“Tempat yang kalian ajukan menarik. Jujur saja saya tidak keberatan selama biaya yang dibutuhkan tidak melebihi anggaran yang disediakan oleh perusahaan,” ucap Rasenda pada saat rapat dengan panitia family gathering.
“Meskipun begitu, saya ingin tahu pendapat salah satu karyawan,” sambungnya.
Rasenda berpaling ke arahku, lalu berkata, “Alba, menurut kamu tempat ini bagus untuk rekreasi bersama keluarga?”
Ya Tuhan. Kenapa sih lelaki ini iseng benar? Padahal dia sendiri baru saja mengatakan bahwa dirinya menyukai usulan panitia, namun sekarang dia malah menanyakan pendapatku. Ini sih sama saja dengan memberi bola panas.
Lihat! Bagaimana reaksi para anggota panitia yang sedang rapat di ruangan ini saat mereka menunggu jawabanku? Layaknya kucing yang sedang mengincar tikus, mereka tak mau melepas perhatian dari diriku satu detik pun.
“Menurut saya, tempat yang dipilih oleh panitia sangat sesuai untuk acara berk
“Maduku, kayaknya kita sudah terlalu lama di sini deh.” Aku segera melepas pelukan kami berdua.“Memangnya kenapa?” tanya Aulia.Betapa naifnya teman yang satu ini. Sepertinya dia lupa bahwa sekarang masih jam kerja. Sekarang kami sedang diawasi oleh mata elang, dan elang tersebut sedang bertengger di meja wanita ini.“Coba kamu lihat ke sana deh,” ucapku seraya menunjuk ke arah timur laut, di mana meja Aulia berada.“Al, aku salah lihat kan?” tanya wanita ini. Dia menggunakan tanganku untuk menepuk-nepuk pipinya.“Kenapa Bapak ada di mejaku ya?” lanjutnya.Aku mengangkat bahu, lalu menjatuhkannya tanpa usaha sebagai tanda bahwa aku juga tidak tahu. “Cepat balik sebelum orang itu panggil kamu,” ucapku.Aulia mengangguk dengan wajah yang cemas. Wanita ini pun berlari ke mejanya tanpa banyak kata begitu juga diriku. Kaki ini segera melangkah meninggalkan pantri agar
“Alba!” seru Rosiana saat aku dan Rasenda tiba di acara pernikahan Alex, sepupu Rosiana sekaligus teman masa kecil Rasenda.“Kamu cantik banget,” puji wanita ini yang membuat hatiku melayang.Aku sudah terbiasa mendapat pujian dari suamiku. Bahkan, beberapa saat yang lalu, ketika kami baru turun dari mobil, Rasenda memuji diriku cantik. Namun, entah mengapa jika mendapat pujian dari sesama wanita, pengaruhnya lebih terasa.“Makasih. Kakak juga cantik. Gaun ini juga modelnya sangat cocok sama badan Kakak,” ucapku.Rosiana mengenakan gaun yang terbuat dari kain shimmer berwarna merah muda dengan model baju mengikuti lekuk tubuhnya yang berbentuk seperti gitar Spanyol. Rambut wanita ini juga menggunakan sanggul kecil berbentuk bunga. Semua yang dia gunakan membuat penampilannya cantik paripurna.Rosiana menepuk pundakku, lalu dia berkata, “Ah kamu bisa saja. Gaun yang kamu pakai juga bagus, siapa desainernya?”Hari ini aku menggunakan gaun panjang berwarna hijau toska, senada dengan keme
“Ah bohong kali,” sahut seseorang di belakangku.“Beneran! Aku tuh enggak mungkin bohong,” timpalnya. Setelah itu, Bunga menghadap ke arahku dan dia segera menutup mulut rapat-rapat. Hal itu berbanding terbalik dengan kedua matanya yang membeliak.“Pak Malik!” ucapnya. Ekspresi wajah gadis ini terlihat tidak percaya dengan apa yang sedang ia lihat sekarang.Wanita ini tersenyum kikuk saat melihat sang CEO di belakangku. Sementara karyawan lain berlari tunggang langgang meninggalkan markas para tukang gosip.Rasenda menunjuk padaku dan juga Bunga, lalu dia berkata, “Kalian berdua ke ruangan saya sekarang!”Bunga menggapai tanganku di sepanjang jalan menuju ruang kerja CEO. Sementara itu, di sisi kanan dan kiri meja para karyawan, tersembunyi mata-mata yang mengawasi pergerakan kami. Mereka adalah orang-orang yang kabur dari pantri saat Rasenda tiba di sana.“Bu, bantuin Bunga dong, saya ta
“Kalian bertiga mau ikut lomba makan kerupuk?” tanya salah seorang panitia kami.Aulia dan Bunga serempak mengangguk, lalu menjawab, “Iya”, sedangkan diriku hanya menonton mereka.“Silakan isi data diri terlebih dahulu di sini, Bu,” terang petugas tersebut.Hari ini Pecitra merayakan kemerdekaan Indonesia yang ke-78 dengan melakukan berbagai lomba seperti di kelurahan. Adapun lomba yang diadakan oleh panitia diantaranya, makan kerupuk, membawa kelereng pakai sendok, balap karung, tarik tambang, dan masih banyak lagi.“Kamu kenapa enggak ikut, Al?” tanya Aulia. “Seru tahu!”“Enggak ah. Aku lebih suka nonton saja,” jawabku.“Panggilan kepada Bunga Anastasia dari Departemen Marketing ditunggu kehadirannya di lapangan untuk mengikuti lomba tarik tambang.”Aulia menepuk punggung Bunga, lalu berkata, “Noh! Kamu dipanggil tuh. Sana cepat pergi!”“Ih males banget. Padahal saya sudah ngumpet. Masih saja dipanggil,” keluh Bunga.“Ayo ke sana bareng. Kita mau lihat kalian bakal menang apa enggak
