“Ngapain sih kamu ke sini?” tanya Rasenda pada Rosiana. Tubuh lelaki itu memancarkan aura kegelapan yang mencekam.
Rosiana melipat bibirnya ke dalam, kemudian dia berkata, “Mau kasih ini.”
Wanita itu menunjukkan minuman yang dia bawa. “Ini bisnis waralaba punya grup kami yang baru buka di gedung sebelah. Berhubung ada promo beli dua gratis satu, makanya aku bawa buat kalian,” imbuhnya.
“Itu saja?” tanya Rasenda penuh selidik.
Aku sadar betul kalau mereka bertemu pasti akan berdebat panjang. Hal ini tentu saja tidak enak untuk dilihat oleh orang lain, terutama mereka yang tak mengenal Rasenda dan Rosiana dengan baik.
“Kalian sebaiknya mengobrol di dalam saja. Kalau terus di sini takutnya mengganggu para karyawan,” saranku pada mereka.
Setelah mendengar nasihatku, akhirnya Rasenda menyuruh Rosiana untuk masuk ke ruangannya dan berbicara di sana. Sementara itu, diriku melihat Aulia per
“Sebenarnya apa yang kamu lakukan sampai anak mantuku menjadi bahan gosip orang-orang di luar sana?!” pekik Ibu Susan pada Rasenda.Angin besar yang sedang menerpa Pecitra membuat Ibu Susan memanggil kami ke rumahnya. Berita yang beredar dan juga pandangan publik tentang anak dan menantunya membuat wanita ini naik pitam.“Kamu pasti tahu kan kalau mereka menghina Alba?!” cecar wanita itu.Selama kami disidang oleh Ibu Susan, Rasenda menggenggam tanganku erat dan tak mau melepaskannya.“Ini semua semua salah Rara, Ma,” ucap suamiku.“Rara yang merahasiakan ini semua dari publik, makanya semua orang jadi salah paham,” lanjutnya.Saat lelaki ini berbohong pada ibunya untuk melindungiku, aku pun ingin menyanggah ucapan tersebut. Namun, suami menghalanginya.“Saya merahasiakan pernikahan ini karena malu belum memberi pesta yang pantas untuk istri,” ujar suamiku.“Kalau status pernikahan kami diumumkan ke publik tanpa pesta pernikahan terlebih dahulu, takutnya Alba menjadi bahan gunjingan.
“Pak Rasendriya! Pak…, Pak….”“Minta waktunya sebentar, Pak.”Saat tiba di tempat parkir yang terletak di basemen, kami berdua disambut oleh puluhan wartawan dari berbagai media, baik cetak maupun online. Mereka menghampiri kami dengan kamera yang menyala, lengkap dengan lampu kilat yang menyilaukan.Aku tidak peduli siapa yang memberi tahu mereka di mana letak parkir mobil untuk eksekutif. Namun, hal ini tak bisa aku maafkan karena kehadiran mereka sangat mengganggu.“Tolong berikan tanggapan Bapak mengenai kabar perselingkuhan Anda dengan Sekretaris Alba,” ucap salah seorang wartawan dari majalah bisnis.“Apa benar kalau Ibu Alba yang menggoda Bapak duluan?” tanya salah wartawan lainnya.“Bagaimana perasaan istri Bapak di rumah?” Kali ini pertanyaan datang dari wartawan media online.Di tengah kondisi yang ricuh, Rasenda menggenggam erat tanganku dan enggan un
“Selamat pagi Pak Malik dan Ibu Alba,” sapa Pak Kevin ketika beliau masuk ke ruang kerja Rasenda.Saat beliau menginjakkan kaki di ruangan ini, penampilanku sungguh berantakan. Badan rebahan di sofa dan sekujur tubuh bau minyak angin. Satu-satunya orang yang bisa disalahkan atas semua ini adalah Rasenda, suamiku sendiri. Dia yang mengoles minyak tersebut dari kening hingga kaki.“Kamu mau ngapain?” tanya sang CEO.“Mau duduk,” jawabku singkat.Tidak enak jika aku tetap berbaring di sofa, sementara ada karyawan lain di ruangan ini. Demi kenyamanan bersama, aku harus mengubah posisi saat ini. Namun, saat hendak melakukannya Rasenda malah bertingkah.“Tidak perlu duduk. Berbaring saja, kamu kan masih pusing,” ujarnya.Rasanya ingin aku jambak saja rambut suamiku. Tidak masalah jika hanya ada kami berdua. Tetapi sekarang kan sudah ada Pak Kevin. Takutnya beliau berpikir kalau aku adalah istri
