Share

Bab 8

Begitu mendengar perkataan Selena, raut wajah Lydia seketika menjadi muram. Dia pun berkata dengan tegas, “Zola, sudah berapa kali aku beritahu kamu jangan lakukan sesuatu secara diam-diam? Kamu bukan gadis liar yang tinggal di kampung lagi. kamu ini anak keluarga terpandang, anak kedua keluarga Leonarto, istri Boris Morrison.”

Zola menurunkan tatapannya sambil memasang raut wajah datar. Dia mengangguk pelan dan berkata dengan suara pelan, “Aku mengerti, Ma.”

Ekspresi Lydia baru sedikit melembut. Dia berkata dengan tenang, “Ayo duduk di sini.”

Zola berjalan mendekat lalu duduk tegak di sofa dengan postur yang lembut dan anggun. Wajahnya yang cantik menawan itu sulit untuk dilupakan tidak peduli apa pun pakaian yang dia kenakan. Itu juga satu-satunya hal dari Zola yang membuat Lydia merasa puas.

Lydia menatap Zola dengan lembut dan bertanya, “Kenapa kamu tiba-tiba pulang jam segini?”

“Ma, aku akan cerai dengan Boris.”

Zola mengangkat wajahnya dan menatap ibunya. Tatapannya penuh tekad, seolah apa pun yang terjadi juga tidak akan membuatnya berubah pikiran.

Lydia terkejut bukan main ketika mendengar hal itu. Selena juga terkejut. Hanya saja, Lydia segera sadar. Dia pun mengerutkan kening dan bertanya, “Apa katamu? Kamu mau cerai dengan Boris?”

“Iya, kami akan cerai. Hari Senin kami akan urus perceraian kami.”

“Zola, kamu tahu apa yang sedang kamu katakan? Ini pernikahan yang kakekmu perjuangkan untukmu. Bisa-bisanya kamu buang begitu saja?”

Pernikahan Zola dan Boris bukan hanya pernikahan antara keluarga kaya semata. Keluarga Morrison dan keluarga Leonarto sudah berteman dekat dari dulu. Beberapa tahun yang lalu, kakek Zola mengorbankan kakinya sendiri demi menyelamatkan nyawa kakek Boris dalam sebuah kecelakaan.

Kakek Boris langsung mengusulkan untuk mempererat ikatan kedua keluarga melalui pernikahan. Namun, hal itu baru terwujud pada generasi Boris. Pada awalnya, orang yang dijodohkan dengan Boris bukanlah Zola, melainkan Selena yang menjadi kesayangan keluarga Leonarto.

Pada saat itu, kakek Zola sudah sakit parah. Sang kakek bersikeras mau membawa Zola kembali dari desa dan menikahkannya dengan anak keluarga Morrison. Bahkan beliau berhasil mencapai tujuannya setelah mengancam ayah Zola dengan berkata kalau dia mati pun tidak akan tenang jika bukan Zola yang dinikahkan dengan Boris.

Meskipun Zola juga anak kandung Lydia, dar dulu Lydia menginginkan seorang anak laki-laki. Hanya saja, setelah melahirkan Zola, Lydia tidak bisa hamil lagi karena rahimnya rusak. Lydia pun melimpahkan semua kekesalannya kepada Zola.

Sejak berusia sepuluh tahun, Zola di bawa ke desa dan dibesarkan di sana. Dia baru kembali ke kota setahun yang lalu ketika dia akan menikah dengan Boris.

Lydia sangat marah. Dia berdiri dan berjalan ke arah Zola sambil menatap langsung ke arahnya, lalu bertanya, “Katakan, Zola. Kamu hanya ngambek sama Boris, kamu hanya asal ngomong.”

Zola membalas tatapan ibunya dan berkata, “Boris mau menikah dengan Tyara. Aku sudah tanda tangan, bukan hanya asal ngomong.”

Plak!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Zola. Bulu matanya yang lentik sedikit bergetar. Dia mendengar suara dengungan di telinganya. Untuk sesaat, dia mengira dia menjadi tuli.

Lydia benar-benar tersulut emosi. Dia baru tertegun setelah mendengar suara tamparan keras itu. Namun, dia tidak menyesal. Dia justru menunjuk ke arah pintu dan berkata dengan tegas, “Keluar, pergi kamu. Keluarga Leonarto nggak punya anak seperti kamu.”

