Share

Bab 18

Di pagi hari, sinar mentari yang hangat menyelinap masuk ke kamar tidur utama Bansan Mansion.

Suara alarm membangunkan Zola. Dia meregangkan badannya sebentar, tapi dia menyentuh kulit yang hangat. Dia tertegun dan langsung membuka matanya.

Hal pertama yang dia lihat adalah wajah tampan suaminya. Mata pria itu masih terpejam belum bangun. Sedangkan Zola bersandar di dadanya. Di pinggang Zola ada telapak tangan pria yang besar dan hangat.

Zola tercengang, sebelum dia sadar, pria di sebelahnya tersenyum dan berkata dengan suara serak, “Sudah bangun?”

“Ka-kamu ... kenapa kamu belum bangun?”

“Aku lihat kamu tidur nyenyak banget, jadi nggak tega bangunkan kamu.”

“Apa hubungannya denganku?”

“Kenapa nggak ada hubungannya denganmu? Kamu peluk aku begitu erat, aku sama sekali nggak bisa pindahkan tanganmu.”

Boris menatap Zola yang berada dalam pelukannya. Napas hangatnya menyembur ke pipi Zola, membuat wajah perempuan itu semakin merah dan panas.

Senyuman di bibir Boris semakin lebar, suaranya juga menjadi sangat serak, “Kenapa? Selesai pakai mau buang aku begitu saja?”

“Kamu ngomong apa, sih? Cepat lepaskan aku.” Zola mendorong pria itu dengan kuat, tapi dada yang keras bagai tembok kokoh itu sama sekali tidak terpengaruh. Sebaliknya, pria itu memeluknya dengan lebih erat.

Zola menatap Boris dengan tercengang. Hanya bisa mengerutkan bibir, tidak tahu harus berbuat apa. Namun, Zola sama sekali tidak tahu saat ini dia terlihat seperti seekor rusa yang ketakutan. Semakin dia terlihat seperti itu, Boris menjadi semakin ingin mengganggunya.

Boris juga sepertinya tiba-tiba teringat sesuatu. Dia mengerutkan kening dan berkata, “Zola, setelah cerai, jangan cari pria sembarangan. Jangan percaya sikap baik dan perhatian yang mereka berikan padamu. Mereka semua punya niat nggak baik.”

Zola tertegun sejenak, tidak mengucapkan sepatah katapun. Wajah Boris menjadi semakin tegas, “Jawab aku, Zola. Kamu bisa melakukannya.”

“Kalau aku nggak bisa?”

“Kamu harus bisa. Aku nggak sedang bercanda denganmu.”

Zola merasa konyol, “Boris, kalau salah satu karyawan di perusahanmu mengundurkan diri dan meninggalkan Morrison Group, dia mau cari pekerjaan baru, kamu mau ikut campur juga?”

“Itu berbeda.”

Zola mengerutkan kening, “Apa bedanya? Hanya perumpamaan yang beda, tapi sifatnya sama.”

“Zola, sekarang aku bukan lagi berunding denganmu. Aku minta kamu harus bisa, oke?”

“Aku nggak mau.”

“Coba saja kamu bilang nggak lagi.” Boris sepertinya sangat marah. Ekspresi wajahnya juga sudah berubah.

Zola juga menjadi keras kepala. Dia mendongak dan mengabaikan jarak mereka yang hanya satu jari, lalu berkata, “Kalau aku bilang nggak, memangnya kamu berani pukul aku?”

Boris menundukkan kepala sambil menyipitkan matanya. Dia memperhatikan bibir merah Zola dan berkata dengan penuh arti, “Kalau kamu nggak turuti perkataanku, aku akan cium kamu.”

Zola spontan terpelongo. Apakah Boris tahu apa yang dia bicarakan? Untuk pertama kalinya, Boris mengungkapkan maksudnya dengan jelas dan langsung.

Zola merasa canggung dan tidak nyaman, tapi dia masih di dalam pelukan Boris. Boris tidak melepaskannya, dia pun tidak berani bergerak.

Saat ini, Zola berkata dengan gelisah, “Kamu nggak boleh seperti ini.”

“Kenapa nggak boleh? Kita masih suami istri. Wajar saja kita lakukan hal ini.” Boris masih menatapnya, “Kalau kamu benar-benar nggak mau, kamu turuti saja perkataanku. Tapi kamu terus menolak, aku boleh anggap kalau kamu sebenarnya ingin aku cium kamu, dong.”

“Nggak, aku nggak mau.”

“Oh ya? Yang benar? Kalau nggak, kenapa kamu nggak iyakan perkataanku?”

“Itu urusanku. Kalau kita sudah cerai, kenapa aku harus turuti perkataanmu?”

“Aku suruh kamu begitu juga demi kebaikanmu sendiri.”

“Tapi aku nggak butuh.”

Boris sama sekali tidak tahu apa yang Zola inginkan. Dia hanya merasa kalau itu demi kebaikan Zola sendiri. Akan tetapi, Zola sama sekali tidak butuh. Hanya saja, Boris selalu melakukan apa yang telah dia katakan. Pria itu langsung membalikkan tubuhnya dan menindih Zola.

Zola mengangkat tangannya hendak mendorong pria itu menjauh darinya. Namun, semua upayanya sia-sia. Sebaliknya, dia mendapatkan jawaban, “Zola, semakin kamu melawan pria di saat seperti ini, dia justru akan semakin tertarik.”

Zola merasa sangat tidak berdaya, “Sebenarnya apa yang ingin kamu lakukan?”

Pada detik berikutnya, Boris menundukkan kepala dan mendekat pada Zola. Ujung hidung mereka bersentuhan. Zola bisa merasakan tangan yang hangat bergerak di pinggangnya ....
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Noni Noni
byk drama..last rujuk balik nanti..
goodnovel comment avatar
Anna Yana
penisirin banget eh
goodnovel comment avatar
Nur Ma Dini
penasaran deh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status