Mata besar Bu Lily yang galak itu langsung menatap langsung ke arah Amanda, membuat Amanda kebingungan. “Amanda, apa yang kamu lakukan? Benar kamu nggak fokus sama pelajaran saya?”
“Hah? Enggak kok, Bu. Saya mendengarkan dengan sungguh-sungguh, kok. Dia aja yang ngasal, Bu.” Amanda berusaha menutupi kegugupannya dengan tersenyum semanis mungkin, biarpun dia tahu hasil senyumannya tidak bisa benar-benar manis dalam keadaan genting seperti ini. Bu Lily pun mengetes Amanda dengan memberinya pertanyaan sebagai bukti Amanda mendengarkan pelajarannya atau tidak. Dan jelas saja Amanda tidak bisa menjawab pertanyaan Bu Lily, orang sejak tadi dia memikirkan hal lain yang tidak ada hubungannya sama pelajaran. Bu Lily langsung marah dan menyuruh Amanda untuk membuat kliping tentang kebudayaan dengan bahasa Inggris minimal 20 halaman yang harus dia kumpulkan minggu depan. Hukuman akan ditambah kalau Amanda tidak mengerjakan tugas itu. Pada saat Amanda melirik Alvan, dilihatnya cowok itu tersenyum penuh kemenangan. Lagi-lagi senyuman menyebalkan itu yang dilihatnya dan membuat Amanda ingin menonjok wajahnya. Amanda juga heran, jangan-jangan Alvan memang punya kemampuan indera keenam karena dia bisa tahu apa yang dilakukan Amanda tanpa melihat. 'Heran deh. Tuh cowok punya mata berapa, sih? Kayaknya semua gerak-gerik gue dia bisa tahu.' Semakin bertambah saja penderitaan Amanda duduk sebangku dengan makhluk luar angkasa yang aneh itu. Dan hal ini mendorong Amanda untuk secepatnya mencari cara lain lagi untuk bisa pindah tempat duduk. Pokoknya Benny harus bisa dia usir dari bangkunya. ** Meskipun sempat pusing juga, tapi akhirnya Amanda menemukan cara untuk bisa mengusir Benny dari bangkunya. Bukan lagi dengan nyuri-nyuri waktu dan menduduki bangkunya saat Benny tidak ada atau datang pagi-pagi ke sekolah lagi. Dan Amanda juga tidak mau sampai digendong lagi sama Benny. Keenakan banget tuh cowok dapat kesempatan buat bisa gendong-gendong dia. Karena dengan cara-cara kasar tidak berhasil, Amanda menggunakan cara yang lain. Pagi ini Amanda yang biasanya datang dengan muka jutek, mendadak datang dengan wajah gembira yang membuat semua teman-temannya heran. Apalagi Natasha dan Benny. Kedatangan Amanda yang penuh keceriaan di wajahnya ini justru menimbulkan ‘kecurigaan’ untuk Alvan yang juga melihat wajah ceria cewek itu saat masuk kelas. Apa lagi yang akan Amanda lakukan kali ini? “Hai!” Amanda dengan ceria menyapa Natasha dan Benny yang sudah datang duluan dan duduk manis di bangkunya. Natasha meskipun heran tapi juga senang karena Amanda kelihatannya lagi seneng. “Man, seneng banget lo hari ini? Ada hal menggembirakan apa?” Bukannya langsung menjawab pertanyaan Natasha, Amanda merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah kotak bekal yang lumayan besar dengan corak gambar Doraemon pun berada di kedua tangan Amanda. Lalu disodorkannya kotak bekal itu ke depan Benny dengan memasang muka senyum. Senyum yang ada maunya. “Nih, Ben. Gue udah bikinin lo omelet spesial buat sarapan lo pagi ini.” Alvan mendelikkan matanya seolah tahu apa yang sedang dilakukan cewek itu. Rupanya Amanda sedang berusaha mendapatkan bangkunya kembali. Sementara Natasha kaget plus cemburu, Benny melongo melihat sikap Amanda yang aneh banget hari ini. Sampai membawakan bekal omelet segala buat dia. “Ayo dong, diterima bekalnya,” pinta Amanda. “Gue udah capek-capek bangun pagi buat bikin nih makanan. Ada banyak, kok. Dan