Beranda / Romansa / Jerat Pesona Mantan Posesif / Bab 5 : Mansion Penuh Nostalgia

Share

Bab 5 : Mansion Penuh Nostalgia

Penulis: Freesia Moon
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-30 19:18:19

Nagita tengah mengenakan handuk kimono, baru saja selesai dari ritual mandinya. Mata Nagita segera tertuju pada lemari besar yang berada di sudut ruangan. Ia membuka lemari itu dengan perlahan. Perlengkapan pakaian perempuan tersusun rapi di sana.

"Wah, masih disimpan dengan baik," gumam Nagita tidak menyangka.

Perasaan Nagita kontan menghangat. Gaun-gaun yang dulu pernah ia kenakan di rumah ini masih ada, tersimpan rapi dan terawat seolah Daniel tahu bahwa Nagita akan kembali suatu hari nanti.

Dan nyatanya, Nagita memang berada di sini. Di kamarnya sendiri. Kamar yang Daniel siapkan khusus untuk Nagita tempati.

Nagita tanpa sadar tersipu malu. "Kau bahkan memberikanku gaun baru, ya?"

Beberapa potongan gaun yang belum Nagita sentuh membuat perempuan itu antusias. Ia mencoba beberapa gaun dengan senyuman lebar. Semua ukurannya pas di tubuh Nagita.

Hingga akhirnya, Nagita menjatuhkan pilihan pada gaun ungu polos selutut dengan lengan panjang yang sedikit longgar. Terlihat sederhana, tapi aura Nagita mampu memancarkan pesona yang indah.

Saat Nagita sibuk memeriksa penampilannya di cermin, suara ketukan pintu diketuk lembut. Nagita dengan cekatan membuka pintu kamarnya dan melihat perempuan berusia lima puluh tahun dengan pakaian khas kepala pelayan berdiri di ambang pintu.

"Bibi Jena? Kaukah itu?" Nagita langsung memeluk Bibi Jena erat, mengobati rasa rindu. Ia terharu melihat Bibi Jena setelah sekian lama tidak bertemu.

"Bagaimana kabarmu, Non?" Bibi Jena bertanya penuh perhatian. "Tuan Daniel begitu merindukan sosok Nona."

"Aku baik, Bi." Nagita melepaskan pelukan, menatap Bibi Jena penuh penyesalan. "Maaf karena aku sempat pergi tanpa memberitahu Bibi."

"Tidak apa-apa, Nona. Bibi senang karena Nona sudah kembali."

Setelah melepas rindu, Bibi Jena mengajak Nagita keluar dari kamar, menuntunnya menemui Daniel. "Tuan Daniel sudah menunggu di ruang makan."

"Pakai tangga saja, Bi," sahut Nagita saat Bibi Jena mengarahkannya menuju lift.

Entah bisikan dari mana, Nagita berkeinginan untuk menikmati pemandangan ruangan dari atas tangga. Kegiatan itu bisa mengobatinya pada kenangan lama.

Dulu, Daniel dan Nagita selalu memilih menggunakan tangga agar bisa mengulur waktu untuk terus bersama, menuruni tangga perlahan, bercengkerama dengan hangat.

Dengan penuh antusias, Nagita menuruni tangga marmer seraya bernostalgia, diikuti Bibi Jena yang senantiasa menemaninya.

Dari atas tangga spiral yang mereka pijaki, terlihat ruang tamu yang begitu luas di pandang mata. Nagita menatap sofa berlapis kain sutra yang terletak di sana.

"Dulu aku suka duduk di situ sambil membaca buku, Bibi ingat? Aku terkadang ketiduran di sana menunggu Daniel pulang."

Bibi Jena mengangguk, tersenyum lebar. Tentu saja ia masih mengingatnya dengan baik. Tiap kali Daniel pulang dan menemukan Nagita terlelap lelah demi menunggunya, membuat Daniel merasa bersalah.

