“Eeuuh….” Suara lenguhan mencelos begitu saja dari bibirku karena badan ini terasa begitu berat. Sejak diriku menerima perasaan Rasenda beberapa bulan yang lalu, tak ada lagi tubuh yang bugar.
Saat malam menjelang, lelaki ini selalu merapatkan tubuhnya padaku. Dia mengaduk raga ini seakan sedang mengolah adonan roti. Alhasil, badan ini menjadi letih saat pagi menyapa.
“Bisa geser tidak?” keluhku pada pria yang sedang menempelkan badannya dari belakang. Kedua lengan milik lelaki ini mengungkung tubuhku hingga tak bisa bergerak sedikit pun.
“Sebentar lagi, sayang,” ucapnya seraya menggosok-gosok rahangnya pada rambutku yang panjang dan tergerai bebas. Untung saja aku sudah terbiasa, jadi tidak kaget lagi seperti dahulu, saat pertama kali dia melakukannya.
“Sebentar laginya sampai kapan?” protesku.
Rasenda selalu menggunakan kalimat andalan ‘sebentar lagi’ untuk mengurung dan menahanku
“Al maksi sama si Bos enggak?” tanya Aulia saat datang ke mejaku setelah menyerahkan laporan keuangan bulan yang lalu pada Rasenda.“Enggak,” jawabku singkat karena sambil mengetik.Siang ini, Rasenda tidak memiliki agenda makan siang di luar dengan rekan bisnis sehingga aku pun tak perlu ikut bersamanya. Dia hanya makan malam bersama Direktur Pecitra yang lain. Jadi, aku boleh tidak ikut.“Makan di bawah yuk, ada tenant baru katanya,” ajak wanita ini.Tanganku masih fokus memijat papan ketik, namun mataku terfokus padanya. “Apaan?” tanyaku.“Masakan padang,” jawabnya.Aku meringis. “Bukannya dari dulu sudah ada ya? Bahkan sampai ada tiga tenant yang menyediakan masakan padang. Ada Mewah, Senja Menyala, Pagi-Pagi, sekarang apa lagi mereknya?” tanyaku.Wanita ini membuka ponselnya, lalu berkata, “Eh bagus deh namanya, Rembulan Cetar.” Aulia menunjukkan layar ponselnya.Ternyata wanita ini membuka profil sosial media dari Rembulan Cetar. Menurut informasi dari akun tersebut, tempat maka
“Kamu menyukainya, sayang?” tanya Rasenda dengan nada menggoda ketika dia mengaplikasikan sabun mandi ke seluruh tubuhku yang saat ini tak mengenakan sehelai benang pun.Beberapa saat yang lalu, aku mengeluh pada suami. Aku bilang tubuhku jadi bau kambing setelah menyantap raan sikandari.Sejujurnya, itu hanya alasan yang aku karang agar suami menjauh dan tidak menyentuhku malam ini. Mana ada orang yang tubuhnya jadi bau kambing setelah makan daging domba.Namun, sayang sungguh sayang. Ternyata rencana besarku kandas. Setelah menyatakan bahwa badanku bau, lelaki ini malah menjadi bersemangat.“Badanku juga bau, sayang. Kita mandi bersama saja ya,” ucapnya saat itu.Tentu saja aku menolak tawaran suami. Tujuanku sebenarnya kan ingin kabur dari dia. Kalau kami mandi bersama, nanti aku tak punya alasan lagi untuk menjaga jarak dari lelaki ini.“Bagaimanapun juga, tubuhmu jadi seperti ini gara-gara aku. Untuk itu, tolong izinkan aku menebus perbuatanku dengan memandikanmu,” imbuhnya.Ya T
