Share

Bab 14

“Bukan nggak mungkin, sebaiknya kita tetap berhati-hati,” kata Zola.

“Oke, aku akan selidiki.”

Mahendra seperti ingin mengatakan sesuatu tapi ragu-ragu. Namun, Zola juga tidak terlalu memikirkannya. Dia mengira Mahendra kelelahan. Dia pun meminta Mahendra untuk istirahat lebih awal dan mengakhiri percakapan mereka.

Setelah mematikan laptop, Zola mengambil ponselnya dan melihat jam. Sudah pukul sepuluh lewat. Sepertinya Boris tidak pulang malam ini. Tiba-tiba Zola teringat akan peringatan yang Boris berikan padanya. Pria itu berkata kalau dia berharap Zola tetap menjaga jarak dengan lawan jenis sebelum mereka resmi bercerai. Lantas, bagaimana dengan Boris? Bukankah semua orang harus mendapat perlakuan yang sama?

Zola mengerutkan bibirnya dan langsung menghubungi nomor Boris. Pria itu segera menjawab, tapi yang terdengar justru suara lembut seorang perempuan, “Zola? Ini aku Tyara. Kamu cari Boris ada urusan apa?”

Raut wajah Zola seketika membeku. Boris benar-benar mencintai Tyara. Dia bahkan membiarkan Tyara membuka barang pribadi seperti ponselnya.

Zola menggertakkan gigi dan berkata, “Bisa suruh dia angkat telepon sebentar?”

“Maaf, sekarang dia belum bisa angkat telepon. Bagaimana kalau kamu telepon lagi nanti?”

“Nggak apa-apa, aku bisa tunggu.”

“Zola, bukannya aku nggak biarkan dia angkat telepon. Hanya saja ....”

“Hanya saja apa?” Zola tetap bertanya.

Tyara diam sejenak sambil melirik pintu bangsal yang baru saja ditutup. Boris pergi untuk bicara dengan dokter tentang kepulangan Tyara. Tyara tidak mengatakan yang sebenarnya, “Hanya saja Boris sekarang lagi mandi. Aku nggak tahu berapa lama dia baru selesai mandi. Jadi ....”

Zola diam terpelongo, matanya dipenuhi rasa tidak percaya. Jadi mereka sudah sampai di tahap itu?

Zola tertawa dalam hati, “Zola, sekarang kamu sudah lihat jelas, kan? Dia hanya akan minta kamu jaga jarak dengan pria lain, tapi dia sendiri nggak bisa mengendalikan diri saat berhadapan dengan Tyara.”

Zola mencengkeram ponselnya dengan erat-erat, lalu berkata dengan tenang, “Oke, kalau begitu aku nggak akan ganggu kalian.”

Usai berkata, Zola langsung menutup telepon tanpa menunggu jawaban Tyara. Dia takut pada detik berikutnya, perasaan irinya akan terungkap.

Zola benar-benar telah melihat dengan jelas perbedaan antara pria dan perempuan. Boris hanya mengingatkannya untuk tidak melakukan hal-hal yang akan membuatnya malu. Sedangkan harga diri Zola sama sekali tidak penting. Boris tidak pernah memikirkan kalau Zola akan ditertawakan orang lain.

Zola tertawa sinis. Seandainya dia adalah Tyara, Boris pasti tidak akan tega padanya, bukan? Namun, di dunia ini tidak ada yang namanya seandainya.

Di bangsal rumah sakit, Tyara masih memegang ponsel Boris. Perempuan itu ragu-ragu sejenak, lalu dia menghapus riwayat panggilan dan menaruh ponsel itu kembali ke tempatnya.

Pada detik berikutnya, pintu bangsal terbuka. Sosok pria bertubuh tinggi masuk perlahan. Dia menangkap ekspresi gusar di wajah Tyara. Dia pun bertanya, “Ada apa? Ada yang sakit?”

Tyara menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis dan menatap Boris dengan matanya yang berkilau, “Boris, apa kata dokter?”

“Sekarang kamu hanya perlu istirahat yang baik. Dua hari lagi kamu boleh keluar dari rumah sakit. Aku akan aturkan tempat tinggal untukmu.”

“Oke, aku ikuti saja apa katamu.”

“Hmm.”

Mata Boris melirik ponsel yang terletak di atas meja nakas. Kemudian, dia mengulurkan tangan untuk mengambil ponselnya dan melihatnya sebentar. Tidak ada pesan, tidak ada panggilan tak terjawab. Sorot matanya menjadi kian dalam.

“Sudah malam, kamu juga harus istirahat. Aku pulang dulu. Besok aku akan ke sini lagi,” kata Boris.

Tyara segera mengulurkan tangan dan menarik ujung pakaian pria itu. Dia mengerutkan bibirnya dan berkata dengan enggan, “Boris, aku takut sendirian. Malam ini bisa menginap di sini saja, nggak?”

Raut wajah Boris datar tanpa ekspresi, “Tyara, aku nggak leluasa menginap di sini. Sekarang statusku masih suami orang. Nggak baik bagi kamu kalau hal ini tersebar. Aku sudah suruh perawat datang. Sebentar lagi dia sampai, oke?”

Tyara terdiam, wajahnya tampak sedih. Air mata yang menggenang di kelopak matanya ditahan-tahan supaya tidak jatuh.

“Boris, kamu benar-benar akan cerai dengan Zola? Aku juga nggak mau paksa kamu. Tapi aku nggak tahu kenapa, aku hanya nggak ada rasa aman. Aku takut kamu akan memiliki perasaan terhadap Zola yang cantik. Jadi ....”

Boris mengerutkan kening, “Aku pasti akan cerai dengannya. Tapi kakekku masih butuh waktu. Tyara, sekarang kamu pulihkan diri dengan tenang dulu. Selebihnya aku yang urus.”

“Kalau begitu, bisa nggak malam ini kamu temani aku di sini?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status