Daniel lantas meminta Bibi Jena untuk lebih mengawasi Nagita dan tidak membiarkan Nagita ketiduran di sofa.

"Tuan Daniel begitu mencintai Nona," terang Bibi Jena. "Saya harap, Nona Nagita bisa selalu bersama Tuan Daniel."

Sebab, ketika Nagita pergi dalam hidup Daniel, pria itu seperti kehilangan arah. Ia bahkan menjadi sosok yang tak tersentuh dan semakin dingin seumpama es di kawasan kutub utara.

Ungkapan Bibi Jena membuat Nagita teramat canggung untuk segera merespon. Ada keraguan dalam diri Nagita.

"Aku tidak bisa jamin, Bi," cicit Nagita pelan.

Tidak semudah itu untuk bisa mengabulkan harapan Bibi Jena, mengingat betapa buruknya Nagita pernah memperlakukan Daniel di masa lalu. Ia merasa tidak pantas mendapatkan cinta yang tulus dari laki-laki seperti Daniel. Terlebih, Nagita pernah membuang Daniel demi bisa bersama Jordan.

Bibi Jena hanya merespon dengan senyuman lembut. Apapun keputusan Nagita, pun bagaimana akhir kisah mereka, Bibi Jena harap keduanya mendapatkan kehidupan yang bahagia.

Mereka terus melanjutkan langkah, melewati beberapa ruangan yang membuat Nagita menahan napas. Tiap sudut ruangan, menyimpan begitu banyak cerita. Terlalu banyak kenangan indah yang tak bisa Nagita lupakan.

Hingga tak terasa, langkah mereka telah sampai di tempat tujuan. Di sanalah Daniel sedari tadi menunggu Nagita. Bibi Jena mempersilakan Nagita duduk di kursi berlapis beludru, tepat di seberang Daniel. Bibi Jena kemudian memberi isyarat pada anak buahnya untuk menyiapkan sarapan.

Para pelayan penuh cekatan membawa piring berisi hidangan sarapan. Meja itu dengan cepat dipenuhi hidangan yang memanjakan mata. Nagita menatap makanan di hadapannya dengan canggung. Tentu saja selera makannya meningkat melihat hidangan sebanyak ini, tapi tatapan Daniel yang menatapnya intens membuat Nagita terpaksa malu-malu kucing menyantap avocado toast.

"Habiskan sarapanmu," titah Daniel membuat Nagita hampir tersedak makanannya sendiri. Nagita begitu gerogi saat pria itu memerhatikan ia sarapan sedalam ini.

"Apa kau tidak ada kegiatan lain selain menatapku?" Nagita buka suara. Jantungnya berpacu liar kala Daniel menatapnya terus-terusan. "Apa kau sepengangguran itu?"

Daniel kontan melotot kaget. Pengangguran katanya? Baru kali ini ada yang mengklaimnya sebagai pengangguran.

Daniel lantas melirik jam tangan. "Baiklah, aku akan pergi bekerja sekarang."

Ia berdiri dan bergegas mengenakan jas yang telah disiapkan pelayan.

Tanpa mengatakan sepatah katapun lagi, Daniel melenggang pergi, menyisakan Nagita yang duduk sendirian planga-plongo seperti orang bodoh.

Apa ucapan Nagita membuat Daniel tersinggung? Entahlah, Nagita tidak mau memusingkan itu.

"Bosmu kaku sekali, padahal aku tadi hanya gugup dan asal bicara," komentar Nagita seraya memutar mata, mengajak bicara salah satu pelayan yang berdiri tidak jauh darinya. "Gayanya seperti tidak pernah bermanja denganku saja."

Sambil menggerutu, Nagita mencoba menghabiskan sarapannya. Sikap Daniel yang dingin membuat Nagita kesal sendiri.

Ia melahap roti itu dengan rakus. Mana kecupan di kening Nagita saat Daniel hendak pergi bekerja? Daniel biasanya melakukan itu padanya.

