“Ah bohong kali,” sahut seseorang di belakangku.“Beneran! Aku tuh enggak mungkin bohong,” timpalnya. Setelah itu, Bunga menghadap ke arahku dan dia segera menutup mulut rapat-rapat. Hal itu berbanding terbalik dengan kedua matanya yang membeliak.“Pak Malik!” ucapnya. Ekspresi wajah gadis ini terlihat tidak percaya dengan apa yang sedang ia lihat sekarang.Wanita ini tersenyum kikuk saat melihat sang CEO di belakangku. Sementara karyawan lain berlari tunggang langgang meninggalkan markas para tukang gosip.Rasenda menunjuk padaku dan juga Bunga, lalu dia berkata, “Kalian berdua ke ruangan saya sekarang!”Bunga menggapai tanganku di sepanjang jalan menuju ruang kerja CEO. Sementara itu, di sisi kanan dan kiri meja para karyawan, tersembunyi mata-mata yang mengawasi pergerakan kami. Mereka adalah orang-orang yang kabur dari pantri saat Rasenda tiba di sana.“Bu, bantuin Bunga dong, saya ta
“Kalian bertiga mau ikut lomba makan kerupuk?” tanya salah seorang panitia kami.Aulia dan Bunga serempak mengangguk, lalu menjawab, “Iya”, sedangkan diriku hanya menonton mereka.“Silakan isi data diri terlebih dahulu di sini, Bu,” terang petugas tersebut.Hari ini Pecitra merayakan kemerdekaan Indonesia yang ke-78 dengan melakukan berbagai lomba seperti di kelurahan. Adapun lomba yang diadakan oleh panitia diantaranya, makan kerupuk, membawa kelereng pakai sendok, balap karung, tarik tambang, dan masih banyak lagi.“Kamu kenapa enggak ikut, Al?” tanya Aulia. “Seru tahu!”“Enggak ah. Aku lebih suka nonton saja,” jawabku.“Panggilan kepada Bunga Anastasia dari Departemen Marketing ditunggu kehadirannya di lapangan untuk mengikuti lomba tarik tambang.”Aulia menepuk punggung Bunga, lalu berkata, “Noh! Kamu dipanggil tuh. Sana cepat pergi!”“Ih males banget. Padahal saya sudah ngumpet. Masih saja dipanggil,” keluh Bunga.“Ayo ke sana bareng. Kita mau lihat kalian bakal menang apa enggak
“Tolong beri tahu saya alasan kalian saling bertengkar di toilet,” ucap Pak Haris. Beliau adalah Kepala Divisi Sumber Daya Manusia.Beberapa saat yang lalu, terjadi pertengkaran yang berujung pada perkelahian hebat antara Bunga dan Aulia dengan tiga karyawan wanita. Ketiga orang itu ternyata adalah staf dari Departemen Pelatihan dan Pengembangan yang berada di bawah Divisi Sumber Daya Manusia.Di tengah perkelahian mereka, seseorang yang aku tunggu selama satu jam akhirnya datang. Ayu, perempuan itu bekerja keras memisahkan mereka. Namun sungguh sayang, orang-orang itu tidak dapat dilerai. Jika bukan karena baju yang dibawa oleh Ayu tak sobek oleh mereka, aku yakin adu jotos masih berlangsung hingga saat ini.“Perempuan ini yang duluan, Pak. Dia main pukul sampai muka kami memar,” ucap Rina.Berdasarkan ingatanku tentang warna suara mereka saat di dalam toilet, aku yakin bahwa Rina merupakan orang yang sama dengan wanita kedua.