“Tolong beri tahu saya alasan kalian saling bertengkar di toilet,” ucap Pak Haris. Beliau adalah Kepala Divisi Sumber Daya Manusia.Beberapa saat yang lalu, terjadi pertengkaran yang berujung pada perkelahian hebat antara Bunga dan Aulia dengan tiga karyawan wanita. Ketiga orang itu ternyata adalah staf dari Departemen Pelatihan dan Pengembangan yang berada di bawah Divisi Sumber Daya Manusia.Di tengah perkelahian mereka, seseorang yang aku tunggu selama satu jam akhirnya datang. Ayu, perempuan itu bekerja keras memisahkan mereka. Namun sungguh sayang, orang-orang itu tidak dapat dilerai. Jika bukan karena baju yang dibawa oleh Ayu tak sobek oleh mereka, aku yakin adu jotos masih berlangsung hingga saat ini.“Perempuan ini yang duluan, Pak. Dia main pukul sampai muka kami memar,” ucap Rina.Berdasarkan ingatanku tentang warna suara mereka saat di dalam toilet, aku yakin bahwa Rina merupakan orang yang sama dengan wanita kedua.
“Ih aneh banget sih mereka. Hujan juga enggak kok pakai payung,” celetuk seorang ibu muda yang berusia sekitar tiga puluh tahun.Orang ini sedang mencibir kami karena menggunakan payung saat mengantre di pintu masuk taman bermain. Meskipun waktu masih menunjukkan pukul sembilan pagi, namun suhu di tempat ini sudah cukup untuk memanasi hati.“Ma, adek mau kipas,” pinta seorang anak kecil, putra dari ibu yang baru saja mencibir kami.“Mama enggak ada kipas. Tahan aja dulu sebentar. Nanti di dalam juga adem,” ujar ibu tersebut pada putranya.Anak kecil mana bisa tahan dengan cuaca panas, kecuali dia sedang bermain dengan teman sebayanya. Benar saja, tak lama setelah meminta kipas, anak itu pun menangis pada ibunya.Tindakan ibu ini sangat aku sesalkan. Kalau bepergian dengan anak, harusnya dia mempersiapkan semua kebutuhan mulai dari yang penting seperti makanan dan minuman, juga kebutuhan yang sifatnya tidak mendesak seperti, kipas, power bank, payung, baju ganti, dan lainnya.Aku kira
“Selamat siang, saya Alba Ayuningtyas, dengan siapa saya berbicara?” ucapku saat menerima panggilan melalui interkom.Aku segera membuka buku catatan panggilan masuk yang ada di meja dan menyiapkan alat tulis.“Selamat siang Bu Alba, saya Kevin Samudra, Sekretaris Perusahaan,” jawab pria tersebut dari panggilan telepon.“Baik Pak Kevin, bagaimana saya bisa membantu?” sambungku.Pak Kevin berdeham, lalu beliau berkata, “Saya perlu bertemu dengan Pak Malik segera, pada pukul berapa beliau memiliki waktu?”“Baik, sebelumnya mohon beri tahu keperluan Bapak dengan beliau,” jawabku.“Saya perlu arahan beliau karena saya sedang berada di puncak piramida,” ucap Pak Kevin.Ya Tuhan, kode ini…“Mohon tunggu sebentar, Pak,” ucapku pada lelaki yang menjadi penghubung antara Pecitra dan para investor.Badanku menjadi tegang seketika itu juga sa
Aku rasa suamiku sedang kekurangan cairan sehingga pikirannya menjadi tidak fokus. Di dunia ini, mana ada pengusaha yang ingin harga saham perusahaannya turun bahkan sampai lima puluh persen.Oh Tuhan. Hamba mohon padamu, tolong kembalikan kewarasan suamiku. Jangan biarkan lelaki ini linglung berkepanjangan.“Maaf Pak. Mohon ulangi lagi instruksi Bapak. Sepertinya pendengaran saya bermasalah barusan,” pinta Pak Kevin.Bukan pendengaran si Sekretaris Perusahaan yang bermasalah, melainkan kepala sang CEO-nya.Atas permintaan Pak Kevin, Rasenda pun mengulangi perkataannya. “Saya bilang, dalam waktu tiga bulan, Bapak harus menurunkan harga saham pecitra sampai lima puluh persen.”“Lakukan dengan halus, dimulai dari tanggal ex-dividen satu minggu lagi,” lanjutnya.Aku hanya bisa meringis mendengar perintah gila yang keluar dari mulut lelaki ini. Bisa-bisanya dia menurunkan harga saham hanya karena dia ingin agar diriku dapat membelinya dengan harga murah.“Maaf Pak. Kalau kita menurunkan ha