Share

Bab 4 : Tempat Yang Tak Asing

Nagita perlahan membuka mata, terbangun dengan kepala yang masih berdentum hebat. Meski tubuhnya masih terasa lemas, ia memaksakan diri untuk beranjak duduk, mengamati sekitar.

Kamar bernuansa putih gading, terletak lampu gantung kristal di atasnya, serta jendela besar dengan balutan tirai beludru yang langsung menampakkan keindahan taman membuat Nagita kontan menyipitkan mata.

Ia sedang berada di kamar siapa? Namun, kamar ini entah kenapa terasa familiar.

"Kau sudah bangun?" Suara khas seorang pria menyadarkan Nagita dari lamunan panjang.

Pria itu mengenakan kemeja putih yang ia gulung sampai ke siku. Ia mendekati Nagita dengan penuh kekhawatiran, menempelkan telapak tangannya pada kening Nagita.

"Syukurlah, ini lebih mendingan."

"Daniel?"

Nagita refleks mundur perlahan sampai tubuhnya menempel pada sandaran kasur. Ia panik saat menyadari pakaiannya sudah berganti tanpa sepengetahuannya. Piyama biru dengan ukuran yang pas membalut tubuh ramping Nagita.

Ribuan pertanyaan lantas hinggap di kepalanya. Perempuan dewasa itu mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam, tapi yang ada justru kepalanya semakin pusing bila terus dipaksa.

“A-apa yang terjadi ….”

Rasa takut dan bingung membuat Nagita bergegas menutupi tubuhnya dengan selimut.

Daniel terkekeh melihat gelagat Nagita. "Apa yang kau tutupi?" tanyanya dengan nada menantang. "Semalam aku telah melihat tubuh polosmu."

Wajah Nagita seketika merah padam. "A-aku tidak ingat," ujarnya gugup. "Apa semalam ... kita ...."

Nagita menelan ludahnya sendiri, tercekat melanjutkan pemikiran kotor yang terlintas di kepala.

‘Astaga, apa aku sudah gila?!’ Nagita merutuk sambil menjambak rambutnya frustrasi. Ia tak menduga dirinya sekotor itu ….

“Aku hanya bercanda,” ujar Daniel sambil terkekeh.

Nagita mendongak dan menatap pria itu sambil mengerjap. “A-apa?”

Daniel memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Ia mengedikkan bahu ringan. “Pelayanku yang menggantinya," katanya.

Nagita seketika menghela napas lega. Ternyata ia berpikir terlalu jauh.

Daniel lantas mendekat dan menatap Nagita dengan ekspresi yang sulit dibaca. “Atau kau mengharapkan sesuatu yang lebih?”

Nagita sontak membuang pandangannya ke arah lain. “Teruslah bermimpi!” dengusnya dengan wajah memerah. Bisa-bisanya Daniel menggodanya di saat seperti ini?!

Daniel tersenyum. Nagita telah kembali menjadi dirinya yang biasa.

Pria itu tidak tahu apa yang terjadi semalam sampai Nagita terlihat begitu terluka, yang penting baginya saat ini adalah perempuan itu ada di sini bersamanya.

"Kau pingsan. Semalam hujan lebat. Aku jadi tidak tega membiarkanmu terlelap kedinginan dengan pakaian basah."

Nagita kontan menunduk, tidak berani menatap mata Daniel yang teduh.

"Maaf merepotkanmu," ucapnya. Ia sampai menggigit bibir bawah saking malunya.

Nagita mencoba mengingat lagi alasannya pingsan, tapi kepalanya masih berdenyut hebat. Kejadian pingsan semalam tentu saja merusak citra dirinya. Di mana perempuan kuat dan tangguh itu? Sepertinya malam itu ia tampak tidak berdaya.

Daniel mengelus puncak kepala Nagita. "Tidak perlu memaksakan diri untuk mengingat kejadian semalam," sahut Daniel. "Yang penting sekarang kau aman bersamaku."

Hati Nagita menghangat mendengar itu.

"Kau pasti lapar. Mandi dan bersiaplah untuk sarapan. Aku tunggu di bawah."