Zola berdiri dan pergi seperti boneka yang digerakkan dengan tali. Lydia pun segera memberitahu suaminya tentang hal ini. Pernikahan Boris dan Zola bukanlah masalah antara mereka berdua saja, tapi juga merupakan masalah antara dua keluarga dan dua perusahaan. Mereka tidak bisa bercerai dengan semudah itu.

***

Setelah keluar dari rumah keluarganya, Zola berdiri di samping mobil sambil menahan emosinya. Yang paling dia khawatirkan adalah anak di dalam perutnya. Dia sangat bersyukur karena yang dipukul adalah wajahnya, bukan bagian yang lain. Apakah dia sedih karena dipukul ibunya?

Tidak, Zola sama sekali tidak merasa sedih. Hanya ada perasaan dingin yang menyelimuti hatinya. Meski ini baru pertama kalinya Lydia memukulnya, perlakuan dingin sebelumnya telah membuat Zola terbiasa dengan sikap Lydia terhadapnya. Jika sebagai ganti tamparan itu dia bisa bercerai, Zola bersedia menerimanya.

Zola baru saja hendak masuk ke dalam mobil, tiba-tiba dia mendengar suara Selena yang datang dari belakang, “Zola, kamu benar-benar mau cerai dengan Kak Boris?”

Zola tidak menjawab pertanyaan itu, juga tidak berkata apa-apa. Dia hanya menatap lurus ke arah kakaknya dengan tenang.

Selena mengerutkan kening, “Kalau kamu nggak sayang dia, kenapa dulu kamu mau menikah dengannya? Kamu tahu nggak selama beberapa tahun ini keluarga Leonarto sudah nggak seperti dulu lagi? Papa mengandalkan keluarga Morrison supaya Leonarto Group bisa terus bertahan. Kamu terlalu egois.”

“Terus?”

Zola sama sekali tidak berniat bersikap baik. Dia bisa menolerir Boris karena dia mencintai pria itu. Dia bisa menolerir Lydia karena Lydia yang melahirkannya, dia tidak bisa memilih. Namun, itu tidak berarti siapa pun bisa menginterogasi dan menceramahinya.

Selena tercengang, “Apa?”

“Jadi, aku harus mohon pada Boris jangan cerai denganku? Meskipun aku tahu dia sangat mencintai Tyara, aku tetap harus dengan nggak tahu malunya mohon padanya jangan cerai denganku?”

“Pasti karena kamu nggak bisa jadi istri yang baik, makanya Kak Boris mau cepat-cepat cerai denganmu,” tukas Selena sambil mendengus sinis.

“Cerai atau nggak juga nggak ada hubungannya denganmu. Jadi kamu nggak perlu khawatir.”

“Kamu kira aku mau ikut campur urusanmu? Kalau bukan karena kamu, aku yang jadi istri Boris sekarang. Semua gara-gara kamu. Jelas-jelas kamu sudah pergi. Kenapa kamu masih mau kembali?”

Selena terus bertanya dengan emosional, kedua matanya bahkan memerah. Jelas-jelas orang yang seharusnya menjadi istri Boris adalah dirinya, tapi pria itu direbut oleh Zola. Selena tidak rela.

Ekspresi Zola tetap tenang. Dia menyipitkan mata dan berkata dengan acuh tak acuh, “Sudah mengincar adik iparnya sendiri masih saja merasa begitu percaya diri. Kak Selena benar-benar buat aku terkesan.”

“Kamu ....”

“Kalau Kak Selena benar-benar suka Boris, mending mohon pada Papa dan Mama saja. Percuma buang-buang waktu ngomong sama aku.”

“....”

Zola menatap sang kakak dengan dingin. Kemudian, dia langsung membuka pintu dan masuk ke dalam mobil. Mobil itu melaju dengan cepat meninggalkan rumah keluarga Leonarto. Sedangkan Selena masih berdiri di sana, mengatupkan bibirnya erat-erat dan menghentakkan kakinya dengan keras. Sorot matanya penuh dengan aura dingin dan kebencian. Tidak ada yang tahu betapa dia membenci adiknya itu.
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Nada Azzah
Please deh Thor Jadikan Zola wanita kuat dn mandiri
goodnovel comment avatar
Helmi Doang
zola terlalu lamban
goodnovel comment avatar
Zeehan
Knp karakter Zola dibikin dungu bgitu seh, kan yg ngajuin dan pengen cerai itu si Borisnya. please deh. cerita bagus jadi hambar klo karakter utamanya linglung dan mudah diintimidasi.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status