Home / Romansa / Jejak Langkah Sang CEO / Langkah Di Antara Bahaya

Share

Langkah Di Antara Bahaya

Author: ENDRA
last update Last Updated: 2025-01-04 17:59:33

Pagi itu di ruang meeting Zenith Corp, suasana tegang. Aiden duduk di ujung meja, dikelilingi Nathaniel, Clara, Lucas, dan Jessica. Di tengah meja, sebuah layar besar menampilkan grafik penurunan performa saham Zenith dalam sepekan terakhir.

“Ini nggak bisa dibiarkan,” suara Aiden terdengar tegas, dingin seperti biasa.

Lucas mengangguk, membuka file di laptopnya. “Gue udah nge-trace beberapa aktivitas mencurigakan di sistem internal kita. Gue yakin, ini kerjaan orang dalam.”

“Lo yakin, Lucas?” Jessica menyela, ragu. “Kalau ini kerjaan orang dalam, siapa yang berani? Semua karyawan udah di-screening ketat.”

Nathaniel menghela napas. “Masalahnya bukan siapa yang berani, tapi siapa yang cukup pintar buat bikin semua ini kelihatan kayak kesalahan teknis biasa.”

Clara, yang sejak tadi diam, akhirnya buka suara. “Kalau ini bener sabotase, lo mau langkah pertama apa, Aiden?”

Aiden mengarahkan pandangannya ke semua orang di ruangan itu. “Cari siapa pelakunya. Hentikan mereka sebelum kerusakan makin parah. Dan kalau ketemu buktinya, laporkan ke polisi.”

Nathaniel menyentuh bahu Aiden. “Gue bakal handle ini bareng Lucas. Lo fokus ke hubungan sama investor. Kita nggak mau mereka makin panik.”

Aiden mengangguk. “Baik. Gue serahkan ini ke lo berdua. Tapi kalau ada update, gue mau tahu secepatnya.”

Di sisi lain, Alya baru aja selesai ngobrol sama Vina Rahmawati, informan yang baru dia temui di sebuah kafe kecil di Jakarta Selatan.

“Alya, gue udah kasih semua yang gue tahu,” kata Vina dengan nada setengah panik. “Tolong jangan sebut nama gue di mana-mana, oke?”

Alya menenangkan Vina dengan senyum kecil. “Tenang aja, Vin. Nama lo aman. Tapi gue butuh lo bantu satu hal lagi.”

“Apa lagi?” tanya Vina, waspada.

“Lo bilang tadi ada dokumen yang Evelyn simpan di rumahnya, kan? Bisa nggak lo kasih gue akses ke sana?”

“Lo gila?” Vina nyaris teriak. “Alya, gue cuma informan kecil. Kalau gue ketahuan bantuin lo, gue bisa habis!”

Alya menggenggam tangan Vina, berusaha meyakinkannya. “Vin, ini satu-satunya cara buat buktiin Evelyn terlibat. Lo nggak mau dia terus-terusan lolos, kan?”

Vina menghela napas panjang, lalu akhirnya mengangguk. “Gue bakal coba cari jalan. Tapi lo harus hati-hati.”

“Thanks, Vin. Gue janji nggak akan nyeret lo terlalu jauh.”

Malam itu, Aiden pulang lebih malam dari biasanya. Saat dia baru masuk ke apartemennya, Tara, sekretaris pribadinya, menelepon.

“Ada apa, Tara?” Aiden langsung bertanya tanpa basa-basi.

“Pak Aiden, saya cuma mau ngingetin kalau besok ada meeting sama George Lim soal investasi tambahan,” jawab Tara dengan suara lembut.

“Gue nggak butuh pengingat, Tara,” kata Aiden dingin. “Apa ada hal lain?”

Tara terdiam sebentar sebelum menjawab. “Saya dengar kabar kalau Monica Setiawan ketemu seseorang di lounge hotel tadi siang. Sepertinya dia diskusi sesuatu yang penting.”

Aiden berhenti sejenak, lalu bertanya, “Seseorang? Siapa?”

“Maaf, Pak, saya belum tahu. Tapi saya akan cari tahu lebih lanjut.”

“Baik. Kabari gue kalau lo punya informasi,” kata Aiden sebelum menutup telepon.

Dia menatap jendela apartemennya, pikirannya kembali terfokus pada Monica, Evelyn, dan semua yang sedang terjadi. Ada terlalu banyak hal yang bergerak di belakang layar, dan dia tahu satu kesalahan saja bisa menghancurkan semuanya.

Aiden berdiri di depan kaca besar apartemennya, pandangan kosong ke gemerlap kota di bawah. Otaknya nggak berhenti berputar. Masalah sabotase di Zenith makin rumit, sementara Monica dan Evelyn terlihat semakin aktif bergerak. Dia tahu, ada banyak rahasia yang belum terungkap.

