“Bukan nggak mungkin, sebaiknya kita tetap berhati-hati,” kata Zola.“Oke, aku akan selidiki.”Mahendra seperti ingin mengatakan sesuatu tapi ragu-ragu. Namun, Zola juga tidak terlalu memikirkannya. Dia mengira Mahendra kelelahan. Dia pun meminta Mahendra untuk istirahat lebih awal dan mengakhiri percakapan mereka.Setelah mematikan laptop, Zola mengambil ponselnya dan melihat jam. Sudah pukul sepuluh lewat. Sepertinya Boris tidak pulang malam ini. Tiba-tiba Zola teringat akan peringatan yang Boris berikan padanya. Pria itu berkata kalau dia berharap Zola tetap menjaga jarak dengan lawan jenis sebelum mereka resmi bercerai. Lantas, bagaimana dengan Boris? Bukankah semua orang harus mendapat perlakuan yang sama?Zola mengerutkan bibirnya dan langsung menghubungi nomor Boris. Pria itu segera menjawab, tapi yang terdengar justru suara lembut seorang perempuan, “Zola? Ini aku Tyara. Kamu cari Boris ada urusan apa?”Raut wajah Zola seketika membeku. Boris benar-benar mencintai Tyara. Dia ba
Boris memilih diam tidak menjawab pertanyaan Tyara. Raut wajahnya juga datar tanpa ekspresi. Melihatnya seperti itu, rasa percaya diri Tyara pun berkurang. Dia sungguh tidak ingin bertengkar dengan Boris di saat seperti ini. Bagaimanapun juga, perceraian Boris dan Zola masih belum diproses. Akan tetapi, Tyara ingin bersikukuh. Dia ingin menguji apakah pria ini sudah berubah.Zola tidak ingin melepaskan tangannya, “Boris, temani aku. Aku hanya ingin habiskan lebih banyak waktu bersamamu. Kali ini saja, oke?”Boris tampak acuh tak acuh, ada sedikit rasa kesal di matanya, “Tyara, kamu yakin ingin aku temani kamu di saat seperti ini? Kalau terjadi sesuatu di luar dugaan kemungkinan besar kita akan masuk berita dan jadi bahan pembicaraan orang. Aku pria nggak masalah, tapi kamu nggak sama. Sekarang kakek dan orang tuaku masih memiliki prasangka kurang baik padamu. Kamu nggak mau mereka mengubah pandangan mereka terhadapmu?”Tyara terdiam, pada akhirnya dia pun mengalah. Meski tidak rela, di
Tedy mempaparkan fakta. Kemudian, dia menambahkan, “Sekalipun kakekmu sayang sama dia, dia hanyalah orang luar. Mungkin saja nanti kakekmu sendiri yang suruh dia menikah dengan Mahendra.”Semakin Tedy membicarakannya, semakin kuat pula kesan gambarannya. Ekspresi Boris tiba-tiba menjadi dingin. Sepasang matanya yang hitam pekat seperti tertutup oleh lapisan es tebal. Dia tidak melanjutkan topik pembicaraan ini lagi. dia mengulurkan tangan untuk mengambil gelas di depannya dan menghabiskan isi gelasnya sekaligus dalam satu teguk.***Zola berguling-guling tidak bisa tidur. Dia merasa seperti ada semut yang menggigit hatinya. Tidak sakit, tapi membuat orang tidak tahan. Dia memutuskan untuk pergi ke rumah kakek Boris besok pagi. Dia akan menjelaskan kepada sang kakek dan mengakhiri pernikahan yang menyiksa ini secepat mungkin.Zola menutup matanya, hendak memaksa dirinya untuk tidur. Namun, ponselnya tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris. Mengapa pria itu meneleponnya malam-malam begin
Keduanya saling menatap tanpa berkata apa-apa. Pada akhirnya, Boris turun dari mobil sendiri. Kemudian, keduanya masuk ke dalam rumah dan kembali ke kamar tidur. Boris memasang raut wajah tidak senang, suasana menjadi sedikit lebih kikuk.Pintu dan jendela kamar ditutup. Bau rokok bercampur alkohol di tubuh sangat menyengat. Zola merasa tidak nyaman dengan bau itu. Dia pun bertanya dengan suara pelan, “Kamu mau mandi lagi?”“Maksud kamu apa, Zola? Kamu merasa aku sudah mandi di luar?”“Bukankah begitu?”Boris mengerutkan kening, “Apakah aku melakukan sesuatu yang buat kamu kesal? Kalau ada kamu langsung katakan padaku. Aku sudah bilang, aku nggak akan lakukan apa pun yang melanggar janji setia pernikahan ini.”“Siapa tahu, kan? Aku juga nggak bersamamu setiap hari,” tukas Zola dengan suara pelan.Boris menatapnya, “Kalau kamu mau ikut aku setiap hari juga nggak apa-apa. Bagaimana kalau mulai besok?”“Nggak mau,” tolak Zola. Kemudian, dia bertanya dengan santai, “Bukannya kamu sudah man