Sesuai dengan prediksi, suami tak mau melepaskanku malam ini. Setelah kami menyelesaikan perbincangan yang panjang, lelaki itu pun mengeluarkan senjata ajaib yang tak dapat ditahan lebih lama lagi.Suami mengangkat tubuhku yang masih mengenakan handuk ke atas kasur, lalu menjatuhkan diriku di sana. Dia mulai melancarkan aksinya dengan mengecup bibir. Awalnya hanya berupa kecupan ringan. Namun, makin lama makin basah.“Tidak apa-apa tak pakai baju, kamu tetap cantik,” bisiknya.Siapa yang tidak meleyot jika dibisiki kalimat manis di telinga? Dasar suami nakal, dia tahu saja bagaimana cara membuat hatiku luluh agar menyerahkan ragaku padanya.“Jangan terus menggoda! Aku jadi malu,” ucapku sambil melepas handuk yang melilit di pinggang Rasenda. Saat ini, aku dapat melihat dengan jelas bagaimana reaksi suami saat tanganku bermain cantik di bawah sana.“Kalau kamu malu, kita main gelap-gelapan saja,” ucapnya ser
“Apa kabar, suamiku? Sudah lama kita enggak ketemu. Aku kangen banget sama kamu. Muach… muach.”Hal pertama yang aku lakukan saat kembali ke tempatku yang dahulu ada menyapa replika Jin di balik pintu masuk, lalu mengecupnya secara brutal.Sekarang tempat ini tak lagi aku diami karena Rasenda berhasil menarik diriku untuk tinggal di satu unit yang sama dengannya. Kendati demikian, aku bersyukur sebab lelaki ini membiarkanku menjaga barang-barang lama yang ada di sini.“Suami kamu masih di sini, sayang,” teriak Rasenda. Dia masih berdiri di depan pintu, sedangkan diriku sudah melalang buana ke kamar tidur.“Kan tinggal jalan saja,” teriakku dari dalam kamar.“Tidak mau. Pokoknya jemput!” pinta lelaki itu.Aduh, suamiku ini manjanya sudah keterlaluan. Biarkan saja ah. Nanti juga dia jalan sendiri.“Kalau enggak dijemput, nanti benda ini aku sulap jadi rongsokan!” ancamnya.Benda apa sih? Aku kan tidak memiliki barang yang pantas dijadikan rongsokan. Semua yang ada di sini masih baik kua
“Tempat yang kalian ajukan menarik. Jujur saja saya tidak keberatan selama biaya yang dibutuhkan tidak melebihi anggaran yang disediakan oleh perusahaan,” ucap Rasenda pada saat rapat dengan panitia family gathering.“Meskipun begitu, saya ingin tahu pendapat salah satu karyawan,” sambungnya.Rasenda berpaling ke arahku, lalu berkata, “Alba, menurut kamu tempat ini bagus untuk rekreasi bersama keluarga?”Ya Tuhan. Kenapa sih lelaki ini iseng benar? Padahal dia sendiri baru saja mengatakan bahwa dirinya menyukai usulan panitia, namun sekarang dia malah menanyakan pendapatku. Ini sih sama saja dengan memberi bola panas.Lihat! Bagaimana reaksi para anggota panitia yang sedang rapat di ruangan ini saat mereka menunggu jawabanku? Layaknya kucing yang sedang mengincar tikus, mereka tak mau melepas perhatian dari diriku satu detik pun.“Menurut saya, tempat yang dipilih oleh panitia sangat sesuai untuk acara berk
“Maduku, kayaknya kita sudah terlalu lama di sini deh.” Aku segera melepas pelukan kami berdua.“Memangnya kenapa?” tanya Aulia.Betapa naifnya teman yang satu ini. Sepertinya dia lupa bahwa sekarang masih jam kerja. Sekarang kami sedang diawasi oleh mata elang, dan elang tersebut sedang bertengger di meja wanita ini.“Coba kamu lihat ke sana deh,” ucapku seraya menunjuk ke arah timur laut, di mana meja Aulia berada.“Al, aku salah lihat kan?” tanya wanita ini. Dia menggunakan tanganku untuk menepuk-nepuk pipinya.“Kenapa Bapak ada di mejaku ya?” lanjutnya.Aku mengangkat bahu, lalu menjatuhkannya tanpa usaha sebagai tanda bahwa aku juga tidak tahu. “Cepat balik sebelum orang itu panggil kamu,” ucapku.Aulia mengangguk dengan wajah yang cemas. Wanita ini pun berlari ke mejanya tanpa banyak kata begitu juga diriku. Kaki ini segera melangkah meninggalkan pantri agar
