“Kamu menyukainya, sayang?” tanya Rasenda dengan nada menggoda ketika dia mengaplikasikan sabun mandi ke seluruh tubuhku yang saat ini tak mengenakan sehelai benang pun.Beberapa saat yang lalu, aku mengeluh pada suami. Aku bilang tubuhku jadi bau kambing setelah menyantap raan sikandari.Sejujurnya, itu hanya alasan yang aku karang agar suami menjauh dan tidak menyentuhku malam ini. Mana ada orang yang tubuhnya jadi bau kambing setelah makan daging domba.Namun, sayang sungguh sayang. Ternyata rencana besarku kandas. Setelah menyatakan bahwa badanku bau, lelaki ini malah menjadi bersemangat.“Badanku juga bau, sayang. Kita mandi bersama saja ya,” ucapnya saat itu.Tentu saja aku menolak tawaran suami. Tujuanku sebenarnya kan ingin kabur dari dia. Kalau kami mandi bersama, nanti aku tak punya alasan lagi untuk menjaga jarak dari lelaki ini.“Bagaimanapun juga, tubuhmu jadi seperti ini gara-gara aku. Untuk itu, tolong izinkan aku menebus perbuatanku dengan memandikanmu,” imbuhnya.Ya T
Sesuai dengan prediksi, suami tak mau melepaskanku malam ini. Setelah kami menyelesaikan perbincangan yang panjang, lelaki itu pun mengeluarkan senjata ajaib yang tak dapat ditahan lebih lama lagi.Suami mengangkat tubuhku yang masih mengenakan handuk ke atas kasur, lalu menjatuhkan diriku di sana. Dia mulai melancarkan aksinya dengan mengecup bibir. Awalnya hanya berupa kecupan ringan. Namun, makin lama makin basah.“Tidak apa-apa tak pakai baju, kamu tetap cantik,” bisiknya.Siapa yang tidak meleyot jika dibisiki kalimat manis di telinga? Dasar suami nakal, dia tahu saja bagaimana cara membuat hatiku luluh agar menyerahkan ragaku padanya.“Jangan terus menggoda! Aku jadi malu,” ucapku sambil melepas handuk yang melilit di pinggang Rasenda. Saat ini, aku dapat melihat dengan jelas bagaimana reaksi suami saat tanganku bermain cantik di bawah sana.“Kalau kamu malu, kita main gelap-gelapan saja,” ucapnya ser
“Apa kabar, suamiku? Sudah lama kita enggak ketemu. Aku kangen banget sama kamu. Muach… muach.”Hal pertama yang aku lakukan saat kembali ke tempatku yang dahulu ada menyapa replika Jin di balik pintu masuk, lalu mengecupnya secara brutal.Sekarang tempat ini tak lagi aku diami karena Rasenda berhasil menarik diriku untuk tinggal di satu unit yang sama dengannya. Kendati demikian, aku bersyukur sebab lelaki ini membiarkanku menjaga barang-barang lama yang ada di sini.“Suami kamu masih di sini, sayang,” teriak Rasenda. Dia masih berdiri di depan pintu, sedangkan diriku sudah melalang buana ke kamar tidur.“Kan tinggal jalan saja,” teriakku dari dalam kamar.“Tidak mau. Pokoknya jemput!” pinta lelaki itu.Aduh, suamiku ini manjanya sudah keterlaluan. Biarkan saja ah. Nanti juga dia jalan sendiri.“Kalau enggak dijemput, nanti benda ini aku sulap jadi rongsokan!” ancamnya.Benda apa sih? Aku kan tidak memiliki barang yang pantas dijadikan rongsokan. Semua yang ada di sini masih baik kua
“Tempat yang kalian ajukan menarik. Jujur saja saya tidak keberatan selama biaya yang dibutuhkan tidak melebihi anggaran yang disediakan oleh perusahaan,” ucap Rasenda pada saat rapat dengan panitia family gathering.“Meskipun begitu, saya ingin tahu pendapat salah satu karyawan,” sambungnya.Rasenda berpaling ke arahku, lalu berkata, “Alba, menurut kamu tempat ini bagus untuk rekreasi bersama keluarga?”Ya Tuhan. Kenapa sih lelaki ini iseng benar? Padahal dia sendiri baru saja mengatakan bahwa dirinya menyukai usulan panitia, namun sekarang dia malah menanyakan pendapatku. Ini sih sama saja dengan memberi bola panas.Lihat! Bagaimana reaksi para anggota panitia yang sedang rapat di ruangan ini saat mereka menunggu jawabanku? Layaknya kucing yang sedang mengincar tikus, mereka tak mau melepas perhatian dari diriku satu detik pun.“Menurut saya, tempat yang dipilih oleh panitia sangat sesuai untuk acara berk