Ponselnya bergetar. Nama Nathaniel muncul di layar.

“Ada kabar?” tanya Aiden begitu dia menjawab.

Nathaniel terdengar serius. “Kita punya masalah baru. Lucas nemuin jejak hacker yang nyusup ke sistem kita. Dan yang lebih gawat, datanya dikirim ke pihak luar.”

Aiden mengepalkan tangannya. “Siapa pihak luar itu?”

“Belum jelas, tapi gue punya dugaan kuat kalau ini ada hubungannya sama Samuel Aditya.”

Nama Samuel langsung bikin emosi Aiden naik. “Samuel lagi? Dia emang nggak pernah berhenti nyari celah buat ngejatuhin gue.”

“Tenang, Aid. Gue sama Lucas lagi ngejar jejaknya. Tapi kita butuh waktu. Lo hati-hati aja, jangan ambil langkah gegabah.”

“Gue nggak akan tinggal diam, Nate,” jawab Aiden dingin. “Gue bakal cari tahu apa rencana Samuel. Kalau dia berani main kotor, gue pastiin dia bakal nyesel.”

Sementara itu, Alya lagi duduk di ruang kerja Reza, editor senior sekaligus mentornya. Dia baru aja ngasih draft artikel investigasi soal Zenith dan kasus sabotase yang belakangan jadi isu hangat.

Reza membaca cepat, lalu menatap Alya dengan alis terangkat. “Ini serius banget, Alya. Lo yakin mau publish artikel ini? Zenith bisa nuntut lo kalau sampe salah langkah.”

“Makanya gue butuh lo cek semua datanya dulu, Mas,” jawab Alya penuh semangat. “Gue yakin ini penting. Zenith nggak cuma jadi korban sabotase, tapi ada yang sengaja ngegunain situasi ini buat ngejatuhin Aiden Ravindra.”

Reza menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Aiden Ravindra? Jadi lo percaya dia nggak bersalah?”

Alya terdiam sesaat. “Gue nggak bilang dia suci. Tapi ada sesuatu di balik semua ini. Dan gue pengen tahu apa.”

Reza tersenyum tipis. “Oke. Gue bantu cek datanya. Tapi kalau lo mau lanjut investigasi, hati-hati. Dunia kayak gini bisa berbahaya.”

“Thanks, Mas. Gue udah biasa jalan di tempat yang gelap. Gue cuma pengen cari kebenaran.”

Di tempat lain, Evelyn Kurniawan duduk santai di ruang tamu mewah miliknya. Di depannya, Samuel Aditya sedang menyesap segelas anggur merah.

“Gue udah ngirim sinyal pertama ke Zenith,” kata Samuel dengan nada puas. “Sekarang tinggal tunggu reaksi mereka.”

Evelyn tersenyum tipis. “Aiden pasti lagi panik. Tapi hati-hati, Samuel. Dia bukan tipe orang yang gampang dijatuhin.”

“Gue tahu, Evelyn. Justru itu gue main catur, bukan kartu. Semua langkah gue udah gue rencanain.”

Evelyn mengangguk pelan. “Bagus. Tapi jangan lupa. Kalau ini gagal, kita berdua yang bakal kena.”

Samuel menatap Evelyn tajam. “Gue nggak pernah gagal.”

Malam semakin larut. Alya baru aja selesai ngobrol sama Vina lewat telepon. Informan itu akhirnya sepakat buat kasih akses ke rumah Evelyn besok malam.

Mira, sahabat Alya, yang sejak tadi sibuk main game di sofa, akhirnya bersuara. “Lo yakin mau masuk ke rumah Evelyn? Itu kan gila banget, Alya.”

Alya memutar kursinya menghadap Mira. “Gue nggak punya pilihan lain, Mir. Kalau dokumen itu beneran ada, ini bakal jadi bukti penting.”

“Tapi kalau lo ketahuan?”

Alya mengangkat bahu, mencoba santai meski hatinya deg-degan. “Ya, gue improvisasi.”

Mira mendengus. “Lo tuh kayak nggak sayang nyawa aja.”

“Mir, gue nggak mungkin mundur sekarang.”

Mira menatap Alya dengan wajah serius. “Oke, tapi lo nggak bakal pergi sendiri. Gue ikut.”

Alya tersenyum kecil. “Lo nggak perlu ikut, Mir. Gue bisa handle sendiri.”

“Nggak ada debat. Kalau lo nekat, gue juga nekat.”

Alya menghela napas. “Baiklah. Tapi lo cuma bantu ngawasin. Jangan ngelakuin hal yang bisa bikin kita dua-duanya ketangkep.”

