata mutiara dari Ibnu Sina yang Bailey hafalkan dari buku bacaannya. Tentu bukan buku sekolah, melainkan buku ilegal. Ya, ilegal, karena buku tersebut adalah selundupan. Dipesan khusus oleh Edvard dari temannya di negeri seberang, hadiah atas keberhasilan Bailey menghafal satu buku medis bersama

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-25
  • Jeruji Tanah Anarki   8. Menyusun rencana

    “Penjagaan di selatan lebih ketat. Aku tidak mungkin ke sana, tapi jalan yang kulewati bersama Kak Daniel pun tidak bisa kulewati lagi. Penjagaannya pasti ditambah.” Mulut Shaw bergerak, bersahutan dengan pikirannya. “Hilir sungai perbatasan di barat lebih mudah dicapai, tapi butuh waktu lebih lama. Penjagaannya pasti ditambah juga.”Shaw menegakkan badan, melipat tangan, mengetuk-ngetuk pelan hidungnya dengan jari telunjuk tangan kanan. Tatapnya masih terarah pada peta, mencari celah sembari otaknya memikirkan cara terbaik untuk sampai ke pesisir dan kembali tanpa ketahuan secepat mungkin. Sesekali meringis ia, merasakan gelenyar perih di punggungnya.Beberapa hari beristirahat total dengan makan dan obat teratur membuat lukanya berangsur membaik, cepat walau belum bisa dikatakan sembuh 50%.“Aha!” Shaw mengangkat jari telunjuk tangan kanan. Matanya melebar cerah menanggapi ide yang terlintas dalam benak. “Kurasa aku bisa menggunakan cara itu. Yah, meski akan memakan waktu lebih lama,

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-26
  • Jeruji Tanah Anarki   9. Jika kau mati lima menit setelah ini

    “Baiklah. Apa saja yang perlu kubawa untuk nanti?”Shaw melangkah lebar-lebar, riang, dan semangat menuju kamar.“Sepertinya aku harus mencatatnya dulu.”Ia menghampiri meja dan meraih buku catatan. Namun, tangannya terhenti saat matanya menangkap sesuatu yang tidak asing.Tas pemberian Daniel!Mata Shaw membulat. Diraih dan dirabanya tas yang terpampang di hadapan. Dicek pula isinya. Dimiringkan ke depan, kiri, kanan, belakang, memastikan itu adalah tas yang sama.“Ini tas dari Kak Daniel!” Shaw nyaris berteriak. “Tapi bagaimana bisa ada di sini? Siapa yang membawanya ke sini?”Shaw mengangkat kepala, menoleh ke jendela yang tertutup. Keningnya berkerut.“Aku.” Sebuah suara muncul dari belakang.Shaw membalik badan, menatap waspada, tetapi juga penuh tanda tanya akan sosok misterius yang bersandar pada lemari.“Siapa?” Shaw bertanya.Sosok itu maju beberapa langkah, menautkan tangan di belakang, di balik jubahnya, sembari pandang mengitari kamar. Topeng yang dikenakannya menutup sempu

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-27

Bab terbaru

  • Jeruji Tanah Anarki   98. Pertanyaan Otto dan Milo

    “Kau mendengarnya?” Otto bertanya dengan wajah memucat. Suaranya amat pelan sampai nyaris tidak terdengar.Milo mengangguk kecil dalam gerakan patah-patah dan sarat keraguan. Ekspresi pada wajahnya tidak jauh berbeda.Kepala mereka kemudian bergerak bersamaan, berpaling tatap ke baris terdepan, lalu mereka melihat Bailey beranjak dari duduknya, pergi keluar.“Apa Tuan Muda mendengar pembicaraan kita?” Milo bertanya dalam suara lebih rendah, serupa bisik-bisik yang mungkin saja akan hanyut terbawa angin.Otto menggeleng. Bukan jawaban meyakinkan, hanya harapan bahwa itu adalah kenyataan yang terjadi.“Kalau benar, semesta mungkin tidak akan berpihak pada kita setelah ini,” kata Otto.Cemas menyerang Otto. Kalau Bailey benar mendengar pembicaraan mereka, apakah kali ini Bailey akan tersinggung? Kesal? Emosi dan apa pun yang lebih buruk?“Kurasa kita sebaiknya bergegas?” Milo melirik Otto.“Itu keputusan paling baik.” Otto berdiri.Milo memasukkan buku catatan yang baru sebentar ia baca

