Home / Fiksi Remaja / Janji Amanda / 9. Amanda Belum Menyerah

Share

9. Amanda Belum Menyerah

Mata besar Bu Lily yang galak itu langsung menatap langsung ke arah Amanda, membuat Amanda kebingungan. “Amanda, apa yang kamu lakukan? Benar kamu nggak fokus sama pelajaran saya?”

“Hah? Enggak kok, Bu. Saya mendengarkan dengan sungguh-sungguh, kok. Dia aja yang ngasal, Bu.”

Amanda berusaha menutupi kegugupannya dengan tersenyum semanis mungkin, biarpun dia tahu hasil senyumannya tidak bisa benar-benar manis dalam keadaan genting seperti ini.

Bu Lily pun mengetes Amanda dengan memberinya pertanyaan sebagai bukti Amanda mendengarkan pelajarannya atau tidak. Dan jelas saja Amanda tidak bisa menjawab pertanyaan Bu Lily, orang sejak tadi dia memikirkan hal lain yang tidak ada hubungannya sama pelajaran.

Bu Lily langsung marah dan menyuruh Amanda untuk membuat kliping tentang kebudayaan dengan bahasa Inggris minimal 20 halaman yang harus dia kumpulkan minggu depan. Hukuman akan ditambah kalau Amanda tidak mengerjakan tugas itu.

Pada saat Amanda melirik Alvan, dilihatnya cowok itu tersenyum penuh kemenangan. Lagi-lagi senyuman menyebalkan itu yang dilihatnya dan membuat Amanda ingin menonjok wajahnya. Amanda juga heran, jangan-jangan Alvan memang punya kemampuan indera keenam karena dia bisa tahu apa yang dilakukan Amanda tanpa melihat.

'Heran deh. Tuh cowok punya mata berapa, sih? Kayaknya semua gerak-gerik gue dia bisa tahu.'

Semakin bertambah saja penderitaan Amanda duduk sebangku dengan makhluk luar angkasa yang aneh itu. Dan hal ini mendorong Amanda untuk secepatnya mencari cara lain lagi untuk bisa pindah tempat duduk. Pokoknya Benny harus bisa dia usir dari bangkunya.

**

Meskipun sempat pusing juga, tapi akhirnya Amanda menemukan cara untuk bisa mengusir Benny dari bangkunya. Bukan lagi dengan nyuri-nyuri waktu dan menduduki bangkunya saat Benny tidak ada atau datang pagi-pagi ke sekolah lagi.

Dan Amanda juga tidak mau sampai digendong lagi sama Benny. Keenakan banget tuh cowok dapat kesempatan buat bisa gendong-gendong dia. Karena dengan cara-cara kasar tidak berhasil, Amanda menggunakan cara yang lain.

Pagi ini Amanda yang biasanya datang dengan muka jutek, mendadak datang dengan wajah gembira yang membuat semua teman-temannya heran. Apalagi Natasha dan Benny.

Kedatangan Amanda yang penuh keceriaan di wajahnya ini justru menimbulkan ‘kecurigaan’ untuk Alvan yang juga melihat wajah ceria cewek itu saat masuk kelas. Apa lagi yang akan Amanda lakukan kali ini?

“Hai!”

Amanda dengan ceria menyapa Natasha dan Benny yang sudah datang duluan dan duduk manis di bangkunya.

Natasha meskipun heran tapi juga senang karena Amanda kelihatannya lagi seneng. “Man, seneng banget lo hari ini? Ada hal menggembirakan apa?”

Bukannya langsung menjawab pertanyaan Natasha, Amanda merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah kotak bekal yang lumayan besar dengan corak gambar Doraemon pun berada di kedua tangan Amanda. Lalu disodorkannya kotak bekal itu ke depan Benny dengan memasang muka senyum. Senyum yang ada maunya.

“Nih, Ben. Gue udah bikinin lo omelet spesial buat sarapan lo pagi ini.”

Alvan mendelikkan matanya seolah tahu apa yang sedang dilakukan cewek itu.

Rupanya Amanda sedang berusaha mendapatkan bangkunya kembali.

Sementara Natasha kaget plus cemburu, Benny melongo melihat sikap Amanda yang aneh banget hari ini. Sampai membawakan bekal omelet segala buat dia.

“Ayo dong, diterima bekalnya,” pinta Amanda. “Gue udah capek-capek bangun pagi buat bikin nih makanan. Ada banyak, kok. Dan tiap hari gue bisa bikinin lo makanan yang beda-beda kalo lo mau. Gue juga bakal traktir lo makan bakso tiga mangkuk di kantin setiap hari. Gue yakin lo pasti bakalan jauh lebih keren kalo tubuh lo lebih gemukan dikit.”

“Man, lo lagi ngapain sih, sebenernya?” Natasha cemburu sekali melihat Amanda memuji pacarnya.

Amanda menoleh ke arah Natasha dengan senyuman, “Tenang aja, Nat. Gue nggak mungkin suka sama Botol Kecap kayak gini, kok.”

“Apa lo bilang?” Benny tersinggung disamain sama botol kecap.

Tapi kemarahan Benny langsung mereda saat Amanda kembali tersenyum saat melihatnya. Senyum yang sangat manis. "Gimana? Lo setuju nggak? Gratis, lho. Selama enam bulan sampe lulusan kalo perlu. Lo nggak bakal kelaperan deh, di sekolah kalo lo mau terima tawaran gue ini. Asal .... “

“Asal?” Benny kepengen tahu kelanjutannya. Sepertinya dia sudah tidak sabar ingin menerima bekal itu. Mulai tertipu dengan kebaikan Amanda.

“Asal lo mau balik ke bangku lo.”

Tepat dugaan Natasha dan Benny. Pasti itu keinginan Amanda.

“Ya, Ben? Ya? Lo ganteng banget deh, hari ini. Lo keren banget pokoknya. Jadi please, lo balik ke bangku lo biar gue duduk lagi sama Natasha. Lagi pula kan lo masih punya banyak waktu buat ngobrol sama Natasha meskipun nggak sebangku lagi. Please, please, please.”

Amanda berharap sekali usahanya kali ini akan membuahkan hasil, karena kalau yang ini juga gagal dia sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa selain menerima nasib buruk.

Natasha melirik penasaran ke tempat Benny yang sedang berpikir itu. Sepertinya Benny juga tergiur dengan tawaran Amanda ini. Makan gratis di sekolah selama enam bulan dan tiap hari dibawain bekal pula? Lumayan banget kan, buat bisa ngirit uang jajan bulanan. Dan Benny bisa mentraktir Natasha makan di luar kalau uang jajannya utuh.

Dengan harap-harap cemas, Amanda menunggu jawaban dari Benny.

'Moga-moga aja berhasil.'

“Enggak," ujar Benny pada akhirnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status