Mira mengangkat tangan seperti menyerah. “Siap, Kapten.”

Malam berikutnya, Alya dan Mira berdiri di luar pagar rumah Evelyn Kurniawan, yang terlihat megah dengan lampu taman yang bersinar temaram. Alya memeriksa sekali lagi isi tas kecilnya: senter, buku catatan, dan ponsel dengan baterai penuh.

“Lo yakin banget kita bakal bisa masuk tanpa ketahuan?” bisik Mira sambil melirik kamera keamanan yang ada di ujung pagar.

“Vina udah ngasih tahu kalau sistem keamanan Evelyn nggak seketat itu. Gue juga dapet info kalau dia lagi pergi ke dinner sama Samuel,” jawab Alya, menahan gugupnya.

“Kalau gitu buruan, sebelum mereka balik.”

Alya menarik napas dalam-dalam, lalu memanjat pagar dengan cekatan. Mira mengikuti di belakangnya, meski agak canggung dan hampir terpeleset.

“Mir, lo lebih baik belajar parkour,” gumam Alya sambil menarik temannya ke tanah.

“Ha-ha, lucu banget. Ayo masuk sebelum gue nyesel ikut lo,” balas Mira sambil merapikan hoodie-nya.

Mereka berdua bergerak pelan menuju pintu samping. Seperti yang dibilang Vina, kunci pintu itu sudah dibuka sebelumnya. Alya melangkah masuk, mencoba meredam suara napasnya.

“Lo beneran tahu mau cari apa?” tanya Mira dengan suara hampir berbisik.

“Dokumen yang nunjukin hubungan Evelyn sama sabotase di Zenith,” jawab Alya. “Menurut Vina, dia simpen semua di ruang kerjanya, lantai dua.”

Sementara itu, di tempat lain, Aiden duduk di ruang meeting bersama Nathaniel, Lucas, dan Andre. Di layar monitor besar, terlihat diagram aktivitas mencurigakan di sistem internal Zenith.

“Hacker ini nggak main-main,” kata Lucas sambil menunjuk layar. “Dia berhasil nyedot sebagian data ke server eksternal sebelum kita blok aksesnya.”

Nathaniel menghela napas. “Dan server itu terhubung ke jaringan yang kemungkinan besar milik Samuel Aditya.”

Aiden memandang layar itu dengan ekspresi dingin. “Kita harus cari tahu apa tujuan mereka. Kalau ini sabotase, gue nggak mau tunggu sampai mereka melangkah lebih jauh.”

Andre, kepala keamanan internal, angkat bicara. “Saya udah nyiapin tim buat investigasi lebih dalam. Tapi kita juga harus waspada. Ada kemungkinan ancaman lain yang belum kita sadari.”

“Kerjain apa yang perlu dikerjain, Andre,” kata Aiden tegas. “Gue nggak akan biarin siapapun ngehancurin Zenith.”

Kembali ke rumah Evelyn, Alya akhirnya berhasil menemukan ruang kerja yang dimaksud. Di atas meja kayu besar, ada tumpukan dokumen dan sebuah laptop yang masih menyala.

“Lo yakin bisa ngelacak sesuatu di situ?” tanya Mira sambil berdiri di pintu, berjaga.

“Pasti ada sesuatu di sini,” jawab Alya, mulai membongkar dokumen-dokumen di meja. Tangannya berhenti saat dia menemukan sebuah folder dengan tulisan “Proyek 42.”

“Proyek 42? Apa ini?” gumam Alya sambil membuka folder itu. Matanya membelalak saat membaca isi dokumen di dalamnya: rencana detail sabotase sistem keamanan Zenith, lengkap dengan nama-nama yang terlibat.

“Mira, gue nemu sesuatu yang gede,” bisik Alya dengan nada tegang.

Belum sempat Mira merespons, suara langkah kaki terdengar dari lantai bawah.

“Mereka balik!” Mira panik.

“Cepat, simpen semua ini di tas gue!” Alya buru-buru memasukkan dokumen ke tas kecilnya, lalu mematikan laptop Evelyn dengan cepat untuk menghilangkan jejak.

Mereka berdua berlari keluar dari ruangan, menahan napas setiap kali mendengar suara langkah mendekat. Alya melirik Mira dengan pandangan penuh ketegangan.

“Jendela, Mir. Kita lompat dari sana.”

“Maksud lo lompat dari lantai dua?”

“Pilihannya cuma itu atau ketangkep!”

Mira menghela napas, lalu ikut Alya membuka jendela. Dengan hati-hati, mereka melompat ke taman di bawah, mendarat di atas semak-semak yang lumayan tebal.

“Kalau gue mati gara-gara ini, lo tanggung jawab, Alya,” bisik Mira dengan nada kesal.