Sadar akan sesuatu hal, Nagita buru-buru menggeleng, menepis rasa kesal yang seharusnya tidak terjadi pada dirinya kini.

Mereka bukan lagi sepasang kekasih, jadi wajar bila Daniel tidak memperlakukannya semanis dulu. Namun, tetap saja perlakuan Daniel membuat Nagita sedikit kecewa.

Bingung akan perasaannya sendiri, tangan Nagita gatal untuk mengetik pesan pada Lylia, mengajaknya bertemu.

Nagita butuh mencurahkan perasaannya pada apa yang terjadi pada dirinya. Nagita tidak sabar bagaimana reaksi Lylia ketika sahabatnya berada di kediaman mantan, dan bagaimana sang mantan kini memperlakukannya.

Namun, tunggu ....

"Di mana ponselku?"

Bab terkait

  • Jerat Pesona Mantan Posesif   Bab 6 : Merenggut Kebebasan

    "Ponselku ... apa ketinggalan di kafe?" Nagita mencoba mengingat apa yang terjadi pelan-pelan. Bayangan semalam saat Daniel menjemputnya di kafe kembali terulang di otak Nagita. Nagita spontan menggeleng cepat. Sebelum pergi bersama Daniel, Nagita ingat betul jika benda pipih itu ia bawa dan dimasukkannya ke dalam tas. "Apa mungkin di sini?" gumam Nagita menebak-nebak. Nagita menopang dagu, sementara tangan yang satunya lagi sedang mengetuk-ngetukkan jari di atas meja. Raut wajahnya begitu serius, tanda bahwa Nagita sedang berpikir keras. "Atau disimpan Daniel?" Tak ingin terlalu banyak menebak lagi, Nagita mulai beranjak dari tempat duduk. Ia sudah selesai sarapan, dan berniat untuk mencari keberadaan ponselnya yang entah di mana. Opsi pertama yang akan Nagita tuju adalah kamar. Namun, pergerakan Nagita sontak terhambat saat kedua pria bertubuh kekar menghalangi jalan Nagita. Nagita mundur perlahan. Diam-diam mengamati penuh was-was siapa yang kini ia hadapi sekarang. Wajah d

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-06
  • Jerat Pesona Mantan Posesif   Bab 7 : Terjebak Jeratan Mantan

    'Ah … Jordan ….' Memori menyakitkan itu kembali menyeruak, membuka sesuatu yang kelam. Dada Nagita terasa sesak. Bayangan pengkhianatan Jordan terekam jelas di kepala Nagita. Desahan Claudia dalam kurungan Jordan terus menggema di telinga, begitu nyata sekaligus menyakitkan. Nagita meremas selimut dengan kuat, menguatkan diri pada peristiwa traumatis yang menimpanya. "Jordan ...," Nagita dengan gemetar bersuara, " ... dia selingkuh ...." Kristal bening mulai mengalir melewati pipi. Ia terisak pilu. Percintaan panas Jordan dan Claudia sungguh melukai Nagita, mengoyak hati polosnya yang naif. Kepercayaan yang selalu Nagita beri seolah tidak berarti. Kesetiaan Jordan yang selalu Nagita percayai adalah bentuk kebodohan yang amat merobek hati. Namun, ingatan itu belum sepenuhnya lengkap. Masih ada peristiwa penting yang terjadi setelah Nagita memergoki perselingkuhan Jordan. Sesuatu yang jauh lebih gelap. Nagita memejamkan mata, terus menelusuri dan memaksakan diri untuk mengingat

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-08
  • Jerat Pesona Mantan Posesif   Bab 8 : Penghakiman Untuk Cinta