Di pagi hari, sinar mentari yang hangat menyelinap masuk ke kamar tidur utama Bansan Mansion.Suara alarm membangunkan Zola. Dia meregangkan badannya sebentar, tapi dia menyentuh kulit yang hangat. Dia tertegun dan langsung membuka matanya.Hal pertama yang dia lihat adalah wajah tampan suaminya. Mata pria itu masih terpejam belum bangun. Sedangkan Zola bersandar di dadanya. Di pinggang Zola ada telapak tangan pria yang besar dan hangat.Zola tercengang, sebelum dia sadar, pria di sebelahnya tersenyum dan berkata dengan suara serak, “Sudah bangun?”“Ka-kamu ... kenapa kamu belum bangun?”“Aku lihat kamu tidur nyenyak banget, jadi nggak tega bangunkan kamu.”“Apa hubungannya denganku?”“Kenapa nggak ada hubungannya denganmu? Kamu peluk aku begitu erat, aku sama sekali nggak bisa pindahkan tanganmu.”Boris menatap Zola yang berada dalam pelukannya. Napas hangatnya menyembur ke pipi Zola, membuat wajah perempuan itu semakin merah dan panas.Senyuman di bibir Boris semakin lebar, suaranya
“Kalau kamu setuju, aku baru lepaskan kamu,” kata Boris.Zola terdiam, enggan menuruti perkataan pria itu. Boris bertanya lagi, “Setuju atau nggak? Kamu tahu kalau reaksi pria paling cepat di pagi hari.”Zola bukan anak kecil, tentu saja dia mengerti reaksi yang dimaksud pria itu. Mengapa Boris seperti ini? Benar-benar tidak tahu malu.Wajah Zola memerah, tapi Boris tiba-tiba mencondongkan tubuh ke depan dan langsung menciumnya. Reaksi Zola cepat, dia memiringkan kepala untuk menghindar, lalu berkata, “Aku mengerti.”“Mengerti apa? Zola, ngomong yang jelas.”“Aku mengerti peringatanmu tadi. Kalau aku berjanji padamu, sekarang juga kamu bisa lepaskan aku?”Zola menjawab dengan tergesa-gesa, seolah takut jika dia terlambat satu detik saja, pria itu akan menciumnya.Hal itu membuat Boris mengerutkan kening karena kesal, dia pun bertanya, “Kamu takut aku cium kamu?”Zola benar-benar tidak ingin melanjutkan topik ini, tapi dia tidak berani mengulurkan tangan dan mendorong Boris. Dia hanya b
Rosita tersenyum tipis dan berkata, “Karena menantu yang kami akui hanya kamu.”Meskipun Rosita terdengar seperti sedang menghiburnya, Zola samar-samar merasa mungkin ada sesuatu antara keluarga Morrison dan Tyara yang tidak diketahui Boris. Sebelum Zola bisa berpikir lebih jauh, Dimas dan Boris masuk ke dalam kamar.Dimas menatap Zola dengan tatapan lembut dan penuh kasih sayang, lalu berkata, “Zola, kalian masih harus kerja. Kalian pulang dulu saja. Ada aku dan mamamu yang jaga Kakek di sini sudah cukup.”Zola ingin tinggal untuk menjaga sang kakek, jadi dia melihat ke arah Boris. Wajah Boris tampak tenang, nada bicaranya juga datar, “Ayo, biar Papa dan Mama saja yang jaga di sini.”Karena Boris sudah berkata seperti itu, Zola juga tidak enak hati bersikeras tinggal, “Kalau begitu kami pergi dulu, Pa, Ma. Nanti malam aku dan Boris datang lagi ke sini.”“Oke, anak baik. Kalian pergi kerja saja,” kata Rosita sambil tersenyum tipis.Boris dan Zola diam seribu bahasa sepanjang jalan kelu
“Oke, kamu atur saja. Kalau perusahaan yang itu?” tanya Zola.“Sudah aku selidiki juga. Bosnya bernama Wandi, punya reputasi buruk di industri ini. Beberapa tahun terakhir, pendapatan mereka sangat buruk. Perusahaan sudah memberhentikan banyak karyawan. Sekarang skala perusahaannya sangat kecil, hampir nggak bisa bertahan lagi.”Zola mengangguk, lalu bertanya lagi, “Mau hadapi mereka secara langsung?”“Untuk saat ini nggak ada gunanya hadapi mereka.”Meskipun tidak ada gunanya, mereka tetap harus menghadapinya. Satu jam kemudian, mereka berdua memposting palet warna dan dua sketsa desain hasil plagiat dan sketsa asli yang telah dibandingkan dengan hati-hati ke forum. Beberapa orang yang memahaminya memberikan dukungan, tapi sebagian besar mengira mereka berusaha membersihkan nama secara paksa.Sore harinya, seseorang datang ke perusahaan dengan menyelinap. Setiap kali seseorang masuk atau keluar, orang itu akan sengaja cari masalah. Hingga akhirnya masalah menjadi besar.Zola mau tida