Keduanya saling menatap tanpa berkata apa-apa. Pada akhirnya, Boris turun dari mobil sendiri. Kemudian, keduanya masuk ke dalam rumah dan kembali ke kamar tidur. Boris memasang raut wajah tidak senang, suasana menjadi sedikit lebih kikuk.Pintu dan jendela kamar ditutup. Bau rokok bercampur alkohol di tubuh sangat menyengat. Zola merasa tidak nyaman dengan bau itu. Dia pun bertanya dengan suara pelan, “Kamu mau mandi lagi?”“Maksud kamu apa, Zola? Kamu merasa aku sudah mandi di luar?”“Bukankah begitu?”Boris mengerutkan kening, “Apakah aku melakukan sesuatu yang buat kamu kesal? Kalau ada kamu langsung katakan padaku. Aku sudah bilang, aku nggak akan lakukan apa pun yang melanggar janji setia pernikahan ini.”“Siapa tahu, kan? Aku juga nggak bersamamu setiap hari,” tukas Zola dengan suara pelan.Boris menatapnya, “Kalau kamu mau ikut aku setiap hari juga nggak apa-apa. Bagaimana kalau mulai besok?”“Nggak mau,” tolak Zola. Kemudian, dia bertanya dengan santai, “Bukannya kamu sudah man
Di pagi hari, sinar mentari yang hangat menyelinap masuk ke kamar tidur utama Bansan Mansion.Suara alarm membangunkan Zola. Dia meregangkan badannya sebentar, tapi dia menyentuh kulit yang hangat. Dia tertegun dan langsung membuka matanya.Hal pertama yang dia lihat adalah wajah tampan suaminya. Mata pria itu masih terpejam belum bangun. Sedangkan Zola bersandar di dadanya. Di pinggang Zola ada telapak tangan pria yang besar dan hangat.Zola tercengang, sebelum dia sadar, pria di sebelahnya tersenyum dan berkata dengan suara serak, “Sudah bangun?”“Ka-kamu ... kenapa kamu belum bangun?”“Aku lihat kamu tidur nyenyak banget, jadi nggak tega bangunkan kamu.”“Apa hubungannya denganku?”“Kenapa nggak ada hubungannya denganmu? Kamu peluk aku begitu erat, aku sama sekali nggak bisa pindahkan tanganmu.”Boris menatap Zola yang berada dalam pelukannya. Napas hangatnya menyembur ke pipi Zola, membuat wajah perempuan itu semakin merah dan panas.Senyuman di bibir Boris semakin lebar, suaranya
“Kalau kamu setuju, aku baru lepaskan kamu,” kata Boris.Zola terdiam, enggan menuruti perkataan pria itu. Boris bertanya lagi, “Setuju atau nggak? Kamu tahu kalau reaksi pria paling cepat di pagi hari.”Zola bukan anak kecil, tentu saja dia mengerti reaksi yang dimaksud pria itu. Mengapa Boris seperti ini? Benar-benar tidak tahu malu.Wajah Zola memerah, tapi Boris tiba-tiba mencondongkan tubuh ke depan dan langsung menciumnya. Reaksi Zola cepat, dia memiringkan kepala untuk menghindar, lalu berkata, “Aku mengerti.”“Mengerti apa? Zola, ngomong yang jelas.”“Aku mengerti peringatanmu tadi. Kalau aku berjanji padamu, sekarang juga kamu bisa lepaskan aku?”Zola menjawab dengan tergesa-gesa, seolah takut jika dia terlambat satu detik saja, pria itu akan menciumnya.Hal itu membuat Boris mengerutkan kening karena kesal, dia pun bertanya, “Kamu takut aku cium kamu?”Zola benar-benar tidak ingin melanjutkan topik ini, tapi dia tidak berani mengulurkan tangan dan mendorong Boris. Dia hanya b
Rosita tersenyum tipis dan berkata, “Karena menantu yang kami akui hanya kamu.”Meskipun Rosita terdengar seperti sedang menghiburnya, Zola samar-samar merasa mungkin ada sesuatu antara keluarga Morrison dan Tyara yang tidak diketahui Boris. Sebelum Zola bisa berpikir lebih jauh, Dimas dan Boris masuk ke dalam kamar.Dimas menatap Zola dengan tatapan lembut dan penuh kasih sayang, lalu berkata, “Zola, kalian masih harus kerja. Kalian pulang dulu saja. Ada aku dan mamamu yang jaga Kakek di sini sudah cukup.”Zola ingin tinggal untuk menjaga sang kakek, jadi dia melihat ke arah Boris. Wajah Boris tampak tenang, nada bicaranya juga datar, “Ayo, biar Papa dan Mama saja yang jaga di sini.”Karena Boris sudah berkata seperti itu, Zola juga tidak enak hati bersikeras tinggal, “Kalau begitu kami pergi dulu, Pa, Ma. Nanti malam aku dan Boris datang lagi ke sini.”“Oke, anak baik. Kalian pergi kerja saja,” kata Rosita sambil tersenyum tipis.Boris dan Zola diam seribu bahasa sepanjang jalan kelu
