Share

Bab 17

Keduanya saling menatap tanpa berkata apa-apa. Pada akhirnya, Boris turun dari mobil sendiri. Kemudian, keduanya masuk ke dalam rumah dan kembali ke kamar tidur. Boris memasang raut wajah tidak senang, suasana menjadi sedikit lebih kikuk.

Pintu dan jendela kamar ditutup. Bau rokok bercampur alkohol di tubuh sangat menyengat. Zola merasa tidak nyaman dengan bau itu. Dia pun bertanya dengan suara pelan, “Kamu mau mandi lagi?”

“Maksud kamu apa, Zola? Kamu merasa aku sudah mandi di luar?”

“Bukankah begitu?”

Boris mengerutkan kening, “Apakah aku melakukan sesuatu yang buat kamu kesal? Kalau ada kamu langsung katakan padaku. Aku sudah bilang, aku nggak akan lakukan apa pun yang melanggar janji setia pernikahan ini.”

“Siapa tahu, kan? Aku juga nggak bersamamu setiap hari,” tukas Zola dengan suara pelan.

Boris menatapnya, “Kalau kamu mau ikut aku setiap hari juga nggak apa-apa. Bagaimana kalau mulai besok?”

“Nggak mau,” tolak Zola. Kemudian, dia bertanya dengan santai, “Bukannya kamu sudah mandi di rumah sakit?”

“Siapa yang bilang ke kamu kalau aku sudah mandi di rumah sakit? Itu rumah sakit, bukan hotel, Zola. Kamu merasa bisa mandi dan tidur dengan santai di sana?”

Zola menatap pria itu dengan lekat. Apakah Boris tidak mandi di sana? Apakah Tyara berbohong padanya?

“Tadi aku sempat telepon kamu, Tyara yang angkat. Dia bilang kamu lagi mandi, nggak bisa angkat telepon.”

“Tyara bilang ke kamu seperti itu?” tanya Boris.

Zola spontan mengerutkan bibirnya. Apa maksud Boris? Apakah pria itu merasa Zola memfitnah Tyara?

“Aku nggak perlu bohong padamu dengan cara seperti ini,” gumam Zola.

“bukan itu maksudku,” kata Boris.

Namun, Zola tidak ingin melanjutkan pembicaraan ini. Dia hanya berkata, “Kamu nggak usah jelaskan apa-apa. Sudah malam, kamu mandi sana. Aku mau tidur.”

Usai berkata, Zola berjalan melewati Boris ke arah tempat tidur. Pria itu menyipitkan matanya. Dia mengulurkan tangan dan meraih pergelangan tangan Zola. Kemudian, dia menarik perempuan itu ke dalam pelukannya.

Jarak antara mereka seketika menjadi begitu dekat, saking dekatnya sehingga Zola bisa mendengar dengan jelas detak jantung yang kuat di dada bidang pria itu. Zola tahu betul betapa bagusnya bentuk tubuh pria itu. Apalagi denyutan yang begitu jelas terasa di setiap bagian tubuh mereka yang menempel satu sama lain. Begitu memikirkan hal itu, pipi Zola langsung memerah.

Zola spontan meronta, “Apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku.”

Boris menunduk dan menatap Zola sebentar. Tiba-tiba ada keinginan untuk menggoda perempuan itu. Dia tersenyum dan berkata, “Zola, kita ini suami istri. Bukankah sudah jelas apa yang ingin aku lakukan?”

Apa yang Boris bicarakan? Zola membelalakkan kedua matanya, “Kamu lupa kalau kita akan bercerai?”

“Tapi kita masih belum cerai.”

Boris mencondongkan tubuhnya ke depan dan mendekat. wajah tampannya tepat di depan mata Zola, jarak mereka hanya setipis selembar kertas.

Wajah Zola langsung memerah. Matanya membeliak karena kaget. Dia pun berkata dengan suara pelan, “Aku nggak mau.”

Zola menolak, ekspresinya penuh penolakan dan keengganan. Boris menyipitkan matanya dan berkata dengan wajah datar, “Zola, selama kita belum cerai, kamu harus penuhi kewajibanmu sebagai seorang istri.”

“Sekarang apa bedanya kita dengan orang yang sudah bercerai? Kamu nggak takut Tyara tahu dan salahkan kamu karena nggak setia padanya?”

“Apa hubungannya sama dia?”

“Kenapa nggak ada hubungannya sama dia? Bukannya dia orang yang kamu cintai?”

“Zola, bisa nggak kamu nggak usah gunakan Tyara sebagai alasan untuk menghindar?”

Boris tampak tidak senang. Apakah Boris tidak senang karena Zola mengungkit soal Tyara? Apakah Boris benar-benar begitu mencintai Tyara? Sampai tidak senang orang lain menyebut nama perempuan itu.

Zola menertawakan diri sendiri di dalam hati, “Sadar, Zola. Dia sangat peduli dengan orang yang dia cintai. Sedangkan kamu? Kamu bukan siapa-siapa baginya, Zola.”

Zola mengerutkan bibir dan berkata, “Maaf, nggak akan lagi.”

Namun, sikap tunduk Zola tidak membuat Boris merasa senang sedikit pun. Sebaliknya, ada perasaan kesal yang membuatnya merasa tercekik.

Konflik antara keduanya pun tidak terselesaikan. Saat Boris selesai mandi dan keluar dari kamar mandi, Zola sudah tidur dengan posisi menyamping. Boris memperhatikan wajah yang cantik dan lembut itu.

Tiba-tiba Boris mengerutkan keningnya. Akhir-akhir ini, ada apa dengan Zola? Mengapa dia menjadi suka marah-marah? Apakah karena mereka akan bercerai, jadi Zola tidak perlu bersikap lembut lagi padanya?

Jadi sikap lembut Zola selama satu tahun ini hanya dibuat-buat? Saat ini, Boris tiba-tiba menyadari kalau dia sama sekali tidak memahami perempuan yang telah menjadi istrinya dan tidur di ranjang yang sama dengannya selama satu tahun itu.
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hermin Kamil
mau cerai aja lama banget. terlalu bertele-tele. sama kaya judul yg lain..tp isinya 11-12.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status