“Ih aneh banget sih mereka. Hujan juga enggak kok pakai payung,” celetuk seorang ibu muda yang berusia sekitar tiga puluh tahun.Orang ini sedang mencibir kami karena menggunakan payung saat mengantre di pintu masuk taman bermain. Meskipun waktu masih menunjukkan pukul sembilan pagi, namun suhu di tempat ini sudah cukup untuk memanasi hati.“Ma, adek mau kipas,” pinta seorang anak kecil, putra dari ibu yang baru saja mencibir kami.“Mama enggak ada kipas. Tahan aja dulu sebentar. Nanti di dalam juga adem,” ujar ibu tersebut pada putranya.Anak kecil mana bisa tahan dengan cuaca panas, kecuali dia sedang bermain dengan teman sebayanya. Benar saja, tak lama setelah meminta kipas, anak itu pun menangis pada ibunya.Tindakan ibu ini sangat aku sesalkan. Kalau bepergian dengan anak, harusnya dia mempersiapkan semua kebutuhan mulai dari yang penting seperti makanan dan minuman, juga kebutuhan yang sifatnya tidak mendesak seperti, kipas, power bank, payung, baju ganti, dan lainnya.Aku kira
“Selamat siang, saya Alba Ayuningtyas, dengan siapa saya berbicara?” ucapku saat menerima panggilan melalui interkom.Aku segera membuka buku catatan panggilan masuk yang ada di meja dan menyiapkan alat tulis.“Selamat siang Bu Alba, saya Kevin Samudra, Sekretaris Perusahaan,” jawab pria tersebut dari panggilan telepon.“Baik Pak Kevin, bagaimana saya bisa membantu?” sambungku.Pak Kevin berdeham, lalu beliau berkata, “Saya perlu bertemu dengan Pak Malik segera, pada pukul berapa beliau memiliki waktu?”“Baik, sebelumnya mohon beri tahu keperluan Bapak dengan beliau,” jawabku.“Saya perlu arahan beliau karena saya sedang berada di puncak piramida,” ucap Pak Kevin.Ya Tuhan, kode ini…“Mohon tunggu sebentar, Pak,” ucapku pada lelaki yang menjadi penghubung antara Pecitra dan para investor.Badanku menjadi tegang seketika itu juga sa
Aku rasa suamiku sedang kekurangan cairan sehingga pikirannya menjadi tidak fokus. Di dunia ini, mana ada pengusaha yang ingin harga saham perusahaannya turun bahkan sampai lima puluh persen.Oh Tuhan. Hamba mohon padamu, tolong kembalikan kewarasan suamiku. Jangan biarkan lelaki ini linglung berkepanjangan.“Maaf Pak. Mohon ulangi lagi instruksi Bapak. Sepertinya pendengaran saya bermasalah barusan,” pinta Pak Kevin.Bukan pendengaran si Sekretaris Perusahaan yang bermasalah, melainkan kepala sang CEO-nya.Atas permintaan Pak Kevin, Rasenda pun mengulangi perkataannya. “Saya bilang, dalam waktu tiga bulan, Bapak harus menurunkan harga saham pecitra sampai lima puluh persen.”“Lakukan dengan halus, dimulai dari tanggal ex-dividen satu minggu lagi,” lanjutnya.Aku hanya bisa meringis mendengar perintah gila yang keluar dari mulut lelaki ini. Bisa-bisanya dia menurunkan harga saham hanya karena dia ingin agar diriku dapat membelinya dengan harga murah.“Maaf Pak. Kalau kita menurunkan ha
“Ngapain sih kamu ke sini?” tanya Rasenda pada Rosiana. Tubuh lelaki itu memancarkan aura kegelapan yang mencekam.Rosiana melipat bibirnya ke dalam, kemudian dia berkata, “Mau kasih ini.”Wanita itu menunjukkan minuman yang dia bawa. “Ini bisnis waralaba punya grup kami yang baru buka di gedung sebelah. Berhubung ada promo beli dua gratis satu, makanya aku bawa buat kalian,” imbuhnya.“Itu saja?” tanya Rasenda penuh selidik.Aku sadar betul kalau mereka bertemu pasti akan berdebat panjang. Hal ini tentu saja tidak enak untuk dilihat oleh orang lain, terutama mereka yang tak mengenal Rasenda dan Rosiana dengan baik.“Kalian sebaiknya mengobrol di dalam saja. Kalau terus di sini takutnya mengganggu para karyawan,” saranku pada mereka.Setelah mendengar nasihatku, akhirnya Rasenda menyuruh Rosiana untuk masuk ke ruangannya dan berbicara di sana. Sementara itu, diriku melihat Aulia per