“Alba!” seru Rosiana saat aku dan Rasenda tiba di acara pernikahan Alex, sepupu Rosiana sekaligus teman masa kecil Rasenda.“Kamu cantik banget,” puji wanita ini yang membuat hatiku melayang.Aku sudah terbiasa mendapat pujian dari suamiku. Bahkan, beberapa saat yang lalu, ketika kami baru turun dari mobil, Rasenda memuji diriku cantik. Namun, entah mengapa jika mendapat pujian dari sesama wanita, pengaruhnya lebih terasa.“Makasih. Kakak juga cantik. Gaun ini juga modelnya sangat cocok sama badan Kakak,” ucapku.Rosiana mengenakan gaun yang terbuat dari kain shimmer berwarna merah muda dengan model baju mengikuti lekuk tubuhnya yang berbentuk seperti gitar Spanyol. Rambut wanita ini juga menggunakan sanggul kecil berbentuk bunga. Semua yang dia gunakan membuat penampilannya cantik paripurna.Rosiana menepuk pundakku, lalu dia berkata, “Ah kamu bisa saja. Gaun yang kamu pakai juga bagus, siapa desainernya?”Hari ini aku menggunakan gaun panjang berwarna hijau toska, senada dengan keme
“Ah bohong kali,” sahut seseorang di belakangku.“Beneran! Aku tuh enggak mungkin bohong,” timpalnya. Setelah itu, Bunga menghadap ke arahku dan dia segera menutup mulut rapat-rapat. Hal itu berbanding terbalik dengan kedua matanya yang membeliak.“Pak Malik!” ucapnya. Ekspresi wajah gadis ini terlihat tidak percaya dengan apa yang sedang ia lihat sekarang.Wanita ini tersenyum kikuk saat melihat sang CEO di belakangku. Sementara karyawan lain berlari tunggang langgang meninggalkan markas para tukang gosip.Rasenda menunjuk padaku dan juga Bunga, lalu dia berkata, “Kalian berdua ke ruangan saya sekarang!”Bunga menggapai tanganku di sepanjang jalan menuju ruang kerja CEO. Sementara itu, di sisi kanan dan kiri meja para karyawan, tersembunyi mata-mata yang mengawasi pergerakan kami. Mereka adalah orang-orang yang kabur dari pantri saat Rasenda tiba di sana.“Bu, bantuin Bunga dong, saya ta
Terima kasih aku ucapkan pada:Editorku, Kak Dian dan Kak Lucy. Berkat kalian berdua, ‘Jebakan Cinta sang CEO’ dapat tayang di Goodnovel;Para pembaca. Kalian memotivasiku untuk menyelesaikan cerita. ‘Jebakan Cinta sang CEO’ atau memiliki judul lain ‘Suami Magnetis’ merupakan naskah pertamaku di platform ini. Aku harap kalian menyukainya;Terkhusus untuk Jin, lelaki paling tampan di dunia dan sejagat raya pada abad ini. Oppa, thank you for giving me inspiration in writing this manuscript. If Oppa hadn’t held fan meeting a few months ago as well as became the torch bearer for The Paris 2024 Olympics, ‘Jebakan Cinta sang CEO’ would have had a different storyline. Oppa, i have a dream that one day my scripts will be adapted into drama and you become the one who play the main role. I hope my dreams come true.Saat ini aku sedang mengerjakan naskah lain berjudul Hidden Tea. Semoga cerita tersebut dapat tayang di platform ini juga. Sekian.