    "Bebaskan aku, Daniel ...," ujar Nagita terdengar putus asa. Ia hanya ingin pulang dan menjalankan kehidupan seperti biasa. Alih-alih mengerti, Daniel terus melangkah mantap, mengabaikan permintaan Nagita yang sesungguhnya begitu Daniel sayangi. Pria itu terus menggendong Nagita, membawanya kembali ke dalam kamar. Terkesan kejam memang, tapi ini adalah satu-satunya cara supaya Nagita selalu berada di sisi Daniel. Setidaknya, ini juga cara agar Nagita tidak bisa bertemu Jordan dan bisa fokus menyembuhkan diri dari rasa trauma. Tak sudi rasanya bila ada kesempatan yang harus mempertemukan Nagita dan Jordan di suatu kesempatan. Setibanya di kamar, Daniel dengan hati-hati meletakkan tubuh Nagita di atas tempat tidur yang empuk tanpa melepas tatapan dingin di wajahnya. "Apa kau sungguh akan menghukumku?" cicit Nagita bertanya, sebab Daniel sempat menyinggung perihal itu, seakan berniat untuk mendisiplinkan Nagita supaya ia jera. "Maaf ...." Melihat Nagita yang begitu ketakutan di

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-10
  • Jerat Pesona Mantan Posesif   Bab 9 : Ruang Rahasia Daniel

    Setelah insiden kabur yang dilakukan Nagita, penjagaan mansion semakin diperketat. Setiap sudut ruangan seolah diawasi, tidak memberi ruang bagi Nagita untuk bisa pergi dari mansion ini. Gerak-gerik Nagita selalu mendapat perhatian dari Gilbert dan Lucas, tidak akan membiarkan perempuan itu hilang dari pandangan. Dua minggu telah berlalu, rutinitas yang Nagita jalani terasa menjemukan dan memuakkan. Hidup Nagita seperti terkurung di dalam sangkar. Ia begitu merindukan kesehariannya yang dulu. Ia juga rindu tentang kafenya yang belum lama ini ia dirikan dengan segenap jiwa dan raga. Nagita merindukan Pastel Dreams Cafe yang bisa menjadi tempat pelariannya dari hidup yang penuh nestapa. "Aku sudah selesai." Nagita bangkit dari duduknya dengan rasa bosan. Wajahnya begitu datar seakan tidak tertarik melanjutkan kehidupan. Pelayan bergegas membereskan piring-piring bekas sarapan Nagita. Gilbert dan Lucas sontak mengikuti Nagita, gesit mengekor di belakang saat Nagita mulai melangkah me

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-11
  • Jerat Pesona Mantan Posesif   Bab 10 : Rahasia Yang Diketahui

    "Siapa di sana?!" Daniel menggeram pelan. Sorot matanya sontak menyala penuh amarah. Tidak seharusnya ada orang lain masuk ke ruangan ini tanpa sepengetahuannya. Daniel mengedarkan pandangan, mencari tahu letak sumber suara, meneliti setiap inci sudut ruangan yang selama ini menjadi tempat rahasia yang aman. Ini adalah ruang rahasia yang menjadi tempatnya menyusun segala rencana. "Nagita?" Sorot matanya yang tajam spontan mengendur ketika mendapati Nagita lah yang menyusup ke dalam ruangan. Perempuan itu rupanya terjatuh, mengaduh kesakitan memegang lututnya yang tidak sengaja mencium lantai. Daniel sontak menjulurkan tangan untuk menawarkan bantuan. "Aku tidak apa-apa," sahut Nagita menahan rintihan. "Hanya jatuh biasa," tambahnya seraya bangkit sendirian, menepis uluran tangan Daniel yang berniat memberikan bantuan, tak enak hati bila harus merepotkan Daniel untuk membantu seorang penyusup seperti dirinya. Namun, justru penolakan yang Nagita tunjukkan membuat Daniel spont

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-12
  • Jerat Pesona Mantan Posesif   Bab 11 : Selamat Malam, Daniel