“Sebenarnya apa yang kamu lakukan sampai anak mantuku menjadi bahan gosip orang-orang di luar sana?!” pekik Ibu Susan pada Rasenda.Angin besar yang sedang menerpa Pecitra membuat Ibu Susan memanggil kami ke rumahnya. Berita yang beredar dan juga pandangan publik tentang anak dan menantunya membuat wanita ini naik pitam.“Kamu pasti tahu kan kalau mereka menghina Alba?!” cecar wanita itu.Selama kami disidang oleh Ibu Susan, Rasenda menggenggam tanganku erat dan tak mau melepaskannya.“Ini semua semua salah Rara, Ma,” ucap suamiku.“Rara yang merahasiakan ini semua dari publik, makanya semua orang jadi salah paham,” lanjutnya.Saat lelaki ini berbohong pada ibunya untuk melindungiku, aku pun ingin menyanggah ucapan tersebut. Namun, suami menghalanginya.“Saya merahasiakan pernikahan ini karena malu belum memberi pesta yang pantas untuk istri,” ujar suamiku.“Kalau status pernikahan kami diumumkan ke publik tanpa pesta pernikahan terlebih dahulu, takutnya Alba menjadi bahan gunjingan.
Terima kasih aku ucapkan pada:Editorku, Kak Dian dan Kak Lucy. Berkat kalian berdua, ‘Jebakan Cinta sang CEO’ dapat tayang di Goodnovel;Para pembaca. Kalian memotivasiku untuk menyelesaikan cerita. ‘Jebakan Cinta sang CEO’ atau memiliki judul lain ‘Suami Magnetis’ merupakan naskah pertamaku di platform ini. Aku harap kalian menyukainya;Terkhusus untuk Jin, lelaki paling tampan di dunia dan sejagat raya pada abad ini. Oppa, thank you for giving me inspiration in writing this manuscript. If Oppa hadn’t held fan meeting a few months ago as well as became the torch bearer for The Paris 2024 Olympics, ‘Jebakan Cinta sang CEO’ would have had a different storyline. Oppa, i have a dream that one day my scripts will be adapted into drama and you become the one who play the main role. I hope my dreams come true.Saat ini aku sedang mengerjakan naskah lain berjudul Hidden Tea. Semoga cerita tersebut dapat tayang di platform ini juga. Sekian.
“Sayang, kamu enggak marah sama aku?” tanyaku.Saat ini diriku berada di bawah selimut yang sama dengan Rasenda. Setelah kami berdua melakukan penyatuan, rindu yang mengapur pun melebur. Suasana yang awalnya dingin, kini menjadi cair.Dengan lembut, Rasenda memeluk tubuhku yang masih polos dan apa adanya. “Marah kenapa?”“Karena aku jual Jantung Medusa, hadiah dari Mama,” jawabku dengan suara yang pelan, lalu menyembunyikan wajah di pelukan Rasenda.Pada saat diriku bilang ke Rosiana bahwa aku akan melepas Jantung Medusa, sebenarnya aku takut jika Rasenda membenciku. Meski pada saat itu lelaki ini membiarkan tindakanku, namun tetap saja ada perasaan tak enak.“Asalkan itu membuatmu senang, tidak ada masalah,” jawabnya.“Lagi pula, kamu tidak jual benda itu atas dasar keputusanmu sendiri. Aku masih punya andil di dalamnya. Ingat! Aku yang melepas perhiasan itu ke orang lain karena akulah yang menyimpannya. Jadi, jangan salahkan dirimu, oke,” imbuhnya.Betapa baiknya suamiku. Padahal ka
