Share

Bab 16

Tedy mempaparkan fakta. Kemudian, dia menambahkan, “Sekalipun kakekmu sayang sama dia, dia hanyalah orang luar. Mungkin saja nanti kakekmu sendiri yang suruh dia menikah dengan Mahendra.”

Semakin Tedy membicarakannya, semakin kuat pula kesan gambarannya. Ekspresi Boris tiba-tiba menjadi dingin. Sepasang matanya yang hitam pekat seperti tertutup oleh lapisan es tebal. Dia tidak melanjutkan topik pembicaraan ini lagi. dia mengulurkan tangan untuk mengambil gelas di depannya dan menghabiskan isi gelasnya sekaligus dalam satu teguk.

***

Zola berguling-guling tidak bisa tidur. Dia merasa seperti ada semut yang menggigit hatinya. Tidak sakit, tapi membuat orang tidak tahan. Dia memutuskan untuk pergi ke rumah kakek Boris besok pagi. Dia akan menjelaskan kepada sang kakek dan mengakhiri pernikahan yang menyiksa ini secepat mungkin.

Zola menutup matanya, hendak memaksa dirinya untuk tidur. Namun, ponselnya tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris. Mengapa pria itu meneleponnya malam-malam begini?

Setelah ragu sejenak, Zola baru mengangkat telepon, “Halo.”

“Zola, ya? Ini aku, Tedy. Boris mabuk di Venus. Sekarang kamu datang ke sini dan bawa dia pulang.”

“Dia lagi di Venus?”

Zola mengerutkan kening, tampak terkejut. Bukannya pria itu sedang berada di rumah sakit menemani Tyara? Lagi pula, Tyara bilang Boris sedang mandi. Bukankah itu artinya Boris akan menginap di sana?

Zola mengerutkan bibirnya. Tentu saja dia tidak ingin pergi, ada yang mengganjal di hatinya. Setiap kali dia memikirkan apa yang mungkin terjadi antara Boris dan Tyara di rumah sakit, Zola merasa sangat tidak nyaman.

“Kamu antar dia saja, aku nggak mau pergi,” kata Zola.

“Zola, Boris suami kamu. Selain itu, kami semua minum alkohol, nggak bisa bawa mobil. Tentu saja, kalau kamu nggak bisa datang, biarkan dia tidur di Venus juga boleh. Lagi pula, banyak perempuan yang mau dekati dia. Bakal terjadi apa-apa atau nggak, aku nggak bisa jamin.”

Usai berkata, Tedy langsung menutup telepon.

Zola benar-benar ditempatkan di posisi yang membuatnya serba salah. Pada akhirnya, dia menyerah dan memacu mobilnya menuju Venus.

Zola tahu mereka berada di ruang VIP mereka. Dia membuka pintu dan masuk. Di dalam ruangan sangat sunyi, hanya ada Boris yang baring di sofa. Pria itu sepertinya mabuk. Begitu mendekat, Zola bisa mencium bau alkohol di tubuh pria itu.

Zola mencoba membangunkannya dengan suara pelan, “Boris ... Boris ... bangun.”

Tidak ada respon. Zola mengerutkan bibir, mulai terlihat kesal, “Bukannya kamu lagi di rumah sakit bersama Tyara? Kenapa malah datang ke sini dan minum sampai mabuk begini? Apakah Tyara merasa kamu belum resmi cerai denganku, lalu dia usir kamu keluar dari kamarnya?”

Boris sangat toleran saat menghadapi orang yang dia cintai. Zola ingin membantu pria itu berdiri, tapi pria itu terlalu berat. Dia khawatir dengan janin di dalam perutnya. Oleh karena itu, dia mau tidak mau memanggil pelayan untuk membawa Boris ke mobilnya.

Zola membuka jendela mobil, membiarkan angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya di sepanjang perjalanan kembali ke Bansan Mansion. Setelah mobil berhenti di depan rumah, dia baru keluar dari mobil dan membuka pintu kursi belakang. Begitu pintu mobil terbuka, matanya bertemu dengan mata hitam pekat milik pria itu. Zola spontan berkata dengan kaget, “Kamu sudah bangun?”

“Kamu kesal karena minta kamu jemput aku?” tanya pria itu dengan suara berat.

Zola mengerutkan bibir dan berkata, “Nggak.”

“Kalau nggak, kenapa pasang muka cemberut begitu?”

“Kamu terlalu banyak berpikir. Aku memang seperti ini, kok.”

“Zola, kamu bohong. Dulu kamu nggak akan begini. Dulu setiap kali aku mabuk, kamu akan langsung bawa aku pulang dan buatkan sup pengar untukku.”

Di setiap kata-kata Boris yang ucapkan ada nada kesal sekaligus sedih. Zola mengerutkan kening seolah tak percaya dengan apa yang didengarnya. Kelihatannya Boris benar-benar mabuk. Boris bisa mengingat hal itu, tapi kenapa dia tidak bisa mengingat situasi mereka saat ini?

“Boris, kita sebentar lagi akan bercerai. Mulai sekarang aku nggak boleh lakukan hal seperti itu lagi,” kata Zola.

“Kamu nggak bisa selalu ungkit soal cerai? Kamu nggak merasa muak?” Boris tiba-tiba menjadi cemberut.

Zola tertawa tanpa daya, tapi ini memang kenyataannya. Ataukan Boris merasa jengkel setiap kali teringat kalau mereka masih belum resmi bercerai?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status