Share

Bab 5

“Aku ke sana sekarang juga. Kamu minta perawat temani kamu dulu, oke?” Rahang Boris menegang, tapi suaranya tetap terdengar lembut. Hanya saja, setelah mendengar kata-kata Tyara, sorot matanya menjadi kian dalam seperti lubang tak berdasar.

Jawabannya membuat Tyara sangat senang. Perempuan itu langsung berkata, “Oke, aku tunggu kamu.”

Setelah panggilan berakhir, Boris kembali melihat ke arah tangga. Setelah menyuruh pelayan untuk mengingatkan Zola untuk makan malam, dia pun berjalan dengan cepat keluar meninggalkan rumah.

Sesaat kemudian, terdengar suara mesin mobil. Zola berdiri di depan jendela kamar tidur utama sambil melihat mobil hitam itu pergi. Wajah cantiknya dipenuhi dengan sikap acuh yang dingin. Bibirnya melengkung tipis menertawakan dirinya sendiri. Pikirannya hanya dipenuhi sosok Boris yang pergi dengan cepat karena mengkhawatirkan Tyara. Boris benar-benar mencintai Tyara. Jadi apa yang masih dia harapkan dari pria itu?

***

Malam itu, Boris tidak kembali ke Bansan Mansion lagi. Tidak perlu ditanya lagi, pria itu pasti tinggal di rumah sakit untuk menemani Tyara. Ini juga pertama kalinya sejak mereka menikah, Boris tidak pulang semalaman bukan karena melakukan perjalanan bisnis. Zola tidak mengganggunya dengan mengirim pesan atau meneleponnya. Dia berusaha menjadi istri yang bermartabat, lembut dan murah hati.

Karena sejak Lydia, ibu kandung Zola, tahu Zola akan menikah dengan Boris, Lydia selalu memberitahunya bagaimana menjadi istri yang tidak akan membuat pria bosan dan muak. Zola melakukan semua yang disuruh Lydia. Namun, dia tidak mengerti mengapa Boris tetap tidak tertarik padanya sekalipun dia sudah menjadi istri yang sangat baik.

Setelah dipikir-pikir, hanya ada satu alasan. Yaitu karena Boris sangat membencinya. Oleh karena itu, Boris sama sekali tidak bisa menyukainya. Zola mau tidak mau harus menghadapi kenyataan. Dia terus berkata pada dirinya sendiri, “Dia nggak mencintai aku, nggak akan pernah.”

Malam itu, Zola sama sekali tidak bisa tidur nyenyak. Langit hampir terang dia baru terlelap. Tidak lama kemudian, dia dibangunkan oleh dering ponsel. Dia mengambil ponselnya dan mendapati Boris yang meneleponnya.

Zola mengangkat telepon dengan suara agak serak, “Ada apa?”

“Sudah bangun?”

“Hmm.”

“Siapkan dua setel baju yang dipakai Tyara. Antarkan ke rumah sakit. Dia nggak mau orang lain liat penampilannya yang sekarang. Jadi kamu bisa antarkan sendiri ke rumah sakit, kan?”

Pertanyaan itu tidak terdengar seperti sebuah pertanyaan, melainkan lebih seperti sebuah pernyataan. Bulu mata tipis Zola bergetar. Karena kurang tidur, wajahnya tampak pucat. Dia tertegun sejenak baru bertanya, “Kamu mau aku yang antar ke rumah sakit?”

“Iya, kamu yang antar.”

“Aku nggak akrab dengan Tyara. Aku termasuk orang luar juga. Dia mau aku lihat penampilannya yang sekarang?”

“Dia nggak akan keberatan. Jadi kamu antarkan secepatnya, oke?”

Zola mengatupkan bibirnya erat-erat. Hatinya kini terasa seperti diremas dengan keras. Dia terus berkata pada dirinya sendiri kalau ini terakhir kalinya dia melakukan sesuatu yang tidak ingin dia lakukan untuk Boris.

Sorot mata Zola menjadi dingin, tapi nada bicaranya tetap tenang, “Aku akan sampai di sana dalam satu jam.”

Tanpa menunggu balasan dari pria itu, Zola langsung mengakhiri panggilan lebih dulu. Dia berusaha keras untuk menahan gejolak emosi di dalam hatinya. Akan tetapi, rasa sakit itu semakin kuat, membuatnya sangat tersiksa.

Mungkinkah Boris ingin membalasnya dengan cara seperti ini hanya karena Zola pulang dengan mobil Mahendra tadi malam? Entah benar atau tidak, saat ini Zola benar-benar ingin segera mengakhiri pernikahan ini.

Tyara sudah sadar, ini hanyalah permulaan. Mulai sekarang, Boris akan mencurahkan semua perhatiannya pada Tyara. Hal seperti ini akan terjadi setiap saat. Zola tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya hidup seperti itu terus.

Zola mengambil dua setel pakaian dari lemari ruang ganti yang koleksi pakaiannya selalu diganti setiap musimnya. Namun, Zola tidak pernah memakainya. Setelah itu, dia pergi ke rumah sakit.

Saat Zola tiba di depan pintu bangsal dan hendak mengangkat tangan untuk mengetuk pintu, telinganya mendengar dengan jelas percakapan yang terjadi di dalam kamar. “Boris, aku yang sekarang pasti jelek banget, kan? Kalau Zola lihat aku yang seperti ini, dia bakal ketawain aku, nggak?”
Komen (3)
goodnovel comment avatar
PNsalsyabila
Bodoh bodoh bodoh
goodnovel comment avatar
Lihwa Aza
seru critanya
goodnovel comment avatar
Rhizna Wati Sikang
apa sih maksudnya boris?? kan bisa tuh suru pembantu yg antar pakainnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status