“Oke, kamu atur saja. Kalau perusahaan yang itu?” tanya Zola.“Sudah aku selidiki juga. Bosnya bernama Wandi, punya reputasi buruk di industri ini. Beberapa tahun terakhir, pendapatan mereka sangat buruk. Perusahaan sudah memberhentikan banyak karyawan. Sekarang skala perusahaannya sangat kecil, hampir nggak bisa bertahan lagi.”Zola mengangguk, lalu bertanya lagi, “Mau hadapi mereka secara langsung?”“Untuk saat ini nggak ada gunanya hadapi mereka.”Meskipun tidak ada gunanya, mereka tetap harus menghadapinya. Satu jam kemudian, mereka berdua memposting palet warna dan dua sketsa desain hasil plagiat dan sketsa asli yang telah dibandingkan dengan hati-hati ke forum. Beberapa orang yang memahaminya memberikan dukungan, tapi sebagian besar mengira mereka berusaha membersihkan nama secara paksa.Sore harinya, seseorang datang ke perusahaan dengan menyelinap. Setiap kali seseorang masuk atau keluar, orang itu akan sengaja cari masalah. Hingga akhirnya masalah menjadi besar.Zola mau tida
“Zola? Maaf, ini Tyara.”Suara lembut Tyara datang dari ujung telepon lainnya. Zola langsung tercengang ketika mendengar suara perempuan itu.“Kenapa kamu yang angkat?” tanya Zola.“Boris suruh aku pegang ponselnya. Dia pergi ke kamar mandi. Bagaimana kalau kamu telepon lagi nanti? Kalau kamu ada waktu, kamu boleh datang langsung ke sini. Kami sedang pilih gaun pengantin. Lebih bagus kalau kamu bisa datang. Kamu juga bisa beri masukan. Bagaimanapun juga, kamu ahli di bidang ini.”Begitu mendengar Tyara mengatakan kalau mereka sedang memilih gaun pengantin, Zola langsung mematung, sorot matanya menjadi dingin. Setelah terdiam sesaat, dia mengulangi ucapan Tyara barusan, “Kamu bilang, kalian lagi pilih gaun pengantin?”“Iya, Boris bilang aku sudah semakin membaik. Setelah kalian cerai, kami bisa mengadakan pesta pernikahan. Foto pernikahan bisa disiapkan dulu untuk menghemat waktu. Biar saatnya tiba kami nggak terlalu terburu-buru. Zola, kamu nggak keberatan, kan? Bagaimanapun juga, kamu
“Apa yang harus aku mengerti?” tanya Boris dengan bingung.Zola mengatupkan bibirnya, lalu bertanya langsung, “Malam ini kamu pergi ke mana? Bukannya kamu bilang akan pulang lebih awal dan pergi bareng ke rumah sakit untuk jenguk Kakek?”“Aku mendadak ada urusan. Aku sudah beritahu Mama.”“Kamu beritahu aku, nggak?”Alis pria itu semakin berkerut. Dia semakin merasa kalau Zola telah berubah menjadi orang yang berbeda. Setiap kata yang dia ucapkan penuh dengan pertanyaan yang menyudutkan. Setelah melihat sosoknya yang lemah lembut, Boris sama sekali tidak terbiasa dengan Zola yang sekarang.“Kalau kamu begini karena aku nggak beritahu kamu, aku minta maaf. Kali ini memang aku yang lalai. Aku janji nggak akan lagi, oke?”Zola tidak bicara. Wajah Boris tampak serius, dia berkata dengan suara berat, “Apa lagi yang buat kamu kesal, katakan saja semuanya.”“Bukan aku mau merasa kesal. Tapi aku hanya ingin tahu sebenarnya mau sampai kapan kamu bohongi aku?”“Aku bohongi kamu?”Zola merasa ama
Tatapan Boris yang dingin membuat hati Zola semakin sakit. Tatapan dingin itu langsung menusuk ke dalam hati Zola. Dia menatap lurus ke arah Boris tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Mereka saling menatap satu sama lain sejenak. Pada akhirnya, Boris memilih keluar dari kamar. Hubungan yang semula membaik kini menjadi lebih kaku daripada sebelumnya. Boris tidak mengakui apa yang Tyara katakan. Lantas, apakah Tyara berbohong? Zola diam seribu bahasa. Bibirnya terkatup rapat, suasanya hatinya semakin memburuk.Sepanjang malam, Boris tidak kembali ke kamar. Namun, pria itu juga tidak meninggalkan Bansan Mansion. Karena Zola tidak mendengar suara mobil. Mereka berdua tetap bersikukuh, tidak ada yang mau mengalah. Keesokan harinya, saat Zola turun ke bawah, Boris sudah pergi ke Morrison Group.Di jalan, Jesse diam-diam melirik beberapa kali ke arah pria yang diam dan berwajah dingin yang duduk di kursi belakang. Jesse tampak ingin mengatakan sesuatu tapi ragu-ragu. Entah sudah berapa kali di