    Semenjak ruang rahasia Daniel diketahui Nagita, keheningan menyelimuti mereka, menjadi sosok asing satu sama lain meski berada dalam satu atap yang sama. Mansion terasa lebih kosong, hampa, dan tanpa ada kehangatan di dalamnya. Daniel setiap pagi berangkat bekerja lebih awal. Nagita hanya menatap punggung Daniel yang menghilang ditelan pintu seiring waktu, membiarkan kepergian Daniel tanpa perlu mengucap sepatah katapun. Tidak ada lagi percakapan selepas perdebatan di ruang rahasia itu. Baik Nagita maupun Daniel, keduanya kompak memilih bungkam. Namun, perang dingin itu bukan berarti Daniel mengabaikan Nagita sepenuhnya. Setiap malam tiba, pria itu mengecek kamar Nagita, berdiri di depan pintu, memandangi dari jauh dan memastikan bila Nagita sudah terlelap tidur. Suara pintu terbuka ... Nagita tentu menyadari itu tanpa sepengetahuan Daniel. Ia kerapkali membuka mata, terbangun dari tidurnya ketika suara pintu mulai terdengar. Walaupun tidak ada interaksi langsung yang tercipta,

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-13
  • Jerat Pesona Mantan Posesif   Bab 12 : Rapat Keluarga Nagita

    Daniel menatap kosong jendela kantor yang memamerkan pemandangan kota. Walau raga Daniel berada di sana, di dalam gedung megah itu, tapi jiwanya melayang pada peristiwa yang kurang mengenakkan untuk Daniel resapi dalam ingatan. Penolakan keluarga Nagita adalah kegagalan yang mampu menjadikan harapan pria itu pupus perlahan. Ingatan di ruang rapat keluarga Nagita seakan terus menghantui Daniel. "Apa-apaan?" desis Daniel tak suka kala saat itu tidak sesuai yang Daniel bayangkan. Tangan pria itu terkepal. Daniel tahu bahwa keputusannya saat itu untuk masuk ke ruang rapat adalah sebuah langkah yang nekat, tapi karena kegigihan yang tak terbendung, Daniel memberanikan diri menyusup masuk ke kediaman keluarga Nagita. Setelah mengelabui satpam yang berjaga di depan pintu gerbang—menyamar sebagai karyawan di perusahaan keluarga Nagita yang ingin memberikan berkas penting perusahaan—Daniel dipersilahkan masuk. Daniel lalu berjalan mantap mendekati pintu besar di ujung koridor. Sayup-sayup

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-16
  • Jerat Pesona Mantan Posesif   Bab 13 : Mencair di Dapur

    Dapur Daniel begitu luas dengan meja marmer berkilau, dilengkapi peralatan dapur yang tertata rapi di sekelilingnya. Nagita memandangi ruangan dapur dengan tatapan berbinar. Setidaknya berada di sini membuat rasa bosan Nagita mereda, sebab terkurung dalam mansion tanpa tahu dunia luar tentu saja teramat menjemukan. Nagita butuh kegiatan yang bisa membangkitkan semangatnya untuk terus bertahan. "Memasak mungkin bisa membuatku merasa lebih tenang," gumam Nagita. Senyuman manis seketika terbit di bibir mungilnya. Perempuan itu lalu membuka lemari es, mengeluarkan bahan, mulai menyiapkan bumbu-bumbu untuk memasak. "Sempurna!" sahutnya tersenyum kecil melihat alat dan bahan telah lengkap di depan mata."Sudah lama tidak melihatmu memasak," sahut Daniel yang tiba-tiba menghampiri Nagita. Pria itu melangkah mendekat, melihat apa yang sedang dimasak oleh Nagita. "Sop ayam, ya?"Nagita mengangguk sebagai jawaban. Setelah sempat berselisih, hubungan mereka berangsur lebih baik. "Kau mau?" ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18