Daniel hendak meninggalkan Nagita, tapi perempuan itu mencegat pergerakannya.

"Sebentar, bagaimana kalau aku tersesat?"

Maksud Nagita, tempat ini tentu saja begitu luas. Tidak ada jaminan bila Nagita bisa menemukan ruang makan dengan mudah. Setidaknya, harus ada pelayan yang membantunya bersiap-siap dan menuntun jalan.

Daniel sampai terkekeh mendengar ucapan Nagita.

"Ini bukan kali pertama kau menginjakkan kaki ke sini, Nagita," jawab Daniel mengingatkan. "Tidak perlu berlaga lugu, bukankah dulu kau pernah gentayangan di rumah ini untuk mencari sesuatu?"

Nagita menelan ludah. Apa Daniel sedari dulu mengetahuinya dari awal?

Gadis itu berdiri dari duduknya, meminta penjelasan. "Kau ... apa yang kau bicarakan?" tanyanya menatap Daniel. Meski berusaha berpura-pura tidak tahu, tapi ia tetap merasa cemas.

"Cincin berlian itu," terang Daniel enteng. "Bukankah kau yang mencurinya?"

Ucapan Daniel jelas bukan sekedar pertanyaan, melainkan sebuah pernyataan mutlak yang tidak bisa terelakkan.

Nagita tidak mampu berkata-kata. Kalau Daniel sudah tahu siapa pencuri sebenarnya, kenapa selama ini laki-laki itu tidak mencari dan menjebloskan Nagita ke penjara?

Atau kenapa tidak menjual dirinya ke pasar gelap? Masalahnya, Daniel membeli cincin itu dengan harga yang fantastis dan hanya ada satu di dunia ini.

"Bersiap-siaplah. Aku akan menunggumu di ruang makan," ujar pria itu.

Seolah, bagi Daniel pencurian itu tidak ada artinya. Daniel bahkan berlalu dengan langkah ringan sembari bersiul santai.

Respon Daniel membuat Nagita kontan menelan ludah. Pencurian yang Nagita lakukan di masa lalu tentu saja membutuhkan perjuangan yang tidak mudah, tapi Daniel menganggap Nagita seperti mencuri donat kentang.

"Pria sultan ini membuatku merinding," gumam Nagita menatap kepergian Daniel.

Sekelabat bayangan tiga tahun lalu kembali berputar di kepala Nagita. Di sebuah tempat pelelangan, Nagita berusaha mendapatkan cincin berlian yang amat menarik perhatiannya.

Namun, Daniel terus saja menawarkan harga yang lebih tinggi dari Nagita. Mendominasi. Pria itu tidak berhenti menaikkan harga sampai Nagita kewalahan menghadapinya. Pria ini jelas lebih kaya darinya. Nagita tidak akan bisa menang melawan Daniel. Maka, Nagita terpaksa merelakan perhiasan yang begitu ia damba.

'Perempuan ambisius sepertimu wajib bersanding dengan pria yang jauh lebih kaya darimu, Nona. Misalnya seperti aku.'

Suara Daniel tiga tahun lalu masih terekam dengan jelas, kembali mengusik Nagita. Itu percakapan pertama mereka setelah Daniel menang mutlak mendapatkan cincin berlian.

Saat itu, Nagita hanya merespon ungkapan Daniel dengan raut wajah masam, masih teramat kesal kepada pria itu, sebab jika bukan karena Daniel, mungkin Nagita bisa mendapatkan cincin itu dengan mudah.

Jika saja cincin berlian itu sedari awal adalah miliknya, ia tidak harus bersusah payah menjadi seorang pencuri kelas teri.

Dengan helaan napas kasar, Nagita mulai beranjak dari kasur. Ia tidak ingin berlarut-larut memikirkan banyak hal. Bergegas Nagita masuk ke kamar mandi, membersihkan diri.

Ia harus mencari cara agar bisa lekas pergi dari sini. Berada terlalu lama di sekitar Daniel tentu bukan pilihan yang bijak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status