Empat hari kami berada di Korea mulai dari Kamis hingga Minggu. Kalau saja Aulia bukan budak korporasi, mungkin kami akan berada di sana hingga satu minggu ke depan.“Manu, tolong bawa ke dalam dan bagi dengan yang lain,” pintaku pada orang itu, wanita yang disuruh oleh Rasenda untuk mengawasi gerak-gerikku.Dia membawa masuk koper yang kuberikan dan membukanya. Betapa terkejut wanita itu setelah dia melihat isi dalam koper tersebut. Terdapat berbagai produk kecantikan, seperti masker wajah, lipstik dan pelembab. Tak ketinggalan juga teh yuja, ginseng serta berbagai makanan khas Korea.Selama berada di negeri K-pop, Aku dan Aulia memuaskan diri berkeliling ke berbagai tempat. Dari lokasi wisata hingga pusat perbelanjaan, kami kunjungi semua. Tak peduli mau beli atau tidak, yang penting kami bisa cuci mata.“Ya ampun banyak banget, Bu. Apa enggak rugi kena cukai?” respons Manu.Persetan dengan cukai atau apa pun itu, toh yang bayar suamiku. Dia sendiri juga sudah bilang agar aku memuas
“Hai sayang! Gimana kabar?” Rosiana mencium pipiku, kiri dan kanan.“Baik Kak. Kakak gimana?” jawabku.Wanita yang kini mengenakan kemeja putih ini menggenggam tanganku. “Luar biasa.”Kami bertemu di kafe yang terletak di daerah Megamendung. Tempat itu memiliki pemandangan indah yang menghadap ke Gunung Salak.Selain memanjakan mata, kafe tersebut juga memanjakan lidah, terutama bagi pengunjung yang mencintai makanan pedas. Mereka menyediakan berbagai menu yang dipadukan dengan sambal bakar seperti ikan gurame, ayam bakar pedas manis, steik bumbu kacang dan masih banyak lagi.“Langsung saja tidak usah basa-basi. Aku dengar kamu punya Jantung Medusa.” Baru saja bertemu, wanita ini sudah bertanya tentang perhiasan.“Dari mana Kakak mendengarnya?” tanyaku.“Dari kenalanku. Dia ingin membelinya,” ujar Rosiana.Memang yang namanya gosip cepat beredar. Mend
“Sayang kamu pasti bercanda, kan?”Aku menarik jas pria ini dengan tangan yang gemetar. Bagaimana mungkin dia berubah menjadi begitu kejam?Kertas yang dia berikan padaku merupakan surat pengunduran diri yang sudah diatur olehnya. Dia, bahkan tak meminta pendapatku lebih dahulu. Inikah hukuman darinya?“Selama ini aku tak bermaksud untuk menyembunyikan kebenaran ini. Aku hanya belum sempat mengatakannya…, tidak…, aku tak berani mengatakannya karena takut kalau kamu jadi makin sedih,” ucapku.“Saat itu, kamu baru saja kehilangan Mama. Jika aku memberi tahu kalau aku keguguran….”“Tetap saja aku berhak tahu!” bentaknya. “Bagaimanapun juga, dia juga anakku.”Seumur hidup, aku tak pernah melihat Rasenda marah sampai membentakku seperti malam ini. Biasanya, tak peduli seburuk apa suasana hatinya, dia tak akan berbicara dengan nada tinggi padaku.“Apa kar
Semenjak Ayu mengunggah video klarifikasi, kepercayaan publik yang sempat hilang pun kembali. Demikian juga dengan kepulangan Rasenda dari Singapura membuat atmosfer Pecitra menjadi lebih baik dari hari ke hari.Lelaki itu berhasil membujuk klien Pecitra yang ingin memutus kerja sama untuk mengurungkan niatnya. Dengan demikian, kerugian yang mengancam perusahaan dapat ditekan.Rasenda berjalan keluar dari ruangannya dan singgah di mejaku. “Sayang, buka akun sekuritas kamu deh,” ucap lelaki itu. Aku pun menurutinya.Betapa terkejut diriku saat melihat ekuitas yang aku miliki saat ini. Besarnya tak tanggung-tanggung hingga mencapai enam bagger. Modal awal yang aku taruh adalah delapan belas miliar enam ratus juta rupiah dan kini nilainya menjadi seratus sebelas miliar enam ratus juta rupiah.“Sayang! Ini beneran uang aku naik lima ratus persen?” tanyaku pada suami untuk memastikan diriku yang masih percaya bahwa ini mimpi.