“Tapi lo nggak mati, kan?” jawab Alya sambil berlari ke pagar.

Mereka berhasil keluar sebelum penghuni rumah menyadari kehadiran mereka. Tapi hati Alya belum tenang. Dia tahu, dokumen yang dia bawa bukan cuma berisi bukti penting, tapi juga bisa jadi ancaman besar buat dirinya.

Related chapters

  • Jejak Langkah Sang CEO   Konfrontasi Tak Terduga

    Pagi itu di kantor Zenith Corp, Aiden duduk di ruangannya yang luas, dikelilingi oleh tumpukan dokumen dan laporan. Pandangannya tajam, tapi ada sedikit kerutan di keningnya. Pikirannya masih dipenuhi dengan kejadian sabotase yang terus menggoyang perusahaannya.Nathaniel masuk dengan langkah cepat tanpa mengetuk, seperti biasanya. “Gue dapet update dari Andre. Mereka nemuin server yang dipake buat ngelakuin sabotase itu. Lokasinya di kawasan milik Samuel.”Aiden menyandarkan diri di kursinya, ekspresinya datar tapi matanya penuh ketegangan. “Samuel lagi nyari gara-gara. Kalau dia pikir gue bakal duduk diam, dia salah besar.”“Lo mau ngelakuin apa?” tanya Nathaniel sambil melipat tangan di dadanya.Aiden diam sejenak, lalu menjawab dengan nada tegas. “Kita bikin dia nyesel pernah main-main sama Zenith. Tapi sebelum itu, gue butuh bukti konkret. Gue nggak mau bergerak tanpa strategi yang jelas.”Nathaniel mengangguk. “Gue bakal terusin penyelidikannya.”Di sisi lain kota, Alya duduk di

    Last Updated : 2025-01-10
  • Jejak Langkah Sang CEO   Perang Dimulai

    Alya menatap Randy Suhartono yang berdiri di depan pintunya. Lelaki itu tampak kusut, matanya waspada sambil terus mengawasi lorong apartemen.“Masuk,” Alya akhirnya berkata, meski dalam hati masih ragu. Mira langsung berdiri dari sofa, memasang wajah curiga.“Lo ngapain di sini?” Mira memotong sebelum Randy sempat bicara.Randy mengangkat tangannya, seolah memberi tanda kalau dia nggak punya niat buruk. “Gue datang buat nyerah.”“Ny… nyerah?” Alya mengerutkan dahi, nggak percaya dengan apa yang baru dia dengar.Randy mengangguk pelan. “Samuel nggak tahu kalau gue di sini. Gue udah muak jadi pionnya dia. Dia nggak cuma mau ngancurin Zenith, tapi juga orang-orang kayak lo.”“Ngapain kita percaya lo?” Mira mendesis. “Lo tuh hacker bayaran. Lo bisa aja pura-pura baik buat jebak kita.”“Gue punya bukti lebih banyak tentang Samuel,” Randy bersikeras. “Semua rencananya ada di laptop gue. Kalau lo nggak percaya, gue bisa kasih itu sekarang.”Alya memutar otaknya cepat. Di satu sisi, ini kese

    Last Updated : 2025-01-10
  • Jejak Langkah Sang CEO   Kepingan Rahasia

    Alya duduk di ruang tamu sambil menatap layar laptopnya. Matanya berkedip pelan, tapi pikirannya nggak berhenti muter-muter. Malam itu, setelah kejadian di gudang, dia nggak bisa tidur. Bukan cuma soal adrenalin yang masih tersisa, tapi juga karena satu nama yang terus ada di kepalanya: Aiden Ravindra.“Lo beneran bakal ngelaporin ini?” Mira muncul dari dapur sambil nenteng dua cangkir kopi.Alya mendesah, menerima cangkir dari Mira. “Gue masih belum yakin. Berita ini gede banget, Mir. Tapi, gue nggak mau asal nulis tanpa fakta lengkap.”“Dan lo yakin Aiden bakal kasih lo akses buat fakta lengkap itu?” Mira menaikkan alis.Alya terdiam sejenak, lalu menggeleng pelan. “Nggak. Dia tipe orang yang bakal ngelindungin rahasianya mati-matian.”Mira duduk di sebelah Alya. “Kalau gitu, kenapa lo nggak fokus ke hal lain dulu? Lo punya banyak bahan liputan, kan? Jangan lupa, ada Samuel Aditya di balik semua ini. Dia musuh nyata lo sekarang.”Alya menatap Mira, lalu menyesap kopinya. “Lo bener.