“Sayang, kamu enggak marah sama aku?” tanyaku.Saat ini diriku berada di bawah selimut yang sama dengan Rasenda. Setelah kami berdua melakukan penyatuan, rindu yang mengapur pun melebur. Suasana yang awalnya dingin, kini menjadi cair.Dengan lembut, Rasenda memeluk tubuhku yang masih polos dan apa adanya. “Marah kenapa?”“Karena aku jual Jantung Medusa, hadiah dari Mama,” jawabku dengan suara yang pelan, lalu menyembunyikan wajah di pelukan Rasenda.Pada saat diriku bilang ke Rosiana bahwa aku akan melepas Jantung Medusa, sebenarnya aku takut jika Rasenda membenciku. Meski pada saat itu lelaki ini membiarkan tindakanku, namun tetap saja ada perasaan tak enak.“Asalkan itu membuatmu senang, tidak ada masalah,” jawabnya.“Lagi pula, kamu tidak jual benda itu atas dasar keputusanmu sendiri. Aku masih punya andil di dalamnya. Ingat! Aku yang melepas perhiasan itu ke orang lain karena akulah yang menyimpannya. Jadi, jangan salahkan dirimu, oke,” imbuhnya.Betapa baiknya suamiku. Padahal ka
Empat hari kami berada di Korea mulai dari Kamis hingga Minggu. Kalau saja Aulia bukan budak korporasi, mungkin kami akan berada di sana hingga satu minggu ke depan.“Manu, tolong bawa ke dalam dan bagi dengan yang lain,” pintaku pada orang itu, wanita yang disuruh oleh Rasenda untuk mengawasi gerak-gerikku.Dia membawa masuk koper yang kuberikan dan membukanya. Betapa terkejut wanita itu setelah dia melihat isi dalam koper tersebut. Terdapat berbagai produk kecantikan, seperti masker wajah, lipstik dan pelembab. Tak ketinggalan juga teh yuja, ginseng serta berbagai makanan khas Korea.Selama berada di negeri K-pop, Aku dan Aulia memuaskan diri berkeliling ke berbagai tempat. Dari lokasi wisata hingga pusat perbelanjaan, kami kunjungi semua. Tak peduli mau beli atau tidak, yang penting kami bisa cuci mata.“Ya ampun banyak banget, Bu. Apa enggak rugi kena cukai?” respons Manu.Persetan dengan cukai atau apa pun itu, toh yang bayar suamiku. Dia sendiri juga sudah bilang agar aku memuas
“Hai sayang! Gimana kabar?” Rosiana mencium pipiku, kiri dan kanan.“Baik Kak. Kakak gimana?” jawabku.Wanita yang kini mengenakan kemeja putih ini menggenggam tanganku. “Luar biasa.”Kami bertemu di kafe yang terletak di daerah Megamendung. Tempat itu memiliki pemandangan indah yang menghadap ke Gunung Salak.Selain memanjakan mata, kafe tersebut juga memanjakan lidah, terutama bagi pengunjung yang mencintai makanan pedas. Mereka menyediakan berbagai menu yang dipadukan dengan sambal bakar seperti ikan gurame, ayam bakar pedas manis, steik bumbu kacang dan masih banyak lagi.“Langsung saja tidak usah basa-basi. Aku dengar kamu punya Jantung Medusa.” Baru saja bertemu, wanita ini sudah bertanya tentang perhiasan.“Dari mana Kakak mendengarnya?” tanyaku.“Dari kenalanku. Dia ingin membelinya,” ujar Rosiana.Memang yang namanya gosip cepat beredar. Mend
“Sayang kamu pasti bercanda, kan?”Aku menarik jas pria ini dengan tangan yang gemetar. Bagaimana mungkin dia berubah menjadi begitu kejam?Kertas yang dia berikan padaku merupakan surat pengunduran diri yang sudah diatur olehnya. Dia, bahkan tak meminta pendapatku lebih dahulu. Inikah hukuman darinya?“Selama ini aku tak bermaksud untuk menyembunyikan kebenaran ini. Aku hanya belum sempat mengatakannya…, tidak…, aku tak berani mengatakannya karena takut kalau kamu jadi makin sedih,” ucapku.“Saat itu, kamu baru saja kehilangan Mama. Jika aku memberi tahu kalau aku keguguran….”“Tetap saja aku berhak tahu!” bentaknya. “Bagaimanapun juga, dia juga anakku.”Seumur hidup, aku tak pernah melihat Rasenda marah sampai membentakku seperti malam ini. Biasanya, tak peduli seburuk apa suasana hatinya, dia tak akan berbicara dengan nada tinggi padaku.“Apa kar
Semenjak Ayu mengunggah video klarifikasi, kepercayaan publik yang sempat hilang pun kembali. Demikian juga dengan kepulangan Rasenda dari Singapura membuat atmosfer Pecitra menjadi lebih baik dari hari ke hari.Lelaki itu berhasil membujuk klien Pecitra yang ingin memutus kerja sama untuk mengurungkan niatnya. Dengan demikian, kerugian yang mengancam perusahaan dapat ditekan.Rasenda berjalan keluar dari ruangannya dan singgah di mejaku. “Sayang, buka akun sekuritas kamu deh,” ucap lelaki itu. Aku pun menurutinya.Betapa terkejut diriku saat melihat ekuitas yang aku miliki saat ini. Besarnya tak tanggung-tanggung hingga mencapai enam bagger. Modal awal yang aku taruh adalah delapan belas miliar enam ratus juta rupiah dan kini nilainya menjadi seratus sebelas miliar enam ratus juta rupiah.“Sayang! Ini beneran uang aku naik lima ratus persen?” tanyaku pada suami untuk memastikan diriku yang masih percaya bahwa ini mimpi.
