Wanita itu masuk ke dalam ruangan. Tindakan tersebut sukses membuat semua orang yang ada di sini langsung memusatkan perhatian mereka padanya, wanita yang bernama Rosiana.Kedatangan Rosiana merupakan petaka dan juga keberuntungan bagi kami. Dikatakan petaka karena dia memegang rahasia besar antara aku dan Rasenda. Takutnya dia lupa akan janjinya dan memberi tahu semua orang tentang hubungan kami berdua.Di sisi lain dia juga menjadi keberuntungan karena kedatangannya membuat dua pesaing Rasenda gugur akibat terlalu terkejut. Sementara Rasenda, dia masih menggendongku tanpa goyah sedikit pun.“Sampai kapan kalian akan main gendong-gendongan?” tanya Rosiana. Tangannya menunjuk kami berdua.Dasar Rasenda, bukannya menurunkanku setelah disindir oleh Rosiana, dia malah menghampiri wanita itu tanpa melepasku.“Ikut ke ruanganku!” ucapnya pada Rosiana, di depan semua orang.***“Bagaimana kamu bisa masuk?&rdquo
Saat aku dan Rasenda turun ke lobi, kami berdua disambut oleh tamu tak diundang. Untuk apa dia ke sini? Apakah air mata yang kemarin membanjiri pipiku tidak cukup?“Sayang, tempo hari kamu kan tanya, bagaimana dia bisa ada di sini,” ucapku pada Rasenda dengan suara pelan.Rasenda, lelaki yang sekarang berdiri di sampingku ini hanya memberi respons dengan anggukan.“Ada yang kasih tahu di mana tempat kerjaku sama orang itu. Dia adalah perempuan yang jadi pasangan Pak Yanto saat lomba angkat beban. Namanya Ayu Larasati dari Departemen Public Relations,” imbuhku.Karena jarak antara kami dengan Marcel cukup jauh sekitar dua puluh meter, aku yakin Marcel tidak mendengar apa yang baru saja aku katakan pada Rasenda.“Alba, tolong luangin waktu kamu sebentar saja,” pinta Marcel. Sekarang dia ada di depanku. Lelaki ini menggenggam tanganku dengan ekspresi seperti anak kecil yang sedang meminta permen.“Ngapa
“Kamu masuk dulu ya,” ucap Rasenda saat dirinya membuka pintu mobil sisi belakang untukku.Setelah menutup pintu, lelaki ini meminta Pak Budi keluar dari kursi pengemudi. Dia juga memberikan sejumlah uang berwarna merah. Pak Budi pun mengangguk-angguk dan segera pergi dari tempat ini.“Kamu suruh beliau ke mana?” tanyaku pada Rasenda saat dia masuk ke dalam mobil dan duduk di sampingku.“Suruh balik,” ucapnya.Lelaki yang saat ini duduk di sebelah kananku mengambil segepok tisu di dasbor, lalu memberikan benda tersebut padaku.“Untuk apa?” tanyaku kebingungan. Aku kan tidak terserang influenza.Lelaki ini bukan langsung memberi jawaban, malah menarik tubuh ini ke dalam dekapannya. Kenapa sih dia suka sekali main peluk-pelukan? Sudah begitu, dia tidak memberi aba-aba sebelum menarik badanku. Aku kan jadi kaget.“Buat lap saat kamu nangis,” ujarnya.Nangis?Ah, aku tahu. Dia pasti berpikir kalau aku sedang bersedih k
“Eeuuh….” Suara lenguhan mencelos begitu saja dari bibirku karena badan ini terasa begitu berat. Sejak diriku menerima perasaan Rasenda beberapa bulan yang lalu, tak ada lagi tubuh yang bugar.Saat malam menjelang, lelaki ini selalu merapatkan tubuhnya padaku. Dia mengaduk raga ini seakan sedang mengolah adonan roti. Alhasil, badan ini menjadi letih saat pagi menyapa.“Bisa geser tidak?” keluhku pada pria yang sedang menempelkan badannya dari belakang. Kedua lengan milik lelaki ini mengungkung tubuhku hingga tak bisa bergerak sedikit pun.“Sebentar lagi, sayang,” ucapnya seraya menggosok-gosok rahangnya pada rambutku yang panjang dan tergerai bebas. Untung saja aku sudah terbiasa, jadi tidak kaget lagi seperti dahulu, saat pertama kali dia melakukannya.“Sebentar laginya sampai kapan?” protesku.Rasenda selalu menggunakan kalimat andalan ‘sebentar lagi’ untuk mengurung dan menahanku