    Last Updated : 2025-01-10
  • Jejak Langkah Sang CEO   Konspirasi Yang Terbuka

    Pagi itu, Alya menatap layar laptopnya sambil menyeruput kopi yang mulai dingin. Ia bolak-balik membaca catatan dari Evelyn dan mencoba mencocokkannya dengan beberapa dokumen lain yang ia temukan. Semuanya terasa seperti teka-teki besar yang belum ada gambarnya.“Lo nggak tidur, ya?” suara Mira yang baru bangun terdengar dari dapur kecil.“Sebentar aja,” jawab Alya singkat.“Sebentar yang udah masuk hari ketiga?” Mira mendekati meja kerja Alya sambil membawa roti bakar. “Lo serius banget. Awas, jangan sampai burnout.”Alya mendesah. “Gue nggak bisa berhenti, Mir. Semuanya makin jelas. Gue cuma butuh satu bukti lagi buat tahu siapa dalang sabotase Zenith ini.”Mira duduk di samping Alya, mengunyah pelan. “Lo yakin ini bukan cuma permainan Evelyn? Dia tuh manipulatif banget.”“Itu yang bikin gue pusing,” jawab Alya sambil mengusap wajah. “Tapi fakta yang dia kasih cocok sama investigasi gue.”Mira mengangkat bahu. “Yaudah, kalau lo yakin, gas terus. Tapi jangan lupa istirahat.”Di sisi

    Last Updated : 2025-01-10
  • Jejak Langkah Sang CEO   Langkah Yang Berani

    Alya mengetuk meja kafe kecil itu sambil melirik pintu. Dia udah duduk di sana selama 15 menit, menunggu seseorang. Kopi di depannya udah setengah dingin, tapi pikirannya masih sibuk dengan pesan ancaman yang dia terima tadi malam.“Maaf, telat,” suara berat menginterupsi lamunannya. Nathaniel duduk di kursi di seberangnya dengan wajah serius.Alya melipat tangannya di meja. “Lo yakin nggak bakal ada yang curiga lo ketemu sama gue?”Nathaniel tersenyum tipis. “Gue bisa bikin ini keliatan kayak meeting kerja biasa. Lagian, gue COO. Siapa yang bakal nanya?”Alya mengangkat alis. “Oke, jadi kenapa lo minta ketemu?”Nathaniel mengeluarkan amplop cokelat dari tasnya. “Gue nemu sesuatu di laporan keuangan Zenith. Ini kayak… pola yang aneh, tapi gue nggak bisa pastiin ini sabotase atau cuma salah input data.”Alya mengambil amplop itu, membuka isinya, dan mulai membaca cepat. “Ini… transfer dana kecil, tapi sering. Ke akun yang beda-beda?”Nathaniel mengangguk. “Tepat. Kalau dilihat sekilas,

    Last Updated : 2025-01-10
  • Jejak Langkah Sang CEO   Di Balik Layar

    Pagi itu, Alya duduk di ruang redaksi dengan segelas kopi dingin yang sudah setengah habis. Matanya terpaku ke layar laptop, mengetik cepat sambil sesekali menghela napas panjang. Di sebelahnya, Dio menyandarkan tubuh di kursi dengan ekspresi santai tapi usil.“Artikel lo soal Zenith udah kelar?” tanya Dio sambil melirik layar laptop Alya.“Belum,” jawab Alya singkat tanpa mengalihkan pandangan.“Lo serius banget, kayak mau nulis tesis.” Dio terkekeh.“Dio, kalau nggak ada yang penting, tolong jangan ganggu,” balas Alya sambil mengetik lebih cepat.Reza Hartono, editor senior sekaligus mentor Alya, tiba-tiba muncul dari balik meja. “Alya, gue butuh artikel itu sebelum jam makan siang. Lo masih punya waktu dua jam.”“Iya, Pak Reza. Hampir selesai,” kata Alya sambil mengangguk cepat.“Bagus. Gue percaya lo bisa handle ini,” ujar Reza sambil menepuk bahunya.Setelah Reza pergi, Dio menyeringai kecil. “Jangan lupa kasih gue bocoran soal Aiden Ravindra. CEO misterius itu pasti punya sisi g

    Last Updated : 2025-01-10
  • Jejak Langkah Sang CEO   Titik Awal

    “Udah sampai, Mbak Alya.” Alya melongok dari jendela mobil taksi online. Kantor Zenith Corp menjulang tinggi di tengah hiruk pikuk Jakarta. Gedung itu terasa dingin, sama seperti reputasi CEO-nya, Aiden Ravindra. Alya menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantungnya yang sedikit lebih cepat dari biasanya. “Semangat, Alya. Ingat, lo wartawan. Nggak ada yang nggak bisa lo hadapin,” gumamnya pelan sebelum membayar ongkos dan turun. Begitu masuk ke lobi, dia disambut suasana yang penuh profesionalisme. Semua serba rapi, elegan, tapi juga terasa… kaku. Seorang resepsionis perempuan menyapanya dengan senyum tipis. “Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?” Alya memberikan ID persnya. “Alya Mahendra, dari Insight Media. Saya ada janji wawancara sama Pak Aiden Ravindra jam dua.” Resepsionis itu mengangguk sambil memeriksa daftar tamu. “Silakan tunggu sebentar, Mbak. Saya panggilkan Mbak Tara untuk mengantar Anda.” Beberapa menit kemudian, seorang perempuan muda dengan blazer