Setelah menyelesaikan sambungan telepon dengan suami, aku merasakan ada sesuatu yang mengalir di bawah sana. Awalnya hanya terasa lengket, namun makin lama terasa kian deras.“Bu, silakan dipakai.” Bu Angelic memberikan pembalut padaku. “Di dekat sini ada mol, kita bisa pakai toilet di sana,” sambungnya.Setelah wanita itu berkata demikian, aku pun refleks meraba celanaku dan melihat ke belakang sana. Betapa terkejutnya diriku mendapati rembesan darah yang masih segar.“Ini tidak mungkin,” gumamku.“Sudah Bu, tidak usah malu. Kita kan sama-sama perempuan. Wajar saja kalau bocor saat sedang deras-derasnya,” ujar Ibu Angelic.Selama ini, tak ada yang mengetahui kehamilanku, kecuali suami dan ibu mertua. Oleh karena itu, tak heran jika wanita ini mengira bahwa aku sedang menstruasi. Hal ini ada baiknya juga sebab pendarahanku tak menimbulkan kegaduhan.“Pak Kevin dan Bu Angelic balik duluan
“Surprise, moda faka!” ucapku dengan intonasi yang manis disertai senyuman lebar pada Ayu, wanita yang membuat kekacauan di tubuh Pecitra dalam beberapa minggu belakangan.Perempuan itu terburu-buru menutup kembali pintu masuk begitu dia tahu kalau yang berkunjung ke tempat tinggalnya adalah diriku dan dua pejabat tinggi Pecitra. Berani bertaruh, dia pasti tak menyangka kalau kami akan datang ke rumah yang dia rahasiakan dengan baik.“Tidak mempersilakan kami masuk?” Aku menahan daun pintu dengan sepatu.Ayu tetap bersikeras menutup pintu, namun Pak Kevin berhasil menariknya dan menerobos masuk. Perempuan itu pun berteriak minta tolong. Sayangnya, usaha tersebut tak membuahkan hasil karena kami lebih dahulu membungkam mulutnya.“Jangan kamu pikir bisa berbuat seenaknya setelah merusak nama baik Pecitra,” ucapku padanya dengan suara pelan, tepat di telinga perempuan itu.“Kalau kalian berani macam-m
“Bagaimana situasi di Jakarta?” tanya Rasenda padaku yang sedang berada dalam perjalanan menuju Petals Allure.“Semua aman terkendali meskipun ada kayu yang melintang. Kamu tenang saja karena aku sudah membereskannya,” kataku, merujuk pada Rapat Dewan Direksi yang baru saja digelar.Bila teringat tentang rapat tersebut, dadaku jadi bergemuruh. Kalau berbuat kekerasan tak melanggar hukum, mungkin aku sudah menarik rambut para direksi sampai kepala mereka botak.“Aku kesal banget tahu. Bisa-bisanya mereka mau gantiin kamu. Dibilangnya kamu mangkir dari tugas saat perusahaan sedang ada masalah. Padahal kan di sana kamu juga masih mengerjakan urusan kantor,” sambungku.“Lalu apa yang kamu lakukan?” tanya lelaki itu dari balik telepon.“Ya aku lawan. Untung saja kamu kasih aku surat kuasa untuk atur saham yang kamu punya. Aku bilang saja kalau aku memegang saham mayoritas bahkan sampai tujuh puluh persen, jadinya mereka enggak bisa berdebat lagi,” jawabku.Rasenda pun tertawa keras setelah