  • Jeruji Tanah Anarki   97. Temui aku di perpustakaan

    “Katakan saja,” ucap Bailey di sela makannya.Bailey tahu dua anak lelaki ini takkan mendatanginya kalau hanya untuk makan. Ada meja-meja kosong lain yang siap untuk ditempati, pun keduanya belum pernah begitu pada Bailey sepanjang sejarah bersekolah walau satu kelas dengan Bailey.“Kami … agak … penasaran. Apa Tuan Muda akan mendaftar untuk turnamen?” Otto Atrius yang duduk di sebelah Milo bertanya. Bibir merah cerahnya berulang kali mengatup dan terbuka setelah pertanyaan diajukan. Otaknya berpikir apakah pertanyaan itu sudah pas atau tidak.“Turnamen umum, maksudmu?” tanya Bailey.Otto mengangguk. “Kami dengar-dengar tahun ini murid yang terpilih untuk mewakili sekolah boleh mendaftar turnamen umum. Kami juga baca informasinya di mading pagi ini.”“Kalau terpilih mewakili sekolah, lalu mendaftar di turnamen umum dan ternyata lolos dalam keduanya ke final, terlebih keluar sebagai juara di peringkat satu, akan otomatis mendapat tiket emas dan bonus berlipat.” Milo turut bicara setela

  • Jeruji Tanah Anarki   96. Keluarga yang sempurna

    “Ayah dan Ibu bawa apa? Itu terlihat banyak sekali!” Shaw mengamati tas-tas belanjaan dengan antusias. Salah satu isi yang tertangkap matanya adalah pakaian.“Oh, ini untuk putra Ibu yang paling manis!” Suara wanita menjawab.“Asyik! Pakaian, ya?” tanya Shaw.“Betul. Ada mainan juga!” Suara pria yang bicara.“Horeeee … mainan!” Shaw berseru gembira. Kebahagiaan meluap-luap pada suaranya.Di atas kaca, Shaw gemetar. Ia tidak mengira danau kaca keyakinan akan menampilkan momen seperti itu. Ia kira itu hanya akan berkisar perjalanannya, rencananya dengan Bailey, tantangan yang dihadapi dalam upaya mewujudkan impian tentang Zanwan. Namun, apa yang ia dengar sepenuhnya berbeda. Sama sekali tidak ada dalam bayangannya. Tidak sedikit pun.Mata Shaw bergetar. Air makin banyak di sana, lalu tumpah kala Shaw dengar suara yang sangat familier.“Shaw, jangan melompat-lompat tinggi begitu.” Itu suara Spencer, terdengar riang dan penuh kasih.“Shaw gembira sekali sepertinya.” Gracie menyusul bicara

  • Jeruji Tanah Anarki   95. Kaca keyakinan

    “Ini danaunya.”Shaw sampai di ujung hutan lain setelah dari hutan sunyi dan melewati padang rumput. Di hadapannya membentang danau jernih yang berkilau, besar dan luas yang tidak mampu Shaw ukur dengan pasti. Ia perkirakan luasnya sama atau bahkan melebihi lapangan alun-alun distrik Acilav.“Sampai di danau itu, cara paling cepat untuk melewatinya adalah membelahnya. Menyeberanginya,” kata Fu dalam pesannya sebelum berpisah. “Jangan terkecoh dengan ukurannya yang kau mungkin kira tidak seberapa luas; masih sangat mungkin untuk dilewati dengan mengitarinya. Terkadang dalam waktu dan untuk alasan yang tidak terduga, setelah melihat wujudnya, begitu kau berjalan, mencoba memutari danau untuk sampai di seberang, di sisi lain, kau akan dapati bahwa ujung danau bahkan tidak kautemukan. Semua yang kaulihat mungkin hanya akan menjadi hamparan air. Tidak ada lagi pepohonan, tidak ada lagi daratan selain tempat kau berpijak dan sekitar.”Shaw berjinjit, mencoba menjangkau seberang danau dengan

  • Jeruji Tanah Anarki   94. Bakat alam

    “Ada rencana untuk keluar lagi di sisa hari ini, Tuan Muda?” Wilton bertanya seturunnya ia dari kuda, memegangi tali setelah Bailey turun. Mereka baru sampai di mansion, pulang dari sekolah.“Kurasa tidak. Sepertinya aku akan habiskan waktu di meja belajar.”“Baik. Saya akan ada di pos malam ini kalau Tuan Muda butuh sesuatu.”“Ya. Aku masuk, ya. Terima kasih untuk hari ini, Wilton.”Bailey pergi, masuk ke mansion. Wilton mengiringi kepergian Bailey dengan anggukan penuh hormat. Bibirnya melengkung membentuk senyum. Usai Bailey tidak lagi terlihat, Wilton membawa kuda ke kandang.Sampai kamar, Bailey menyalakan penerangan, melepaskan ransel, dan bersih-bersih. Ia melanjutkan dengan menekuri buku-buku mata pelajaran sampai pelayan memanggil namanya dari luar pintu.Makan malam tiba, Bailey berseri-seri menemukan Jillian di meja makan. Canda tawa Jillian serupa bunga-bunga di musim semi dan keceriaan Bariela adalah penyempurna. Jillian telah kembali dengan warna cerahnya, tidak lagi ber

