Di tengah terpaan musim dingin, Seren Eira menemukan pria tampan yang tergeletak di jalanan. Pria itu hampir membeku terbungkus selimut salju. Dengan belas kasih, Seren membawanya pulang dan memberinya nama "Theron", karena dia bilang tidak memiliki nama. Theron bukanlah pria biasa. Meski parasnya begitu tampan, dia dianggap "idiot" atau "setengah-setengah" oleh orang-orang sekitar. Sampai suatu malam, segalanya berubah. Theron yang polos dan lugu tiba-tiba berubah drastis. Pria itu memancarkan aura mengerikan yang tak pernah Seren bayangkan. Seperti predator yang membuka mata setelah tidur panjang. "Siapa kau?" gumam Seren gemetar. "Tak ingat? Padahal wajah ini seharusnya sulit kau lupakan." Mata Theron berbinar dengan ekspresi asing yang terlihat untuk pertama kali. Mulut yang biasanya sedikit terbuka seperti orang bodoh, kini membentuk lengkungan seringai kuat. "Pergilah." Menyaksikan sosok asing yang ada dalam diri pria itu, Seren merasa bulu kuduknya berdiri. "Ke mana aku akan pergi? Apa kau ingin membuang 'lintah' yang telah menghisapmu selama ini? Bukankah kau sangat senang saat aku menjilatmu hingga kering?"
Lihat lebih banyak"Aku merasa lebih baik setelah berendam."Seren menggulung rambutnya dengan handuk seadanya, lalu menjatuhkan diri tengkurap ke atas kasur. Tubuhnya masih hangat dari air, dan aromaterapi yang diberikan Theron masih tercium samar. Dia meraih ponselnya dan menyalakannya.Dua panggilan tak terjawab dari Emma.Pesan yang belum dibaca? Cukup banyak.Dia membuka chat Emma lebih dulu. Beberapa pesan singkat terpampang:Emma:“Besok tolong datang pagi, Seren.”“Ada pengiriman bahan dari supplier baru, aku mau kamu cek kualitasnya.”“Dan tolong jangan lupa, kita punya meeting kecil jam sepuluh. Pelayan baru juga mulai kerja.”Seren mendesah pelan. Baru saja merasakan kedamaian setelah berendam, sekarang sudah dihadapkan pada rutinitas kafe lagi.Layar ponsel menyala kembali. Ternyata Emma yang menelepon.Seren menjawab, "Halo?""Halo. Baru melihat pesanku?" Suara Emma terdengar cemas, tapi tetap tegas seperti biasa."Iya. Aku baru selesai mandi.""Hm. Pokoknya, besok datanglah lebih pagi. Aku
Meskipun sebentar dan langsung menutup mata, Seren merasa sangat tidak nyaman. “Theron, duduk!” perintahnya, mencoba meniru nada Mara, saudara tirinya, ketika menyuruh pelayan. Tubuh besar Theron sudah meringkuk di bangku dekat wastafel. Pose itu membuatnya terlihat seperti beruang kutub di kebun binatang yang besar, tapi jinak. Dengan gerakan kasar, Seren merobek kaus yang menempel di dada Theron. Namun, pandangannya jatuh pada punggung pria itu. Bukan hanya satu dua. Seluruh permukaan punggung Theron dipenuhi jaringan parut, memanjang dan bercabang seperti akar pohon mati yang merambat di kulit. Satu garis putih lurus melintang vertikal di sepanjang tulang belakang, begitu dalam dan rapi hingga menyerupai luka tusukan. Jemari Seren terulur tanpa sadar, menyentuh bekas luka itu perlahan. “Kau pernah ditikam?” Theron menggerakkan kepala, “Jatuh … di hutan.” Alis Seren berkerut, “Jatuh di hutan bisa membuatmu begini?” Suaranya tak percaya. “Sampai satu punggungmu penuh lu