    Last Updated : 2025-01-04
  • Jejak Langkah Sang CEO   Pertemuan Yang Tak Terduga

    Alya sibuk mengetik di laptopnya di meja kerja kecil di kantor redaksi. Ruangan itu nggak besar, tapi selalu ramai. Suara keyboard dari semua penjuru, telepon berdering, dan obrolan rekan kerja jadi soundtrack sehari-hari. “Masih soal Aiden Ravindra?” suara Dio, rekan sekaligus saingannya, tiba-tiba muncul dari belakang. Alya mendongak, agak terganggu. “Ya, kenapa?” Dio menyandarkan diri ke dinding sambil tersenyum kecil. “Lo sadar nggak, kebanyakan artikel lo tuh berat ke sisi kemanusiaan. Bagus sih, tapi kadang gue mikir, apa semua CEO itu punya sisi manusiawi?” Alya mendengus, lalu melipat tangannya di meja. “Lo skeptis banget. Justru itu tugas kita, kan? Bukan cuma ngegali fakta, tapi nyari cerita di balik fakta itu.” Dio mengangkat bahu. “Well, good luck sama si robot es itu. Gue dengar dia baru aja nge-‘terminate’ kontrak gede tadi pagi.” Alya langsung berhenti mengetik. “Serius? Kontrak yang mana?” “BrightFuture Holdings,” jawab Dio dengan nada santai. Alya memicingkan

    Last Updated : 2025-01-04

Latest chapter

  • Jejak Langkah Sang CEO   Di Balik Layar

    Pagi itu, Alya duduk di ruang redaksi dengan segelas kopi dingin yang sudah setengah habis. Matanya terpaku ke layar laptop, mengetik cepat sambil sesekali menghela napas panjang. Di sebelahnya, Dio menyandarkan tubuh di kursi dengan ekspresi santai tapi usil.“Artikel lo soal Zenith udah kelar?” tanya Dio sambil melirik layar laptop Alya.“Belum,” jawab Alya singkat tanpa mengalihkan pandangan.“Lo serius banget, kayak mau nulis tesis.” Dio terkekeh.“Dio, kalau nggak ada yang penting, tolong jangan ganggu,” balas Alya sambil mengetik lebih cepat.Reza Hartono, editor senior sekaligus mentor Alya, tiba-tiba muncul dari balik meja. “Alya, gue butuh artikel itu sebelum jam makan siang. Lo masih punya waktu dua jam.”“Iya, Pak Reza. Hampir selesai,” kata Alya sambil mengangguk cepat.“Bagus. Gue percaya lo bisa handle ini,” ujar Reza sambil menepuk bahunya.Setelah Reza pergi, Dio menyeringai kecil. “Jangan lupa kasih gue bocoran soal Aiden Ravindra. CEO misterius itu pasti punya sisi g

  • Jejak Langkah Sang CEO   Langkah Yang Berani

    Alya mengetuk meja kafe kecil itu sambil melirik pintu. Dia udah duduk di sana selama 15 menit, menunggu seseorang. Kopi di depannya udah setengah dingin, tapi pikirannya masih sibuk dengan pesan ancaman yang dia terima tadi malam.“Maaf, telat,” suara berat menginterupsi lamunannya. Nathaniel duduk di kursi di seberangnya dengan wajah serius.Alya melipat tangannya di meja. “Lo yakin nggak bakal ada yang curiga lo ketemu sama gue?”Nathaniel tersenyum tipis. “Gue bisa bikin ini keliatan kayak meeting kerja biasa. Lagian, gue COO. Siapa yang bakal nanya?”Alya mengangkat alis. “Oke, jadi kenapa lo minta ketemu?”Nathaniel mengeluarkan amplop cokelat dari tasnya. “Gue nemu sesuatu di laporan keuangan Zenith. Ini kayak… pola yang aneh, tapi gue nggak bisa pastiin ini sabotase atau cuma salah input data.”Alya mengambil amplop itu, membuka isinya, dan mulai membaca cepat. “Ini… transfer dana kecil, tapi sering. Ke akun yang beda-beda?”Nathaniel mengangguk. “Tepat. Kalau dilihat sekilas,

  • Jejak Langkah Sang CEO   Konspirasi Yang Terbuka

    Pagi itu, Alya menatap layar laptopnya sambil menyeruput kopi yang mulai dingin. Ia bolak-balik membaca catatan dari Evelyn dan mencoba mencocokkannya dengan beberapa dokumen lain yang ia temukan. Semuanya terasa seperti teka-teki besar yang belum ada gambarnya.“Lo nggak tidur, ya?” suara Mira yang baru bangun terdengar dari dapur kecil.“Sebentar aja,” jawab Alya singkat.“Sebentar yang udah masuk hari ketiga?” Mira mendekati meja kerja Alya sambil membawa roti bakar. “Lo serius banget. Awas, jangan sampai burnout.”Alya mendesah. “Gue nggak bisa berhenti, Mir. Semuanya makin jelas. Gue cuma butuh satu bukti lagi buat tahu siapa dalang sabotase Zenith ini.”Mira duduk di samping Alya, mengunyah pelan. “Lo yakin ini bukan cuma permainan Evelyn? Dia tuh manipulatif banget.”“Itu yang bikin gue pusing,” jawab Alya sambil mengusap wajah. “Tapi fakta yang dia kasih cocok sama investigasi gue.”Mira mengangkat bahu. “Yaudah, kalau lo yakin, gas terus. Tapi jangan lupa istirahat.”Di sisi

  • Jejak Langkah Sang CEO   Kepingan Rahasia

    Alya duduk di ruang tamu sambil menatap layar laptopnya. Matanya berkedip pelan, tapi pikirannya nggak berhenti muter-muter. Malam itu, setelah kejadian di gudang, dia nggak bisa tidur. Bukan cuma soal adrenalin yang masih tersisa, tapi juga karena satu nama yang terus ada di kepalanya: Aiden Ravindra.“Lo beneran bakal ngelaporin ini?” Mira muncul dari dapur sambil nenteng dua cangkir kopi.Alya mendesah, menerima cangkir dari Mira. “Gue masih belum yakin. Berita ini gede banget, Mir. Tapi, gue nggak mau asal nulis tanpa fakta lengkap.”“Dan lo yakin Aiden bakal kasih lo akses buat fakta lengkap itu?” Mira menaikkan alis.Alya terdiam sejenak, lalu menggeleng pelan. “Nggak. Dia tipe orang yang bakal ngelindungin rahasianya mati-matian.”Mira duduk di sebelah Alya. “Kalau gitu, kenapa lo nggak fokus ke hal lain dulu? Lo punya banyak bahan liputan, kan? Jangan lupa, ada Samuel Aditya di balik semua ini. Dia musuh nyata lo sekarang.”Alya menatap Mira, lalu menyesap kopinya. “Lo bener.

  • Jejak Langkah Sang CEO   Perang Dimulai

    Alya menatap Randy Suhartono yang berdiri di depan pintunya. Lelaki itu tampak kusut, matanya waspada sambil terus mengawasi lorong apartemen.“Masuk,” Alya akhirnya berkata, meski dalam hati masih ragu. Mira langsung berdiri dari sofa, memasang wajah curiga.“Lo ngapain di sini?” Mira memotong sebelum Randy sempat bicara.Randy mengangkat tangannya, seolah memberi tanda kalau dia nggak punya niat buruk. “Gue datang buat nyerah.”“Ny… nyerah?” Alya mengerutkan dahi, nggak percaya dengan apa yang baru dia dengar.Randy mengangguk pelan. “Samuel nggak tahu kalau gue di sini. Gue udah muak jadi pionnya dia. Dia nggak cuma mau ngancurin Zenith, tapi juga orang-orang kayak lo.”“Ngapain kita percaya lo?” Mira mendesis. “Lo tuh hacker bayaran. Lo bisa aja pura-pura baik buat jebak kita.”“Gue punya bukti lebih banyak tentang Samuel,” Randy bersikeras. “Semua rencananya ada di laptop gue. Kalau lo nggak percaya, gue bisa kasih itu sekarang.”Alya memutar otaknya cepat. Di satu sisi, ini kese

  • Jejak Langkah Sang CEO   Konfrontasi Tak Terduga

    Pagi itu di kantor Zenith Corp, Aiden duduk di ruangannya yang luas, dikelilingi oleh tumpukan dokumen dan laporan. Pandangannya tajam, tapi ada sedikit kerutan di keningnya. Pikirannya masih dipenuhi dengan kejadian sabotase yang terus menggoyang perusahaannya.Nathaniel masuk dengan langkah cepat tanpa mengetuk, seperti biasanya. “Gue dapet update dari Andre. Mereka nemuin server yang dipake buat ngelakuin sabotase itu. Lokasinya di kawasan milik Samuel.”Aiden menyandarkan diri di kursinya, ekspresinya datar tapi matanya penuh ketegangan. “Samuel lagi nyari gara-gara. Kalau dia pikir gue bakal duduk diam, dia salah besar.”“Lo mau ngelakuin apa?” tanya Nathaniel sambil melipat tangan di dadanya.Aiden diam sejenak, lalu menjawab dengan nada tegas. “Kita bikin dia nyesel pernah main-main sama Zenith. Tapi sebelum itu, gue butuh bukti konkret. Gue nggak mau bergerak tanpa strategi yang jelas.”Nathaniel mengangguk. “Gue bakal terusin penyelidikannya.”Di sisi lain kota, Alya duduk di