  • Jeruji Tanah Anarki   93. Morth

    Atmosfer terasa lebih ramah. Irama dari ranting-ranting dan dahan oleh angin terdengar lebih wajar dibandingkan tadi. Shaw makin yakin, semua karena Morth. Atmosfer, halusinasi, entah apa lagi yang Morth sebabkan.Satu pertanyaan besar dalam benak Shaw. Siapa Morth sesungguhnya? Mengapa seisi hutan sunyi hingga seluruh penjurunya seakan-akan berada di bawah kaki tangan Morth?“Kau memikirkan aku?” Morth tiba-tiba bertanya. Rupanya ia mengekori Shaw.Huh? Apa Morth juga bisa membaca pikiran?!Shaw menengok ke belakang, langkahnya melambat.“Jangan katakan kau dapat menembus kepala orang.”“Kau banyak bertanya, belum tuntas seluruhnya.” Morth mensejajarkan diri. Sejenak, ia melihat Shaw dari atas ke bawah. “Orang keras kepala seperti kau tentu akan merenungkannya. Aku benar, bukan?”“Kita baru saling tahu beberapa saat lalu dan kau yakin sekali dengan kata-katamu. Antara kau pandai menilai atau hanya pandai berasumsi.” Shaw menggeleng. Pandangan ia tujukan ke depan.Morth menyentuh lenga

  • Jeruji Tanah Anarki   92. Penunggu hutan sunyi

    Tanduk. Hal pertama yang dilihat oleh Shaw dari sumber suara adalah tanduk, tersembunyi di antara dedaunan semak belukar setinggi pinggang orang dewasa.Shaw mengernyit, kemudian bergumam lirih dalam hati, “Itu seperti tanduk rusa.”Sepasang mata semerah darah terlihat dari celah dedaunan. Shaw menelan ludah. Ia tahu betul itu bukan mata hewan biasa, apalagi manusia. Tidak ada satu pun penduduk desa yang pernah ditemuinya memiliki mata seperti itu.Mungkinkah ini yang Fu maksud? Apa pun itu, merasakan haki tidak biasa dari sang sosok misterius membuat Shaw merasa dirinya tidak boleh berlama-lama.Diliputi kewaspadaan dan dengan suara tercekat, ia berucap dalam hati, “Aku harus segera pergi dari sini.”Tanpa melakukan pergerakan yang kentara serta dengan posisi kepala yang masih sama, tatapan Shaw menyisir sekitar; memastikan tidak ada keanehan lain. Ia yang semula berjongkok pun perlahan berdiri sepelan mungkin. Namun, bak lelah bermain petak umpet, ransel yang Shaw gendong mengeluarka

  • Jeruji Tanah Anarki   91. Halusinasi

    “Tetap tidak bisa! Terlalu berbahaya. Kau, kan, tahu lebih baik daripada aku, Tibate.” Fu mengangkat kepala, menatap lurus Tibate dan Baldor. Ini bukan waktu yang tepat, pikir Fu. “Lagi pula aku bisa menjaga diri. Akan kupanggil kalian jika hal buruk terjadi dan aku tidak bisa mengatasinya.”“Kau bisa tinggal, Fu. Aku akan melanjutkan perjalananku seorang diri,” sela Shaw, angkat bicara setelah menimang-nimang.“Tidak ....”“Aku juga akan meninggalkan kudaku di sini.” Shaw menepuk pundak Fu. Ia serius ingin Fu tinggal. “Bold bilang ada danau dan tebing. Jadi, aku tidak bisa membawa kudaku. Selain itu, kau bisa mengawasi keadaan hutan dan mengabariku. Kau juga terluka, Fu. Jangan bersikeras seolah-olah kau baik-baik saja. Bagaimanapun kau juga masih anak-anak.”Ini adalah tugas Shaw. Sejak awal, Shaw memulainya sendiri dan ia harus melanjutkannya sendiri. Shaw tidak ingin merepotkan.Fu berdecak, tidak terima, tetapi juga tidak menyangkal ataupun menyanggah. Bertemu Baldor dan Tibate me

  • Jeruji Tanah Anarki   90. Janji pada Jenderal Besar

    Pria berjanggut memperhatikan sambil mengusap-usap janggut dan kumisnya. Saat otaknya mengingat sesuatu tentang Fu, matanya melebar.“Kau ingin aku mencincangmu, hah?!” Tibate berseru.Setelah ikan bakarnya rusak, sekarang dirinya yang nyaris terbakar. Pria plontos itu tidak terima.Tibate menghentak tanah dengan kakinya, bergantian kaki kanan dan kaki kiri. Pegangannya pada gagang pedang makin erat.Fu melompat mundur, mengambil sikap siaga, meningkatkan kewaspadaannya. Ia siap dengan apa pun yang akan Tibate lakukan untuk membalasnya.Sebelum Tibate menyerang balik, pria berjanggut yang masih menggenggam keranjang bambu berjalan ke depan Tibate, lalu berdiri memunggungi Fu dan Shaw.“Kau mau dikutuk atau sudah bosan hidup?!” tanya pria berjanggut.“Apa maksudmu? Kalau kau hanya ingin aku berhenti memberi anak itu pelajaran, sebaiknya kau minggir!” balas Tibate.“Kau tahu kau sedang berhadapan dengan siapa? Kau tidak berencana mengingkari janjimu pada Jenderal Besar, 'kan?! Ini memang

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status