“Al maksi sama si Bos enggak?” tanya Aulia saat datang ke mejaku setelah menyerahkan laporan keuangan bulan yang lalu pada Rasenda.“Enggak,” jawabku singkat karena sambil mengetik.Siang ini, Rasenda tidak memiliki agenda makan siang di luar dengan rekan bisnis sehingga aku pun tak perlu ikut bersamanya. Dia hanya makan malam bersama Direktur Pecitra yang lain. Jadi, aku boleh tidak ikut.“Makan di bawah yuk, ada tenant baru katanya,” ajak wanita ini.Tanganku masih fokus memijat papan ketik, namun mataku terfokus padanya. “Apaan?” tanyaku.“Masakan padang,” jawabnya.Aku meringis. “Bukannya dari dulu sudah ada ya? Bahkan sampai ada tiga tenant yang menyediakan masakan padang. Ada Mewah, Senja Menyala, Pagi-Pagi, sekarang apa lagi mereknya?” tanyaku.Wanita ini membuka ponselnya, lalu berkata, “Eh bagus deh namanya, Rembulan Cetar.” Aulia menunjukkan layar ponselnya.Ternyata wanita ini membuka profil sosial media dari Rembulan Cetar. Menurut informasi dari akun tersebut, tempat maka
“Kamu menyukainya, sayang?” tanya Rasenda dengan nada menggoda ketika dia mengaplikasikan sabun mandi ke seluruh tubuhku yang saat ini tak mengenakan sehelai benang pun.Beberapa saat yang lalu, aku mengeluh pada suami. Aku bilang tubuhku jadi bau kambing setelah menyantap raan sikandari.Sejujurnya, itu hanya alasan yang aku karang agar suami menjauh dan tidak menyentuhku malam ini. Mana ada orang yang tubuhnya jadi bau kambing setelah makan daging domba.Namun, sayang sungguh sayang. Ternyata rencana besarku kandas. Setelah menyatakan bahwa badanku bau, lelaki ini malah menjadi bersemangat.“Badanku juga bau, sayang. Kita mandi bersama saja ya,” ucapnya saat itu.Tentu saja aku menolak tawaran suami. Tujuanku sebenarnya kan ingin kabur dari dia. Kalau kami mandi bersama, nanti aku tak punya alasan lagi untuk menjaga jarak dari lelaki ini.“Bagaimanapun juga, tubuhmu jadi seperti ini gara-gara aku. Untuk itu, tolong izinkan aku menebus perbuatanku dengan memandikanmu,” imbuhnya.Ya T
Sesuai dengan prediksi, suami tak mau melepaskanku malam ini. Setelah kami menyelesaikan perbincangan yang panjang, lelaki itu pun mengeluarkan senjata ajaib yang tak dapat ditahan lebih lama lagi.Suami mengangkat tubuhku yang masih mengenakan handuk ke atas kasur, lalu menjatuhkan diriku di sana. Dia mulai melancarkan aksinya dengan mengecup bibir. Awalnya hanya berupa kecupan ringan. Namun, makin lama makin basah.“Tidak apa-apa tak pakai baju, kamu tetap cantik,” bisiknya.Siapa yang tidak meleyot jika dibisiki kalimat manis di telinga? Dasar suami nakal, dia tahu saja bagaimana cara membuat hatiku luluh agar menyerahkan ragaku padanya.“Jangan terus menggoda! Aku jadi malu,” ucapku sambil melepas handuk yang melilit di pinggang Rasenda. Saat ini, aku dapat melihat dengan jelas bagaimana reaksi suami saat tanganku bermain cantik di bawah sana.“Kalau kamu malu, kita main gelap-gelapan saja,” ucapnya ser
“Apa kabar, suamiku? Sudah lama kita enggak ketemu. Aku kangen banget sama kamu. Muach… muach.”Hal pertama yang aku lakukan saat kembali ke tempatku yang dahulu ada menyapa replika Jin di balik pintu masuk, lalu mengecupnya secara brutal.Sekarang tempat ini tak lagi aku diami karena Rasenda berhasil menarik diriku untuk tinggal di satu unit yang sama dengannya. Kendati demikian, aku bersyukur sebab lelaki ini membiarkanku menjaga barang-barang lama yang ada di sini.“Suami kamu masih di sini, sayang,” teriak Rasenda. Dia masih berdiri di depan pintu, sedangkan diriku sudah melalang buana ke kamar tidur.“Kan tinggal jalan saja,” teriakku dari dalam kamar.“Tidak mau. Pokoknya jemput!” pinta lelaki itu.Aduh, suamiku ini manjanya sudah keterlaluan. Biarkan saja ah. Nanti juga dia jalan sendiri.“Kalau enggak dijemput, nanti benda ini aku sulap jadi rongsokan!” ancamnya.Benda apa sih? Aku kan tidak memiliki barang yang pantas dijadikan rongsokan. Semua yang ada di sini masih baik kua