“Ibu enggak ada niat mau buka-bukaan soal pernikahan Ibu sama Pak Malik ke publik?” tanya Bunga padaku saat kami menikmati coffee break.“Stt…, Bunga. Kamu ngomong apa sih?” ucap Aulia. Kemudian, wanita ini menutup mulut gadis tersebut dengan tangannya.“Jadilah manusia yang rendah hati dan tidak sombong. Jangankan suami, makanan saja kita tidak boleh pamer, apalagi di media sosial. Nanti dihujat oleh warga,” tutur Aulia.Setelah perbincanganku dengan Aulia tempo hari di tangga darurat, wanita ini akhirnya memaklumi pilihanku untuk merahasiakan pernikahan. Dia bilang akan mendukung apa pun keputusan yang aku ambil.Aku bersyukur karena memiliki teman yang pengertian. Meskipun pada awalnya wanita ini menentang tindakanku, namun sekarang hal tersebut tak berlaku lagi.“Memang ada ya orang yang dihujat karena pamer makanan? Kayaknya banyak deh orang yang posting tentang makanan di media sosial. Aman-ama
“Kamu lagi cari apa?” tanyaku pada suami saat dia sedang mengobrak-abrik perpustakaan pribadi.“DVD,” sahut lelaki itu di dalam ruang rahasia.Baru kali ini aku melihat ruangan tersebut, padahal sudah tujuh tahun diriku keluar masuk apartemen Rasenda dengan bebas. Mengapa aku tidak menyadari hal ini sebelumnya?Berbicara tentang ruangan rahasia, aku pun teringat pada surat pernyataan yang kubuat saat mabuk dahulu. Mungkin saja surat tersebut ada di ruangan itu.“Aku boleh masuk tidak?” tanyaku dari depan pintu perpustakaan.“Masuk saja sayang,” sahut lelaki itu.Kaki ini melangkah melewati buku yang tertata rapi di dalam rak. Buku-buku ini disusun berurutan sesuai abjad dari A sampai Z.“Apa kamu mempekerjakan pustakawan?” tanyaku.Wajar saja aku bertanya demikian. Buku di sini sangat banyak dan beraneka ragam. Tidak mungkin Rasenda yang menyusunnya. Dia kan sibuk di k
“Safe flight, Ma,” ucap suamiku seraya memeluk erat ibunya.“Aameen darling. Kamu jaga diri baik-baik ya,” pesan wanita itu pada Rasenda.Meskipun kesehatan ibu mertua sudah membaik dalam beberapa bulan terakhir, beliau tetap harus kontrol beberapa waktu sekali. Oleh karena itu, sejak pagi buta kami berada di Bandara Soekarno-Hatta mengantar kepergian wanita itu ke Singapura.“Hati-hati di jalan, Ma.” Kali ini giliranku memeluk ibu mertua. Kami berpelukan erat seolah akan berpisah untuk waktu yang lama.“Tentu sayang.” Wanita ini melepas pelukan kami, lalu beliau menggenggam tanganku dan berpesan, “Mama titip anak nakal ini sama kamu ya. Kalau dia bandel, jewer saja telinganya sampai merah.”“Iya Ma, tidak usah khawatir,” jawabku.Lidahku memang berkata demikian. Namun, dalam batin aku berteriak ‘kalau anak ibu dijewer, dia malah suka. Telinganya
“Tolong pejam mata dulu, Kak,” pinta make up artist yang merias wajahku. Aku memakai jasa mereka agar malam ini tampil cantik maksimal.“Laki-laki yang lagi duduk di sofa siapa sih, Kak?” tanya wanita ini sambil mengaplikasikan eye shadow.Saat ini aku tidak dapat melihat apa pun. Namun, menurut perkiraanku, lelaki yang dimaksud oleh penata rias ini pasti Rasenda.“Dia suami saya,” jawabku.Roda kehidupan manusia memang tidak ada yang tahu akan ke mana arahnya. Siapa yang menyangka kalau hari ini aku menjadi istri Rasenda. Padahal dahulu aku hanya pegawai magang Pelisia.Aku masih ingat pada saat itu, kehidupan magang yang tak berjalan mulus seperti yang aku harapkan. Tidak banyak yang tahu bahwa aku mengalami perundungan di awal karier.“Selamat kepada Alba dan pegawai magang yang diterima menjadi karyawan Pelita Lestari Indonesia. Untuk saat ini status kalian memang masih kontrak, namun jika kinerja kalian bagus, perusahaan pasti akan memberi apresiasi,” tutur Rasenda pada kami.Pad
“Kamu sudah bangun?” tanya Rasenda.Lelaki itu terlihat lesu. Lingkar hitam di bawah kelopak matanya yang sayu menunjukkan bahwa dia terjaga semalaman.“Kenapa Kakak bisa ada di kamarku?” tanyaku pada saat itu.Setelah bibirku bertanya demikian, wajah Rasenda yang muram jadi makin suram. Hal itu membuatku bertanya-tanya apa ada hal buruk yang baru saja menimpanya?“Apa yang kamu rasakan? Apa masih sakit? Bagaimana perutmu?” tanya lelaki itu seraya mengucap pipiku sebelah kiri.Padahal sebelum ini kan aku bertanya kenapa dia ada di kamarku. Kenapa ia malah balik tanya? Mana pertanyaannya yang berderet pula.Apa yang dilakukan oleh Rasenda membuatku gugup karena jarak di antara kami juga sangat dekat. Jantungku pun berdegup kencang dibuatnya.“Kepalaku agak nyeri di dekat pangkal hidung, tapi di dalam,” ucapku. “Telingaku juga terasa berdengung