Alvan menatap kasihan pada Amanda yang kelihatannya kesakitan banget itu. Lalu dia kembali berjongkok. “Coba sini gue lihat kaki lo.” Karena tidak tahu harus berbuat apa, Amanda pun membiarkan Alvan memeriksa kakinya. Cowok itu memegang tepat di bagian kaki yang sakit sehingga membuat Amanda berteriak seketika. Untuk langkah selanjutnya, Alvan lebih berhati-hati lagi untuk memeriksa kaki Amanda. “Bakalan sedikit sakit, sih. Tapi tahan bentar, ya?” Amanda cuma ngangguk-ngangguk saja. Pasrah. Alvan memijat pergelangan kaki Amanda, menariknya ke sana kemari membuat Amanda berteriak-teriak kesakitan, bahkan dia sempat menampar Alvan secara refleks. “Woi, lo mau menganiaya gue?!" Alvan kesal karena Amanda malah menampar-nampar dia. “Ya, maaf. Abis sakit banget kaki gue.” Tapi ucapan maaf Amanda dan tamparan Amanda yang katanya refleks itu tidak menghentikan Alvan untuk melanjutkan memijat pergelangan kaki Amanda sampai menurutnya benar-benar sudah baik-baik saja. Untuk
Tak membutuhkan waktu sampai satu jam saat langit berubah gelap. Hari sudah malam dan suasana di hutan sangat gelap. Untung saja malam ini tidak mendung seperti tadi siang. Malam ini sangat cerah. Sinar bulan dan bintang pun terlihat sehingga ada sedikit cahaya yang menyinari hutan yang lebat itu. Meskipun tidak cukup terang, tapi setidaknya masih bisa melihat di dalam hutan yang hanya ada cahaya remang-remang dari sinar bulan. Alvan dan Amanda masih belum berhasil menemukan jalan keluar. Sepertinya mereka justru berjalan semakin masuk ke dalam hutan makanya jalan keluarnya tidak juga ketemu. Sementara itu Alvan sudah merasa lelah menggendong Amanda sejak tadi. Rasa lelahnya karena hampir setengah hari berjalan keliling hutan jadi berlipat ganda dengan berat badan Amanda yang digendongnya. “Eh, Otak Ayam. Gue capek. Lo jalan sendiri aja deh,” perintah Alvan pada Amanda yang masih berada di gendongannya. “Hah?” Amanda sedikit kaget karena tiba-tiba Alvan mengajaknya bicara, k
Setelah melalui hal-hal yang melelahkan, menggembirakan, bahkan menakutkan di dalam hutan, akhirnya Alvan dan Amanda bisa kembali ke perkebunan atas bantuan Natasha dan Benny. Terang saja, sesampainya di sana semua teman-teman langsung mengomeli mereka macam-macam. Ada yang mengatakan pergi diam-diam karena mau pacaran, ada yang bilang sengaja mau merepotkan mereka semua, dan bahkan ada yang menyumpahi mereka diterkam binatang buas di hutan. Gara-gara mencari Alvan dan Amanda, mereka semua harus berada di hutan malam-malam dan ditinggalkan oleh rombongan kelas lain yang sudah duluan pulang ke Jakarta. Tapi dibalik kegalakan dan kemarahan semua teman-teman, Amanda dan Alvan pun tahu mereka berkata demikian karena terlalu kesal. Yang bisa dilakukan Amanda dan Alvan hanya meminta maaf. Apalagi Pak Geral juga ikutan mengomeli panjang lebar. Karena biar bagaimana pun keselamatan semua muridnya adalah tanggung jawabnya. Kalau sampai terjadi apa-apa, pak Geral lah yang harus menanggung
“Memang siapa yang datang?” tanya Nicko yang merasa tak melihat orang datang ke rumah jadi penasaran. “Iya. Mama kok nggak tahu, ya?” sambung Laras. “Kan kemarin Mama sama Papa lagi keluar berdua, tuh. Cuma aku sama Bagas yang ada di rumah. Si Amanda kan juga lagi ada di Puncak kemarin.” “Oh iya, ya.” “Emangnya siapa yang nyariin aku?” tanya Amanda penasaran. “Siapa, Gas?” Bagus bertanya ke Bagas. “Soalnya gue lupa nama tuh cewek.” “Gue lupa,” jawab Bagas. “Yaela, gimana sih, lo? Kan waktu itu lo kan, yang sempet ngobrol banyak sama dia? Gue kan lo suruh buat ke dapur buatin minum gara-gara bi Minah lagi ke pasar. Udah kayak pembantu aja gue waktu itu. Image gue jatuh di depan cewek cakep gara-gara lo,” omel Bagus. “Lagian lo juga mau-mau aja gue suruh-suruh buat bikinin minum.” “Ya gimana gue nggak mau coba? Lo ngaku-ngaku sebagai kakak gue di depan tuh cewek, padahal kan lo cuma lahir tiga menit lebih dulu dari gue. Dan tuh cewek udah keburu tahu lo itu kakak gue,