tiap hari gue bisa bikinin lo makanan yang beda-beda kalo lo mau. Gue juga bakal traktir lo makan bakso tiga mangkuk di kantin setiap hari. Gue yakin lo pasti bakalan jauh lebih keren kalo tubuh lo lebih gemukan dikit.” “Man, lo lagi ngapain sih, sebenernya?” Natasha cemburu sekali melihat Amanda memuji pacarnya. Amanda menoleh ke arah Natasha dengan senyuman, “Tenang aja, Nat. Gue nggak mungkin suka sama Botol Kecap kayak gini, kok.” “Apa lo bilang?” Benny tersinggung disamain sama botol kecap. Tapi kemarahan Benny langsung mereda saat Amanda kembali tersenyum saat melihatnya. Senyum yang sangat manis. "Gimana? Lo setuju nggak? Gratis, lho. Selama enam bulan sampe lulusan kalo perlu. Lo nggak bakal kelaperan deh, di sekolah kalo lo mau terima tawaran gue ini. Asal .... “ “Asal?” Benny kepengen tahu kelanjutannya. Sepertinya dia sudah tidak sabar ingin menerima bekal itu. Mulai tertipu dengan kebaikan Amanda. “Asal lo mau balik ke bangku lo.” Tepat dugaan Natasha dan Benny. Pasti itu keinginan Amanda. “Ya, Ben? Ya? Lo ganteng banget deh, hari ini. Lo keren banget pokoknya. Jadi please, lo balik ke bangku lo biar gue duduk lagi sama Natasha. Lagi pula kan lo masih punya banyak waktu buat ngobrol sama Natasha meskipun nggak sebangku lagi. Please, please, please.” Amanda berharap sekali usahanya kali ini akan membuahkan hasil, karena kalau yang ini juga gagal dia sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa selain menerima nasib buruk. Natasha melirik penasaran ke tempat Benny yang sedang berpikir itu. Sepertinya Benny juga tergiur dengan tawaran Amanda ini. Makan gratis di sekolah selama enam bulan dan tiap hari dibawain bekal pula? Lumayan banget kan, buat bisa ngirit uang jajan bulanan. Dan Benny bisa mentraktir Natasha makan di luar kalau uang jajannya utuh. Dengan harap-harap cemas, Amanda menunggu jawaban dari Benny. 'Moga-moga aja berhasil.' “Enggak," ujar Benny pada akhirnya.Senyuman di wajah Amanda yang sudah sejak tadi dia pamerkan ke seluruh teman-temannya, mendadak mulai lenyap. Bisa-bisanya si Botol Kecap itu menolak keinginannya---setelah semua usaha yang Amanda lakukan untuk bangun pagi dan membuatkan omelet spesial. Meskipun sebenarnya berat sekali melepaskan traktiran gratis setahun itu, tapi Benny tetap pada pendiriannya untuk tidak akan pernah pindah dari bangkunya. Bahkan dia terlihat sangat menikmati duduk di bangku yang sudah lama ingin didapatkan Amanda lagi itu. “Gue nggak bakal pindah. Apa pun yang terjadi. Gue akan selalu ada di dekat pacar gue tersayang.” Benny dengan bAlvannya merangkul Natasha yang menatap khawatir pada Amanda karena Amanda pasti marah besar. “Kenapa sih, lo ngotot banget tetep mau duduk di sini?” Amanda mulai kesal. “Lo sengaja mau bikin gue marah, ya?” Semua teman-teman yakin pasti akan ada kejadian heboh antara Amanda dan Benny kalau saja bel tanda masuk kelas tidak berbunyi. Untung saja bel penyelamat kekac
“Bisa nggak Pak, kalo saya kerjanya sendiri aja? Saya bisa kok Pak, kerja sendiri. Dan saya akan berusaha mengerjakan tugas ini sebaik mungkin. Asal saya dibolehin kerja sendiri ya, Pak?” pinta Amanda dengan penuh harapan. Amanda benar-benar tidak mau satu kelompok dengan Alvan. Membayangkannya saja membuatnya merinding, apalagi harus menjalaninya. Alvan menoleh mendengar Amanda mengajukan protes. Dia sudah tahu hal ini akan terjadi. “Apa maksud kamu dengan kerja sendiri, Amanda?” tanya Pak Geral mulai geram. Natasha hanya bisa tepok jidat melihat kelakuan Amanda yang nekat sekali itu. 'Ya ampun, Amanda. Udah tahu Pak Geral itu orangnya kayak gimana? Eh masih nekat saja tuh anak.' “Kamu nggak menghargai keputusan saya?” “Bukan begitu, Pak. Tapi saya pikir saya bisa bekerja sendiri tanpa partner.” Pak Geral membetulkan letak kacamatanya, menatap Amanda dengan tatapan penuh pertimbangan. Entah apa yang ada di dalam pikiran Pak Geral, tapi Amanda berharap permintaannya akan