Setelah menyelesaikan sambungan telepon dengan suami, aku merasakan ada sesuatu yang mengalir di bawah sana. Awalnya hanya terasa lengket, namun makin lama terasa kian deras.“Bu, silakan dipakai.” Bu Angelic memberikan pembalut padaku. “Di dekat sini ada mol, kita bisa pakai toilet di sana,” sambungnya.Setelah wanita itu berkata demikian, aku pun refleks meraba celanaku dan melihat ke belakang sana. Betapa terkejutnya diriku mendapati rembesan darah yang masih segar.“Ini tidak mungkin,” gumamku.“Sudah Bu, tidak usah malu. Kita kan sama-sama perempuan. Wajar saja kalau bocor saat sedang deras-derasnya,” ujar Ibu Angelic.Selama ini, tak ada yang mengetahui kehamilanku, kecuali suami dan ibu mertua. Oleh karena itu, tak heran jika wanita ini mengira bahwa aku sedang menstruasi. Hal ini ada baiknya juga sebab pendarahanku tak menimbulkan kegaduhan.“Pak Kevin dan Bu Angelic balik duluan
“Surprise, moda faka!” ucapku dengan intonasi yang manis disertai senyuman lebar pada Ayu, wanita yang membuat kekacauan di tubuh Pecitra dalam beberapa minggu belakangan.Perempuan itu terburu-buru menutup kembali pintu masuk begitu dia tahu kalau yang berkunjung ke tempat tinggalnya adalah diriku dan dua pejabat tinggi Pecitra. Berani bertaruh, dia pasti tak menyangka kalau kami akan datang ke rumah yang dia rahasiakan dengan baik.“Tidak mempersilakan kami masuk?” Aku menahan daun pintu dengan sepatu.Ayu tetap bersikeras menutup pintu, namun Pak Kevin berhasil menariknya dan menerobos masuk. Perempuan itu pun berteriak minta tolong. Sayangnya, usaha tersebut tak membuahkan hasil karena kami lebih dahulu membungkam mulutnya.“Jangan kamu pikir bisa berbuat seenaknya setelah merusak nama baik Pecitra,” ucapku padanya dengan suara pelan, tepat di telinga perempuan itu.“Kalau kalian berani macam-m
“Bagaimana situasi di Jakarta?” tanya Rasenda padaku yang sedang berada dalam perjalanan menuju Petals Allure.“Semua aman terkendali meskipun ada kayu yang melintang. Kamu tenang saja karena aku sudah membereskannya,” kataku, merujuk pada Rapat Dewan Direksi yang baru saja digelar.Bila teringat tentang rapat tersebut, dadaku jadi bergemuruh. Kalau berbuat kekerasan tak melanggar hukum, mungkin aku sudah menarik rambut para direksi sampai kepala mereka botak.“Aku kesal banget tahu. Bisa-bisanya mereka mau gantiin kamu. Dibilangnya kamu mangkir dari tugas saat perusahaan sedang ada masalah. Padahal kan di sana kamu juga masih mengerjakan urusan kantor,” sambungku.“Lalu apa yang kamu lakukan?” tanya lelaki itu dari balik telepon.“Ya aku lawan. Untung saja kamu kasih aku surat kuasa untuk atur saham yang kamu punya. Aku bilang saja kalau aku memegang saham mayoritas bahkan sampai tujuh puluh persen, jadinya mereka enggak bisa berdebat lagi,” jawabku.Rasenda pun tertawa keras setelah