Share

Bab 9

Bansan Mansion.

Zola tidak makan apa-apa sepanjang hari ini. Begitu sampai di rumah, dia meminta orang dapur membuatkan mie untuknya. Zola melihat mie yang dipadu dengan sayuran dan telur dadar di depannya. Hanya dengan mencium aromanya seharusnya membuat Zola merasa lapar. Namun, dia tiba-tiba merasa mual dan ingin muntah.

Zola mengira itu karena perutnya kosong terlalu lama. Saat dia hendak memasukkan mie ke dalam mulut, perasaan kuat itu tidak bisa ditahan lagi. Dia segera berlari ke kamar mandi dan terus muntah. Perasaan ini sangat tidak nyaman. Dalam kondisi perut kosong, tidak ada yang bisa dimuntahkan. Zola merasa seperti organ-organ dalamnya pun akan keluar.

Setelah beberapa saat, Zola baru merasa lebih nyaman. Begitu berdiri, matanya bertemu dengan sepasang mata seorang pria yang hitam dan tajam.

Mata Zola membeliak, dia memutar badannya menghadap pria itu dengan kaget, “Kapan kamu pulang?”

Tidak ada suara sama sekali. Zola sungguh tidak tahu sejak kapan pria itu kembali, sudah berapa lama dia berdiri di sana.

Pria itu menatap tajam ke arah Zola, “Kamu kenapa?”

Mata Zola memancarkan kepanikan, tapi dia tetap pura-pura tenang dan berkata, “Nggak apa-apa.”

“Benar nggak apa-apa?” tanya pria itu sambil mengerutkan kening.

Zola hanya tersenyum, “Tentu saja. Kalau nggak, menurutmu aku kenapa?”

Kilatan ketakutan melintas di mata Zola, dia cepat-cepat menyembunyikan rasa takut itu. Namun, tentu saja hal itu terlihat oleh Boris. Mata hitamnya menatap Zola sejenak, seolah-olah ingin melihat sampai ke dalam hati Zola.

Sesaat kemudian, Boris baru bertanya, “Zola, kamu nggak hamil, kan?”

Pria itu berkata, “Kamu nggak hamil, kan?” Bukan berkata, “Kamu hamil?” Padahal hanya beda dua kata, tapi kedua kalimat itu rasanya memiliki perbedaan yang sangat besar. Mata Zola sedikit bergetar. Hatinya begitu sakit seperti ditekan oleh sesuatu.

Boris langsung menyangkal kemungkinan Zola hamil tanpa ragu-ragu. Bahkan tidak ada kecurigaan sedikit pun.

Zola membalas tatapan Boris tanpa rasa takut dengan senyum tipis di matanya, “Kalau aku benar-benar hamil, kamu akan biarkan aku melahirkannya?”

“Kamu nggak mungkin hamil.” Nada bicara Boris sangat tegas, sorot matanya yang dalam juga sangat tegas.

Reaksi pria itu berubah menjadi rasa sakit yang tidak tertahankan di hati Zola. Ternyata di dalam hati Boris, dia tidak pernah menyangka akan ada seorang anak di antara mereka.

Zola menahan rasa sakit di hatinya dan memaksakan seulas senyum tipis di wajahnya, “Kalau kamu sudah tahu soal itu, lantas apa lagi yang curigai? Bagaimanapun juga kamu selalu pakai pengaman setiap kali kita lakukan itu. Kamu sudah lupa?”

Tentu saja, kecuali satu kali saat Boris mabuk. Boris sama sekali tidak ingat telah melakukannya dengan Zola. Zola pun tidak akan memberitahunya.

Ekspresi Zola sama sekali tidak berubah, tidak ada sedikit pun keanehan di wajahnya. Jawabannya jelas sesuai dengan keinginan Boris. Akan tetapi, wajah tampan pria itu menjadi sedikit tegang ketika dia melihat senyum sarkastik di wajah Zola. Dia tiba-tiba merasa ada sesuatu yang tajam menggores hatinya. Sebuah perasaan aneh bergejolak di dalam sana.

Boris mengerutkan kening, ada emosi yang bergejolak kuat di dalam matanya. Keduanya saling menatap seperti itu cukup lama. Setelah itu, Boris baru berkata dengan acuh tak acuh, “Kalau merasa nggak enak badan, lebih baik pergi ke dokter. Aku suruh Jesse atur, ya?”

Jesse adalah sekretaris Boris. Zola langsung menggelengkan kepala dan menolak, “Nggak usah, aku bisa pergi sendiri.”

“Badan punya kamu sendiri. Jangan sampai karena urus masalah ini itu kamu malah jadi sakit. Atau kamu mau aku yang temani kamu pergi ke rumah sakit?”

“Boris, sudah kubilang, aku bisa pergi sendiri. Lagi pula kita sebentar lagi akan cerai. Memangnya aku harus terus bergantung padamu? Kamu yakin Tyara nggak akan keberatan?” tukas Zola.

Kali ini, Boris tidak mengatakan apa-apa lagi. Sorot matanya menjadi gelap. Wajah tampannya sedingin es, sama sekali tidak ada kelembutan di sana.

Zona terus memberi peringatan tanpa suara kepada dirinya sendiri, “Kamu lihat dengan jelas, Zola. Dia sama sekali nggak ada perasaan sama kamu. Kamu bukan siapa-siapa baginya. Yang dia pedulikan hanya Tyara.”

Boris yang diam saja membuat Zola spontan menertawakan dirinya sendiri. Suasana di sekitar mereka juga menjadi hening mencekam. Sesaat kemudian, Boris baru mengerutkan alis dan berkata, “Kamu sudah beritahu keluargamu tentang perceraian kita?”
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Helmi Doang
knapa zola gak pergi jauh2 aja,,menghilangkan semua jejaknya
goodnovel comment avatar
Anna Yana
bagus, suka jalan ceritanya. susunan kata2nya juga baik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status