Alvan memasuki sebuah halaman rumah mewah dan besar bercat putih. Di depan rumah terdapat beberapa tanaman bunga dan pohon berdaun lebat yang menjadikan halaman itu terlihat lebih sejuk. Selain itu juga ada sebuah mobil terpakir manis di garasi sebelah rumah. Pemandangan seperti itu sudah biasa untuk Alvan, jadi Alvan tidak perlu lagi untuk menoleh atau memandangi tanaman atau pun mobil di garasi tersebut. Dia berjalan dengan santai dan langsung memasuki rumah itu. Alvan berjalan menuju ruang tengah. Suasana rumah masih sepi seperti biasanya. Tidak lama kemudian dia disambut hangat oleh seorang anak laki-laki berumur lima tahun-an yang langsung berlari dengan wajah cerianya ke arahnya dan memeluk pinggangnya. “Kakak udah pulang?” sapa Arga – adik Alvan dengan wajah berseri-seri. Bukannya membalas sapaan Arga, Alvan justru diam saja dengan tetap memasang wajah datar. Dia juga tidak mempedulikan Arga yang sedang memeluk tubuhnya. “Kak Alvan ayo kita main, Kak,” ajak Arga dengan p
Hari Sabtu ini pagi-pagi buta seluruh siswa kelas 12 SMA Kasuari berangkat ke Puncak dalam acara study tour mereka. Pihak sekolah memutuskan berangkat hari Sabtu karena menghindari terjebak macet jika berangkat hari Minggu. Tiap kelas mendapatkan jatah satu bus dan ada banyak bus yang membawa mereka semua untuk berangkat pagi ini. Untuk jurusan yang lain, mereka melakukan study tour ke tempat lain sesuai praktik apa yang akan dilakukan. Perjalanan sangat lancar bahkan semua anak menikmati perjalanan mereka yang menyenangkan. Karena para guru-guru sepakat berangkat pagi sekali, udara di perjalanan juga masih sangat sejuk. Meskipun mereka berada di dalam bus yang ber-AC, tentu saja hanya dengan melihat pemandangan di luar lewat jendela saja sudah bisa ikut merasakan bagaimana sejuknya udara pagi ini. Semua orang menyanyi-nyanyi riang, ada juga yang sengaja membawa gitar dam memainkannya di dalam bus. Semuanya senang, semuanya bahagia, dan semuanya penuh tawa dan canda. Kecuali dua
Berbeda dengan semua teman-temannya yang saling bekerjasama untuk mencatat laporan, melakukan wawancara, dan meneliti daun teh, mereka berdua bekerja sendiri-sendiri dan saling tak menghiraukan satu sama lain. Kalau tanpa sengaja mereka saling bertemu pandang, Amanda akan melemparkan sesuatu ke Alvan begitu juga sebaliknya. Alvan pun sempat hampir melemparkan sepatunya ke arah Amanda karena cewek itu menjulurkan lidahnya ke arahnya. “Ayo, lempar aja! Lempar!” tantang Amanda tanpa rasa takut. “Lo pikir gue takut sama lo?” Tapi Alvan memakai sepatunya lagi dan jadi kekurangan minat untuk bertengkar dengan Amanda. "Males gue berdebat sama lo," ujarnya sambil melangkah ke tempat lain dan dia menemui salah satu buruh pemetik teh dan mewawancarai mereka. Melihat Alvan yang ternyata juga serius mengerjakan tugas kelompok mereka, membuat Amanda merasa sedikit tenang karena tidak lagi harus berdebat dengan cowok itu. Amanda pun menyelesaikan tugasnya mencatat dan meneliti daun teh.