“Maduku, kayaknya kita sudah terlalu lama di sini deh.” Aku segera melepas pelukan kami berdua.“Memangnya kenapa?” tanya Aulia.Betapa naifnya teman yang satu ini. Sepertinya dia lupa bahwa sekarang masih jam kerja. Sekarang kami sedang diawasi oleh mata elang, dan elang tersebut sedang bertengger di meja wanita ini.“Coba kamu lihat ke sana deh,” ucapku seraya menunjuk ke arah timur laut, di mana meja Aulia berada.“Al, aku salah lihat kan?” tanya wanita ini. Dia menggunakan tanganku untuk menepuk-nepuk pipinya.“Kenapa Bapak ada di mejaku ya?” lanjutnya.Aku mengangkat bahu, lalu menjatuhkannya tanpa usaha sebagai tanda bahwa aku juga tidak tahu. “Cepat balik sebelum orang itu panggil kamu,” ucapku.Aulia mengangguk dengan wajah yang cemas. Wanita ini pun berlari ke mejanya tanpa banyak kata begitu juga diriku. Kaki ini segera melangkah meninggalkan pantri agar
“Alba!” seru Rosiana saat aku dan Rasenda tiba di acara pernikahan Alex, sepupu Rosiana sekaligus teman masa kecil Rasenda.“Kamu cantik banget,” puji wanita ini yang membuat hatiku melayang.Aku sudah terbiasa mendapat pujian dari suamiku. Bahkan, beberapa saat yang lalu, ketika kami baru turun dari mobil, Rasenda memuji diriku cantik. Namun, entah mengapa jika mendapat pujian dari sesama wanita, pengaruhnya lebih terasa.“Makasih. Kakak juga cantik. Gaun ini juga modelnya sangat cocok sama badan Kakak,” ucapku.Rosiana mengenakan gaun yang terbuat dari kain shimmer berwarna merah muda dengan model baju mengikuti lekuk tubuhnya yang berbentuk seperti gitar Spanyol. Rambut wanita ini juga menggunakan sanggul kecil berbentuk bunga. Semua yang dia gunakan membuat penampilannya cantik paripurna.Rosiana menepuk pundakku, lalu dia berkata, “Ah kamu bisa saja. Gaun yang kamu pakai juga bagus, siapa desainernya?”Hari ini aku menggunakan gaun panjang berwarna hijau toska, senada dengan keme
“Ah bohong kali,” sahut seseorang di belakangku.“Beneran! Aku tuh enggak mungkin bohong,” timpalnya. Setelah itu, Bunga menghadap ke arahku dan dia segera menutup mulut rapat-rapat. Hal itu berbanding terbalik dengan kedua matanya yang membeliak.“Pak Malik!” ucapnya. Ekspresi wajah gadis ini terlihat tidak percaya dengan apa yang sedang ia lihat sekarang.Wanita ini tersenyum kikuk saat melihat sang CEO di belakangku. Sementara karyawan lain berlari tunggang langgang meninggalkan markas para tukang gosip.Rasenda menunjuk padaku dan juga Bunga, lalu dia berkata, “Kalian berdua ke ruangan saya sekarang!”Bunga menggapai tanganku di sepanjang jalan menuju ruang kerja CEO. Sementara itu, di sisi kanan dan kiri meja para karyawan, tersembunyi mata-mata yang mengawasi pergerakan kami. Mereka adalah orang-orang yang kabur dari pantri saat Rasenda tiba di sana.“Bu, bantuin Bunga dong, saya ta
“Kalian bertiga mau ikut lomba makan kerupuk?” tanya salah seorang panitia kami.Aulia dan Bunga serempak mengangguk, lalu menjawab, “Iya”, sedangkan diriku hanya menonton mereka.“Silakan isi data diri terlebih dahulu di sini, Bu,” terang petugas tersebut.Hari ini Pecitra merayakan kemerdekaan Indonesia yang ke-78 dengan melakukan berbagai lomba seperti di kelurahan. Adapun lomba yang diadakan oleh panitia diantaranya, makan kerupuk, membawa kelereng pakai sendok, balap karung, tarik tambang, dan masih banyak lagi.“Kamu kenapa enggak ikut, Al?” tanya Aulia. “Seru tahu!”“Enggak ah. Aku lebih suka nonton saja,” jawabku.“Panggilan kepada Bunga Anastasia dari Departemen Marketing ditunggu kehadirannya di lapangan untuk mengikuti lomba tarik tambang.”Aulia menepuk punggung Bunga, lalu berkata, “Noh! Kamu dipanggil tuh. Sana cepat pergi!”“Ih males banget. Padahal saya sudah ngumpet. Masih saja dipanggil,” keluh Bunga.“Ayo ke sana bareng. Kita mau lihat kalian bakal menang apa enggak