Bab terbaru

  • Jerat Pesona Mantan Posesif   Bab 28

    Nagita terbangun dengan nuansa yang nampak berbeda. Tidak ada lagi kamar putih gading yang luas tapi terasa seperti penjara saat ia membuka mata. Namun, meski begitu, ini juga bukan kamar lama Nagita setelah ia memutuskan pergi dari mansion Daniel. Ini kamarnya yang baru. Nagita membeli apartemen baru dengan black card milik Daniel. Entah Daniel menyadari ini atau tidak, yang jelas Nagita terpaksa bertahan hidup dengan kartu hitam yang berharga itu. Semua kebutuhannya bisa terpenuhi hanya dengan memegang kartu yang diberikan oleh Daniel. Mereka memang tidak lagi tinggal bersama, tapi kartu ini menjelaskan bahwa keduanya masih terikat. Tidak banyak yang Nagita lakukan di apartemen barunya. Aktivitasnya hanya merenungi nasib. Ia kehilangan semangat, menutup diri dari berbagai aktivitas. Untuk keperluan makan pun, ia lebih memilih gofood. Beberapa hari ini hanya kegiatan monoton dan memuakkan itu yang Nagita lakukan. Keluarganya pun tidak mencarinya. Ini semakin membuat Nagita kecewa

  • Jerat Pesona Mantan Posesif   Bab 27 : Pergi Menemui Ibu

    Semua barang milik Nagita berada di apartemen, dan sayangnya ia tidak punya akses untuk masuk ke dalam sana. Nagita merasa buntu, terjebak tanpa tahu jalan keluar. Nagita bahkan baru menyadari satu hal, ia tidak punya ongkos untuk pergi menemui keluarganya. Nagita merasa sendirian, seperti anak tersesat yang tidak tahu jalan pulang. Nagita lalu iseng meraba tas yang ia bawa, yang di dalamnya ia masukkan wig dan juga kacamata. Nagita merasa ... kedua benda itu akan ia gunakan di lain kesempatan. Firasatnya mengatakan benda itu penting untuk Nagita simpan. "Hah?" Dan betapa terkejutnya Nagita saat menemukan black card terselip di dalamnya. Daniel rupanya diam-diam memasukkan benda itu ke dalam tas Nagita. Perempuan itu sontak bernapas lega. Meski Daniel melepasnya pergi, tapi pria itu masih menunjukkan kepedulian yang nyata untuk Nagita. Namun .... Nagita ragu untuk menggunakan kartu eksklusif itu. Bukankah ia tak ingin terlibat lagi? Bukankah ia bertekad untuk tak mau merepotk

  • Jerat Pesona Mantan Posesif   Bab 26 : Pulang Yang Tertolak

    Nagita menahan diri agar tidak mendesah nikmat di depan Daniel, menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Sensasi panas menelusup masuk ke tubuh Nagita. Perempuan itu menahan napas saat Daniel bermain-main di lehernya, menyentuhnya dengan penuh gairah, sengaja meninggalkan tanda merah di leher Nagita. Daniel sejenak menghentikan aksi, menatap Nagita yang masih terdiam tanpa mengatakan sepatah kata. "Apa kau menyukainya?" Daniel bertanya lembut. Tubuh Nagita menegang, menatap Daniel yang begitu dekat dengan dirinya. Jantungnya berdegup kencang. Bohong jika ia tidak menyukai sentuhan yang Daniel lakukan. "Apa aku ...." "Lakukan saja," terang Nagita seakan terhipnotis begitu cepat, mengizinkan Daniel untuk berbuat lebih banyak lagi pada tubuhnya. Nagita tahu mereka sudah melewati batas, tapi kenikmatan yang Daniel berikan membuatnya terhanyut dan melayang. Ia sungguh menikmati rangsangan yang Daniel berikan. Daniel lalu menatap Nagita penuh gairah. Tatapan Daniel kini seperti hewan buas

  • Jerat Pesona Mantan Posesif   Bab 25 : Penantian Hari Kebebasan

    "Kau bisa pulang hari ini, Nona Nagita," jelas Dokter Joshua. "Kondisimu semakin baik, tapi tetap pastikan dirimu beristirahat dengan cukup." Nagita mengangguk pelan. Akhirnya setelah penantian panjang, ia diperbolehkan pulang atas izin dokter. "Terima kasih banyak, Dok," balas Nagita lembut. Daniel berjalan mendekat. Ia bersyukur menyaksikan Nagita berangsur pulih, tapi tidak bisa dipungkiri bila ada kesedihan yang nampak dari sorot mata Daniel. "Kau siap?" Suara Daniel terdengar berat. Ada perasaan tidak rela terselip dalam pertanyaannya, tetapi Daniel mencoba bersikap tegar. Pria itu mengulurkan tangan, membantu Nagita berdiri dari ranjang. Nagita mengangguk mantap sebagai jawaban. Hari kebebasan yang ia nanti selama ini akhirnya tiba. Seharusnya hari ini ia merayakan perpisahan dengan bersorak girang, tetapi Nagita hanya tersenyum tipis tanpa gairah. Daniel menuntun jalan Nagita dengan sabar. Tangannya merangkul Nagita sembari berjalan menuju mobil yang telah ia siapkan. Nagi

  • Jerat Pesona Mantan Posesif   Bab 24 : Berangsur Pulih

    Cahaya mentari pagi menyelinap masuk dari jendela kamar. Dengan perlahan Nagita membuka mata, terbangun dengan tubuh yang masih terasa lemah. Kepalanya tengah berdenyut-denyut, tapi ia memaksakan diri untuk mengingat apa yang telah terjadi pada dirinya. Nagita lalu memerhatikan sekeliling, spontan terkejut ketika menemukan mesin monitor berada di dalam kamarnya. "Apa ini?" Dengan rasa keterkejutan itu, ia memandang tajam mesin monitor yang menampilkan detak jantungnya yang terlihat stabil, seakan menunjukkan bahwa ia masih diberi kesempatan untuk hidup lebih lama lagi. "Isshhh ...," ringis Nagita yang kini merasakan nyeri pada pergelangan tangan. Perempuan itu sontak teringat tindakan yang pernah ia lakukan. Helaan napasnya terdengar saat matanya menangkap sebuah perban yang terlilit di lengan kirinya. Sesaat, Nagita tidak menyangka bila ia sampai bertindak senekat itu. 'Aku hampir mati bunuh diri ...,' gumamnya pada diri sendiri, bergidik ngeri. Namun, sesuatu yang hangat membuat

  • Jerat Pesona Mantan Posesif   Bab 23 : Kehilangan Kesadaran

    Daniel terbelalak saat tubuh Nagita tersungkur, jatuh tepat dalam pelukannya. Atmosfer yang semula terasa tegang kontan berubah dingin dan menyesakkan, menghantam tepat jantung Daniel penuh rasa cemas. Kaki Daniel terkulai lemas, terduduk di lantai sembari memeluk tubuh dingin Nagita dengan tangan gemetar. "Nagita, sadarlah!" Daniel berseru khawatir dengan wajah pucat, mencoba menghentikan pendarahan di pergelangan tangan, merobek kaosnya untuk membalutkannya di luka Nagita. "Bertahanlah ...." Suara Daniel lirih, tersirat penuh akan kecemasan. Di luar kamar, Gilbert dan Lucas tak tinggal diam, tidak tahan bila hanya berdiam diri tanpa bertindak. Mereka menyadari kericuhan tak bisa lagi mereka abaikan, sehingga mereka mendobrak pintu tanpa harus menunggu perintah. Kedua bodyguard itu menerobos masuk saat pintu berhasil dibuka. Seketika itu pula Gilbert dan Lucas terbelalak kaget melihat apa yang ada di depan mata mereka. Lihatlah, tangan Daniel kini berlumuran darah, sedangkan tubu

  • Jerat Pesona Mantan Posesif   Bab 22 : Bebaskan Atau Mati?

    Tamparan yang Nagita layangkan menghujam tepat harga diri Daniel. Ruangan seketika senyap. Gilbert dan Lucas yang ikut menyaksikan itu kompak terdiam, tidak berani bersuara. "Kau pikir semua bisa selesai hanya dengan memaksaku bicara?" Nagita bertanya dingin. Emosinya meluap ke permukaan, memandang Daniel dengan penuh geram. "Kau hanya peduli tentang dirimu ... seakan semua harus sesuai kehendakmu ...." Tangan Daniel menyentuh pipinya yang masih terasa perih. Pria itu memejamkan mata, meresapi tiap kata-kata yang Nagita lontarkan. Jantungnya seperti tertusuk ribuan jarum yang tajam. Apa ia sungguh melampaui batas? "Aku begitu muak, Daniel ...," desis Nagita lelah. "Kau hanya mementingkan egomu saja, tanpa mengerti apa yang aku rasa ...." Daniel bergerak mendekati Nagita. "Nagita ...," panggil Daniel pelan, "aku hanya ingin—""Ingin apa?" potong Nagita cepat, menantang. Ia sontak mengangkat dagunya, menatap mata Daniel dengan kilatan amarah. "Kau ingin aku memaafkan semua tingkahmu

  • Jerat Pesona Mantan Posesif   Bab 21 : Di Ambang Batas Kesabaran

    Daniel menatap pintu penghalang yang sedari tadi terkunci rapat. Gilbert dan Lucas telah memperingatkan Daniel untuk segera pergi dari kamar Nagita, tapi pria itu mengabaikannya. Ia hanya ingin menemui Nagita malam ini, dan memperbaiki semua kekacauan. Daniel tidak ingin menunggu terlalu lama. Semakin Daniel membiarkan kesalahpahaman ini terjadi, Nagita akan semakin jauh dari genggaman Daniel. Dengan helaan napasnya yang terasa berat di balik wajah tegas Daniel, pria itu terus mengetuk pintu dan memanggil nama Nagita, berharap Nagita keluar dan mau bicara seperti yang Daniel harapkan. Namun, pintu itu tetap bergeming. Hanya kesunyian yang selalu setia menyambut Daniel. Meski Nagita ada di dalam sana, perempuan itu memilih tidak bersuara, enggan menyahut panggilan Daniel. "Nagita ...," ujar Daniel yang masih keukeh memanggil. "Mari kita bicara ...." Suaranya rendah, tetapi terdengar tegas. Masih tidak ada respons. Nagita tetap diam seribu bahasa. "Nona mungkin sudah tidur, Tuan,"

  • Jerat Pesona Mantan Posesif   Bab 20 : Kehampaan Yang Menyelimuti

    "Mari, Nona." Nagita turun dari mobil diiringi Gilbert dan Lucas. Warna oranye mulai menghiasi langit, tanda senja tengah menyapa. Nagita melangkah menyusuri pemakaman yang sunyi ditemani hawa dingin yang menusuk tulang. Lalu di antara bunga layu yang bertaburan di sekitarnya, nisan bertuliskan nama Laura menyayat hati Nagita. "Laura ...," bisik Nagita lemah. Hatinya tercabik penuh luka. "Maafkan aku ...." Tangisan Nagita pecah. Duka itu teramat menyesakkan untuknya. Nyatanya sulit sekali untuk menerima kenyataan di depan mata. Nagita sampai menyalahkan diri sendiri atas kehilangan ini. "Mungkin nasibmu akan jauh lebih baik jika tak mengenalku, Laura ...," lirih Nagita. Air mata terus mengalir di pipinya. "Aku pembawa sial ...." Gilbert dan Lucas berdiri lemas beberapa langkah dari Nagita yang masih berduka. Lucas, yang awalnya enggan membuka mulut, lantas angkat bicara dengan kepala tertunduk. "Ini memang menyakitkan, Nona, tapi tidak ada gunanya menyalahkan diri Nona sendiri

DMCA.com Protection Status