“Clara???” seru si kembar bersamaan. Mereka senang bertemu lagi dengan cewek cantik yang kemarin datang ke rumah. Begitu tahu ternyata itu Clara, Amanda langsung berjalan mendekat ke mobil untuk mengobrol dengan Clara. “Kak Clara gimana kabarnya? Udah lama nggak ketemu.” “Kabar aku baik, kok. Kamu sendiri gimana?” Clara balik bertanya. “Aku juga baik-baik aja. Kapan datang dari Amerika?” “Aku baru tiga hari ini di Jakarta. Kemarin aku datang ke rumah kamu tapi kamu nya nggak ada. Oh iya, kalian ngapain di sini?” tanya Clara. “Ini nih, Kak. Ban mobilnya kayaknya bocor deh, kena paku di jalanan. Kita lagi bingung nih, gimana caranya buat berangkat ke sekolah.” “Oh ya udah. Kalian bareng sama aku aja. Nanti aku anter kalian ke sekolah, deh.” Mendengar ada tawaran yang menguntungkan dan tepat waktu itu pun membuat Amanda dan si kembar merasa seperti bertemu dewa yang akan menolong mereka dari kesusahan. Bahkan Bagas langsung mengambil kunci mobil dan mengunci mobilnya, sia
BRUAGH!Amanda melempar tasnya ke atas meja dan duduk di bangkunya sambil memasang wajah cemberut. Cewek cantik itu terlihat sangat kesal hari ini.Natasha yang sudah datang duluan, keheran-heranan melihat sahabatnya yang datang ke sekolah seperti tanpa semangat itu. Namun Natasha pun tahu, tiap kali Amanda seperti itu pasti sudah terjadi sesuatu gara-gara ulah si kembar. Dan Natasha penasaran, apa yang terjadi hari ini?"Kenapa lo, Man?" tanya Natasha. "Muka lo sepet banget pagi ini?"Tubuh Amanda yang seolah-olah sudah tidak kuat menahan kepalanya itu akhirnya menjatuhkan kepalanya di atas meja. Amanda seperti tak punya tenaga apa-apa hari ini mengingat tadi pagi dia sudah mengerahkan semua tenaga yang dia punya untuk kejar-kejaran ala Tom & Jerry dengan si kembar.Bayangkan saja, hari ini Amanda mendapatkan banyak 'hadiah' spesial dari kakak kembarnya yang super jahil. Dimulai dari sengaja diam-diam memasang sepuluh jam beker di kamarnya yang membuat Amanda terjatuh dari tempat tid
Jam istirahat Amanda meminta Benny kembali ke tempat duduknya, tapi Benny menolak dengan alasan ternyata duduk sebangku dengan pacar sendiri itu menyenangkan. Dan Benny tidak pernah mau pindah. Membuat Amanda kesal."Ben, lo gimana, sih? Tempat lo itu kan di belakang, ngapain lo mau dudukin bangku gue? Ngaak. Gue nggak mau. Pokoknya lo harus pindah ke belakang. Gue nggak mau duduk sama cowok freak itu." Amanda membicarakan Alvan tidak peduli walaupun cowok itu masih duduk di bangkunya. 'Sebodo amat!' Pikir Amanda.Alvan juga tampaknya nggak peduli. Dia memilih untuk bangkit dan pergi keluar kelas, melewati Amanda dengan sikap cueknya.Amanda melirik sinis ke arah perginya Alvan, kemudian kembali beralih ke Benny menyelesaikan masalahnya."Nggak mau." Benny bersikeras. "Gue udah ngerasa cocok duduk di bangku ini, Man. Udah sayang dan lengket banget sama bangku ini. Tahu gini, kenapa nggak dari dulu aja gue duduk di sini dan lo duduk di belakang." "Banyak omong lo. Cepet sana pindah k
"Hai, kenalin, kenalin." Benny mengulurkan tangannya di atas meja untuk siap bersalaman dengan teman baru."Nama gue Subenny Arianto Budiman, biasa dipanggil dengan nama 'Benny' aja."Tapi Alvan sama sekali tidak peduli dengan tangan Benny yang terulur ke arahnya. Dia melihat sekilas ke arah Benny yang tersenyum, tapi kemudian kembali melanjutkan makannya.Senyuman Benny sedikit lenyap, tapi dia tetap berusaha tersenyum lebih lebar lagi ketika dia mulai mengingat sesuatu. Dia tarik kembali tangannya yang terulur."Oh, oke. Nggak apa-apa. Tapi lo tahu nggak, kalo gue hari ini kayak ngalamin semacam déjà vu dalam hidup gue. Setahun yang lalu gue juga ngalamin hal ini. Kenalan sama temen baru yang akhirnya jadi sahabat baik gue."Alvan tetep tak peduli."Ah, iya. Kenalin, ini Natasha pacar gue. Hehehehe ...." Benny dengan bangga memperkenalkan Natasha.Alvan mengangkat kepalanya dan menatap Natasha tanpa ekspresi. Tetap dengan tatapan datarnya.Natasha berusaha tersenyum semanis mungkin