Share

Bab 13

Zola melihat ke samping dengan mata menerawang. Pria di sebelahnya berkata dengan suara lembut, “Jangan berpikiran macam-macam. Aku akan buat mereka semua suka sama kamu. Kamu jaga kesehatan. Serahkan sisanya padaku, oke?”

Sesaat kemudian, Boris menutup telepon. Zola langsung berkata dengan tenang, “Kamu suruh Tyara jangan khawatir. Aku nggak akan tahan-tahan kamu terus. Aku akan cari cara untuk bujuk Kakek supaya dia setuju. Kalian buru-buru, aku lebih buru-buru.”

Bagaimanapun juga, ada anak di dalam perut Zola. Seiring berjalannya waktu, perutnya akan membesar, Boris pasti akan mengetahui soal itu.

Boris mengerutkan kening dan menoleh untuk melihat perempuan di sebelahnya, lalu berkata, “Tyara cuma tanya sebentar, kamu nggak usah marah begitu. Aku tetap berpegang pada janjiku. Nggak peduli kita cerai atau nggak, kalau ada masalah kamu bisa datang padaku kapan saja.”

“Aku nggak marah. Untuk apa aku marah?”

“Kamu benar-benar mau cepat-cepat cerai?”

“Bukannya kamu juga mau cepat-cepat?” tanya Zola tanpa melihat wajah Boris, tapi melihat ke luar jendela.

Boris menatap wajah Zola dari samping, “Kalau kamu begitu buru-buru, kenapa dari dulu kamu nggak pernah bahas soal cerai?”

Mata Zola spontan membeliak. Dia mengerutkan bibir dan pura-pura cuek, “Nggak ada alasan dalam hal seperti ini.”

Jika Zola bisa mengetahui alasannya, dia pasti akan mencari alasan mengapa dia bisa jatuh cinta pada Boris terlebih dahulu.

Boris tidak bertanya lagi. Dia mengangkat tangannya dan melirik jam tangannya sebentar, lalu berkata, “Temani aku ke rumah sakit dulu. Nanti aku suruh sopir antar kamu pulang.”

“Nggak usah, aku bisa turun di sini,” jawab Zola segera.

“Aku nggak ada maksud lain. Hanya saja dari sini lebih dekat ke rumah sakit, lalu searah lagi. Kalau kamu nggak mau, aku antar kamu pulang dulu.”

“Nggak usah repot-repot. Tyara sedang tunggu kamu. Aku bisa naik taksi pulang sendiri. Kamu cepat ke rumah sakit saja temani dia.”

Mungkin di dunia ini tidak ada orang seperti Zola yang mendorong suaminya ke sisi perempuan lain, bukan? Namun, apa lagi yang bisa Zola lakukan? Meskipun dia tidak melakukan hal ini, Boris tetap akan pergi ke sana.

Boris tidak memaksa, dia hanya berkata dengan dingin, “Terserah kamu.”

Pada akhirnya, Zola naik taksi pulang ke Bansan Mansion sendirian. Baru jam delapan malam, masih termasuk awal. Sesampainya di rumah, dia menyalakan laptopnya dan mulai menyelidiki akun yang melaporkan sketsa desain perusahaannya dengan tuduhan plagiarisme.

Setelah menyelidiki cukup lama, akhirnya dia mengunci target yang merupakan sebuah perusahaan yang sudah berdiri selama dua puluh tahun. Perusahaan itu boleh dibilang memiliki sedikit reputasi di industri konstruksi. Namun, perusahaan itu tidak memiliki pencapaian besar.

Zola mengirimkan hasil penyelidikannya ke Mahendra dan mendiskusikannya bersama. Mereka membuat perbandingan antara sketsa plagiat dan sketsa mereka yang dicurigai hasil plagiat. Dilihat sekilas kedua sketsa itu memang sangat mirip. Namun, jika mereka yang ahli dalam bidang ini akan menemukan kalau kedua sketsa itu tidak ada hubungan sama sekali.

Mungkin saja ini memang tujuan si pelapor. Karena tidak semua masyarakat memahami bidang ini. oleh karena itu, mereka tidak tahu kalau hal tersebut tidak dapat membuktikan plagiarisme.

Hanya dengan menemukan bukti langsung, mereka baru dapat mengklarifikasi kalau mereka tidak bersalah. Belum diketahui berapa lama proses ini akan berlangsung, tapi batas waktu kerja sama sudah dekat.

Zola dan Mahendra sibuk selama hampir dua setengah jam. Mahendra berkata pada Zola, “Jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja. Selama kita benar, kita nggak perlu takut apa pun.”

Zola menggumam pelan sebagai jawaban. Dia tidak memberitahukan kegelisahan di dalam hatinya. Dalam dunia arsitektur dan desain, begitu seseorang dicap melakukan plagiarisme, benar atau salah sudah tidak penting lagi. Karena label plagiat sudah terpasang.

Mahendra berkata lagi, “Aku coba hubungi orang-orang di perusahaan ini untuk cari tahu. Kamu jangan terlalu tertekan. Apa pun yang terjadi, kita hadapi bersama.”

“Oke, terima kasih.”

“Nggak perlu sungkan-sungkan sama aku.”

Zola tertawa pelan dan tidak mengucapkan terima kasih lagi. Dia hanya berkata, “Selain itu, kita juga harus selidiki orang-orang di perusahaan kita sendiri.”

“Kamu curiga ada mata-mata?” Mahendra tampak sedikit terkejut.
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Nada Azzah
Jgn2 Hendra sendiri mata2 nya ...
goodnovel comment avatar
Zhunia Angel
si boris ini benar2 anjing ya... ngga punya prasaan.. untuk zola cari cowok lain buat si boris menyesal telah melepaskan mu dan menyakitimu.. dan jgn prnah maafkan dia, si boris
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status