Home / Fiksi Remaja / Janji Amanda / 3. Cara Membebaskan Diri

Share

3. Cara Membebaskan Diri

"Hai, kenalin, kenalin." Benny mengulurkan tangannya di atas meja untuk siap bersalaman dengan teman baru.

"Nama gue Subenny Arianto Budiman, biasa dipanggil dengan nama 'Benny' aja."

Tapi Alvan sama sekali tidak peduli dengan tangan Benny yang terulur ke arahnya. Dia melihat sekilas ke arah Benny yang tersenyum, tapi kemudian kembali melanjutkan makannya.

Senyuman Benny sedikit lenyap, tapi dia tetap berusaha tersenyum lebih lebar lagi ketika dia mulai mengingat sesuatu. Dia tarik kembali tangannya yang terulur.

"Oh, oke. Nggak apa-apa. Tapi lo tahu nggak, kalo gue hari ini kayak ngalamin semacam déjà vu dalam hidup gue. Setahun yang lalu gue juga ngalamin hal ini. Kenalan sama temen baru yang akhirnya jadi sahabat baik gue."

Alvan tetep tak peduli.

"Ah, iya. Kenalin, ini Natasha pacar gue. Hehehehe ...." Benny dengan bangga memperkenalkan Natasha.

Alvan mengangkat kepalanya dan menatap Natasha tanpa ekspresi. Tetap dengan tatapan datarnya.

Natasha berusaha tersenyum semanis mungkin di depan Alvan. Dia mengangkat tangannya sebagai tanda perkenalan, karena kalau minta salaman dia pasti bakalan dicuekin seperti Benny.

"Hai."

Seperti yang tadi, Alvan juga tidak mengatatkan apa-apa dan kembali lagi melanjutkan makannya.

Tapi kalau dipikir-pikir, kali ini Alvan masih jauh lebih sopan daripada saat meladeni para cewek-cewek yang nyamperin dia sebelum ini.

"Sayang, ayo kita makan," ajak Benny setelah yakin acara perkenalan singkatnya dengan Alvan sudah selesai.

Pada saat itu Amanda datang dengan membawa nampan berisi makan siangnya. Melihat Natasha dan Benny ternyata sedang makan dengan Alvan, Amanda tidak jadi menghampiri dan makan dengan mereka. Biasanya kalau makan siang, mereka selalu makan bertiga. Tapi untuk hari ini perkecualian untuk Amanda. Dia lebih memilih makan dengan teman yang lain daripada harus berhadapan lagi dengan cowok freak itu.

---

Amanda punya ide untuk mendapatkan kembali bangkunya. Dia sengaja makan dengan cepat dan segera kembali ke kelas untuk bisa menduduki bangku itu lebih dulu. Bahkan dia rela sampai lari-larian masuk ke kelas dari kantin yang arahnya jauh banget itu. Dan akhirnya dia bisa tiba di kelas lebih dulu daripada Benny dan Natasha. Dengan cepat dia menduduki bangkunya yang sudah dua tahun ini dia tempati.

"Huh, akhirnya gue bisa juga duduk lagi di bangku ini."

Tapi tidak lama kemudian Benny datang dengan Natasha. Melihat Amanda menduduki bangkunya, tentu saja Benny tidak terima.

"Lho? Lho? Man, ngapain lo duduk di bangku gue?" tanya Benny gusar. Dia tidak mau diusir dari sisi Natasha.

Dengan penuh kemenangan Amanda pun memeluk mejanya sama seperti yang pernah dilakukan Benny.

"Gue duduk di bangku gue sendiri ngapain lo nanya? Dari dulu semua orang se-Indonesia juga tahu kalo ini tuh bangku gue."

"Tapi kan lo udah pindah?"

"Idih ... kapan gue setuju buat pindah? OGAH! Gue nggak mau pindah dari sini. Kalo lo mau, lo pindah sana ke belakang, ke bangku lo sendiri."

Benny melirik Natasha yang hanya bisa menaikkan kedua bahunya pertanda dia tidak mau ikut campur dengan urusan bangku itu. Dan Benny masih belum mau beranjak dari tempatnya berdiri di sebelah Amanda, lebih tepatnya sedang memikirkan cara untuk mengusir Amanda.

