Share

Bab 3

“Mahendra, kalau kamu benar-benar pahami aku, jangan bahas tentang masa lalu lagi, oke?”

Setahun yang lalu, Zola meninggalkan masa kejayaan dan ketenarannya lalu kembali ke Kota Binru untuk menikah dengan Boris. Namun, yang Zola dapatkan hanyalah selembar surat cerai dari Boris. Mahendra merasa itu sangat tidak sepadan bagi Zola.

Raut wajah Mahendra semakin suram, kebencian pun terpancar dari kedua matanya. Zola menyadari perubahan yang terjadi pada Mahendra.

“Mahendra, nggak ada yang bisa menjamin pernikahan akan selalu berakhir dengan sempurna. Aku sudah puas bisa jadi istrinya selama setahun. Jadi jangan merasa semua itu nggak sepadan untukku. Bagaimanapun juga, yang namanya perasaan nggak bisa dipaksakan,” ujar Zola dengan suara pelan.

“Kamu benar, bagus juga kalian cerai. Setelah kalian cerai, aku nggak perlu merasa serba salah. Aku juga nggak perlu khawatir kamu akan sedih dan jadi ragu-ragu.”

Mahendra menanggapi ucapan Zola, tapi suaranya lama kelamaan menjadi semakin pelan, hingga Zola tidak bisa mendengar dengan jelas.

“Maksudmu, kenapa nggak perlu merasa serba salah?”

“Nggak, dari dulu aku nggak suka Boris. Sekarang aku akhirnya nggak perlu bersikap baik padanya karena takut buat kamu merasa serba salah.”

Zola spontan tertawa. Dia tidak mengerti mengapa Mahendra langsung memusuhi Boris ketika pertama kali mereka bertemu. Tentu saja, Boris juga begitu. Kedua pria itu seolah-olah memang terlahir tidak akan pernah bisa akur. Mungkin saja, ini sama dengan dua perempuan yang cantik yang selalu membanding-bandingkan satu sama lain.

Begitu tiba di Stonerise Real Estate, penanggung jawab proyek menolak membantu penyelidikan plagiarisme. Dia juga menyatakan akan menuntut pertanggungjawaban secara hukum dan meminta ganti rugi. Tidak peduli bagaimana Zola dan Mahendra memberikan penjelasan, semua itu tidak ada hasilnya.

Pada akhirnya, penanggung jawab proyek mungkin sedikit goyah. Dia hanya berkata dengan acuh tak acuh, “Perusahaan kami susah payah baru memenangkan kerja sama dengan Morrison Group. Sekarang malah muncul masalah ini dengan kalian. Pihak Morrison sangat nggak senang. Kecuali kalian bisa yakinkan pihak Morrison Group. Kalau nggak, nggak ada kemungkinan lain.”

Morrison Group? Perusahaan keluarga Morrison. Sekarang perusahaan itu dipimpin oleh Boris. Jadi, meyakinkan pihak Morrison Group sudah pasti mustahil.

Setelah keluar dari Stonerise Real Estate, Mahendra berkata dengan raut wajah berat, “Jangan khawatir, biar aku yang tangani. Semua akan baik-baik saja, oke?”

Zola hanya tersenyum tipis. Apa lagi yang bisa mereka lakukan? Hanya satu, yaitu menemui Boris. Akan tetapi, mereka sebentar lagi akan bercerai. Bagaimana mungkin pria itu masih mau membantunya?

Zola sedang tidak mood untuk kembali ke perusahaan. Oleh karena itu, dia meminta Mahendra untuk mengantarnya kembali ke Bansan Mansion. Sepanjang jalan, Zola tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Dia larut dalam kebingungan yang belum pernah dia alami sebelumnya, tentang anak, juga tentang pekerjaannya. Apa yang harus dia lakukan?

Sesaat kemudian, Zola tiba di Bansan Mansion. Dia keluar dari dalam mobil, lalu berjalan ke depan jendela kursi pengemudi. Sambil berdiri di bawah sinar matahari senja yang indah, dia berkata kepada Mahendra, “Tunggu aku selesai memikirkan masalah ini baru kita buat rencana. Kamu hati-hati di jalan.”

Mahendra tersenyum pada Zola. Tepat ketika dia hendak mengatakan sesuatu, ekor matanya menangkap sosok pria bertubuh tinggi yang berdiri di balkon lantai dua mansion itu.

Mahendra menyipitkan matanya dan melambaikan tangan pada Zola, lalu berkata, “Zola, ada yang ingin aku katakan padamu.”

Zola mencondongkan tubuhnya ke jendela mobil. Mahendra tiba-tiba mengulurkan tangannya dan mengelus rambut Zola dengan lembut, “Jaga diri baik-baik.”

Zola seketika tercengang, wajahnya tampak bingung, tidak mengerti dengan sikap Mahendra yang tidak terduga itu. Jarak antara mereka berdua begitu dekat. Dari sudut pandang tertentu, mereka terlihat seperti sedang berciuman.

Pemandangan itu terlihat semua oleh sosok yang berdiri di balkon. Wajah tampan itu seketika menjadi dingin, seolah tertutup oleh lapisan es.

Zola menunggu Mahendra pergi baru kembali ke mansion. Baru saja masuk ke dalam, dia mendengar suara pria yang ketus, “Kamu buru-buru keluar hanya untuk bertemu dengannya?”

Zola mendongak dan melihat Boris yang sedang berjalan turun. Mata mereka bertemu, Zola sama sekali tidak menghindari tatapan pria itu. Dia hanya berkata dengan tenang, “Aku hanya pergi ke kantor.”

“Huh.” Mata Boris yang gelap dipenuhi aura dingin, “Zola, sekarang kita belum cerai. Jadi aku harap kamu bisa jaga jarak dengan lawan jenis dan ingat statusmu masih istriku.”

Zola terdiam, ekspresinya membeku. Atas dasar apa Boris mengatainya seperti itu? Dia hanya menumpang mobil temannya, tapi bagaimana dengan Boris? Pria itu kerap pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Tyara. Bahkan akhir-akhir ini Boris pergi ke sana setiap hari. Hanya karena Zola tidak mengatakan apa-apa bukan berarti dia tidak tahu apa-apa.

Zola segera menata kembali emosinya. Dia menatap Boris dengan acuh tak acuh, lalu berkata dengan nada seperti sedang menertawakan dirinya sendiri, “Aku tahu, tapi aku harap kamu juga bisa lakukan hal yang sama. Jangan aku saja, kan?”
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Raisya Salsabila
laki2 egois
goodnovel comment avatar
Zhunia Angel
boris? mbok ya nama pemeran utama lakinya yg kerenan dikir to thor
goodnovel comment avatar
Rhizna Wati Sikang
lelaki egois si boris ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status