Sementara Amanda yang awalnya berjalan dengan penuh tekad, tiba-tiba menghentikan langkahnya karena terdengar suara-suara aneh yang membuat bulu kuduknya berdiri. Dia menengadah ke langit dan sama sekali tidak bisa melihat langit dari bawah sana karena dedaunan lebat yang ada di atas kepalanya. Suasananya memang sudah mendung sejak tadi, tapi berada di tengah hutan seperti sekarang ini membuatnya takut. KOAK! KOAK! KOAK! Terdengar suara burung-burung yang Amanda tidak bisa melihatnya. Membuat Amanda semakin ketakutan sendirian di hutan itu. Setelah berpikir lagi akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke tempat Alvan dengan berlari. Tidak jadi pergi sendirian. Alvan yang berjalan sendirian sayup-sayup mendengar suara orang berlari ke arahnya. Dia menoleh dan melihat Amanda berlari seperti orang dikejar setan. Mau tidak mau dia berhenti untuk menunggunya karena pasti Amanda mengejarnya. “Ada apa? Ngapain balik lagi?” tanya Alvan jutek. “Van, kita balik aja ke perkebunan, yuk. Gue
“Kita main aja, yuk! Main air asyik banget lho.” Amanda menyiprat-nyipratkan air dengan sengaja ke arah Alvan. Alvan melindungi cipratan air dari Amanda dengan kedua tangannya. “Eh, jangan macem-macem lo!” “Makanya ayo sini!” “Gue nggak bakalan ngelakuin hal-hal konyol kayak gitu. Kayak anak kecil aja,” ejek Alvan. Amanda cemberut dan memanyunkan bibirnya sepanjang yang dia bisa. Lalu dia pun berjalan ke pinggir dan memilih sebuah batu besar di sebelah Alvan untuk dia duduki. Sebagian besar bajunya basah setelah bermain air tadi. Sekarang Amanda benar-benar istirahat. Meskipun rasa capeknya belum hilang, tapi cukup bisa menghilangkan kebeteannya setelah jalan jauh di hutan. Sementara Amanda melepas lelah setelah bermain air, Alvan tetap diam di tempat tanpa melakukan apa pun. Dia hanya menengadahkan kepalanya menyapu seluruh tempat dan memandangi apa saja yang ada di sana. Tidak ada hal-hal menarik yang berhasil dia temukan selain barisan pepohonan lebat, sungai jer
Hari semakin sore dan dalam suasana mendung seperti ini akan jauh lebih cepat gelap dibandingkan kalau hari ini cerah. Suasana malam di tengah hutan juga akan jauh lebih menakutkan daripada siang hari. Amanda tidak mau membayangkan kalau sampai mereka berdua tidak bisa keluar hutan sampai malam, atau bahkan sampai esok harinya. Iya kalau tidak ada binatang buas yang menerkam mereka, kalau tiba-tiba muncul macan atau harimau, bisa-bisa kalau tiba besok pagi mereka sudah menjadi tinggal nama saja. “Van, lo tahu jalannya apa nggak sih, sebenernya? Kenapa dari tadi kita nggak keluar hutan juga?” celoteh Amanda yang sudah merasa lelah berjalan terus. Alvan tidak menjawab dan wajahnya mulai memperlihatkan kebingungannya. Dia tetap berusaha mencari jalan dengan menatap seluruh tempat, siapa tahu menemukan sebuah petunjuk untuk keluar hutan. “Jangan-jangan lo juga nggak tahu jalan keluarnya, ya?”Amanda pun mulai curiga karena cowok itu terlihat bingung sama seperti dia. “Berisik b