  • Jejak Langkah Sang CEO   Langkah Di Antara Bahaya

    Pagi itu di ruang meeting Zenith Corp, suasana tegang. Aiden duduk di ujung meja, dikelilingi Nathaniel, Clara, Lucas, dan Jessica. Di tengah meja, sebuah layar besar menampilkan grafik penurunan performa saham Zenith dalam sepekan terakhir.“Ini nggak bisa dibiarkan,” suara Aiden terdengar tegas, dingin seperti biasa.Lucas mengangguk, membuka file di laptopnya. “Gue udah nge-trace beberapa aktivitas mencurigakan di sistem internal kita. Gue yakin, ini kerjaan orang dalam.”“Lo yakin, Lucas?” Jessica menyela, ragu. “Kalau ini kerjaan orang dalam, siapa yang berani? Semua karyawan udah di-screening ketat.”Nathaniel menghela napas. “Masalahnya bukan siapa yang berani, tapi siapa yang cukup pintar buat bikin semua ini kelihatan kayak kesalahan teknis biasa.”Clara, yang sejak tadi diam, akhirnya buka suara. “Kalau ini bener sabotase, lo mau langkah pertama apa, Aiden?”Aiden mengarahkan pandangannya ke semua orang di ruangan itu. “Cari siapa pelakunya. Hentikan mereka sebelum kerusakan

  • Jejak Langkah Sang CEO   Jejak Di Balik Bayangan

    Alya menatap layar laptopnya sambil menggigit ujung pulpen. Data yang ia kumpulkan dari informannya, Vina, terasa seperti potongan puzzle yang belum lengkap. Sesuatu mengganggunya—tapi dia nggak tahu pasti apa.“Lo masih ngeliatin itu?” tanya Mira, yang baru aja balik dari pantry kantor sambil membawa dua cangkir kopi.“Masih,” gumam Alya sambil menghela napas. “Gue ngerasa ada sesuatu yang besar di balik ini semua, tapi kayak ada yang sengaja nutupin jejaknya.”Mira duduk di kursi sebelahnya, menyerahkan secangkir kopi. “Lo yakin Aiden bakal percaya sama lo?”“Gue nggak peduli dia percaya atau nggak,” jawab Alya. “Yang penting, gue udah kasih dia data itu. Sekarang gue harus cari bukti lebih kuat.”Mira menyeruput kopinya sambil melipat kakinya di kursi. “Tapi lo sadar kan, lo lagi main di zona bahaya? Kalau bener ini soal sabotase, pelakunya nggak bakal tinggal diam.”Alya terdiam. Kata-kata Mira bikin dia makin sadar risiko yang dia ambil. Tapi di sisi lain, dia tahu dia nggak bisa

  • Jejak Langkah Sang CEO   Rahasia Yang Mulai Terkuak

    Alya duduk di depan laptopnya, menatap layar kosong. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja sambil memikirkan bagaimana memulai tulisan tentang wawancaranya dengan Aiden. Dia tahu, artikel ini harus beda—bukan cuma soal angka, kesuksesan, atau bisnis besar.“Ini harus nyentuh sisi manusianya,” gumam Alya.Pikirannya terhenti ketika notifikasi pesan muncul di ponselnya. Dari Mira.“Gue lagi di tempat biasa. Ngobrol yuk, ada info penting.”Alya langsung berkemas. Kalau Mira bilang info penting, pasti ada sesuatu yang menarik.Sementara itu, di kantor Zenith, Aiden berdiri di depan jendela ruangannya yang besar. Nathaniel duduk di sofa dengan ekspresi serius.“Ada perkembangan soal Victor?” tanya Aiden tanpa menoleh.Nathaniel mengangguk. “Andre dapet data tambahan. Ada jejak transaksi mencurigakan yang melibatkan orang dalam Zenith.”Aiden berbalik, ekspresinya dingin tapi penuh perhatian. “Siapa?”Nathaniel menyerahkan dokumen. “Clara Hadi. Tapi ini belum pasti. Bisa jadi dia cuma korban m

DMCA.com Protection Status