Bersamaan dengan itu Alvan memasuki kelas. Dia berjalan dengan santai melewati Benny dan Amanda yang sedang melaksanakan perang barbar tanpa peduli sedikit pun. Dia berjalan santai menuju bangkunya dan duduk dengan cuek.

Sampai beberapa detik kemudian suasana masih tenang-tenang saja, tapi kemudian terdengar suara teriakan Amanda yang membuat siswa-siswa yang sudah berada di dalam kelas melotot kaget dengan apa yang terjadi di depan mata mereka.

Benny menggendong Amanda dengan paksa karena cewek itu nggak mau pergi dari bangku yang pengen dia duduki. Ide gila ini membuat Natasha sedikit cemburu melihat pacarnya gendong cewek lain.

"Oi, oi, mau apa lo, Ben?" Amanda teriak-teriak di gendongan Benny. "Turunin gue, kampret!" Dia memukul-mukul bahu Benny.

Benny menurunkan Amanda, tapi di bangku sebelah Alvan duduk pastinya.

Dia menghembuskan napas lega sudah berhasil mengusir Amanda. "Udah, lo duduk di sini aja. Lebih nyaman, kok. Selamat belajar my friend."

Benny pun beranjak pergi setelah melambaikan tangan ke arah Amanda dan juga Alvan yang masih malas untuk menoleh.

Bel tanda masuk kelas pun berbunyi. Semua anak-anak mulai berdatangan memasuki kelas menuju tempat duduk mereka masing-masing.

Sedangkan Amanda? Dia tetap tidak bisa pergi dari tempat duduk laknat itu. Dia masih harus bertahan berada di samping cowok menyebalkan di sebelahnya itu selama dia memikirkan cara untuk mengusir Benny bagaimana pun caranya.

***

Semalaman Amanda berpikir dan berpikir, mengabaikan segala hal yang mengganggunya. Bahkan dia mengabaikan si kembar yang berusaha menjahilinya, membuat si kembar heran sebenarnya apa yang sedang dipikirkan Amanda sampai-sampai tidak konsen sama kejahilan mereka berdua.

Bagaimana dia bisa konsen? Kalau Amanda tidak secepatnya dapat ide buat kembali ke bangkunya semula, dia bakalan berada di sebelah Alvan selama sekitar enam bulan ke depan.

Hanya kelulusan SMA yang bisa membebaskannya dari cowok itu. Dan Amanda tidak mau kalau semua itu terjadi. Duduk sehari saja sudah membuatnya gondok setengah mati, bagaimana kalau enam bulan? Bisa-bisa Amanda stres duluan sebelum lulus sekolah, atau yang paling parah dia bisa ketularan freak seperti Alvan. Jauh lebih menakutkan dibandingkan kalau Amanda harus menerima keusilan si kembar. Benar-benar mimpi buruk.

***

Akhirnya Amanda berhasil mendapatkan ide yang menurutnya cukup cemerlang. Demi mempraktekkan ide itu, Amanda sampai rela bangun subuh-subuh sebelum jam beker bunyi, sebelum si kembar berhasil mengerjainya lagi, dan sebelum mama sama papa bangun.

Bi Minah aja masih belekan dan berpenampilan menakutkan baru bangun tidur saat Amanda sudah rapi mengenakan seragam sekolahnya.

Hari ini benar-benar kilat untuk Amanda. Dia berpikir harus berangkat sekolah pagi dan segera menduduki bangkunya lebih dulu daripada Benny. Kalau sampai Benny berani menggendongnya tanpa izin seperti kemarin, Amanda juga sudah menyiapkan jurus jitu untuk pencegahan.

Dia mau melapor ke kepala sekolah kalau terjadi tindakan nggak menyenangkan di kelas dan tidak segan-segan akan melaporkan Benny.

Setidaknya itu yang sekarang ini ada di pikiran Amanda. Biarlah dibilang tukang ngadu, yang penting Amanda bisa mendapatkan bangkunya kembali dan terbebas dari ... Amanda malas memikirkan cowok itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status