Ketika melihat bibir lembut dan erotis milik Theron yang baru saja menyenangkannya, Seren melanjutkan kebohongannya yang tak tahu malu. "Ha, terima kasih, Theron. Racun Fiuh! Menurutku semuanya sudah keluar. Aku selamat berkatmu.” "Ah, aku lega kalau begitu." Dengan wajah santai, Theron menjawab sambil tersenyum. Matanya begitu jernih, tidak tahu apa-apa. Seren mengusap wajah Theron yang polos. Saat ini, rasa bersalah yang membanjiri. Hati nuraninya yang telah dia buang sebelumnya, kembali mengungkapkan keberadaannya. 'Apa yang telah aku lakukan pada anak baik ini?' Seren mulai tersadar, meski sudah terlambat. Dia mungkin akan tetap membuat pilihan yang sama jika kembali di waktu sebelumnya. Dan pada akhirnya, dia akan meratapi dan menyalahkan dirinya sendiri. Lalu tiba-tiba, satu sisi hati Seren bergetar cemas. Theron adalah orang yang tidak suka keberadaannya diketahui. Dia tidak suka berbaur dan cenderung tidak mengucapkan sepatah kata pun di depan orang lain. Namun, ke
Seperti yang diharapkan, Theron, selalu menjawab ucapan Seren dengan patuh. Meskipun wajahnya gelisah saat memperhatikan Seren yang sejak tadi menghela napas sambil berpikir keras, dia mendekat tanpa ragu. Theron menyandarkan kepalanya ke paha Seren sambil menatapnya. Tingkahnya begitu polos dan jinak seperti seekor Tibetan Mastiff yang duduk di dekat kaki majikannya. Berkat itu, hati nurani Seren yang kecil semakin tersentil. Sejenak ia teringat tentang dirinya di masa lalu yang tampak seperti Theron saat ini, membuatnya sedikit kesal karena saat itu ia tidak bisa memberontak, dan kini Theron juga tidak memberontak, sama sepertinya. Namun, rasa muak itu justru membuat Seren semakin dimabuk keserakahan. Keputusan sudah dibuat. Jelas, Seren tidak akan lagi goyah. Seren yang telah dengan mudah membuang sisa hati nuraninya, tiba-tiba memegang perutnya sambil memasang ekspresi kesakitan, “Oh, owww! Aku sekarat!” “Seren, ada apa? Di mana yang sakit?" Theron mengangkat kepalanya d
Seren membenamkan diri di kursi santai sambil menelan ludah. Pipinya memerah dan tenggorokannya kering. Udara musim dingin masih menggigit, tapi kulitnya justru terasa terbakar. Buku majalah di genggamannya hanyalah kedok, karena dari balik halaman bergambar, matanya malah menyelinap ke sosok pria raksasa yang tergeletak di atas karpet tebal di dalam kamarnya. “Kendalikan dirimu, Seren,” desisnya nyaris tak terdengar. Seren bukan tipikal wanita yang mudah sekali terpengaruh, tapi hasratnya tiba-tiba menjalar liar. Dan kini, keinginan cabulnya menggerogoti logikanya bak tikus kelaparan. Helaan napas dalam-dalam pun tak mampu meredakan panas yang seolah membakar kulitnya. Terkejut dengan suara napas Seren, Theron mengangkat kepala. Rambut hitam pria itu berantakan, matanya jernih dan menatap polos, kontras dengan tubuh berototnya bagai gladiator. Tatapannya begitu lugu, seperti anak anjing yang tersesat, membuat Seren merasa dirinya seperti sampah terburuk di dunia. “Tidurlah lagi,
Seren membenamkan diri di kursi santai sambil menelan ludah. Pipinya memerah dan tenggorokannya kering. Udara musim dingin masih menggigit, tapi kulitnya justru terasa terbakar. Buku majalah di genggamannya hanyalah kedok, karena dari balik halaman bergambar, matanya malah menyelinap ke sosok pria raksasa yang tergeletak di atas karpet tebal di dalam kamarnya. “Kendalikan dirimu, Seren,” desisnya nyaris tak terdengar. Seren bukan tipikal wanita yang mudah sekali terpengaruh, tapi hasratnya tiba-tiba menjalar liar. Dan kini, keinginan cabulnya menggerogoti logikanya bak tikus kelaparan. Helaan napas dalam-dalam pun tak mampu meredakan panas yang seolah membakar kulitnya. Terkejut dengan suara napas Seren, Theron mengangkat kepala. Rambut hitam pria itu berantakan, matanya jernih dan menatap polos, kontras dengan tubuh berototnya bagai gladiator. Tatapannya begitu lugu, seperti anak anjing yang tersesat, membuat Seren merasa dirinya seperti sampah terburuk di dunia. “Tidurlah lagi,...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen